You are on page 1of 8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2018 di Polresta
Jambi. Sampel yang di peroleh adalah 68 orang yang memenuhi kriteria inklusi
yang bersedia mengisi inform consent dan diikutsertakan dalam penelitian.
Sedangkan 44 responden tidak mengisi inform consent dan tidak bersedia
diikutsertakan dalam penelitian dan 2 responden pada saat pengambilan data di
diagnosis adanya infeksi pada mata.

4.1.1 Karakteristik Responden


Tabel 4.1 Karakteristik responden (n=68)
Kriteria N %
Hasil pemeriksaan Test Schirmer
Filter basah < 10 mm (abnormal) 36 52,9
Filter basah ≥ 10 mm (normal) 32 47,1
Derajat mata kering berdasarkan OSDI
Normal 10 14,7
Ringan 15 22,1
Sedang 24 35,3
Berat 19 27,9
Usia
< 50 tahun 68 100
≥ 50 tahun 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 63 92,6
Perempuan 5 7,4
Lama Dilapangan
< 2jam 2 2,9
≤ 2 jam 66 97,1
Masa bekerja menjadi polisi lalu lintas
< 2 tahun 0 0
≤ 2 tahun 68 100
Paparan asap rokok > 30 menit
Terpapar 62 91,2
Tidak terpapar 6 8,8
Merokok
Merokok 55 77,9
Tidak merokok 15 22,1
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa dari total keseluruhan responden berdasarkan
hasil pemeriksaan schirmer test filter basah < 10 mm (abnormal) mata kanan 36
orang (52,9%) mata kiri 36 orang (52,9%) sedangkan filter basah ≥ 10 mm
(normal) 32 orang (47,1%) dan mata kiri 32 orang (47,1%), derajat mata kering
berdasarkan Ocular Surface Disease Index (OSDI) didapatkan derajat normal 10
orang (14,7%), ringan 15 orang (22,1%), sedang 24 orang (35,3%) dan berat 19
orang (27,9%). 68 orang (100%) pada usia ≥ 50 tahun, jenis kelamin laki-laki
lebih banyak mendominasi yaitu 63 orang ( 92,6%) sedangkan perempuan hanya
5 orang (7,4%), berdasarkan lama berada dilapangan < 2 jam yaitu 2 orang
(2,9%) sedangkan ≥ 2 jam yaitu 66 orang (97,1%), masa bekerja menjadi polisi
lalu lintas terbanyak pada masa bekerja selama ≥ 2 tahun 68 orang (100%). Dan
terpapar asap rokok didapatkan yang terpapar 62 orang (91,2%) sedangkan tidak
terpapar 6 orang (8,8%), berdasarkan riwayat merokok yaitu perokok 55 orang
(77,9%) sedangkan yang bukan perokok 15 orang (22,1%).

4.1.2 Karakteristik Penderita Dry Eye Syndrome


Pada penelitian ini, responden didiagnosis mengalami penyakit mata
kering apabila hasil pemeriksaan schirmer (filter schirmer basah) < 10 mm dan
skor kuesioner OSDI > 12.

Tabel 4.2 Evaluasi Tes Schirmer Dan Ocular Surface Disease Index (OSDI)

Skor OSDI Filter shirmer basah Jumlah


< 10 mm ≥ 10 mm
(abnormal) (normal)
>12 (abnormal) 34 24 58
(50,0%) (35,3%) (92,6%)
≤ 12 (normal) 3 7 10
(4,4%) (10,3%) (7,4%)
Jumlah 37 31 68
(54,4%) (45,6%) (100%)
Berdasarkan tabel 4.2 evaluasi dari hasil pemeriksaan schirmer test dan
wawancara kuesioner OSDI terdapat 34 responden (50%) yang terdiagnosis dry
eye syndrome dengan skor osdi > 12 dan hasil pemeriksaan schirmer test < 10
mm. Sedangkan 34 responden (50%) bukan dry eye syndrome dengan skor osdi ≤
12 atau > 12 dan hasil pemeriksaan schirmer test ≥ 10 mm atau < 10 mm.

