You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP SISTEM KARDIOVASKULAR DIRUANG SULAIMAN 5


RUMAH SAKIT ROEMANI MUHHAMMADIYYAH SEMARANG

Persiapan praktik ruang : Sulaiman 5


Tanggal praktek : 11-16 / Desember / 2017
Nama mahasiswa : Eva Ayu Amaliya G2A014054
Adi Prayitno G2A014055
Rizqi Auwaluwiyanti G2A014056
Rufaidah G2A014059
Dhatu rama mahardhika G2A014060
Nama pembimbing :
Saran pembimbing :
Tanda tangan pembimbing :

PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
A. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem penting dalam mendukung kehidupan


sel, kehidupan individu makhluk hidup. Sistem ini merupakan salah satu dari dua sistem
sirkulasi cairan dalam tubuh, yaitu sirkulasi darah dan sirkulasi limfe. Untuk kepentingan
sirkulasi darah yang vital pada organisme multiseluler tersebut tubuh memiliki organ
pemompa dan saluran. Jantung merupakan pompa penggerak darah sedangkan saluran
untuk darah adalah pembuluh darah yang merupakan saluran dengan dinding elastis.
Dengan demikian terdapat tiga komponen sistem transport darah ini, yaitu: jantung,
pembuluh darah dan cairan darah. Sistem vaskular melayani tidak hanya transportasi
oksigen tetapi juga distribusi zat diserap dari makanan. Pembuluh darah mengangkut
mereka ke sel (pertukaran zat dalam kapiler), di mana dengan bantuan oksigen, mereka
berubah menjadi energi (ATP) untuk melakukan proses metabolisme yang diperlukan
untuk hidup, atau digunakan untuk pembuatan struktur tubuh.
a. Jantung
Jantung adalah organ otot berongga yang terletak di ruang jaringan ikat
(mediastinum) di antara tulang belakang dan sternum. Jantung merupakan motor
penggerak dari sistem sirkulasi darah yang tersusun dari otot dan berkontraksi secara
ritmis untuk memompa darah dalam sistem sirkulasi. Dinding jantung terdiri atas 3
lapisan (tunika) yaitu,
1. Endokardium terletak pada lapisan subendotel. Sebelah dalam dibatasi oleh
endotel. Endokardium tersusun atas jaringan penyambung jarang dan banyak
mengandung vena, syaraf (nervus), dan cabang-cabang sistem penghantar impuls.
2. Miokardium terdiri atas sel-sel otot jantung. Sel-sel otot jantung dibagi dalam 2
kelompok; sel-sel kontraktil dan sel-sel yang menimbulkan dan menghantarkan
impuls sehingga mengakibatkan denyut jantung.
3. Epikardium merupakan membran serosa jantung, membentuk batas viseral
perikardium. Sebelah luar diliputi oleh epitel selapis gepeng (mesotel). Jaringan
adiposa yang umumnya meliputi jantung terkumpul dalam lapisan ini.
Potongan horisontal thorax
Sumber: Faller, A., M. Schünke, et al. (2004)

Jantung memiliki katup-katup yang berfungsi mencegah terjadinya aliran balik.


