You are on page 1of 14

Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No.

1, Juli 2018: 15-28


ISSN: 1410-8291 | e-ISSN: 2460-0172 | http://bppkibandung.id/index.php/jpk

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT


PADA PASIEN GANGGUAN JIWA

Hannika Fasya1, Lucy Pujasari Supratman2


1,2
Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Telkom
Jl. Telekomunikasi No. 1, Terusan Buah Batu, Dayeuhkolot, Bandung, Jawa Barat, 40257, Indonesia
No. Telp./HP: 1085715451512, 2081221524351
E-mail: 1hannikafsy26@gmail.com, 2doktorlucysupratman@gmail.com

Naskah dikirim pada tanggal 19 Januari 2018, direvisi tanggal 20 Maret 2018, disetujui tanggal 12 April 2018

THERAPEUTIC COMMUNICATION OF NURSES


TO MENTAL DISORDER PATIENT

Abstract. People with the mental disorder have limited ability in communication to society, and
at the end they will be intimidated. To make that people communication well, they need some
therapy. Therapeutic Communication is a therapy process through communication that
performed by the nurse to patient consciously, directed, and has a goal of healing the patient.
This research is done to know about the understanding of therapeutic communication and the
form of therapeutic communication by the nurse to mental disorder patient in Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor Hospital. This research used qualitative methods with a descriptive case study.
Purposive sampling is used to determine the informants and used interview, participant
observations and documents as a data collection technique, and use a coding as data analytics
technique. The result of the research showed five categorizations that cover every phase of the
nurses did. From five categories, researchers saw in every informant or nurses used all the
theory through the process, although by modification of each nurse. In the technique of
communication therapeutic is not all carried out because it is following the conditions of the
client as well as verbal and non verbal communication.
Keywords: limited communication ability, therapeutic communications, nurse, mental disorder
patient (client).

Abstrak. Individu yang mengalami gangguan jiwa memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi
dengan masyarakat pada akhirnya mendapat intimidasi dari masyarakat itu sendiri. Untuk
mengembalikan individu bisa berkomunikasi seperti semula, dibutuhkan suatu terapi.
Komunikasi terapeutik merupakan suatu proses terapi melalui komunikasi yang dilakukan oleh
perawat kepada klien secara sadar, terarah, dan memiliki tujuan, yaitu kesembuhan klien. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman hubungan komunikasi terapeutik serta
bentuk dari komunikasi terapeutik perawat pada pasien gangguan jiwa dan menjelaskan
hubungan komunikasi terapeutik serta bentuk komunikasi terapeutik perawat pada pasien
gangguan jiwa di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus deskriptif. Penentuan informan dilakukan dengan
dengan teknik purposive sampling, karena informan berdasarkan rekomendasi dari pihak rumah
sakit. Teknik pengumpulan data didapatkan dari hasil obervasi partisipatif, wawancara, serta
dokumen. Dengan teknik analisis data menggunakan pengodean. Hasil penelitian terdapat lima
kategorisasi yang melingkupi setiap fase yang dijalankan perawat. Dari lima kategorisasi
tersebut peneliti melihat setiap perawat yang telah menjadi informan melakukan komunikasi
terapeutik sesuai teori yang ada, walaupun dengan cara modifikasi dari masing-masing perawat
dan penggunaan teknik terapeutik tidak semua dilaksanakan karena sesuai dengan kondisi klien
begitupun dengan komunikasi verbal dan non verbalnya.
DOI: 10.20422/jpk.v21i1.491
15
Kominikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Gangguan Jiwa
Hannika Fasya, Lucy pujasari Supratman

Kata kunci: keterbatasan komunikasi, komunikasi terapeutik, perawat, pasien gangguan jiwa.
PENDAHULUAN diperlukan agar individu tersebut bisa
berinteraksi atau berkomunikasi secara
Permasalahan setiap individu datang normal di masyarakat karena pada umumnya
silih berganti dan menguji setiap mental terdapat keterbatasan yang dimiliki individu
manusia. Ketika individu tersebut tidak kuat dengan gangguan kesehatan jiwa dan kembali
dalam menerima segala hal yang ada di menjalani aktivitas normal kesehariannya
hidupnya baik secara fisik maupun mental, tanpa adanya intimidasi dari masyarakat.
tidak dapat mengelola stres kehidupan yang Salah satu wadah yang memfasilitasi individu
wajar, maka individu tersebut bisa mengalami tersebut dengan baik adalah rumah sakit jiwa.
gangguan kesehatan pada jiwanya. Gangguan Rumah sakit jiwa memiliki fasilitas dalam
jiwa sendiri menurut Damaiyanti (2010) menunjang individu yang mengalami
adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang gangguan kesehatan jiwa, yaitu rehabilitasi
tidak normal, baik yang berhubungan dengan psikososial. Seperti fasilitas yang dimiliki
fisik, maupun dengan mental. Suatu rumah sakit yang menjadi lokasi penelitian
perubahan pada fungsi jiwa, yang yaitu Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki
menimbulkan penderitaan pada individu Mahdi Bogor, yang berdiri sejak 1 Juli 1882,
dan/atau hambatan dalam melaksanakan dengan nama saat itu
peran sosial. Hambatan dalam melaksanakan Hetkrankzinnigengestich Buitenzorg.
peran sosial tersebut salah satunya adalah Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi
dalam melaksanakan komunikasi atau Bogor merupakan rumah sakit pusat rujukan
interaksi dengan masyarakat sekitar sehingga nasional pada pelayanan kesehatan jiwa, di
efek yang ditimbulkan adalah adanya dalamnya terdapat rehabilitasi psikososial
pandangan yang berbeda atau dalam hal ini yang merupakan suatu proses memfasilitasi
biasa disebut dengan intimidasi karena kesempatan bagi orang-orang yang
dianggap berbeda. mengalami kelemahan, ketidakmampuan, dan
Penanganan bagi individu yang keterbatasan akibat gangguan jiwa, untuk
mengalami gangguan kesehatan pada jiwanya mencapai fungsi yang optimal di dalam
sangat diperlukan dengan tindakan yang komunitas. Dalam rehabilitasi tersebut
tepat. Kesehatan jiwa masih menjadi suatu masing-masing klien diberikan kesempatan
persoalan yang serius dan menjadi sorotan di untuk menggali diri mereka kembali agar bisa
negara berkembang seperti Indonesia dan menjadi manusia yang berinteraksi atau
menjadi permasalahan kesehatan yang berkomunikasi dengan normal dengan
signifikan di dunia. Menurut artikel berjudul masyarakat luas. Dalam proses terapi salah
“Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa satu yang penting dan signifikan dalam
Masyarakat” yang dilansir oleh Biro menunjang kesembuhan klien adalah dengan
Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, cara berkomunikasi langsung antara perawat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan klien. Dalam dunia keperawatan,
di Jakarta, 6 Oktober 2016, dari data Riset teknik penyembuhan pasien melalui
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, komunikasi dikenal dengan teknik
menunjukkan bahwa gangguan mental komunikasi terapeutik.
emosional yang ditunjukkan dengan gejala Komunikasi terapeutik dalam Afnuhazi
depresi dan kecemasan pada usia 15 tahun ke (2015a) merupakan komunikasi yang
atas mencapai sekitar 14.000.000 jiwa atau dilakukan oleh perawat yang direncanakan
6% dari jumlah penduduk di Indonesia. secara sadar dengan tujuan dan kegiatan
Sedangkan gangguan jiwa berat, seperti difokuskan untuk kesembuhan klien.
skizofrenia mencapai 400.000 jiwa atau Komunikasi ini digunakan sebagai alat
sebanyak 1,7 per 1000 penduduk (Biro penting untuk membina hubungan terapeutik
Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, karena mencakup penyampaian informasi dan
2016). pertukaran pikiran dan perasaan (Kusumo,
Penanganan pada individu yang 2017). Komunikasi terapeutik sangat terlihat
mengalami gangguan kesehatan pada jiwanya jelas dalam sebuah tindakan keperawatan,
16
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No.1, Juli 2018: 15-28

