You are on page 1of 24

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga


Telinga adalah pancaindra untuk pendengaran dan keseimbangan,
terletak di lateral kepala. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu telinga luar (auris
externa), telinga tengah (auris media) dan telinga dalam (auris interna) (Wibowo
& Widjaya, 2009).

2.1.1. Telinga Luar


Telinga luar atau auris externa terdiri dari daun telinga (auricula), liang
telinga (meatus acusticus externus) dan dibatasi oleh gendang telinga atau
membrana tympanica. Telinga ini terletak pada pars tympanica ossis temporalis,
berbatasan di belakang dengan processus mastoideus (Wibowo & Widjaya, 2009).
Auricula dibentuk oleh cartilago auriculae (elastin) yang melekat erat
dengan kulit, tanpa lapisan subcutis. Auricula ini berbentuk seperti cekungan
dengan bagian terdalam dinamakan concha auriculae dan pinggiran bebasnya
dinamakan helix. Pada concha terdapat lubang masuk liang telinga (meatus
acusticus externus). Liang telinga ini melengkung ke posterior sehingga untuk
dapat melihat membrana tympani pada otoscopy, telinga perlu ditarik ke belakang
(untuk meluruskan liang ini) (Wibowo & Widjaya, 2009).
Meatus acusticus externus yang panjangnya sekitar dua sampai tiga
sentimeter mempunyai lapisan epithelial dengan bulu halus disertai kelenjar
keringat dan lemak (sebum) yang menghasilkan serumen (wax). Bagian luar liang
telinga dibentuk oleh tulang rawan sehingga bersifat mobile sedangkan bagian
dalam dibentuk oleh tulang temporal (Wibowo & Widjaya, 2009).
Membrana tympanica mempunyai posisi miring menghadap ke bawah.
Bentuknya tidak rata tetapi menyerupai kerucut dengan diameter sekitar sepuluh
milimeter. Bagian tengahnya dinamakan umbo membranae tympanicae
merupakan kedudukan tulang pendengaran (os malleus). Membrana ini terdiri dari
pars tensa yang merupakan bagian terbesar, dan pars flaccida di bagian atas. Pada

Universitas Sumatera Utara


5

keadaan normal, penyinaran pada membrana ini akan memberikan pantulan


berupa gambaran segitiga di bagian anterior bawah dengan puncak pada umbo
(Wibowo & Widjaya, 2009).

2.1.2. Telinga Tengah


Ruang telinga tengah atau auris media terdapat di sebelah dalam
membrana tympanica sedalam sekitar tiga sampai enam milimeter. Dinding lateral
auris media dibatasi oleh membrana tympanica beserta tulang disebelah atas dan
bawahnya. Atap rongga ini (cavitas tympani) adalah paries tegmentalis (tegmen
tympani) dari pars petrosa ossis temporalis yang memisahkannya dengan cavitas
cranii. Di bawah atap, pada bagian rongga yang terletak diatas membrana tympani
terdapat recessus epitympanicus. Bagian yang lebarnya sejajar dengan membrana
tympanica disebut mesotympanica, dan yang di bawah membran ini disebut
recessus hypotympanica. Recessus hypotympanica berbatasan dengan tulang yang
membentuk fossa jugularis pada foramen jugulare, tempat kedudukan vena
jugularis interna. Ke arah depan cavitas tympani mempunyai saluran yang
berhubungan dengan nasopharynx, yaitu tuba auditiva (tuba eustachii). Selain itu,
dinding depan berbatasan dengan canalis caroticus dengan arteria caroticus
interna di dalamnya. Ke belakang rongga ini berhubungan dengan cellulae
mastoideae, yaitu rongga berisi udara di dalam processus matoideus, melalui
antrum mastoideum (Wibowo & Widjaya, 2009).
Getaran suara yang diterima membrana tympani diteruskan melalui
tulang pendengaran di telinga tengah, yaitu os malleus, incus dan stapes, ke
foramen ovale. Selanjutnya tulang ini meneruskan getaran suara pada cairan
endolymph dan setelah melalui reseptor pendengaran getaran dinetralkan kembali
melalui getaran membran pada foramen rotundum (Wibowo & Widjaya, 2009).
Membran timpani berbentuk kerucut, dengan permukaan yang cekung
menghadap ke bawah mengarah ke saluran pendengaran. Yang melekat pada
bagian tengah-tengah membrana timpani adalah tangkai maleus. Pada ujung lain,
malleus terikat erat dengan inkus oleh ligamentum sehingga bila malleus
bergerak, incus bergerak serentak dengannya. Ujung lain incus selanjutnya

Universitas Sumatera Utara


6

bersendi dengan batang stapes, dan permukaan lebar stapes terletak pada labirin
membranosa pada lubang foramen ovale tempat gelombang suara dihantarkan ke
telinga dalam, yang dinamai koklea (Guyton & Hall, 2012).