Katup-katup jantung terdiri atas bagian sentral yang terdiri atas jaringan fibrosa padat
menyerupai aponeurosis yang pada kedua permukaannya dibatasi oleh lapisan endotel.
Katup-katup jantung tersebut adalah:
a. Katup trikuspid, batas sternum kanan pada tingkat ruang intercostal 5
b. Katup bikuspid atau mitral, pada puncak di kiri rongga interkostal 5
c. Katup pulmonal, di ruang intercostal 2 di perbatasan sternum kiri
d. Katup aorta, di ruang intercostal 2 di perbatasan sternum kanan
Selain dilengkapi dengan pengaturan mekanis seperti klep yang berfungsi
mengatur aliran, jantung juga didukung sistem persyarafan yang unik. Persyarafan
jantung tersusun atas sistem yang menimbulkan dan menghantarkan impuls pada jantung.
Sistem yang menimbulkan dan menghantarkan impuls memungkinkan bagi atrium dan
ventrikel untuk berdenyut secara berurutan sehingga jantung berfungsi secara efisien.
Otot jantung memiliki karakteristik yang berbeda dengan otot-otot tubuh pada
umumnya (serupa otot lurik tetapi bekerja seperti otot polos). Otot jantung mempunyai
kemampuan autostimulasi, tidak tergantung dari impuls syaraf. Sel-sel otot jantung yang
telah diisolasi dapat berdenyut dengan iramanya sendiri. Sistem pendukung dari
kemempuan otot jantung ini adalah: (1) Simpul sinoatrial sebagai alat pacu (pace maker)
jantung; (2) Simpul atrioventrikuler; (3) Berkas atrioventrikuler (berkas His) yang berasal
dari simpul atrioventrikuler dan berjalan ke ventrikel, bercabang dan mengirimkan
cabang-cabang ke kedua ventrikel. Pada daerah yang dekat dengan simpul sinoatrial dan
atrioventrikuler, terdapat sel-sel syaraf ganglion dan serabut-serabut syaraf. Syaraf-syaraf
ini mempengaruhi irama jantung, dimana perangsangan bagian parasimpatis (nervus
vagus) menimbulkan perlambatan denyut jantung, sedangkan perangsangan syaraf
simpatis mempercepat irama pace maker.
Sumber: Faller, A., M. Schünke, et al. (2004)
B. Pembuluh darah
Darah bersirkulasi melalui sistem tertutup pipa elastis sistem pembuluh darah
yang dapat dibagi menjadi segmen berikut: (1) Arteri yang membawa darah dari jantung
dan mendistribusikannya; (2) Kapiler tempat pertukaran zat terjadi; (3) Vena yang
mengembalikan darah ke jantung; (4) Pembuluh getah bening yang melayani transportasi
cairan dan sel-sel kekebalan tubuh. Terdapat tiga jenis pmbuluh darah, yaitu arteri, vena
dan kapiler.
Terlepas dari kandungan oksigen mereka, semua pembuluh darah yang
meninggalkan jantung disebut arteri dan semua pembuluh darah yang mengarah ke
jantung disebut vena. Misalnya arteri pulmonalis yang mengarah dari jantung ke paru-
paru membawa darah miskin oksigen. Di sisi lain pembuluh darah paru yang mengarah
dari paru-paru ke jantung membawa darah yang kaya oksigen. Serupa dengan itu, arteri
umbilikalis membawa darah miskin oksigen sedangkan darah dalam pembuluh vena
umbilikalis kaya oksigen.
Dinding pembuluh darah terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: (1) Tunika intima
(tunika interna) terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi permukaan dalam
pembuluh. Di bawah endotel adalah lapisan subendotel, terdiri atas jaringan penyambung
jarang halus yang kadang-kadang mengandung sel otot polos yang berperan untuk
kontraksi pembuluh darah; (2) Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun
melingkar (sirkuler). Pada arteri, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu
membrana elastik interna. Membran ini terdiri atas elastin, biasanya berlubang-lubang
sehingga zat-zat dapat berdifusi melalui lubang-lubang yang terdapat dalam membran
dan memberi makan pada sel-sel yang terletak jauh di dalam dinding pembuluh; (3)
Tunika adventitia terdiri dari jaringan ikat serta serat kolagen dan elastis. Serat ini
memungkinkan arteri dan vena untuk meregangkan untuk mencegah overexpansion
karena tekanan yang diberikan pada dinding oleh aliran darah. Pada pembuluh yang lebih
besar, vasa vasorum (pembuluh dalam pembuluh) bercabang-cabang luas dalam
adventitia. Vasa vasorum memberikan metabolit-metabolit untuk adventitia dan tunika
media pembuluh-pembuluh besar, karena lapisan-lapisannya terlalu tebal untuk diberi
makanan oleh difusi dari aliran darah.
1. Arteri
Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi (1) arteri besar; (2)
arteri ukuran sedang, dan (3) arteriola. Arteri besar juga dinamakan pengangkut karena
fungsi utamanya adalah mengangkut darah. Fungsi arteri ukuran sedang sebagai arteri
penyalur yaitu untuk menyediakan darah pada berbagai organ. Arteriola merupakan
pembuluh arteri yang paling kecil (halus), bergaris tengah kurang dari 0,5 mm dan relatif
mempunyai lumen yang sempit.
Jantung mendapatkan sirkulasi darah secara langsung melalui arteri koronaria. Arteri
koroner memasok otot jantung secara eksklusif. Mereka muncul dari aorta tepat di atas
katup aorta dan mengirim cabang utama mereka atas miokardium cabang terminal
mereka memasuki otot jantung dari luar. Vena jantung mengumpulkan darah di
pembuluh darah kecil, sedang dan besar jantung (vena cardiacae parva, media dan
magna) yang mengumpul dalam sinus koroner dan mengalir ke atrium kanan. Jika arteri
koroner menyempit (arteriosclerosis) otot jantung yang terkena menderita kekurangan
oksigen dan bisa mati (infark jantung) jika pembuluh ini benar-benar tersumbat.
Sumber: Faller, A., M. Schünke, et al. (2004)
2. Vena
Vena merupakan pembuluh darah dengan diameter besar dan dinding tebal yang
mengembalikan darah ke dalam atrium jantung. Vena terbesar adalah vena cava (superior
& inferior). Vena cava superior mengalirkan darah dari kepala leher dan ekstremitas atas
sedangkan vena cava inferior dari tubuh dan ekstremitas bagian bawah. Venula
merupakan vena yang lebih kecil (diameter 0,2 – 1 mm). venula mengumpulkan darah
dari kapiler dan meneruskannya ke vena yang lebih besar. Vena pada umumnya memiliki
lumen lebih lebar dan dinding lebih tipis dari arteri. Tiga lapisannya kurang baik dan
lapisan ototnya kurang berkembang dengan baik. Kebanyakan vena selain yang dekat
dengan jantung, memiliki katup vena. Lipatan-lipatan endotel ini diproyeksikan seperti
kantong ke dalam lumen pembuluh bertindak sebagai katup satu arah yang mengarahkan
darah menuju jantung dan mencegah aliran balik.
3. Kapiler
Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim, melingkar
berbentuk tabung, mengelilingi ruang silindris. Garis tengah rata-rata kapiler berkisar dari
7 sampai 9 µm. Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel
endotel: (1) Kapiler kontinu yang memiliki susunan sel endotel rapat; (2) Kapiler
fenestrata atau perforata yang ditandai oleh adanya pori-pori diantara sel endotel,
biasanya ditemukan dalam jaringan-jaringan dimana terjadi pertukaran-pertukaran zat
dengan cepat antara jaringan dan darah, seperti yang terdapat pada ginjal, usus, dan
kelenjar endokrin; (3) Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar
(30-40 µm), sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi kontinu oleh
sel–sel endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, dan adanya sel dengan
dinding bulat selain sel endotel yang biasa dengan aktivitas fogositosis. Kapiler sinusoid
terutama ditemukan pada hati dan organ-organ hemopoetik seperti sumsum tulang dan
limpa.
Kapiler-kapiler beranastomosis (berhubungan satu dengan lainnya) membentuk
jala-jala antar arteri-arteri dan vena-vena kecil yang disebut anastomosis arteriovenosa.
Arteriol bercabang menjadi pembuluh-pembuluh kecil yang mempunyai lapisan otot
polos yang tidak kontinu, yang disebut metarteriol. Konstriksi metarteriol membantu
sirkulasi dalam kapiler, dan mempertahankan perbedaan tekanan dalam dua sistem. Bila
pembuluh-pembuluh anastomosis arteriovenosa berkontraksi, semua darah harus berjalan
melalui jala-jala kapiler. Kemudian sebagian darah mengalir langsung ke vena saat
relaksasi.
4. Pembuluh limfe
Pembuluh limfe merupakan saluran tipis yang dibatasi endotel yang mengumpulkan
cairan dari ruang-ruang jaringan dan mengembalikannya ke dalam darah. Cairan ini
dinamakan cairan limfe. Limfe hanya beredar dalam satu arah, yaitu ke arah jantung.
Kapiler limfe berasal dari berbagai jaringan sebagai pembuluh tipis dengan ujung buntu.
Di antara pembuluh-pembuluh limfe terdapat kelenjar-kelenjar limfe. Dengan
pengecualian sistem syaraf dan sumsum tulang, sistem limfe ditemukan pada hampir
semua organ. Pembuluh limfe mempunyai struktur yang mirip dengan vena kecuali
mereka mempunyai dinding yang lebih tipis dan tidak mempunyai batas yang nyata
antara ketiga lapisan (intima, media, dan adventitia). Seperti vena, mereka mempunyai
banyak katup-katup interna.
Sistem limfatik berjalan sejajar dengan sisi vena dari sirkulasi. Kapiler limfatik
menyerap cairan yang belum diambil dari jaringan oleh pembuluh darah (limfatik cairan
[bening] sekitar 10% dari cairan disaring selama pertukaran zat). Pembuluh getah bening
kecil dan besar kemudian mengembalikan getah bening ke darah vena. Dinding
pembuluh getah bening terdiri dari endothelium dan lapisan tipis sel otot polos yang
berkontraksi secara ritmis. Serupa dengan pembuluh darah, banyak katup mendorong
transportasi getah bening. Jalannya pembuluh getah bening disela oleh kelenjar getah
bening yang merupakan jenis filter biologis dan berguna dalam pertahanan kekebalan
tubuh.
C. Darah
Darah terbentuk dari dua bagian, yaitu elemen darah dan sel plasma. Elemen
darah tersusun atas eritrosit, leukosit dan trombosit. Leukosit, sebagian diantaranya
adalah fagositik, merupakan salah satu dari pertahanan utama terhadap infeksi dan
beredar ke seluruh tubuh melalui sistem vaskuler darah. Dengan menembus dinding
kapiler, sel-sel ini terkonsentrasi dengan cepat dalam jaringan dan berpartisipasi pada
peradangan. Sistem vaskuler darah juga merupakan alat transport oksigen (O2) dan
karbondioksida (CO2); yang pertama terutama terikat pada hemoglobin eritrosit,
sedangkan yang terakhir, selain terikat pada protein eritrosit (terutama hemoglobin), juga
diangkut dalam bentuk larutan dalam plasma sebagai CO2 atau dalam bentuk HCO3.
Plasma mentransport metabolit-metabolit dari tempat absropsi atau sintesisnya,
menyalurkannya ke berbagai daerah organisma. Ia juga mentransport sisa-sisa
metabolisme, yang dibuang dari darah oleh organ-organ ekskresi. Darah, merupakan alat
distribusi hormon-hormon, memungkinkan pertukaran pesan-pesan kimia antara organ-
organ yang jauh untuk fungsi normal sel. Selanjutnya ia berperanan dalam pengaturan
distribusi panas dan keseimbangan asam-basa dan osmotik. Plasma adalah suatu larutan
aqueous yang mengandung zat-zat dengan berat molekul besar dan kecil yang merupakan
10% volumenya (Protein-protein plasma 7%, garam-garam anorganik 0,9%, sisanya
yang 10% terdiri atas beberapa senyawa organik dari berbagai asam amino, vitamin,
hormon, lipid, dan sebagainya).
1. Eritrosit
Eritrosit mamalia tidak memiliki inti, dan pada manusia berbentuk cakram
bikonkav dengan garis tengah 7,2 ìm (gambar 13-4). Eritrosit dengan garis tengah yang
lebih besar dari 9 ìm dinamakan makrosit, dan yang mempunyai garis tengah kurang dari
6 ìm dinamakan mikrosit. Bentuk bikonkav menyebabkan eritrosit mempunyai
permukaan yang luas sehingga mempermudah pertukaran gas. Eritrosit manusia dapat
hidup (life span) dalam sirkulasi sekitar 120 hari. Eritrosit yang tidak digunakan dibuang
dari sirkulasi oleh sel-sel limpa dan sumsum tulang. Konsentrasi normal eritrosit dalam
darah sekitar 4,5-5 juta/µL pada wanita dan 5 juta/µL pada pria. Eritrosit kaya akan
hemoglobin. Molekul hemoglobin (suatu conjugated protein) terdiri atas 4 subunit,
masing-masing mengandung gugus haem yang dihubungkan dengan suatu polipeptida.
Gugus haeme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi dalam bentuk ferro
(Fe2+).