dengan kemampuan serta kepemahaman menyampaikan isi pesan, namun menentukan


komunikasi yang dilakukan oleh perawat kadar hubungan interpersonal, dimana bukan
menjadi suatu hal yang utama dan penting hanya menentukan sebuah “content” tetapi
dalam keberhasilan komunikasi terapeutik juga “relationship”. Melakukan suatu
untuk mencapai kesembuhan klien. Perlu komunikasi interpersonal, pasien/klien atau
adanya hubungan saling percaya (trust) yang perawat di dalamnya harus berpikir lebih luas
didasari oleh keterbukaan serta pengertian dalam hal berkomunikasi, tidak hanya
akan kebutuhan, harapan, dan kepentingan memikirkan apa yang ingin disampaikan saja
masing-masing. Ketika hal tersebut sudah namun lebih kepada membangun hubungan
tercapai maka klien akan bercerita atau agar pesan yang tersampaikan lebih efektif.
memberikan keterangan lengkap serta benar Menurut Rakhmat (2012) disebutkan pula
mengenai dirinya, sehingga akan membantu bahwa ia mengembangkan apa yang disebut
perawat serta dokter dalam mendiagnosis sebagai “relationship-enchancement
penyakitnya, yang pada akhirnya akan methods” (metode peningkatan hubungan)
memberikan penanganan dan pengobatan dalam psikoterapi. Ia merumuskan metode ini
yang tepat bagi klien. Berdasarkan hasil dengan tiga prinsip, makin baik hubungan
pengamatan atau pra penelitian yang interpersonal: Makin terbuka pasien yang
dilaksanakan peneliti pada saat di Rumah mengungkapkan perasaanya; Makin
Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, cenderung ia meneliti perasaan secara
menunjukkan bahwa komunikasi merupakan mendalam beserta penolongnya; Makin
hal penting dalam andil proses penyembuhan cenderung ia mendengar dengan penuh
klien, dalam hal ini adalah komunikasi perhatian dan bertindak atas nasihat yang
terapeutik itu sendiri, dimana komunikasi diberikan penolongnya.
terapeutik yang dijalankan oleh perawat Jadi, ketika berkomunikasi dengan
memiliki fase-fase yang sesuai dengan teori pasien, seorang terapis harus membangun diri
yang ada, namun terdapat perbedaan atau membangun hubungan dengan klien agar
penerapan antara satu klien dengan klien proses terapi berjalan lebih maksimal.
lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi
klien. Komunikasi Terapeutik
Hal ini mendasari peneliti untuk Komunikasi terapeutik merupakan
meneliti tentang bagaimana pemahaman suatu komunikasi yang sangat memperhatikan
teknik komunikasi terapeutik yang kemampuan berbahasa, karena sifatnya yang
disampaikan oleh perawat kepada pasien ditujukan untuk memberi terapi kepada
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. pasien/klien atau lawan bicara. Komunikasi
Marzoeki Mahdi Bogor sebagai rumah sakit terapeutik sendiri merupakan bagian dari
rujukan nasional agar pasien atau klien bisa komunikasi interpersonal dalam dunia
kembali berkomunikasi dengan normal. kesehatan khususnya bidang keperawatan
yang membutuhkan rasa percaya/kepercayaan
(trust), sikap suportif (supportiveness), dan
LANDASAN KONSEP sikap terbuka (open mindedness) dari masing-
masing pihak. Dalam kajian Afnuhazi
Komunikasi Interpersonal (2015a), komunikasi terapeutik merupakan
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat,
suatu komunikasi yang terjadi antara direncanakan secara sadar dengan tujuan dan
individu, tentunya komunikasi yang kegiatan difokuskan untuk menyembuhkan
dilakukan antar individu tersebut dilakukan klien. Oleh karena itu, dalam menyampaikan
untuk mencapai sebuah makna. Rakhmat pesan komunikasi terapeutik dibutuhkan
(2012) mengatakan bahwa “komunikasi kehati-hatian, karena menyentuh psikologis
interpersonal yang efektif meliputi banyak seseorang dan harus memahami kondisi
unsur, tetapi hubungan interpersonal lawan bicara atau seseorang yang ingin diberi
barangkali yang paling penting”. Ketika terapi (klien/pasien).
manusia berkomunikasi, bukan hanya sekedar
17
Kominikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Gangguan Jiwa
Hannika Fasya, Lucy pujasari Supratman

