You are on page 1of 15

1.

Definisi Anestesi Lokal

Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya

tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal

dan anestesi umum. Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit tanpa disertai

hilang kesadaran dan anestesi umum, yaitu hilang rasa sakit disertai hilang

kesadaran. Tindakan anestesi digunakan untuk mempermudah tindakan operasi

maupun memberikan rasa nyaman pada pasien selama operasi.

Anestesi lokal didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menyebabkan

hilangnya sensasi rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara yang

disebabkan adanya depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses

konduksi pada saraf perifer. Anestesi lokal menghilangkan sensasi rasa nyeri

tanpa hilangnya kesadaran yang menyebabkan anestesi lokal berbeda secara

dramatis dari anestesi umum.

Anestetikum Lokal Yang Ideal Anestetikum lokal sebaiknya tidak

mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, harus efektif

dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran

mukosa dan memiliki toksisitas sistemik yang rendah. Mula kerja bahan

anestetikum lokal harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup

lama sehingga operator memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tindakan

operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat

anestesi lokal juga harus larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil,

serta tahan pemanasan bila disterilkan tanpa mengalami perubahan. Fisiologi

Konduksi Saraf.
2. Klasifikasi anastetikum

Anestetikum lokal diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sesuai

dengan ikatan, yaitu ikatan golongan amida (-NHCO-) dan ikatan golongan ester

(-COO-). Perbedaan ini berguna karena ada perbedaan ditandai dalam alergenitas

dan metabolisme antara dua kategori bahan anestetikum lokal. Secara kimiawi

bahan anestetikum lokal dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :

A. Golongan Ester (-COO-)

1. Prokain

2. Tetrakain

3. Kokain

4. Benzokain

5. Kloroprokain

B. Golongan Amida (-NHCO-)

1. Lidokain

2. Mepivakain

3. Bupivacaine

4. Prilokain

5. Artikain

6. Dibukain

7. Ropivakain

8. Etidokain

9. Levobupivakain
Perbedaan klinis yang signifikan antara golongan ester dan golongan

amida adalah ikatan kimiawi golongan ester lebih mudah rusak dibandingkan

ikatan kimiawi golongan amida sehingga golongan ester kurang stabil dalam

larutan dan tidak dapat disimpan lama. Bahan anestetikum golongan amida stabil

terhadap panas, oleh karena itu bahan golongan amida dapat dimasukkan kedalam

autoklaf, sedangkan golongan ester tidak bisa. Hasil metabolisme golongan ester

dapat memproduksi para-aminobenzoate (PABA), yaitu zat yang dapat memicu

reaksi alergi, sehingga golongan ester dapat menimbulkan fenomena alergi. Hal

inilah yang menjadi alasan bahan anestetikum golongan amida lebih sering

digunakan daripada golongan ester.

3. Klasifikasi Potensi Dan Masa Kerja Anestetikum Lokal

Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan potensi dan masa kerja dibagi

menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I yang memiliki potensi lemah dengan

masa kerja singkat (≈30menit) seperti prokain dan kloroprokain. Kelompok II

adalah kelompok yang memiliki potensi dan masa kerja menengah (≈60menit)

seperti lidokain, mepivakain dan prilokain. Kelompok III merupakan kelompok

yang memiliki potensi kuat dengan masa kerja panjang (>90menit). Contohnya

tetrakain, bupivakain, etidokain dan ropivakain.4,13,20

1. Lidokain

Lidokain disintesis pada tahun 1943 dan pada tahun 1948, anestetikum

lokal golongan amida pertama telah dipasarkan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih

kuat, dan lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi

yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari

anestetikum lokal golongan amida. Penggunaan lidokain sebagai larutan polos


dalam konsentrasi sampai 2% memberikan efek anestesi yang pendek pada

jaringan lunak. Formulasi tersebut tidak memberikan efek anestesi yang cocok

pada pulpa gigi. Ketika vasokonstriktor ditambahkan ke 2% lidokain, maka efek

anestesi bertambah pada gigi yang di anestesi. Vasokonstriktor yang paling umum

digunakan adalah epinefrin (adrenalin) biasanya sekitar konsentrasi 1:200.000 ke

1:80.000. Oleh karena itu, lidokain cocok untuk anestesi infiltrasi, blok dan

topikal. Selain itu, lidokain memiliki keuntungan dari mula kerja yang lebih cepat,

penambahan epinefrin menyebabkan vasokonstriktor dari arteri mengurangi

perdarahan dan juga penundaan resorpsi lidokain sehingga memperpanjang masa

lama kerja hampir dua kali lipat.