2. Leukosit
Berdasarkan granula (buitran-butiran) spesifik pada sitoplasmanya, sel-sel darah
putih digolongkan dalam 2 kelompok: granulosit dan agranulosit. Berdasarkan morfologi
inti leukosit juga dapat dibagi dalam sel-sel polimorfonuklear dan mononuklear
dipandang. Selain itu, mereka dapat digolongkan berdasarkan asal mula sebagai sel-sel
mieloid atau limfoid, tergantung dari asalnya.
Granulosit mempunyai bentuk inti tidak teratur, dalam sitoplasma terdapat granula
spesifik yang dinamakan – neutrofil, eosinofil, basofil. Agranulosit mempunyai inti
dengan bentuk teratur, sitoplasma tidak mempunyai granulagranula nonspesifik, tetapi
mungkin mempunyai granula-granula nonspesifik khas seperti granula azurofilik yang
juga terdapat dalam leukosit lainnya. Tergantung pada bentuk intinya dan sifat pewarnaan
sitoplasma, agranulosit dapat digolongkan sebagai limfosit atau monosit.
Leukosit berperanan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat
asing. Bila tersuspensi dalam sirkulasi darah mereka berbentuk sferis tetapi mampu
berubah menjadi seperti amoeba bila menemukan substrat padat. Melalui proses
diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel
dan menembus ke dalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit dalam jaringan
penyambung demikian banyak sehingga mereka dianggap merupakan komponen seluler
normal jaringan tersebut. Jumlah leukosit per mikroliter (µL) darah pada orang dewasa
normal adalah 4-11 ribu.
3. Trombosit
Kepingan darah (trombosit) adalah sel tak berinti, berbentuk cakram dengan garis
tengah 2-5 ìm. Keping darah berasal dari pertunasan sel raksasa berinti banyak
megakariosit yang terdapat dalam sumsum tulang. Jumlah normal berkisar dari 150.000 –
300.000 ìL darah. Sebagai indikator demam berdarah dengue (DBD). Setelah masuk
aliran darah, kepingan darah mempunyai masa hidup sekitar 8 hari.
Fungsi trombosit adalah untuk darah. Saat pembuluh darah pecah, tombosit pecah
dalam daerah cedera mengeluarkan granula yang mengandung serotonin. Serotonin akan
menyebabkan mengakibatkan vasokonstriksi kontraksi otot polos vaskuler, menghambat
atau menghentikan aliran darah dalam daerah cedera. Trombosit dengan mudah melekat
pada kolagen yang terbuka pada tempat cedera dan, bersamaan dengan kerusakan sel-sel
endotel, mengeluarkan enzim tromboplastin (trombokinase). Dalam suatu rangkaian
reaksi, tromboplastin secara enzimatik mengubah protombin plasma menjadi trombin,
yang selanjutnya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Protrombin dan fibrinogen
keduanya disintesis oleh hati dan dikeluarkan ke dalam darah. Setelah pembentukannya,
fibrin berpolimerisasi menjadi matriks fibriler yang menangkap trombosit-trombosit dan
sel-sel darah dan menimbulkan sumbatan hemostatik, dasar dari bekuan darah (trombus).
D. Cardiac Output dan Tekanan Darah
1. Sistole dan Diastole
Ventrikel mendorong darah dalam volume kecil dan serempak ke arteri paru dan
aorta. Kontraksi miokardium ventrikel yang terus diulang ini disebut sistole; relaksasinya
disebut diastole. Masing-masing fase, sistole dan diastole, pada gilirannya dapat dibagi
menjadi dua tahap:
a. Sistole
- Fase Kontraksi
- Fase Ejection
b. Diastole
- Fase Relaksasi
- Fase Filling
Selama bagian pertama dari sistol, miokardium ventrikel mulai berkontraksi (fase
kontraksi). Karena katup atrioventrikular tertutup, dan katup semilunar belum terbuka,
tekanan intraventrikular meningkat pesat dengan tidak ada perubahan volume (kontraksi
isovolumic, kontraksi isovolumetric). Namun, segera setelah tekanan dalam ventrikel
mencapai tekanan dalam aorta (sekitar 120 mmHg) atau arteri pulmonalis (sekitar 20
mmHg), katup semilunar terbuka, dan fase ejeksi dimulai. Selama fase ini ventrikel
berkontraksi maksimal, dan volume 70 ml darah (stroke volume) dikeluarkan ke dalam
arteri saat istirahat. Tekanan intraventrikular kembali berada di bawah tekanan arteri dan
katup semilunar menutup lagi. Sistol diikuti oleh diastole. Selama miokardium relaksasi,
katup atrioventrikular tetap tertutup dan volume dalam ventrikel (volume
intraventrikular) tidak berubah (yang disebut volume akhir diastolik sekitar 70 ml).
Tekanan dalam ventrikel kemudian turun di bawah tekanan atrium sehingga katup
atrioventrikular terbuka dan darah mengalir dari atrium ke ventrikel (ventrikel mengisi).
Kekuatan pendorong untuk gerakan ini pertama-tama adalah kontraksi atrium awal, dan
turunnya dasar jantung, dimana dasar jantung mendekati apeks selama fase ejeksi,
memperluas atrium dan dengan demikian mengisap darah dari pembuluh darah. Ketika
miokardium ventrikel rileks, darah mencapai ventrikel melalui katup atrioventrikel
terbuka.
2. Cardiac Output
Curah jantung adalah volume darah jantung memompa keluar dalam rentang
waktu tertentu. Volume sirkulasi berhubungan dengan jumlah darah yang dikeluarkan
oleh jantung per menit. Jantung kiri dan kanan selalu memindahkan darah dalam jumlah
yang sama, karena jika sebaliknya darah dalam satu sirkulasi akan cepat terbendung,
sementara bagian lain akan menderita kekurangan darah. Jika jantung saat istirahat
berdetak sekitar 70 kali per menit (frekuensi denyut) dan setiap kontraksi menyemburkan
sekitar 70 ml darah ke dalam sirkulasi sistemik (stroke volume), volume menit yang
dihitung akan menjadi sekitar 5 liter (70 × 70 ml = 4900 ml ). Jumlah ini kira-kira total
volume darah manusia dengan berat 70 kg.
Selama pekerjaan fisik, otot-otot, di antara organ-organ lain, harus diperfusi
dengan lebih banyak darah, dan sirkulasi volume darah dan berhubungan dengan itu
tekanan darah harus meningkat. Denyut jantung dan stroke volume dapat ditingkatkan
untuk meningkatkan volume darah yang beredar. Dengan cara ini, curah jantung bisa
meningkat hingga 25 l / min selama aktivitas fisik yang berat, volume darah dapat
mencapai lima kali normal. Peningkatan dapat dicapai, misalnya, jika kenaikan stroke
volume dari 70 ml menjadi 140 ml dan detak jantung secara cepat dinaikkan menjadi 180
denyut / menit (180 / menit x 140 ml = 25,200 ml / menit = 25,2 l / min ).