Dalam melakukan komunikasi pada benda objektif. Paradigma


terapeutik harus memperhatikan teknik-teknik konstruktivisme dipilih oleh peneliti
dalam penyampaiannya agar dapat diterima dikarenakan peneliti berusaha untuk
dengan baik oleh klien sehingga klien pun mengetahui dan memahami bagaimana proses
paham. Beberapa teknik komunikasi komunikasi interpersonal (komunikasi
terapeutik menurut Stuart (1998) antara lain: terapeutik) yang dilakukan oleh perawat
mendengarkan dengan sepenuh perhatian, kepada pasien gangguan jiwa. Peneliti
menunjukkan penerimaan, menanyakan menggunakan teknik observasi partisipatif
pertanyaan yang berkaitan, menyatakan hasil dalam proses pengumpulan data untuk
observasi, menawarkan informasi, melihat relitas dari proses komunikasi
memberikan penghargaan, menawarkan diri, terapeutik tersebut, dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan pada klien untuk menggali dan mengonstruksi realitas sosial
memulai pembicaraan, memberikan yang ada mengenai pemahaman perawat
kesempatan kepada klien untuk menguraikan terhadap proses hubungan komunikasi
persepsinya, refleksi dan humor. terapeutik.
Seorang perawat harus memiliki Jenis penelitian yang dilakukan adalah
keterampilan komunikasi terapeutik. Dengan studi kasus, yaitu menelaah dan memaparkan
keterampilan tersebut seorang perawat akan sebanyak mungkin data mengenai subjek
mudah membangun kepercayaan terhadap yang diteliti melalui deskripsi agar dapat
klien atau pasien, yang pada akhirnya memberikan penafsiran makna dari kasus
mencapai tujuan keperawatan sehingga pasien yang diteliti. Studi kasus merupakan jenis
mudah memahami dan mengikuti proses penelitian yang digunakan sebagai analisis
terapi, pada akhirnya memberikan dari suatu kasus dalam kehidupan nyata.
kesembuhan pada klien atau pasien itu Menurut Creswell (2015) bahwa penelitian
sendiri. studi kasus merupakan pendekatan kualitatif
yang penelitinya mengeksplorasi kehidupan
nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus)
METODE PENELITIAN atau beragam sistem terbatas (berbagai
kasus), melalui pengumpulan data yang detail
Metode penelitian yang digunakan dan mendalam yang melibatkan beragam
adalah kualitatif, dengan paradigma sumber informasi atau sumber informasi
konstruktivisme. Paradigma konstruktivistik majemuk (misalnya pengamatan, wawancara,
menurut Pujilekosono (2015) melihat suatu bahan audio visual, dokumen, dan berbagai
realitas dibentuk oleh berbagai macam latar laporan), serta melaporkan deskripsi kasus
belakang sebagai bentuk konstruksi realitas dan tema kasus. Pendekatan studi kasus yang
tersebut. Realitas yang dijadikan sebagai dipakai dalam penelitian ini adalah studi
objek penelitian merupakan suatu tindakan kasus deskriptif yang bertujuan untuk
sosial oleh aktor sosial. Konstruktivis sendiri memberikan gambaran yang mendalam atau
menurut Creswell (2015) dalam detail mengenai sebuah kasus dengan di
konstruktivisme sosial, individu-individu dalamnya disertai konsep-konsep penelitian.
tersebut berusaha memahami dunia tempat Dalam hal ini peneliti memberikan gambaran
mereka hidup dan bekerja. Mereka secara rinci dan deskriptif mengenai
mengembangkan makna-makna subjektif dari pemahaman hubungan serta bentuk
pengalaman mereka, makna-makna yang komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh
diarahkan pada benda atau objek tertentu. perawat pada pasien gangguan jiwa di RS Dr.
Peneliti konstruktivis sendiri sering kali H. Marzoeki Mahdi Bogor.
berfokus pada “proses” interaksi di antara Peneliti memaparkan data yang berasal
individu. Jadi dapat dikatakan bahwa dari pengamatan berperan serta mengenai
konstruktivis merupakan suatu bentuk subjek yang diteliti melalui observasi di
konstruksi dari realita individu yang lapangan selama dua bulan (bulan November
mengembangkan makna subjektif dari dan Desember 2017) agar dapat memberikan
pengalaman mereka bekerja yang diarahkan penafsiran makna dari kasus yang diteliti.
18
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No.1, Juli 2018: 15-28

Teknik pengumpulan data yang dipakai oleh disebutkan dalam bab metode penelitian.
peneliti adalah observasi partisipatif dari Peneliti menentukan lima orang informan
bulan November hingga bulan Desember utama serta satu informan pendukung,
2017, wawancara, serta dokumentasi. Teknik keenam orang tersebut berasal dari ruangan
analisis data yang digunakan melalui reduksi yang berbeda, yaitu dari Ruang Yudistira dan
data, yaitu dilakukan observasi lapangan dan Ruang Sadewa yang merupakan ruang
wawancara, peneliti mengikis data tersebut perawatan pasien tenang dalam proses
untuk mengategorisasikannya melalui coding stabilisasi. Pemilihan informan dilakukan
(pengodean). Selanjutnya, teknik penyajian oleh pihak rumah sakit, yaitu rumah sakit
data melalui triangulasi narasumber, memberikan informan yang kredibel dan
dilakukan setelah peneliti mereduksi data dapat memberikan informasi yang lengkap
untuk menemukan kategorisasi. Setelah mengenai komunikasi terapeutik. Peneliti
kategorisasi data tersebut terbentuk, berusaha untuk mengikuti keseharian perawat
verifikasi/conclusion drawing dilakukan (informan) dalam melaksanakan komunikasi
untuk menarik simpulan atas penelitian terapeutik dengan pasien gangguan jiwa di
mengenai pemahaman perawat dalam rumah sakit khususnya di ruangan.
melakukan komunikasi terapeutik kepada Peneliti memilih RS Dr. H. Marzoeki
pasien. Mahdi Bogor sebagai lokasi penelitian karena
Subjek penelitian adalah perawat yang rumah sakit ini merupakan rumah sakit
telah ditunjuk oleh rumah sakit. Pemilihan dengan rujukan nasional dalam pelayanan
subjek atau informan ini bersifat purposive kesehatan jiwa sesuai dengan misi RS Dr. H.
sampling karena subjek penelitian Marzoeki Mahdi Bogor, salah satu misinya
direkomendasikan oleh rumah sakit sesuai adalah meningkatkan penyelenggaraan
dengan kriteria yang diberikan peneliti dan pendidikan pelatihan dan riset unggulan
kredibel dalam bidangnya. Kriteria yang dalam bidang kesehatan jiwa. Peneliti
diajukan peneliti berupa: a. Berjenis kelamin melaksanakan observasi terhadap rumah sakit
laki-laki atau perempuan; b. Memiliki usia dari bulan Oktober. Observasi dilakukan
minimal 25 tahun; c. Minimal pendidikan D3; dengan berkeliling rumah sakit. Observasi
d. Perawat dengan lama kerja minimal lima dilakukan di Ruang Sadewa, Ruang
tahun di bidang kesehatan jiwa; e. Yudistira, Kelas Menggambar Rehabilitasi
Kesehariannya aktif dalam menjalankan Psikososial, dan Taman TAK (Terapi
komunikasi terapeutik dengan pasien Aktivitas Kelompok).
gangguan jiwa di Rumah Sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor. Observasi di Ruang Sadewa
Objek penelitian merupakan suatu hal Observasi di Ruang Sadewa RS. Dr.H.
yang dipelajari oleh peneliti untuk ditarik Marzoeki Mahdi Bogor berlangsung selama
simpulan. Objek penelitian adalah teknik tiga hari dari tanggal 8, 9, dan 13 Desember
komunikasi terapeutik perawat pada pasien 2017 dengan mengikuti jadwal kegiatan sejak
gangguan jiwa di Rumah Sakit Dr. H. pukul 07.30 WIB hingga pukul 13.00 WIB.
Marzoeki Mahdi Bogor. Peneliti mengikuti kegiatan yang dilakukan
sehari-hari pasien sejak pagi hingga siang.
Pagi hari dimulai dengan sarapan pagi pasien,
HASIL PENELITIAN DAN TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) yang
PEMBAHASAN didampingi oleh mahasiswa praktik di teras.
Pada hari pertama peneliti mendatangi pasien
Peneliti melakukan pendekatan secara Ruang Sadewa yang sedang melakukan TAK
individual kepada masing-masing informan. berupa bernyanyi bersama dengan mahasiswa
Informan dalam penelitian ini merupakan praktik dan pada saat yang bersamaan peneliti
informan dari sumber utama dan sumber diberi kesempatan untuk memperkenalkan
pendukung dan keduanya merupakan seorang diri di depan para pasien dan pasien pun
yang berpengalaman dalam bidang menunjukkan penerimaan yang sangat baik
keperawatan jiwa seperti yang telah atas hadirnya peneliti, mahasiswa praktik, dan
19
Kominikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Gangguan Jiwa
Hannika Fasya, Lucy pujasari Supratman