Dosis maksimum dewasa yang aman adalah 4x2,2 ml ampul atau 3 mg/kg.

Penambahan 1:80 000 epinefrin memperpanjang efektivitasnya lebih dari 90

menit dan meningkatkan dosis maksimum dewasa yang aman sampai 10x2,2 ml

ampul atau 7 mg/kg. Menurut Malamed SF, dosis maksimum lidokain yang

disarankan oleh FDA dengan atau tanpa epinefrin adalah 3,2 mg / lb atau 7,0 mg /

kg berat badan untuk dewasa dan anak-anak pasien, tidak melebihi dosis

maksimum absolut yaitu 500 mg.

2. Mepivakain

Mepivakain merupakan anestetikum lokal golongan amida yang bersifat

farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain memiliki mula kerja yang lebih

cepat daripada prokain dan masa lama kerja yang menengah. Mepivakain

menghasilkan vasodilatasi yang lebih sedikit dari lidokain. Mepivakain ketika

disuntik dengan konsentrasi 2% dikombinasikan dengan 1:100 000 epinefrin,

memberikan efek anestesi yang mirip seperti lidokain 2% dengan epinefrin.


Larutan mepivakain 3% tanpa vasokonstriktor akan memberikan efek anestesi

yang lebih baik dari lidokain 2% . Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi,

blok saraf regional dan anestesi spinal.

Menurut Malamed SF, dosis maksimum mepivakain adalah 6,6 mg / kg

atau 3,0 mg / lb berat badan dan tidak melebihi 400 mg. Satu ampul mepivakain

biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau blok regional.

3. Prilokain

Anestetikum lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip

lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya

lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor.

Toksisitas terhadap sistem saraf pusat (SSP) lebih ringan, penggunaan intravena

blok regional lebih aman. Sifat toksik yang unik dari prilokain yaitu dapat

menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh adanya metabolit

prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin yang mempengaruhi masa kerja

prilokain. Efek anestesi prilokain kurang kuat dibandingkan lidokain. Prilokain

dipasarkan sebagai solusi 4% dengan dan tanpa 1:200.000 epinefrin. Efek

toksisitas sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain. Biasanya digunakan

untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok.

Dosis maksimum yang direkomendasikan untuk prilokain adalah 8,0 mg /

kg atau 3,6 mg / lb berat badan untuk pasien dewasa dan maksimum dosis yang

direkomendasikan adalah 600 mg. Efek toksisitas sistemik prilokain kurang

dibandingkan lidokain tapi efek anestesinya kurang kuat.


4. Artikain

Struktur amida dari artikain mirip dengan anestetikum lokal lainnya, tetapi

struktur molekulnya berbeda melalui kehadiran cincin thiophene bukan cincin

benzena. Artikain mengandung gugus ester tambahan yang dimetabolisme oleh

estearases dalam darah dan jaringan. Artikain dapat digunakan pada konsentrasi

yang lebih tinggi, yaitu artikain 4% dengan epinefrin 1:100 000 atau 1:200 000.

Ada beberapa kekhawatiran, bahwa anestetikum lokal ini apabila digunakan pada

konsentrasi tinggi dapat meningkatkan toksisitas lokal yang dapat menyebabkan

kerja anestesia menjadi lama, parestesia atau dysaesthesia ketika digunakan untuk

blok regional. Ada beberapa bukti bahwa infiltrasi bukal menggunakan artikain

4% seefektif anestesi lokal alveolar inferior dengan lidokain 2% pada gigi

mandibular orang dewasa. Artikain digunakan baik untuk anestesi infiltrasi

maupun blok, dengan teknik blok dapat menghasilkan masa kerja yang lebih

lama. Untuk orang dewasa sehat, dosis maksimum artikain HCl diadministrasikan

pada submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7mg/kg (0,175 mL / kg) atau

3,2 mg / lb (0,0795 mL / lb) berat badan untuk pasien 150 pon.