E. Tekanan Darah
Tekanan darah arteri adalah tekanan saat ventrikel kiri memompa darah. Tekanan
dapat dipalpasi dengan jari pada arteri superfisial (misal radialis). Tekanan darah tidak
konstan, tetapi bervariasi antara tekanan sistol dan diastole. Tekanan darah sistolik
normal adalah sekitar 120 mmHg, diastolik di atas 80 mmHg. Selama aktivitas fisik
tekanan dapat mencapai 200 mmHg. Tekanan saat istirahat diastolik ≥ 90 mmHg atau
sistolik ≥ 140 disebut tekanan darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah merupakan akibat
cardiac output dan tahanan vaskuler.
F. Aliran, Tekanan dan Tahanan Vaskuler
Jika kita menggunakan hukum universal fisika untuk aliran darah melalui sistem
pembuluh darah, maka hukum Ohm untuk rangkaian listrik menyatakan:
yaitu, laju aliran meningkat dengan meningkatnya perbedaan tekanan, dan
menurun dengan meningkatnya resistensi vaskuler. Hambatan aliran menjadi
mengatasi diciptakan oleh gesekan internal fluida yang mengalir. darah
mengalir relatif mudah melalui pembuluh besar, tetapi arteri yang lebih kecil,
dan terutama arteriol dan kapiler, melawan arus dengan resistensi tinggi
yang diciptakan oleh diameter kecil (resistensi perifer). Dengan demikian,
semakin besar resistensi perifer, semakin besar tekanan yang diperlukan untuk
mengatasinya.
Pada prinsipnya, fungsi pembuluh darah (peredaran darah) bertumpu pada adanya
perbedaan tekanan dari arteri ke vena, yang mempertahankan aliran darah. Karena dalam
sirkulasi sistemik tekanan arteri rata-rata menurun dari sekitar 100 mmHg (mean dari
tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg) sampai 3 mmHg, gradien
tekanan sekitar 97 mmHg. Oleh karena itu kinerja sirkulasi dapat disesuaikan dengan
kebutuhan tubuh dengan mengubah laju aliran (kinerja memompa jantung = curah
jantung) dan resistensi terhadap aliran (resistensi perifer). Untuk sirkulasi sistemik:
Karena peningkatan tekanan dalam sirkulasi sistemik selalu menempatkan beban
yang besar pada dinding pembuluh darah, dinding pembuluh dijaga sekonstan mungkin.
Adaptasi dengan kondisi yang berubah dalam sirkulasi yang terjadi lebih cenderung
dengan mengubah kinerja pemompaan jantung atau resistensi perifer. Ketika, misalnya,
total kebutuhan darah meningkat karena meningkatnya aktivitas otot, naik curah jantung
dan resistensi perifer diturunkan oleh pelebaran pembuluh di otot. Dengan cara ini,
menurunkan atau meningkatkan resistensi perifer di organ tertentu dapat menimbulkan
redistribusi output jantung sesuai kebutuhan dari beberapa organ untuk mendukung orang
lain.
G. Regulasi Perfusi Organ
Kebutuhan perfusi salah satu organ dapat dipenuhi dalam dua cara utama:
 Peningkatan tekanan darah arteri
 Penurunan resistensi perifer
Peningkatan tekanan darah, bukanlah solusi yang paling sesuai karena semua
organ akan menerima lebih banyak aliran darah, dan terlebih lagi meningkatnya tekanan
darah dua kali lipat (240/160 mmHg) hanya akan menghasilkan aliran dua kali lipat.
Penurunan resistensi perifer dengan vasodilatasi lokal (pelebaran pembuluh darah)
menyebabkan perubahan yang signifikan dalam aliran darah. Hal ini karena fisika
hemodinamik, dimana resistensi terhadap aliran fluida dalam tabung (pembuluh darah)
tergantung pada panjang tabung, viskositas fluida, dan kekuatan pangkat empat jari-jari
tabung (r4) (hukum Hagen -Poiseuille). Dengan demikian, penurunan radius arteri hanya
16% akan menggandakan tahanan. Di sisi lain menggandakan radius pembuluh akan
menghasilkan peningkatan aliran darah 16 kali lipat.
Karena sebagian besar dari semua resistensi perifer terletak di arteri kecil dan
yang disebut sebagai "arteriol prekapiler," ini mungkin dideskripsikan sebagai resistensi
pembuluh darah. Pengaturan aliran darah perifer karenanya tergantung terutama pada
regulasi otot arteri kecil dan arteriol. Jadi pembuluh menyempit (vasokonstriksi) dengan
kontraksi (peningkatan tonus) otot polos, sedangkan jika serat-serat otot rileks pembuluh
melebar secara pasif. Kondisi kontraksi otot-otot pembuluh darah pada dasarnya dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal (autoregulasi) atau sinyal hormonal atau gelisah.