perawat. Ruang Sadewa memiliki dua lorong melatih kemampuan positif serta bisa menjadi
kamar pasien, setiap lorongnya memiliki modal keterampilan setelah pasien kembali ke
sekat-sekat kamar. Ruang tengah dibebaskan lingkungannya.
untuk pasien yang mau menonton televisi dan Observasi di Taman TAK (Terapi
makan ketika jam makan tiba. Keseluruhan Aktivitas Kelompok)
Ruang Sadewa diberi pagar besi dan Pada saat peneliti melakukan penelitian
digembok sehingga pasien bebas ke teras atau di Ruang Sadewa dan Ruang Yudistira,
taman dan melakukan aktivitas lainnya peneliti mendapat kesempatan untuk jalan
seperti bermain bulutangkis dan bernyanyi. pagi bersama dengan pasien, perawat, serta
Pasien dibiarkan mandiri dalam melakukan mahasiswa praktik. Jalan pagi bersama
sesuatu terkecuali pasien yang membutuhkan tersebut menuju taman untuk melakukan
pendampingan. Aktivitas aktif dilakukan dari TAK. Jadi TAK tidak hanya dilakukan di
pagi hingga siang hari, selesai pasien makan ruangan saja melainkan bisa pula di taman.
siang mereka kembali beristirahat. Pasien Suasana jalan pagi diiringi dengan nyanyian
dengan perawat pun sudah saling mengenal. para pasien. Setelah sampai di taman, pasien
Pasien yang komunikatif didukung dengan duduk dengan melingkar di spot yang
perawat yang selalu siap melayani. tersedia.
Pada saat peneliti melaksanakan TAK
Observasi di Ruang Yudistira dengan pasien Ruang Sadewa, dalam kegiatan
Ruang Yudistira merupakan ruang TAK, masing-masing pasien mengutarakan
dengan pasien tenang atau dalam proses nama, hobi, serta pengalaman yang mereka
stabilisasi. Kondisi ruangan sedikit berbeda anggap paling disenangi. Terdapat pasien
dengan Ruang Sadewa. Pada Ruang Yudistira yang bersemangat bercerita dan pasien yang
pasien selalu berada di kamar yang malu-malu untuk bersuara. Namun TAK tetap
berseberangan dengan pintu besi yang berjalan dengan lancar dan pasien tampak
digembok karena kamar tidak bersekat namun senang.
dalam satu ruangan besar. Di ruang tersebut Pada saat peneliti melaksanakan TAK
terdapat 20 tempat tidur. Pasien hanya dengan pasien Ruang Yudistira, sekaligus
diperbolehkan keluar kamar ketika makan, perpisahan dengan mahasiswa praktik. Pasien
melakukan aktivitas kelompok, dan keperluan diminta untuk mengutarakan kesan pesannya
check up oleh dokter. Berbeda dari Ruang selama didampingi oleh mahasiswa praktik.
Sadewa dimana pasien bebas ke kamar dan ke Pasien tampak senang dengan hadirnya
ruang tengah ataupun ke teras dan ke taman. mahasiswa praktik selama beberapa waktu
Ketika tiba jam makan siang, pintu ruang karena mereka merasa terbantu. Suasana
tengah yang langsung menyambung keluar TAK berlangsung menyenangkan.
akan digembok, hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi kaburnya pasien. Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat
Setelah peneliti melakukan observasi
Observasi Kelas Menggambar Rehabilitasi di keempat tempat tersebut, peneliti
Psikososial menyaksikan bentuk kedekatan perawat
Kelas yang berada di rehabilitasi dengan klien dalam beberapa fase. Kedekatan
psikososial adalah kelas keterampilan perawat dengan klien sudah pada tahap
menyulam, keterampilan gerabah, membuat hubungan saling percaya yang sudah
kerajinan tangan, membuat telur asin, dibangun dari klien masuk ke ruangan.
perkebunan, keterampilan menjahit, tata Sehingga ketika memulai komunikasi
boga, dan lainnya. Peneliti diberi kesempatan terapeutik tidak sulit untuk perawat
untuk mendampingi salah satu pasien ke berdiskusi dengan klien. Pada kesehariannya
ruang rehabilitasi dengan kegiatan pun menurut salah satu perawat yaitu Suster
menggambar, di sana pasien diajarkan Y pasien sudah dianggap seperti teman,
mengenai bagaimana menggambar, seperti karena hubungan saling percaya yang sudah
menggambar rumah, hewan, serta gambar- ada. Hal ini senada dengan yang dikatakan
gambar dasar lainnya dengan harapan dapat Supratman & Zulfikar (2016) bahwa manusia
20
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No.1, Juli 2018: 15-28