Tabel 4.3 Angka Kejadian Dry Eye Syndrome

Dry Eye Syndrome

Ya Tidak
Hasil pemeriksaan schirmer test dan 34 34
kuesioner OSDI

Berdasarkan tabel 4.3 angka kejadian dry eye syndrome dari hasil
pemeriksaan schirmer test dan wawancara kuesioner OSDI terdapat 34 responden
(50%) yang terdiagnosis dry eye syndrome dan 34 responden (50%) yang tidak
mengalami dry eye syndrome.
Tabel 4.4 Karakteristik penderita dry eye syndrome (n=34)

Kriteria N %
Usia
< 50 tahun 34 50
≥ 50 tahun 0 0
Jenis Kelamin
Laki-laki 32 47,1
Perempuan 2 2,9
Lama Dilapangan
< 2jam 2 2,9
≤ 2 jam 32 47,1
Masa bekerja menjadi polisi lalu lintas
< 2 tahun 0 0
≤ 2 tahun 34 50
Paparan asap rokok > 30 menit
Terpaapar 31 45,6
Tidak terpapar 3 4,4
Merokok
Merokok 27 39,7
Tidak merokok 7 10,3
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa dry eye syndrome lebih banyak
terjadi pada 50,0% responden berusia < 50 tahun, laki-laki 32 responden (47,1%)
dan perempuan 2 responden (2,9%), lama dilapangan ≥ 2 jam yaitu 32 responden
(47,1%) dan < 2 jam 2 responden (2,9%), dan masa bekerja menjadi polisi lalu
lintas ≥ 2 tahun tedapat 34 responden (50%). Pada responden terpapar asap rokok
31 responden (45,6%), sedangkan tidak terpapar 3 responden (4,4%) dan riwayat
merokok 27 responden, 7 responden (10,3%) yang tidak merokok mengalami dry
eye syndrome.

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini peneliti mendapatkan 68 responden polisi lalu lintas Kota
Jambi yang bersedia mengisi inform consent dan diikutsertakan dalam penelitian
sedangkan 44 responden tidak mengisi inform consent dan tidak bersedia
diikutsertakan dalam penelitian dan 2 responden pada saat pengambilan data di
diagnosis adanya infeksi pada mata. Data yang di gunakan yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan hasil pemeriksaan schirmer test,
wawancara OSDI dan lembar checklist, sedangkan data sekunder didapat dari data
di Polresta Kota Jambi.

Tidak ada pemeriksaan tunggal yang dapat dilakukan di lapangan maupun di


klinik yang terpercaya untuk membedakan individu dengan atau tanpa mata
kering serta tidak ada gold standard untuk mendiagnosis mata kering. Meski
variasi pemeriksaan diagnostik sering dilakukan, tidak ada konsesus atau
kesepakatan mengenai kombinasi pemeriksaan mana yang harus digunakan untuk
menentukan penyakit ini, baik untuk klinis maupun hanya untuk penelitian.
Namun pada beberapa hasil dari penggunaan pemeriksaan klinis dan gejala
sebagai indikator klinis dan pengaruh masyarakat terhadap mata kering, data
epidemiologis menunjukkan informasi yang banyak dibutuhkan pada prevalensi
mata kering. Dalam penelitian ini, penentuan diagnosis sindroma mata kering
untuk mengetahui prevalensi mata kering digunakan uji schirmer sebagai
pemeriksaan objektif dan wawancara menggunakan kuesioner OSDI sebagai
pemeriksaan subjektif. Pada penelitian ini, seseorang didiagnosis mengalami
penyakit mata kering apabila hasil pemeriksaan schirmer < 10mm dan skor
kuesioner OSDI > 12 sehingga didapatkan prevalensi sindroma mata kering pada
polisi lalu lintas kota Jambi.25