2.1.3. Telinga Dalam


Rongga telinga dalam dibatasi sekelilingnya oleh tulang temporal (pars
petrosa). Di dalamnya terdapat sistem keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari
tiga buah canalis semicircularis anterior, canalis semicircularis posterior, dan
canalis semicircularis lateralis bersama sacculus dan utriculus di dalam
vestibulum. Selain itu terdapat pula organ pendengaran yang terdiri dari cochlea.
Cochlea ini menyerupai rumah siput dengan permukaan dalam yang berbentuk
spiral (Wibowo & Widjaya, 2009).
Koklea merupakan suatu sistem tabung-tabung bergelung, dengan
bersebelahan yang bergelung; skala vestibuli, skala media, dan skala timpani.
Skala vetibuli dan skala media satu sama lain dipisahkan oleh membrana
vestibularis, dan skala timpani dan skala media satu sama lain dipisahkan oleh
membrana basilaris. Pada permukaan membrana basilaris terletak struktur organ
corti yang mengandung sederetan sel-sel sensitif mekanik, sel-sel rambut. Sel-sel
ini merupakan ujung organ penerima yang membentuk impuls saraf akibat getaran
suara (Guyton & Hall, 2012).
Organ corti merupakan organ reseptor yang menimbulkan impuls saraf
akibat getaran membrana basilaris. Reseptor sensoris sebenarnya dalam organ
corti adalah dua jenis sel rambut (satu baris sel rambut dalam, jumlahnya sekitar
3.500 dan tiga empat baris sel rambut luar, jumlahnya sekitar 20.000). Dasar dan
tempat sel-sel rambut dijepit oleh jaringan ujung-ujung N. Koklearis. Ini
membentuk ganglion spiralis corti yang terletak pada modiolus koklea. Ganglion
spiralis selanjutnya mengirimkan akson-akson ke N.koklearis dan kemudia ke
susunan saraf pusat setinggi medula oblongata atas (Guyton & Hall, 2012)

Universitas Sumatera Utara


7

2.2. Mekanisme Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria (Guyton & Hall, 2012).
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto, Hendarmin, &
Bashiruddin, 2007).
2.2.1. Koklea
Di sebagian besar panjangnya koklea dibagi menjadi tiga kompartemen
longitudinal berisi cairan. Duktus kokhlearis yang buntu, yang juga dikenal

Universitas Sumatera Utara


8

sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Bagian ini membentuk


terowongan di seluruh panjang bagian tengah kokhlea, hampir mencapai ujung.
Kompartemen atas, skala vestibuli, mengikuti kontur dalam spiral, dan skala
timpani, kompatemen bawah, mengikuti kontur luar. Cairan di dalam duktus
koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani mengandung cairan
yang sedikit berbeda, perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat
cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala
vestibuli dipisahkan dari rongga telinga tengah oleh jendela oval., tempat
melekatnya stapes. Lubang kecil lain yang ditutupi oleh membran, jendela bundar
(round window), menutup skala timpani dari telinga tengah. Membran vestibularis
yang tipis membentuk atap duktus koklearis dan memisahkannya dari skala
vestibuli. Membran basilaris sangat penting karena mengandung organ corti,
organ indera untuk pendengaran (Sherwood, 2012).
Organ corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh
panjangnya, mengandung sel rambut yang merupakan reseptor suara. Sebanyak
16.000 sel rambut di dalam masing-masing koklea tersusun menjadi empat baris
sejajar di seluruh panjang membran basilaris; satu baris sel rambut dalam dan tiga
baris sel rambut luar. Dari permukaan masing-masing sel rambut menonjol sekitar
100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia, yaitu mikrovilus yang dibuat kaku
oleh adanya aktin. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika rambut
permukaannya mengalami perubahan bentuk secara mekanis akibat gerakan
cairan di telinga dalam. Stereosilia ini berkontrak dengan membran tektorium,
suatu tonjolan mirip tenda yang menutupi organ corti di seluruh panjangnya
(Sherwood, 2012).
Gerakan stapes yang mirip piston terhadap jendela oval memicu
gelombang tekanan di kompartemen atas, karena cairan tidak dapat mengalami
penekanan, maka tekanan disebarkan melalui dua cara ketika stapes menyebabkan
jendela oval menonjol ke dalam: (1) penekanan jendela bundar dan (2) defleksi
membran basilaris. Pada bagian awal-awal jalur ini, gelombang tekanan
mendorong maju perilimfe di kompartemen atas, kemudian mengelilingi
helikotrema, dan masuk ke dalam kompartemen bawah, tempat gelombang