mengumpulkan informasi dari dengan sering berinteraksi walaupun dengan


lingkungannya, kemudian memroses pesan waktu yang singkat.
tersebut untuk saling menghasilkan “Yaa sebagai seorang perawat tetep,
pemahaman dalam berinteraksi satu sama komunikasi kontak sering singkat itu perlu,
lain. Inti dari interaksi agar berjalan dengan walaupun hasilnya tidak sesuai dengan
lancar adalah kepercayaan. Selama harapan, itu teh kita melakukan “Selamat pagi
komunikasi terapeutik berlangsung, perawat Pak Suhendar? apa yang dirasakan?” tidak
berusaha terus melakukan interaksi yang akan jawab hehehe, tetap kita lakukan tiap
komunikatif guna membentuk sikap saling hari lama-lama seiring dengan waktu
membangun kepercayaan, pemecahan biasanya pasien mah kalau kita selalu
masalah dengan koping konstruktif, mendampingi kita selalu menanyakan,
memahami kondisi klien, memberikan maupun tentang makanannya, kebersihan
apresiasi, dan penggunaan komunikasi. dirinya nanti kan lama-lama pasti itu akan
trust” (Hasil wawancara Suster R, 13
Membangun Kepercayaan Desember 2017).
Untuk membangun komunikasi yag Dengan seringnya berkomunikasi maka
efektif diperlukan kepercayaan antara perawat kepercayaan klien terhadap perawat akan
dan pasien/klien. Hal ini terjadi dalam semakin besar, sehinga klien dengan terbuka
pelaksanaan komunikasi terapeutik pada akan menceritakan permasalahan yang
setiap fasenya, baik fase orientasi, fase kerja, dihadapi klien. Klien pun merasa terbuka pula
maupun fase terminasi antara perawat dengan untuk mendengarkan nasihat atau saran dan
pasien jiwa. Hal ini dikarenakan kepercayaan solusi yang diberikan perawat.
atau trust yang dari awal dibangun sehingga Trust akan didapatkan dari adanya
menimbulkan rasa nyaman serta menciptakan perhatian yang diberikan oleh perawat pada
lingkungan terapeutik itu sendiri. klien, seperti yang dikatakan Suster Y:
“Kalau komunikasi terapeutik itu ya “Sebetulnya pada saat fase pertama itu hanya
tentu ya, berpengaruh, karena ya, kalau kita bisa berkenalan saja, tanyakan nama heeh tadi
apa, mau ngobrol, ada tujuannya juga ya, ada ya, asal, nama, apa, terus kita fasilitasi
kontraknya juga, jadi terbinalah hubungan kebutuhan dasarnya, seperti pada saat
saling percaya sehingga komunikasi misalnya makan, Bapak silahkan makan saya
selanjutnya akan lancar” (Hasil wawancara temenin ya… yuk kita cuci tangan, kita
Suster R, 13 Desember 2017). berdoa.. gitu kan, temenin terus fasilitasi
Membangun hubungan saling percaya kebutuhan dasar yang lainnya misalnya dia
dari awal akan membuat hubungan ke depan belum mandi kita fasilitasi kebutuhan
semakin lancar, karena semakin terbukanya mandinya.. ada sampo gak tadi kan, ada
klien dengan perawat akan masalah yang sabun gak, mungkin dengan cara begitu lama
dihadapi. Dalam membangun hubungan ee berapa interaksi yang kedua yang
saling percaya tentunya klien akan menilai ketiganya dia merasa trust, merasa rasa
perawat sejak pertemuan pertama dan sejak nyaman, nah ciptakan lingkungan
dimulainya proses komunikasi terapeutik. terapeutik...” (Hasil Wawancara Suster Y, 09
Hubungan saling percaya ditandai pula dari Desember 2017).
menghargai klien dengan menjaga Ketika klien merasa sering diperhatikan
kerahasiaan klien. oleh seseorang (perawat) maka ia akan
“Privasi mungkin harus dijaga ya dalam merasa bahwa dirinya ada yang
artian mungkin memang harus ada ruangan memperhatikan, sehingga akan timbul trust
yang khusus untuk interaksi, kita hargai” dari klien itu sendiri. Hubungan saling
(Hasil Wawancara Suster Y, 09 Desember percaya atau trust merupakan suatu hal yang
2017). penting dalam komunikasi terapeutik untuk
Ketika klien sulit untuk diajak memberikan kelancaran dalam komunikasi di
berdiskusi, maka untuk membangun setiap fasenya.
hubungan saling percaya bisa dilakukan

21
Kominikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Gangguan Jiwa
Hannika Fasya, Lucy pujasari Supratman

Perawat Pasien
KOMUNIKASI /Klien
TERAPEUTIK

Pemecahan
Penggunaan
Masalah Memahami
Membangun Memberikan komunikasi
dengan Kondisi
Kepercayaan Apresiasi verbal dan
Koping Klien
Konstruktif non verbal

Sumber: Hasil Penelitian

Gambar 1. Modifikasi Model Komunikasi Terapeutik

Hal tersebut dinyatakan oleh setiap menjaga kerahasiaan peneliti terlebih dulu
perawat yang menjadi informan utama meminta izin untuk mengikuti setiap fase
peneliti, bahwa dengan sudah terbentuknya kegiatan maupun setiap diskusi yang
rasa saling percaya maka akan memperlancar dilakukan, karena bagi klien peneliti
komunikasi selanjutnya. Hubungan saling merupakan orang asing.
percaya akan menciptakan rasa nyaman dan
menciptakan lingkungan terapeutik. Untuk Pemecahan Masalah dengan Koping
membangun hal tersebut perawat Konstruktif
melakukannya dengan memenuhi kebutuhan Pemecahan masalah dengan koping
dasar dari klien. konstruktif merupakan sebuah pemecahan
Salah satu cara untuk mencapai trust masalah dengan cara yang positif. Hal ini
dari klien adalah dengan melakukan diajarkan oleh perawat kepada klien untuk
komunikasi kontak sering singkat dengan membangun pemahaman klien akan masalah
klien, seringnya parawat berkomunikasi dan yang dihadapinya dan bisa memecahkan
berinteraksi dengan serta memfasilitasi masalah tersebut dengan hal-hal yang positif,
kebutuhan dasarnya maka dengan sendirinya bukan melalui hal-hal yang negatif. Untuk
akan timbul trust tersebut. mencapai pemecahan masalah dengan cara
Membangun kepercayaan telah yang baik atau positif ini, pada fase orientasi
dilakukan oleh perawat sejak fase orientasi, perawat harus bisa mengetahui atau
seperti menanyakan perasaan, apa yang mengumpulkan data klien terlebih dahulu
menjadi keluhannya (evaluasi/validasi). untuk selanjutnya bisa mengidentifikasi
Setiap fase kegiatan peneliti lakukan untuk masalah klien, menggali stressor klien, yang
membangun kepercayaan klien. Untuk pada akhirnya pada fase kerja perawat bisa
22
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No.1, Juli 2018: 15-28