Untuk anak-anak di bawah 10 tahun yang memiliki massa tubuh normal,

dosis maksimum tidak boleh melebihi setara dengan 7 mg / kg (0,175 mL / kg)

atau 3,2 mg / lb (0,0795 mL / lb) berat badan. Pasien yang berumur antara 65-75

tahun, dosis maksimumnya sekitar 0,43-4,76 mg / kg (0,9-11,9 mL) untuk

prosedur sederhana, dan dosis sekitar 1,05-4,27 mg / kg (1,3-6,8 mL) diberikan

kepada pasien untuk prosedur yang kompleks. Di antara pasien 75 tahun atau

lebih tua, dosis 0,78-4,76 mg / kg (1,3-11,9 mL) diberikan kepada pasien untuk
prosedur sederhana, dan dosis 1,12-2,17 mg / kg yang aman diberikan kepada

pasien untuk prosedur yang kompleks

5. Bupivakain

Bupivakain merupakan anestetikum lokal yang termasuk dalam golongan

amida amino. Bupivakain mempunyai masa kerja panjang. Ketika digunakan

sebagai injeksi intraoral, bahan ini telah terbukti mengurangi jumlah analgesik

yang dibutuhkan untuk mengontrol rasa nyeri pasca operasi setelah pembedahan.

Formulasi bupivakain sekitar 0,25-0,75% dengan dan tanpa epinefrin (biasanya

1:200 000). Mula kerjanya lambat tapi masa kerjanya panjang. Digunakan untuk

anestesi infiltrasi, blok saraf, epidural dan anestesi intratekal.

Dosis maksimum bupivakain yang direkomendasikan adalah 90 mg. Tidak

ada dosis yang disarankan untuk bupivakain berdasarkan berat badan di Amerika

Serikat tapi di Kanada, dosis maksimum adalah berdasarkan 2,0 mg / kg (0,9 mg /

lb). Bupivakain tidak dianjurkan pada pasien yang berusia muda atau mereka yang

berisiko mencedera jaringan lunak pasca operasi akibat dari melukai diri sendiri,

seperti fisik dan mental penyandang cacat. Bupivakain jarang diindikasikan pada

anak-anak karena prosedur gigi pediatrik biasanya berlangsung

singkat.Bupivakain larutan polos yang berkonsentrasi antara 0.25-0.5% digunakan

untuk anestesi blok dan infiltrasi dimana efek anestesi sampai 8 jam diperlukan.

Dosis maksimum yang aman adalah 2 mg/kg.

6. Etidokain

Etidokain dalam konsentrasi 1,5% dengan 1:200.000 epinefrin telah

digunakan dalam prosedur bedah mulut. Ia memiliki masa kerja yang lebih lama

dari lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000 bila digunakan sebagai anestesi blok
tetapi tidak seefektif lidokain dengan epinefrin saat digunakan untuk anestesi

infiltrasi.

Menurut Malamad, dosis maksimum yang direkomendasikan untuk pasien

dewasa adalah 3,6 mg/lb atau 8,0 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimum

absolut tidak melebihi 400 mg.

7. Ropivakain

Ropivakain dikembangkan setelah bupivakain tercatat dikaitkan dengan

serangan jantung, terutama pada wanita hamil. Ropivakain ditemukan memiliki

kardiotoksisitas kurang dari bupivakain. Ropivakain diindikasikan untuk anestesi

lokal termasuk infiltrasi, blok saraf, epidural dan anestesi intratekal pada orang

dewasa dan anak di atas 12 tahun. Karakteristiknya, yaitu memiliki mula kerja dan

masa lama kerja yang sama dengan bupivakain, dengan potensinya yang lebih

rendah sedikit.

8. Kokain

Kokain merupakan anestetikum lokal yang pertama digunakan dalam

dunia kedokteran. Bahan anestetikum lokal yang alami dan merupakan ester asam

benzoat dengan basa yang mengandungi nitrogen (N). Efek kokain yang paling

penting bila digunakan secara lokal yaitu menghambat hantaran saraf. Efek

sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat (SSP).

Berdasarkan efek ini, kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di

bidang optalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel

kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian

topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas.


9. Prokain

Prokain disintesis dan diperkenalkan pada tahun 1905 dengan nama

dagang novokain. Selama lebih dari 50 tahun obat ini merupakan bahan terpilih

untuk anestesi lokal, namun kegunaannya tergantikan oleh anestetikum lain,

lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih aman dibanding dengan prokain.

Larutan polos 2% prokain tidak memberikan efek anestesi pada pulpa dan efek

anestesi pada jaringan lunak 15 sampai 30 menit. Hasilnya didapatkan sifat

vasodilatasi yang mendalam. Prokain menghasilkan efek vasodilatasi terbesar

dibandingkan dengan anestetikum lokal lain. Maka lebih sulit untuk

mempertahankan prokain karena meningkatnya perdarahan sewaktu pembedahan.

Prokain secara klinis mempunyai masa kerja yang lambat karena daya

penetrasinya yang kurang baik. Prokain digunakan untuk anestesi infilrasi, blok

saraf, epidural, kaudal, dan spinal.