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dry eye syndrome banyak terjadi
pada polisi pria dari pada polisi wanita. Hasil penelitian ini bertolak belakang
pada studi yang dilakukan di USA oleh Essa Laika (2016) melaporkan bahwa
presentasi pasien dry eye syndrome dengan jenis kelamin perempuan sebesar 60%
dan jenis kelamin laki-laki sebesar 40% sama dengan penelitan Anshu dan Pankaj
yang menyatakan bahwa prevalensi pada wanita (22,8%) lebih tinggi dibanding
pada laki-laki (14,9%).29,30 Pada penelitian Asyari Fatma (2007), hal ini
dikarenakan adanya faktor hormonal yang dialami perempuan pada saat
kehamilan, menyusui, pemakaian obat kontrasepsi dan menopause dan sesuai
dengan teori yang menyatakan fungsi sekresi kelenjar lakrimal diregulasi oleh
androgen DHEAS (dehydroepiandrosterone sulphate) yang merupakan androgen
adrenal utama. Androgen pada tubuh dapat meningkatkan produksi air mata dan
kadar protein dalam air mata. Pada wanita, level androgen lebih rendah daripada
pria dan seiring usia akan terjadi penurunan androgen dibawah level kritis mata
sehat optimum.2 Perbedaan penelitian ini dikarenakan terdapat jumlah polisi pria
lebih banyak daripada polisi wanita lalu lintas di Polresta. Polisi wanita lalu lintas
yang mengisi inform consent dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian yaitu
hanya 5 orang hal itu membuat frekuensi polisi pria lebih cenderung lebih banyak.
Sehingga yang mengalami dry eye syndrome lebih banyak pada pria daripada
wanita.

Dalam penelitian ini menunjukkan dry eye syndrome yang terbanyak pada
usia < 50 tahun. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Anshu Pankaj, Amar dkk dan Ravi dkk yang menunjukkan persentase jumlah
kelompok usia 51-60 tahun lebih banyak dibandingkan kelompok usia 21-50
tahun yang terdiagnosis mata kering, dengan jumlah pasien dalam kelompok usia
51-60 tahun tersebut juga lebih banyak dibanding usia kelompok lainnya.30
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee, dkk menunjukkan bahwa
persentase kelompok usia 50-59 tahun yang mengalami gejala mata kering lebih
sedikit dibandingkan pada kelompok usia 40-49 tahun, dimana pada kelompok
usia 40-49 tahun jumlah respondennya lebih banyak.31 Kelompok usia pada polisi
lalu lintas dalam penelitian ini yaitu rentang usia 26 – 49 tahun. Hal ini
menyiratkan bahwa ada pengaruh dari proporsi responden terhadap persentase
kejadian mata kering. Oleh sebab itu, apabila ingin mengetahui persentase
penyakit mata kering yang tepat berdasarkan usia, sebaiknya proporsi dari
masing-masing kelompok dapat lebih diperhatikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Anshu-Pankaj, Amar dkk dan Ravi dkk
menunjukkan prevalensi penyakit mata kering akan meningkat sesuai peningkatan
usia. Hal ini sesuai dengan teori bahwa seiring peningkatan usia akan terjadi
penurunan produksi air mata sebagai konsekuensi disfungsi kelenjar lakrimal,
perubahan refleks sekresi, penurun sensasi kornea, atau kerusakan inflamasi
kelenjar lakrimal yang mengarahkan terjadinya defisiensi air mata. Seiring dengan
penuaan, fungsi sel goblet juga akan menurun. Inflamasi dan stress oksidatif yang
meningkat sesuai usia memiliki peranan pada pembentukan mata kering pada
orang tua. Sebagai tambahan, penuaan sel konjungtiva lebih mudah untuk
terjadinya apoptosis.18,30