memberikan saran ataupun solusi yang baik menggali kemampuan positif yang dimiliki
untuk klien, memotivasi klien untuk lekas klien dan disesuaikan dengan kondisi klien.
sembuh, melatih kemampuan klien, serta
menggali pemahaman klien mengenai apa Memahami Kondisi Klien
yang telah diajarkan oleh perawat kepada Untuk memahami kondisi klien
klien sendiri. sebelumnya, pada fase orientasi perawat telah
”Awalnya kita tau karakteristik pasien mengumpulkan data terlebih dahulu agar
kan dari laporan, kita lihat dulu laporannya mengetahui pada fase kerja bagaimana
ini, diagnosanya kayak gimana, yang kita tuju tindakan yang seharusnya dilakukan agar
apa. Apakah aktivitasnya dulu pernah emosi, tepat dan sesuai dengan tujuan, sehingga pada
saya akan olah dulu ke belakang, penyebab fase terminasi perawat mengetahui rencana
itu dia turun naiknya emosi, setelah itu baru tindak lanjut yang akan dilakukan pada klien.
kita masukin ke terapi aktivitas Salah satu hal untuk memahami kondisi klien
keperawatannya” (Wawancara Suster A, 15 adalah dengan berusaha memenuhi segala
Desember 2017). fasilitas yang dibutuhkan klien. Mengenai
Setelah melihat karakteristik klien fasilitas kebutuhan dasar klien yang diberikan
ataupun diagnosis dari laporan atau rekam pada klien secara terus menerus tanpa lelah
medik, perawat dapat mengetahui bagaimana akan menciptakan hubungan saling percaya
cara yang harus dilakukan untuk bisa karena klien merasa terus ada yang
berinteraksi dengan klien, karena setiap klien memperhatikan dan peduli padanya.
dengan diagnosis yang berbeda. Mereka Pemahaman kondisi klien biasa dilakukan
mempunyai cara main atau cara pembawaan pada pada klien baru,
terapi komunikasi terapeutik dengan cara “Ya, kan kalau pasien, kalau pasien
yang berbeda. Hal tersebut disampaikan oleh baru itu kan kita liat dulu yah, pasiennya itu
Suster A dalam sesi wawancara. Walaupun misalnya dia kan ada pasien yang langsung
memiliki perbedaan dalam pembawaan model banyak ngomong…ya kan? Ngomong teriak-
antara perawat satu dengan perawat lain teriak, kita..kita harus sesuaikan, sesuaikan.
namun dalam komunikasi terapeutik tetap Kalau pasienya diam? Masa kita harus diam?
memiliki tujuan untuk kesembuhan klien. kita ajak mengobrol untuk membina
Setelah mengumpulkan data tentang hubungan dengan pasien baru” (Hasil
klien atau mengidentifikasi masalah klien, Wawancara Suster Y, 09 Desember 2017).
perawat akan menggali stressor klien atau apa Memahami kondisi klien berarti
yang membuatnya stress sehingga berada di menaruh empati terhadap klien, bukan
rumah sakit, tentunya dengan bahasa yang simpati. Karena simpati bukan merupakan
tidak menyinggung perasaan klien. sikap dari komunikasi terapeutik. Dengan
Pemecahan masalah dilakukan oleh perawat memahami kondisi klien, maka perawat akan
di fase kerja, di sinilah perawat menggali lebih berhati-hati dalam berbicara ketika
stressor klien. Setelah perawat mengetahui berdiskusi. Rasa caring terhadap klien harus
hal yang menjadi masalah klien, maka dimiliki oleh seorang perawat terhadap
perawat akan memberikan saran, solusi yang kliennya dalam berkomunikasi, ataupun
positif atau koping konstuktif untuk klien. bentuk sikap, hal ini sebagai penunjuk bahwa
Saran atau solusi yang diberikan sesuai klien diterima oleh perawat (menunjukkan
dengan SP (Strategi Pelaksanaan) yang ada penerimaan). Supratman (2016) mengatakan
bagi setiap klien yang diobservasi peneliti bahwa komunikasi penuh ketulusan yang
baik halusinasi, defisit perawatan diri, dual peneliti kategorisasikan tersebut akan
diagnosis drug user, dan emosional, serta membuat pasien merasa dihargai. Sikap
perilaku kekerasan. Pemecahan masalah penghargaan tersebut akan mempercepat
dengan koping konstruktif ini bertujuan untuk kesembuhan pasien sebab terdapat sugesti
memotivasi klien untuk lekas sembuh dan positif untuk sembuh dalam diri pasien.
memecahkan masalah dengan sisi positif, Dengan memahami kondisi klien, perawat
bukan negatif. Perawat pun berusaha akan memahami apa yang harus disampaikan,
bagaimana cara menyampaikan, sesuai
23
Kominikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Gangguan Jiwa
Hannika Fasya, Lucy pujasari Supratman