10. Tetrakain

Tetrakain merupakan anestetikum lokal golongan ester yang mempunyai

masa kerja yang lama. Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat.

Anestetikum lokal ini 10 kali lebih kuat dan lebih toksik daripada prokain.

Tetrakain tidak lagi tersedia dalam bentuk injeksi di kedokteran gigi tetapi

digunakan untuk anestesi topikal yang paling umum dipasarkan dalam 2% garam

hidroklorida berkombinasi dengan 14% benzokain dan 2% butamben dalam

larutan semprotan aerosol, gel, dan salep. Tetrakain menjadi salah satu anestesi

topikal yang paling efektif. Tetrakain mempunyai mula kerja yang lambat untuk

anestesi topikal dan masa kerjanya adalah sekitar 45 menit setelah anestesi

topikal.
11. Levobupivakain

Levobupivakain merupakan isomer tunggal bupivakain dan memiliki

keuntungan hanya sedikit efek kardiotoksiknya. Telah terbukti bahwa bahan ini

seefektif bupivakain dan anestetikum lain. Penggunaannya sebagai injeksi

intraoral pada saat anestesi umum dapat mengurangi kebutuhan analgesik pasca

operasi setelah pembedahan mulut. Levobupivakain ini tersedia dalam konsentrasi

antara 0,25-0,75%.

4. Mekanisme anastetikum lokal

Mekanisme anestetikum lokal yaitu dengan menghambat hantaran saraf

bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Bahan ini

bekerja padatiap bagian susunan saraf. Anestetikum lokal mencegah terjadi

pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran

sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.

Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat permeabilitas

membran terhadap ion natrium (Na+) akibat depolarisasi ringan pada membran.

Proses inilah yang dihambat oleh anestetikum lokal, hal ini terjadi akibat adanya

interaksi langsung antara zat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap

adanya perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek

anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat

secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls

melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini

akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan

dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf.


Anestetikum lokal juga mengurangi permeabilitas membran bagi (kalium)

K+ dan Na+ dalam keadaan istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai

banyak perubahan pada potensial istirahat. Menurut Sunaryo, bahwa anestesi

lokal menghambat hantaran saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan

ditemukan hiperpolarisasi ringan. Pengurangan permeabilitas membran oleh

anestesi lokal juga timbul pada otot rangka, baik waktu istirahat maupun waktu

terjadinya potensial aksi.Potensi berbagai anestetikum lokal sama dengan

kemampuannya untuk meninggikan tegangan permukaan selaput lipid

monomolekuler. Mungkin sekali anestesi lokal dapat meningkatkan tegangan

permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf, dengan demikian

pori dalam membran menutup sehingga menghambat gerak ion melalui membran.

Hal ini akan menyebabkan penurunan permeabilitas membran dalam keadaan

istiharat sehingga akan membatasi peningkatan permeabilitas Na+.

Dapat disimpulkan bahwa cara kerja utama bahan anestetikum lokal

adalah dengan bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal Na,

sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal ini akan

mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran.

5. Indikasi dan Kontraindikasi Anastesi Lokal

Indikasi

a) Penderita dalam keadaan sadar dan kooperatif, karena apabila


penderita dalamkeadaan tidak sadar akan menyulitkan operator. Dengan
kesadaran dankooperatifnya penderita dapat mempermudah interaksi atara
penderita denganoperator.
b) Tekniknya relatif sederhana dan presentase kegagalandalam penggunaannya
relatif kecil.
c) Pada daerah yang diinjeksi terdapat pembengkakan atau apabila
ada pembengkakan diredakan.
d) Peralatan yang digunakan sedikit dan sederhana serta obat yang digunakan
relatifmurah.
e) Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi
tertentu
f) Dapat diberikan pada penderita yang keadaan umumnya kurang baik,

karena pemberian obat anastesi tidak mempengaruhi keadaan normal pend

erita atau pengaruhnya sangat kecil.