Universitas Sumatera Utara


9

tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar mengarah ke rongga


telinga tengah untuk mengompensasi peningkatan tekanan. Sewaktu stapes
bergerak mundur dan menarik jendela oval ke arah luar ke telinga tengah,
perilimfe mengalir ke arah berlawanan, menyebabkan jendela bundar menonjol ke
dalam. Jalur ini tidak menyebabkan penerimaan suara tetapi hanya menghilagkan
tekanan (Sherwood, 2012).
Gelombang tekanan frekuensi-frekuensi yang berkaitan dengan
penerimaan suara mengambil “jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen
atas disalurkan melalui membran vestibularis yang tipis, menuju duktus koklearis,
dan kemudian melalui membran basilaris di kompartemen bawah, tempat
gelombang ini menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk bergantian.
Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan
melalui membran basilaris menyebabkan membran ini bergerak naik-turun, atau
bergetar, sesuai gelombang tekanan. Karena organ korti berada di atas membran
basilaris maka sel-sel rambut juga bergetar naik-turun sewaktu membran basilaris
bergetar (Sherwood, 2012).

2.2.2. Sel Rambut Luar dan Sel Rambut Dalam


Sel rambut dalam dan luar memiliki fungsi berbeda. Sel rambut dalam
adalah sel yang mengubah gaya mekanis suara (getaran cairan koklea) menjadi
impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang menyampaikan pesan
pendengaran ke korteks serebri). Karena berkontak dengan membran tektorium
yang kaku dan stasioner, maka stereosilia sel-sel reseptor ini tertekuk maju-
mundur ketika membran basilar mengubah posisi relatif terhadap membran
tektorium. Deformasi mekanis maju-mundur rambut-rambut ini secara bergantian
membuka dan menutup saluran ion berpintu mekanis di sel rambut sehingga
terjadi perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian yaitu
potensial reseptor dengan frekuensi yang sama seperti frekuensi rangsangan
pemicu semula (Sherwood, 2012).
Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan
ujung serat-serat aferen yang membentuk nervus auditorius (kokhlearis).

Universitas Sumatera Utara


10

Depolarisasi sel-sel rambut ini (ketika membran basilaris terangkat) meningkatkan


laju pelepasan neurotransmiter, yang meningkatkan frekuensi lepas muatan di
serat aferen. Sebaliknya, laju lepas muatan berkurang sewaktu sel-sel rambut ini
mengeluarkan lebih sedikit neurotransmiter ketika mengalami hiperpolarisasi
akibat pergeseran ke arah yang berlawanan (Sherwood, 2012).
Karena itu, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan
bergetar membran basilaris yang menekuk rambut-rambut sel reseptor maju-
mundur. Deformasi mekanis rambut-rambut ini secara bergantian membuka dan
menutup saluran sel reseptor, menghasilkan perubahan potensial berjenjang di
reseptor yang menyebabkan perubahan dalam frekuensi potensial aksi yang
dikirim ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal
saraf yangdapat diterima oleh otak sebagai sensasi suara (Sherwood, 2012).
Sementara sel-sel rambut dalam mengirim sinyal auditorik ke otak
melalui serat aferen, sel rambut luar tidak memberi sinyal ke orak tentang suara
yang datang. Sel-sel rambut luar secara aktif dan cepat berubah panjang sebagai
respons terhadap perubahan potensial membran, suatu perilaku yang dikenal
sebagai elektromotilitas. Sel rambut luar memendek pada depolarisasi dan
memanjang pada hiperpolarisasi. Perubahan panjang ini memperkuat atau
menegaskan gerakan membran basilaris. Modifikasi pergerakan membran basiaris
seperti ini meningkatkan respons sel rabut dalam, reseptor sensorik pendengaran
yang sebenarnya, menyebabkan mereka sangat peka terhadap intensitas suara dan
dapat membedakan berbagai nada suara (Sherwood, 2012).

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 2.1. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran.


Sumber : Despopoulos & Sibernagl, 2003.

Universitas Sumatera Utara


12

2.3. Presbikusis
2.3.1. Definisi
Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut
akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan
simetris pada kedua sisi telinga (Roland, Eaton, & Meyerhoff, 2001).
Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang mengiringi semua
proses menua, pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral
simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan
tidak ditemukannya kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum
(Shohet, Talavera, & Gianoli, 2005).