dengan kondisi klien. Seperti dengan klien Memberikan apresiasi merupakan suatu
yang agamis, perawat akan menyisipkan wujud reward kepada klien, apresiasi di sini
percakapan spiritual dengan kliennya, agar bukanlah berupa barang, melainkan dengan
masuk ke dalam alur komunikasi terapeutik. pujian setiap perawat yang diobservasi
melakukan apresiasi terhadap kliennya.
Memberikan Apresiasi Dengan diberikannya apresiasi maka klien
Bentuk apresiasi merupakan suatu akan merasa bahagia. Hal kecil apa pun yang
bentuk penghargaan yang diberikan perawat klien lakukan patutlah mendapat pujian,
kepada klien. Apresiasi dengan memberikan dengan seperti itu klien merasa diperhatikan
sesuatu yang berbentuk barang dianggap oleh perawat, sehingga klien merasa bahwa
kurang tepat, namun pujian yang diberikan dirinya memiliki hal positif. Dengan
kepada klien ketika klien melakukan suatu hal pemberian reward maka klien pun akan
yang positif dianggap lebih berharga. Dengan merasa semakin berharga. Memberikan
pemberian apresiasi yang tulus, klien akan apresiasi dilakukan perawat pada fase kerja
merasa dihargai dan diperhatikan. dan terminasi.
“Kalau dia paham kita kasih
apresiasilah, kan kayak tepuk positif tuh ya, Penggunaan Komunikasi Verbal dan Non
salah satu bentuk apresiasi sama pasien kalau Verbal
pasien melakukan suatu hal yang baik” Komunikasi verbal merupakan suatu
(Wawancara S, 13 Desember 2017). aspek yang penting dan menjadi hal yang
Tepuk positif merupakan sebuah utama digunakan dalam komunikasi,
tepukan apresiasi yang berbentuk “prok prok begitupun dengan komunikasi terapeutik.
prok, prok prok prok, prok prok prok prok Maka seorang perawat harus memperhatikan
prok prok prok. Kita semua memang hebat!” kalimat yang digunakan dalam berkomunikasi
dengan diberikan apresiasi maka klien akan dengan klien. Komunikasi verbal yang
merasa bahagia. Hal serupa dinyatakan oleh dilakukan perawat pada pasien yaitu, lihat
Suster N, Tabel 1.
“Buat semua pasien juga jangan lupa Dalam pelaksanaan komunikasi
memberikan reward. Sekecil apapun positif terapeutik, selain memperhatikan teknik
yang dia lakukan. Reward itu berbentuk, komunikasi terapeutik, perawat juga
berbentuk pujian, Itu reward, reward itu memperhatikan komunikasi verbal serta non
bukan hanya berbentuk benda, atau berbentuk verbalnya. Teknik yang digunakan oleh
hadiah berbenda, pujian juga merupakan kelima perawat di antaranya adalah
hadiah reward untuk pasien gitu. Dengan mendengarkan dengan sepenuh hati,
sekecil apapun yang bisa dia lakukan, menunjukkan penerimaan, menanyakan
misalnya, dia sudah bisa sisir rambut dengan pertanyaan yang berkaitan, menglarifikasi,
rapi itu bisa kita kasih pujian. Mungkin meringkas, memberikan penghargaan,
kemarin, jangankan sisir rambut, untuk mandi menawarkan diri, memberikan kesempatan
pun tidak mau, untuk bangun pun tidak mau. klien untuk bertanya, menguraikan
Nah hari ini, karena kita sering kontak, kita persepsinya, meneruskan pembicaraan,
sering menegurnya dan memujinya, dia menempatkan kejadian secara berurutan, dan
merasa diperhatikan dan dia baru ingat, oh dia humor. Pada teknik verbal yang digunakan
punya hal-hal yang positif terhadap dirinya, seperti menjelaskan secara ringkas dan jelas,
sehingga, eee..biasanya pasien ada memakai perbendaharaan kata yang
perubahan-perubahan walaupun ga dalam dimengerti oleh klien, memperhatikan
sehari mungkin seminggu kemudian ada intonasi berbicara, memperhatikan kecepatan
perubahan dalam sikap, dalam ekspresi” bicara, dan adanya selingan humor agar
(Wawancara Suster N, 22 Desember 2017). suasana ketika diskusi terasa nyaman dan
Sekecil apa pun apresiasi yang tidak terlalu menegangkan. Untuk
diberikan terhadap klien akan memotivasi komunikasi non verbal yang digunakan oleh
dirinya untuk bisa berkembang lebih. perawat seperti isyarat vokal (suara), isyarat
Memandang dirinya menjadi lebih positif. tindakan (ekspresi wajah, gerakan tubuh,
24
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No.1, Juli 2018: 15-28

serta sikap tubuh (mempertahankan sikap berhadapan, serta adanya sentuhan


terbuka), isyarat objek, adanya jarak atau mempertahankan kontak mata, dan tersenyum
ruang ketika berkomunikasi dengan pada saat yang tepat.

Tabel 1
Bagan Penggunaan Komunikasi Verbal dan Non Verbal
BENTUK KOMUNIKASI KATEGORISASI DESKRIPSI
Komunikasi Verbal Kejelasan Kalimat Kejelasan kalimat merupakan hal
yang harus diperhatikan ketika
menjalankan komunikasi terapeutik.
Dengan tujuan agar klien dapat
menerima dan memahami dengan
baik apa yang perawat sampaikan
dan komunikasi akan berjalan dengan
lancar, dalam arti klien pun merespon
apa yang perawat sampaikan, tidak
hanya berjalan dengan one way
communication. Dalam melakukan
komunikasi terapeutik, penggunaan
bahasa yang tidak asing merupakan
suatu hal yang penting untuk
mencapai kejelasan kalimat.
Penggunaan bahasa yang tidak asing
bagi klien akan membantu klien
untuk mudah dalam memahami apa
yang didiskusikan. Ketika perawat
menyebutkan kata yang sulit
dipahami oleh klien atau membuat
klien tampak menjadi bingung,
perawat akan berusaha
menglarifikasi hal tersebut.
Penggunaan Bahasa Penggunaan perbendaharaan kata
Daerah disesuaikan dengan kondisi dan latar
belakang klien. Seperti menggunakan
selipan kata bahasa Sunda. Intinya,
dalam komunikasi terapeutik harus
menggunakan bahasa verbal yang
mudah dimengerti atau jelas dan
ringkas oleh klien agar komunikasi
dapat berjalan dengan lancar.
Memperhatikan Nada Nada bicara merupakan salah satu
Bicara aspek yang harus diperhatikan dalam
berkomunikasi terapeutik. Dengan
nada bicara yang tepat, klien akan
mengetahui maksud perawat.
Bagaimana ketika mengeskpresikan
rasa bangga atau pemberian
apresiasi, atau memberi pemahaman,
dan hal tersebut disesuaikan dengan
kondisi klien. Kejelasan kalimat serta
ketepatan nada bicara dapat
menentukan komunikasi terapeutik
dapat berjalan lancar dan mencapai
tujuan atau tidak.
Komunikasi Nonverbal Isyarat Tindakan Isyarat tindakan merupakan salah
satu aspek yang mendukung dari
25
Kominikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Gangguan Jiwa
Hannika Fasya, Lucy pujasari Supratman

komunikasi, khususnya komunikasi


terapeutik. Dengan isyarat tindakan,
apa yang disampaikan perawat
mudah diresapi oleh klien. Isyarat
tindakan yang dilakukan oleh
perawat seperti adanya dukungan
dari ekspresi muka, sikap tubuh,
gestur tubuh, sentuhan, ruang atau
jarak, dan kontak mata selama
komunikasi berlangsung.
Sentuhan Sentuhan merupakan suatu hal yang
penting bagi pasien jiwa saja.
Sentuhan merupakan bentuk
keakraban seseorang dalam
berkomunikasi. Seseorang yang
disentuh itu akan merasa lebih
berarti, dia akan merasa lebih dekat
dengan orang yang mengajak
berbicara.
Ekspresi Muka Pasien dapat dengan mudah
membaca ekspesi muka perawat.
Bagi pasien, perawat sedang
mengajak serius atau tidak serius
lawan bicaranya bila terlihat melalui
ekspresi muka perawat sedang
memberi perhatian atau tidak. Saat
perawat tersenyum pada pasien,
pasien merasa akrab, gembira,
merasa diterima, mengajak
bercanda, dan merasa dihargai.
Kontak Mata Kontak mata bagi perawat
merupakan suatu etika sebagai
pertanda perawat memperhatikan
pasien berbicara. Kontak mata bagi
perawat juga menandakan sedang
serius memperhatikan, menanggapi
apa yang pasien katakan atau
keluhkan.
Sumber: Hasil Penelitian