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dry eye syndrome yang terjadi
pada polisi lalu lintas lebih banyak yang berada di lapangan selama lebih dari 2
jam. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa 35% sampai 48% orang yang
bekerja berjam-jam di lingkungan dengan kelembapan rendah merasakan gejala
mata kering. Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi
udara, angin, dan berada diruang ber-AC terus menerus dan lama akan
menyebabkan dehidrasi dan dapat mempercepat terjadinya penguapan lapisan air
mata dari permukaan mata yang menghasilkan perubahan mata kering.2 Menurut
Soedomo,dkk, 1990, transportasi darat juga memberikan kontribusi yang
signifikan yaitu terhadap setengah dari total emisi SPM, untuk sebagian besar
timbal, CO, HC, dan NOx didaerah perkotaan, dengan konsentrasi utama terdapat
didaerah lalu lintas yang padat,dimana tingkat pencemaran udara sudah dan/atau
hampir melampaui standar kualitas udara ambient.8 Hal ini bisa terjadi akibat
sirkulasi udara yang tidak dapat tejadi dengan baik dimana kelembaban yang
rendah dapat mempercepat terjadinya penguapan lapisan air mata dari permukaan
mata yang menghasilkan terjadinya mata kering.

Dalam penelitian ini menunjukkan dry eye syndrome yang terbanyak pada
masa bekerja menjadi polisi lalu lintas yaitu selama ≥ 2 tahun. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sommer dkk, untuk mengetahui
mekanisme adaptasi air mata pada iklim kerja mendapatkan prevalensi dry eye
meningkat hingga 48% dan terjadi penurunan BUT 17,5% pada pekerja dengan
masa kerja 2-4 tahun dibanding pekerja dengan masa kerja di bawah dua tahun
dan di atas empat tahun. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor
masa kerja di lingkungan yang sama dengan dry eye dan hasil pemeriksaan BUT.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mahwati (2006) yang mengatakan bahwa,
besar hubungan antara masa kerja dengan kelelahan mata. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fitrayani pada tahun 2005 didapatkan bahwa masa kerja juga
merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan menunjukkan bahwa masa
kerja > 2-4 tahun lebih berisiko menderita gangguan mata dibanding mereka yang
masa kerjanya < 2-4 tahun.32

Masa kerja adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu


kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil. Dari analisa ini dapat diketahui
bahwa aktifitas pekerjaan yang tidak memenuhi standar yang dilakukan dalam
jangka waktu yang lama yang dihitung dalam tahun akan berpotensi menimbulkan
suatu kelainan atau penyakit. Salah satu penyakit yang timbul berhubungan
dengan pekerjaan ini adalah dry eye. Teori Anies (2005:115) yang mengatakan
bahwa mata akan mengalami penguapan berlebihan sehingga mata kering jika
digunakan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan frekuensi
mengedip rendah. Apalagi disertai dengan pemakaian Air conditioner (AC), udara
panas dan kering serta asap rokok saat melakukan pekerjaan dengan
menggunakan komputer juga menjadi pemicu untuk terjadinya mata kering.
Kekurangan air mata menyebabkan mata kekurangan nutrisi dan oksigen.
Sehingga lama kelamaan terjadi gangguan penglihatan yang menetap.

Penelitian ini juga menunjukkan dry eye syndrome pada perokok pasif atau
responden yang terpapar asap rokok mengalami mata kering. Begitu pula dengan
perokok aktif yang sudah pasti terpapar asap rokok. Penelitian in sejalan dengan
penelitian Puji (2016) bahwa ada kecenderungan untuk mengalami penyakit mata
kering pada orang yang terpapar asap rokok dibandingkan yang tidak terpapar.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Alvin Renaldo, dkk (2013) dan
Jansen (2009) bahwa kelompok perokok lebih banyak terjadi peningkatan keluhan
dibandingkan dengan yang tidak.25,33,34

You might also like