B. PENGKAJIAN

Dalam melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan pemahaman, latihan


dan ketrampilan mengenal tanda dan gejala yang ditampilkan oleh pasien. Proses ini
dilaksanakan melalui interaksi perawatan dari klien, observasi, dan pengukuran.
a. Tujuan melakukan pengkajian
1. Mengkaji fungsi kardiovaskuler
2. Mengenal secara dini adanya gangguan nyata maupun potensial
3. Mengidentifikasi penyebab gangguan
4. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada serta menghindari
ma
Salah yang akan dihadapi
b. Tekhnik pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan minimal sekali, tetapi dapat dilakukan
beberapa kali secara teratur, misal setiap jam pada pasien kritis. Tekhnik
pengkajian meliputi :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
c. Wawancara :
1. Keluhan utama
Tanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu
pertolongan. Keluhan yang harus diperhatikan antara lain sesak napas, nyeri dada
menjalar ke arah lengan, cepat lelah, batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar,
dan lainnya sesuai dengan patologi penyakitnya.
2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan penyakit sejak keluhan hingga klien meminta
pertolongan. Misal :
a. tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan,
b. berapa kali keluhan terjadi,
c. bagaimana sifat keluhan,
d. kapan dan apa penyebab keluhan,
e. keadaan apa yang memperburuk dan memperingan keluhan,
f. bagaimana usaha untuk mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan,
g. berhasilkan tindakan tersebut
3. Riwayat penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya :
a. tanyakan apakah klien pernah dirawat sebelumnya
b. dengan penyakit apa,
c. pernahkah mengalami sakit yang berat
4. Riwayat tambahan disesuaikan dengan patologi penyakitnya
a. riwayat keluarga
b. riwayat pekerjaan
c. riwayat geografi
d. riwayat alergi
e. kebiasaan sosial
f. kebiasaan merokok
d. Pemeriksaan fisik (umum) (Chepalokaudal)
Keadaan Umum : KU baik/sedang/lemah
Kesadaran : Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma

Vital sign : TD: ____mmHg, RR: ___x/mnt, N: ____x/mnt, S: ___oC BB/TB :


Kepala :
Bentuk mesosepal ataukah ada kelainan, adakah jejas
Rambut ______________
Telinga _______________
Hidung _______________
Mata ________________
Mulut dan gigi : ________
Leher :
Kaji adanya pembesaran leher, kaji adanya JVP (misal pembesaran lnn (-),
peningkatan JVP (-)
Thoraks :
Inspeksi : Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan pengembangan dada,
adakah kelainan, lihat adanya retraksi dada, sesuaikan dengan alasan masuk
Palpasi : Kaji pengembangan dada, rasakan adakah perbedaan antara dada
kanan dan kiri
Perkusi : Lakukan perkusi pada semua area paru
Auskultasi : Lakukan auskultasi pada semua area paru dan jantung
1) Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler
Secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum
Bagian dada yang ditempati oleh proyeksi jantung yang seperti terlukis di atas itu
dinamakan prekordium
ALAT YANG DIPERLUKAN : Double Lumen-Stetoskop dan Timer
2) Pertimbangan umum :
a) Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.
b) Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
c) Tetap selalu menjaga privacy pasien
d) Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
3) Inspeksi Jantung
Tanda-tanda yang diamati :
a) bentuk prekordium
b) Denyut pada apeks jantung
c) Denyut nadi pada dada
d) Denyut vena
Bentuk prekordium :
a) Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris
b) Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau
atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
c) Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi
epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
Denyut apeks jantung
a) Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri
iktus terlihat di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra
b) Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
c) Sifat iktus :
i. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya
local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
ii. Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa
iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan
adanya gelombang yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada
a) Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga
adanya kelainan pada aorta
b) Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang
interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang
interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan
aneurisma aorta descenden
Denyut vena
1. Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan
2. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
4) Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan iktus cordis
2. Pemeriksaan getaran / thrill
3. Pemeriksaan gerakan trachea
Pemeriksaan iktus cordis
1. Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat
angkat atau tidak
2. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus
3. Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V,
agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
Pemeriksaan getaran/thrill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau
penyakit jantung congenital.
Disini harus diperhatikan :
a. Lokalisasi dari getaran
b. Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
c. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan
pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
d. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung
Pemeriksaan gerakan trakhea
1. Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi
trachea berhubungan dengan arkus aorta
2. Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini
dapat teraba
Perkusi jantung
1. Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung
a. Batas kiri jantung
b. Batas kanan jantung
2. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta
Batas kiri jantung
1. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai
batas jantung kiri
Normal
Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)
Batas kanan jantung
1. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari
dinding depan thorak
Normal :
Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea
parasternalis kanan
Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Auskultasi jantung
1. Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua
corong yang dapat dipakai bergantian.
2. Corong pertama berbentuk kerucut (bell) yang sangat baik untuk mendengarkan
suara dengan frekuensi tinggi (apeks)
3. Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk
mendengarkan bunyi nada rendah
Pada auskultasi diperhatikan 2 hal, yaitu :
1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
a. BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis,
yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan
systole
b. BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a.
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan
diastole
c. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
2. Bising jantung / cardiac murmur
Bunyi jantung 1 (S1)
1. Daerah auskultasi untuk BJ I :
a. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
b. Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub
trikuspidalis terdengar disini
c. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang
baik pula untuk mendengar katub mitral.
2. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
a. stenosis mitral
b. interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
c. pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya
pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
3. Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
a. shock hebat
b. interval PR yang memanjang
c. decompensasi hebat.
Bunyi jantung 2 (S2)
1. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
a. hipertensi
b. arterisklerosis aorta yang sangat.
2. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
a. kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada :
kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor
congenital
3. BJ I dan II akan melemah pada :
a. orang yang gemuk
b. emfisema paru-paru
c. perikarditis eksudatif
d. penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
Bising jantung
1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah
bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk
menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan
terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka
bising itu adalah bising systole.
Tentukan lokasi bising yang terkeras.
2. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan
ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising
yang keras akan dijalarkan lebih dulu.
3. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :
a. Bising 1 yang paling lemah yang dapat didengar. Bising ini hanya dapat
didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar
merupakan suara bising.
b. Bising 2 lemah, yang dapat kita dengar dengan segera.
c. Bising 3 dan 4 adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai
intensitas diantara 2 dan 5.
d. Bising 5 yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak
diletakkan pada dinding dada.
e. Bising 6 yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.

4. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising
yang meniup, bising yang melagu
Pemeriksaan pembuluh darah perifer
1. Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan
adalah palpasi nadi.
2. Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari
a. radialis.
3. Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :
a. Frekuensi nadi
b. Tegangan nadi
c. Irama nadi
d. Macam denyut nadi
e. Isi nadi
f. Bandingkan nadi a. radialis ka & ki
g. Keadaan dinding arteri

4. Pemeriksaan JVP, posisikan pasien 30o, kemudian hitung peninggian JVP,


normalnya 2,5 s.d. 5 cm
e. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Alat Diagnostik
1. Gas Darah Arteri atau ABG (Arterial Blood Gas) ; dapat diindikasikan dan
memonitor level oksigenasi dalam darah.
2. Rontgen Dada ; untuk memeriksa struktur jantung dan ukuran, dilatasi arteri
pulmonalis utama, kongesti paru, efusi pleura atau efusi jantung, ada atau
tidaknya pacu jantung serta posisi pacu jantung, kateter intrakardia, dan
kateter arteri pulmonalis.
3. EKG (Elektrokardiogram), EKG 12 lead direkomendasikan dan sangat
berarti dalam menyediakan informasi untuk diagnosis jantung.
4. Ekokardiogram, pemeriksaan yang menggunakan gelombang ultrasonic
untuk mendapatkan dan menampilkan gambaran struktur jantung, gerakan
jantung, dan abnormalitas seperti stenosis katub aorta dan katub mitral,
prolapse katub mitral dan regurgitasi , insufisiensi aorta, defek septum atrium
dan efusi pericardial.
5. Ekokardiografi Transesofageal (TEE), pemeriksaan ini mengkombinasikan
ultrasound dan endoskopi. TEE adalah cara yang tepat untuk memonitor
fungsi jantung selama bedah jantung terbuka karena probe esophageal dapat
dimasukkan dan ditinggal di posisi yang sama selama operasi.
6. Tes Stres, tes ini dikenal sebagai elektrokardiografi latihan, dan untuk
individu yang dapat menoleransi latihan, tes yang dilakukan meliputi
mengayuh sepeda stationer atau berjalan di treadmill sambil dipasang mesin
EKG.
7. Kateter arteri Pulmonalis (PAC/Pulmonary Artery Catheter), kateter invasif
yang memiliki ujung balon dimasukkan oleh dokter ke dasar kapiler paru
melalui interna jugularis, femur, atau vena subclavia. Kateter ini digunakan
untuk mengukur tekanan vena pulmonalis dan menyediakan data tekanan
jantung kanan dan kiri, curah jantung, temperatur inti dan saturasi oksigen
halnya resistensi vascular paru. Kateter ini tetap membuka dengan tetesan IV
yang pelan dan membutuhkan bilas yang periodic dengan activator bilas
manual. Kateter ini memiliki tekanan transducer dekat dengan aktivator bilas,
dimana mengubah energi mekanis yang disalurkan melalui kateter dari
jantung ke energy listrik yang dapat dilihat melalui monitor jantung.
Transducer ini juga dapat memeriksa suhu inti tubuh pasien dengan
memasangkan konektor termistor dari PAC ke monitor jantung.
8. Kateterisasi Jantung (CC/Cardiac Catheterization), digunakan untuk
mengukur tekanan di jantung dan memberikan gambaran visual aliran darah
melalui cairan yang diinjeksikan ke ruang jantung atau arteri coroner. CC
menunjukkan bagaimana fungsi jantung dan apakah ada sumbatan arteri
coroner.
Jantung pasien dikaji masuk lewat tusukan femur. Jika pasien melakukan
kateterisasi jantung kanan, vena femur yang tusuk, dan jika kateterisasi
jantung kiri, femur arteri yang ditususk. Saat tekanan sudah didapatkan, cairan
marker diinjeksikan untuk melihat fungsi ruang jantung dan memberi
gambaran visual arteri coroner ( untuk kateterisasi jantung kiri saja).
Tes Laboratorium
Level serum darah diuji secara rutin untuk mementukan konsentrasi elektrolit
yang dapat mempengaruhi fungsi jantung.
Organ lain seperti ginjal, hati dan sistem pernapasan serta metabolism glukosa
diperiksa untuk mengidentifikasi disfungsi organ.
Isoenzim jantung menentukan apakan kematian sel miokardial sudah terjadi /
belum. Level enzim perlu diamati untuk megetahui infark miokard.
Level lemak penting untuk menentukan faktor resiko penyakit arteri coroner.
Status hematologis pasien dapat menentukan anemia atau infeksi yang
disebabkan oleh penyakit jantung atau gangguan koagulasi.
Nilai abnormal kimia darah dapat mempengaruhi kontraktilitas jantung dan
penting untuk dievaluasi.
1. Tes Laboratorium : Elektrolit terdiri dari Kalium, Kalsium, Magnesium,
Natrium
2. Tes Laboratorium : Hematologi terdiri dari Sel Darah Merah (RBC), Sel
Darah Putih (WBC)
3. Tes Laboratorium : Level Kolesterol terdiri dari Kolesterol, HDL dan LDL,
Trigliserida
4. Tes Laboratorium :
a. Enzim Jantung (Marker) terdiri diri Isoenzim yaitu
1) Kreatin fosfokinase (CPK/creatine phosphokinase) atau lebih dikenal CK
(creatine kinase) atau keratin kinase. CPK disusun oleh tiga isoenzim atau
subunit yang ditemukan bervariasi di jaringan otak dan otot.
2) CK – BB mengindikasi konsentrasi kreatinin kinase yang ditemukan di
paru-paru, kandung kemih, otak dan gastrointestinal. Hasil ini akan meningkat
setelah kecelakaan serebrovaskular (CVA/ cerebral vascular accident) atau
stroke otak. Nilai normalnya adalah 0 – 1%.
3) CK – MM isoenzim ini ditemukan dalam otot rangka dan miokardium.
Nilai normalnya 95-100%.
4) CK – MB isoenzim ini secara khusus ditemukan dalam sel miokardium.
Serum ini dianggap indicator yang paling specifik atau “gold standard” untuk
mendiagnosis infark miokard dalam 24 jam pertama dari gejala dan onset.
Isoenzim ini akan meningkat dari 4 – 8 jam setelah infark miokard puncaknya
antara 15 – 24 jam, tetap meningkat selama 48 – 72 jam dan kembali normal
setelah 3 hari jika tidak ada kerusakan jantung yang lebih lanjut. Nilai
normalnya 0 – 6% total CK.
b. Laktat Dehidrogenase (LDH), enzim ini berkontribusi untuk metabolisme
korbohidrat dan ditemukan di jantung, ginjal dan sel darah merah. LDH
sangat berguna untuk diagnosis lanjutan MI setelah CK – Mbkembali normal.
c. Troponin, adalah protein yang sangat spesifik pada otot jantung dan akan
meningkat secara cepat di aliran darah seperti halnya CK – MB setelah MI.
Troponin tidak dapat dideteksi pada orang sehat dan setiap cedera otot kecuali
cedera otot jantung
d. Mioglobin, enzim jantung lain yang penting yang dapat digunakan pada
deteksi paling awal untuk MI.
e. Peptide natriuretic Tipe B (BNP), adalah neurohormon yang disekresi oleh
ventrikel jantung dalam respon regangan ventrikel dan overload. Ini adalah
indikator yang terbaik untuk diagnosis dan prognosis gagal jantung (HF).
Dengan menggunakan tes darah ini, pasien dapat ditangani dengan cepat
untuk gagal jantung.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.
b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap
kebutuhan tubuh.
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat,
kebutuhan nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.
d. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.
D. RENCANA INTERVENSI
a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.
Tujuan: penurunan cardiac output tidak terjadi.
Kriteria hasil: tanda vital dalam batas yang dapat diterima, bebas gejala
gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, ikut serta dalam
aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung, urine output adekuat: 0,5 –
2 ml/kgBB.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
· Kaji frekuensi nadi, RR, TD · Memonitor adanya perubahan sirkulasi
secara teratur setiap 4 jam. jantung sedini mungkin.
· Catat bunyi jantung. · Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
· Kaji perubahan warna kulit · Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi
terhadap sianosis dan pucat. perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya
obstruksi aliran darah pada ventrikel.
· Pantau intake dan output setiap 24 · Ginjal berespon untuk menurunkna curah
jam. jantung dengan menahan produksi cairan dan
· Batasi aktifitas secara adekuat. natrium.
· Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan
· Berikan kondisi psikologis menurunkan komsumsi O2 dan kerja
lingkungan yang tenang. berlebihan.
· Stres emosi menghasilkan vasokontriksi
yangmeningkatkan TD dan meningkatkan
kerja jantung.