PENUTUP pertama atau fase orientasi antara perawat


dengan klien dan hal tersebut dilakukan
Simpulan dengan adanya kontak sering singkat. Dengan
Untuk menciptakan komunikasi adanya hal tersebut, klien merasa dihargai
terapeutik yang efektif, dibutuhkan hubungan dan diperhatikan serta ketika perawat
saling percaya antar perawat dan klien agar memberikan saran atau solusi terhadap klien,
klien dapat terbuka mengenai masalah yang klien dengan mudah menerima dan hal
sedang dihadapinya. Hardjana (2003) tersebut sudah dilakukan oleh perawat yang
mengatakan, komunikasi dapat efektif apabila menjadi informan peneliti sedari klien masuk
pesan diterima dan dimengerti oleh pengirim ruangan pertama kali, sehingga ketika klien
pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah melakukan evaluasi dengan perawat maka
perbuatan oleh penerima pesan, dan tidak ada klien tidak sungkan untuk bercerita.
hambatan untuk hal tersebut. Membangun Dalam melakukan komunikasi
suatu kepercayaan dimulai dari pertemuan terapeutik ini, perawat selalu mengarahkan
26
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21 No.1, Juli 2018: 15-28

pemecahan masalah klien dengan cara yang hati, menunjukkan penerimaan serta
positif atau dengan koping konstruktif. Hal memberikan penghargaan berupa kesempatan
ini dilakukan dalam fase kerjanya setelah kepada klien untuk bertanya.
mengidentifikasi data klien. Salah satu
contohnya dengan melihat data diagnosis atau
arsip klien dan mengetahui penyebab DAFTAR PUSTAKA
stressornya. Perawat menggali pemahaman
klien terhadap apa yang diajarkan, setelahnya Afnuhazi, N.R. (2015) Komunikasi Terapeutik
perawat akan berusaha memberikan motivasi Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta,
serta saran atau solusi yang sesuai dengan SP Gosyen Publishing.
(Strategi Pelaksanaan), dengan tujuan Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
kesembuhan klien. (2016) Peran Keluarga Dukung Kesehatan
Jiwa Masyarakat. [Online]. 2016.
Dalam memberikan saran atau solusi
Kementerian Kesehatan RI. Available from:
atau untuk melakukan komunikasi terapeutik http://www.depkes.go.id/article/print/16100
harus terlebih dahulu memahami kondisi 700005/peran-keluarga-dukung-kesehatan-
klien yang telah perawat dapatkan sejak fase jiwa-masyarakat.html [Accessed: 12 March
orientasi dimana saat mengumpulkan atau 2016].
identifikasi data serta masalah klien, perawat Creswell, J.W. (2015) Penelitian Kualitatif &
di Ruang Sadewa dengan di Ruang Yudistira Desain Riset: Memilih di Antara Lima
memahami bagaimana memperlakukan Pendekatan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
pasien-pasien di ruangan tersebut. Bagaimana Damaiyanti, M. (2010) Komunikasi Terapeutik
berkomunikasi dengan pasien yang dalam Praktik Keperawatan. Bandung,
komunikatif atau kooperatif. Menaruh empati Refika Aditama.
Hardjana, A.M. (2003) Komunikasi Intrapersonal
pun terlihat dari sikap perawat, dan bukan
& Interpersonal. Yogyakarta, Kanisius.
menunjukkan sikap simpati. Kusumo, M.P. (2017) Pengaruh Komunikasi
Dengan memahami kondisi klien akan Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan
membantu dalam kelancaran berkomunikasi. Pasien di Rawat Jalan RSUD Jogja. JMMR
Dalam membangkitkan percaya diri klien (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen
ketika klien bisa memahami apa yang Rumah Sakit). [Online] 6 (1), 72–81.
didiskusikan. dalam komunikasi terapeutik Available from:
perlu adanya suatu bentuk apresiasi, dalam http://journal.umy.ac.id/index.php/mrs/articl
hal ini bukanlah barang yang diberikan e/view/2350.
perawat kepada klien melainkan pujian Pujilekosono, S. (2015) Metode Penelitian
dengan tulus, dengan pemberian apresiasi Komunikasi Kualitatif. Malang, Intrans
Publishing.
terlihat bahwa klien merasa senang dan Rakhmat, J. (2012) Psikologi Komunikasi.
merasa dihargai. Bandung, Remaja Rosdakarya.
Stuart, G.W. (1998) Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Jakarta, EGC.
Saran Supratman, L.P. (2016) Studi Kasus Tentang
Perawat harus memahami kondisi klien Komunikasi Kesehatan Pada Hubungan
terlebih dahulu dengan mengumpulkan data Interpersonal Terapis dan Pasien di Pusat
serta masalah klien, cara berkomunikasi Pengobatan Alternatif ATFG Arcamanik,
dengan pasien yang komunikatif. Bandung-Indonesia. Jurnal Ilmiah LISKI
Perawat harus selalu membangun (Lingkar Studi Komunikasi). [Online] 2 (1),
empati serta memahami kondisi klien. 81–93. Available from:
http://journals.telkomuniversity.ac.id/liski/ar
Komunikasi terapetik akan sangat membantu ticle/view/57.
dalam kelancaran berkomunikasi antara Supratman, L.P. & Zulfikar, M.H. (2016) STUDI
perawat dengan klien guna membangkitkan KASUS TENTANG MODEL
percaya diri klien kembali. Bentuk percaya KOMUNIKASI ORGANISASI PENYELIA
diri klien dapat dibangun saat perawat mampu DALAM MEMBANGUN TEAMWORK
memberikan pujian dengan tulus, pemberian DI DIVISI BROADBAND &
apresiasi, mendengarkan dengan sepenuh DIGITAL SALES PT TELKOMSEL
27
Kominikasi Terapeutik Perawat pada Pasien Gangguan Jiwa
Hannika Fasya, Lucy pujasari Supratman

BRANCH AMBON, INDONESIA. Jurnal Available from:


Sosioteknologi. [Online] 15 (2), 213–220. doi:10.5614/sostek.itbj.2016.15.02.4.

28

You might also like