Kontra Indikasi

a) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah

diketahui.Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau

suntikan intravaskular.

b) Kurangnya prasarana resusitasi. Apabila terjadi komplikasi saat

melakukan anestesi maka sangat dibutuhkan adanya sarana resusitasi.

c) Usia pasien terlalu muda. Biasanya usia pasien menentukan keberhasilan

tiap tindakan. Untuk dilakukannya anestesi, usia muda menjadi

kontraindikasi. Hal ini disebabkan karena biasanya pada usia muda,

kerjasama yang baik anatara pasien dan dokter sulit didapatkan.

d) Kurang tenaga terampil yang mampu atasi dan dukung teknik tertentu

Hal ini disebabkan karena dalam melakukan anestesi

diperlukanasistenyang berpengetahuan baik yang bisa mendukung atau m

embantu mengatasi kemungkinan komplikasi yang timbul


6. Efek Samping Dari Anastesi Lokal

1. Ulcer/luka

Dapat terjadi akibat gigitan pada bibiur, pipi, atau lidah yang terasa tidak

enak,tebal/bengkak dengan tanda-tanda ulkus berwarna putih, bengkak, tidak

sakit, serta perluasankadang-kadang cukup besar tergantung besarnya trauma.

Pencegahannya dengan memberikanpenerangan bahwa setelah dilakukan

penyuntikan pada daerah tersebut akan terasatebal/bengkak dan tidak enak yang

akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu.Daerah tersebut tidak boleh

diisap atau digigit-gigit. Perawatan yang dilakukan antara lainmemberikan

antiseptik oles serta mencegah trauma gigitan lebih lanjut.

2. Sinkop

Merupakan reaksi psikis seperti pusing, mual, pucat, dingin, lemas, denyut

nadi cepat,pupil membesar atau mengecil serta tekanan darah turun. Sebaiknya

tindakan selanjutnyaditunda, pasien ditidurkan dengan posisi kepala dan kaki

terangkat 10 derajat, pada posisidemikian sirkulasi darah dari otak dan vena

kembali ke jantung. Kompres dingin diberikan dikepala untuk memberikan rasa

nyaman ada pasien. Sinkop dapat juga disebabkan rasa takutsebelum anestesi.

Keadaan ini dapat dihindari dengan mengajak bicara, atau mengalihkanperhatian.

Bila terjadi pada tahap permulaan dapat dilakukan dengan menarik nafas

panjangdan dalam melalui hidung dengan teratur serta cukup lama. Tindakan

anestesi dapatdilanjutkan bila pasien sudah tenang.

3. Reaksi alergi terhadap obat anestetikum


Reaksi dapat terjadi seketika atau beberapa saat kemudian, ringan, atau

akut. Reaksialergi akibat prosedur penyuntikan sangat bervariasi, mulai dari

ringan sampai brochoconstriction. Perawatan yang diberikan adalah penyuntikan

0,1-0,5 ml epinefrin 1:1000di bawah lidah.

4. Infeksi

Infeksi adalah komplikasi sewaktu penyuntikan yang sering terjadi dan

biasanyadisebabkan oleh masuknya bakteri dalam jaringan pada saat pemberian

anestesi lokal.Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik antiseptik

umumnya dapatmenghilangkan kemungkinan tersebut.

5. Trismus

Trismus didefinisikan sebagai kesulitan membuka rahang karena kejang

otot. Trismus ygdisebabkan karena infeksi, pasien umumnya menderita demam

dan mengeluh rasa sakit dantidak nyaman, maka pada situasi seperti ini nanah

yang terbentuk harus didrainase dandiberikan tapi antibiotic. Bila infeksi sudah

terkontrol, trismus dapat dihilangkan dengan larutankumur salin hangat.

6. Hematoma

Hematoma dapat disebabkan karena jarum suntik tidak sengaja menembus

pembuluhdarah. Dalam hal ini harus diberikan antibiotic, serta pasien diminta

datang kembali dalamwaktu 24 jam atau lebih bila perlu.

7. Parastesis
Merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka waktu

yang lamasetelah penyuntikan anestesi lokal. Pasien mengeluhkan mati rasa

setelah penyuntikan anestesilokal beberapa jam lamanya. Gejala parestesis

berangsur-angsur reda dan penyembuhanbiasanya sempurna, apabila menetap

maka tentukan derajat dan luas parestesis. Hal inidilakukan dengan tusukkan

jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun mata pasienharus dalam

keadaan tertutup. Daerah yang terkena dicatat dan pasien diminta datang

kembalisecara berkala sehingga kecepatan dan derajat pemulihan sensasi dapat

ditentukan. Berikanobat-obatan dan lakukan termoterapi pada pasien. Bila

pemulihan tidak terjadi, rujuk ke dokterspesialis bedah mulut atau saraf.

8. Overdosis

Keracunan obat anestetikum lokal pada anak jarang terjadi tetapi bila

terjadi dapatmenimbulkan kejadian yang tragis. Akibat overdosis sistemik atau

pemberian bersamaandengan sedative-narkotik dapat terjadi kematian.

You might also like