b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap


kebutuhan tubuh.
ujuan: Pasien akan menunjukkan keseimbangan energi yang adekuat.
Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti aktifitas sesuai kemampuan,
istirahat tidur tercukupi.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
· Ikuti pola istirahat pasien, hindari · Menghindari gangguan pada istirahat tidur
pemberian intervensi pada saat pasien sehingga kebutuhan energi dapat
istirahat. dibatasi untuk aktifitas lain yang lebih penting.
· Lakukan perawatan dengan cepat, · Meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dan
hindari pengeluaran energi menghemat energi paisen.
berlebih dari pasien.
· Bantu pasien memilih kegiatan · Menghindarkan psien dari kegiatna yang
yang tidak melelahkan. melelahkan dan meningkatkan beban kerja
jantung.
· Hindari perubahan suhu · Perubahan suhu lingkungna yang mendadak
lingkungan yang mendadak. merangsang kebutuhan akan oksigen yang
meningkat.
· Kurangi kecemasan pasien dengan · Kecemasan meningkatkan respon psikologis
memberi penjelasan yang yang merangsang peningkatan kortisol dan
dibutuhkan pasien dan keluarga. meningkatkan suplai O2.
· Respon perubahan keadaan · Stres dan kecemasan berpengaruh terhadap
psikologis pasien (menangis, kebutuhan O2 jaringan.
murung dll) dengan baik.

c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat,


kebutuhan nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.
Tujuan: Pertumbuhan dan perembangan dapat mengikuti kurca tumbuh
kembang sesuai dengan usia.
Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang sesuia dengan usia, pasien terbebas dari isolasi social.
Rencana intervensi dan rasional:

Intervensi Rasional
· Sediakan kebutuhan nutrisi · Menunjang kebutuhan nutrisi pada masa
adekuat. pertumbuhan dan perkembangan serta
meningkatkan daya tahan tubuh.
· Sebagai monitor terhadap keadaan
· Monitor BB/TB, buat catatan pertumbuhan dan keadaan gizi pasien selama
khusus sebagai monitor. dirawat.
· Kolaborasi intake Fe dalam · Mencegah terjadinya anemia sedini mungkin
nutrisi. sebagi akibat penurunan kardiak output.

d. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.


Tujuan: Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: Bebas dari tanda – tanda infeksi.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
· Kaji tanda vital dan tanda – tanda · Memonitor gejala dan tanda infeksi sedini
infeksi umum lainnya. mungkin.
· Hindari kontak dengan sumber · Menghindarkan pasien dari kemungkinan
infeksi. terkena infeksi dari sumber yang dapat
· Sediakan waktu istirahat yang dihindari.
adekuat. · Istirahat adekuat membantu meningkatkan
· Sediakan kebutuhan nutrisi yang keadaan umum pasien.
adekuat sesuai kebutuhan. · Nutrisi adekuat menunjang daya tahan tubuh
pasien yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, U.J., Gunstream, S.E., Talaro, A., and Talaro, K.P. (1999). Anatomy & Physiology
Laboratory Textbook. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companes.
Faller, A., Schünke, M., Schünke, G., & Taub, E. (2004). The Human Body: An Introduction to
Structure and Function: Thieme.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M. (2011). Medical-
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (8th ed.): Elsevier Science
Health Science Division.
Terry, C.L., Weaver, A., 2013. Keperawatan Kritis Demystified. Penerbit ANDI ;
Benson, U.J., Gunstream, S.E., Talaro, A., and Talaro, K.P. (1999). Anatomy & Physiology
Laboratory Textbook. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companes.
ünke, M., Schünke, G., & Taub, E. (2004). The Human Body: An Introduction to Structure and
Function: Thieme.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M. (2011). Medical-
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (8th ed.): Elsevier Science
Health Science Division.

You might also like