2.3.2. Patologi
Terdapat empat tipe patologik yang telah diklasifikasikan oleh
Schuknecht. Fenomena pertama adalah presbikusis sensorik. Pada bentuk ini,
yang mula-mula hilang adalah patologi sel-sel rambut. Hal ini kemudian akan
menyebabkan gangguan neuron-neuron koklea. Biasanya melibatkan hilangnya
sel-sel rambut pada gelang basal koklea dan menyebabkan ketulian nada tinggi.
Sebaliknya, neuropresbikusis, hilangnya gangguan primer adalah pada neuron-
neuron koklea dan sel-sel rambut relatif dipertahankan. Pada kasus ini,
diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel
rambut. Presbikusis stria masih memberi skor diskriminasi yang bagus walaupun
proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat yang sifatnya relatif
datar. Secara patologis, stria vaskularis tampak berdegenerasi dan menciut. Yang
terakhir, ketulian koklear-konduktif dengan populasi sel rambut dan neuron yang
normal tanpa adanya kerusakan stria vaskularis namun ketullian diduga berkaitan
dengan keterbatasan gerak membrana basilaris. Sifat-sifat proses patologik ini
masih belum jelas (Adams, Boeis, & Higler, 2007).

Universitas Sumatera Utara


13

Tabel 2.1. Jenis Presbikusis Berdasarkan Patologinya


Jenis Patologi
Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ
corti, jumlah sel-sel rambut dan sel-sel
penunjang kurang.
Neural Sel-sel neuron pada koklea dan jaras
auditorik berkurang.
Metabolik (Strial presbycusis) Atrofi stria vaskularis. Potensial
mikrofonik menurun. Fungsi sel dan
keseimbangan biokimia/bioelektrik
koklea berkurang.
Mekanik (Cochlear presbycusis) Terjadi perubahan gerakan mekanik
duktus koklearis. Atrofi ligamentum
spiralis. Membran basilaris lebih kaku
Sumber: Suwento H & Hendarmin H, 2007.

2.3.2.1. Presbikusis Sensori


Menurut Lalwani (2008) pada pemeriksaan audiometri didapatkan
penurunan pendengaran pada nada tinggi dan simetris dengan penurunan ambang
dengar secara tiba-tiba, terjadi mulai usia pertengahan. Diskriminasi tutur
berhubungan langsung dengan bagaimana mempertahankan fungsi pendengaran
frekuensi tinggi. Secara histologi terjadi kehilangan baik pada sel rambut dan sel
penunjang yang terletak di basal koklea. Selain itu terjadi atropi organ korti akan
diikuti oleh degenerasi neural sekunder. Sedangkan bagian tengah dan apeks
koklea yang mengandung frekuensi bicara biasanya tertahan. Perubahan patologi
ini memiliki kemiripan dengan trauma akibat bising (Astari, 2014).

2.3.2.2. Presbikusis Neural


Ditandai dengan hilangnya sel-sel neuron pada seluruh koklea dan
berhubungan dengan hilangnya diskriminasi tutur secara signifikan. Hilangnya
diskriminasi tutur lebih berat daripada yang dapat diperkirakan dari pemeriksaan
ambang dengar dengan nada murni. Meskipun dapat terjadi pada semua usia,
gangguan pendengaran tidak akan dikeluhkan sampai jumlah sel-sel neuron yang
baik tinggal sedikit. Tanda khasnya pada audiogram didapatkan gambaran
penurunan frekuensi yang sangat tajam. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya
gangguan pada diskriminasi tutur yang berhubungan langsung dengan luasnya

Universitas Sumatera Utara


14

kehilangan sel-sel neuron pada koklea yang bertanggungjawab terhadap frekuensi


tutur pada koklea (Astari, 2014).

2.3.2.3. Presbikusis Strial (Presbikuis Metabolik)


Didapatkan audiogram yang flat atau mendatar dengan diskriminasi tutur
yang baik. Stria vaskularis merupakan daerah metabolisme aktif pada koklea yang
bertanggung jawab terhadap sekresi dari endolimfe dan pemeliharaan gradien ion
yang melalui organ korti. Patologinya dimana terjadi atropi sebagian pada stria
vaskularis pada bagian tengah dan apikal dari koklea, tanpa disertai kehilangan
sel-sel neuron koklea. Besarnya atropi yang terjadi berhubungan dengan derajat
penurunan pendengaran. Kualitas dari endolimfe akan berpengaruh pada
degenerasi dari strial, dimana akan menyebabkan hilangnya ketersediaan energi
pada end-organ (Astari, 2014).

2.3.2.4. Presbikusis Konduksi Koklea


Perubahan secara mekanikal pada membran basilar dapat menyebabkan
penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi secara perlahan-lahan pada usia
pertengahan. Presbikusis konduksi koklea secara patologi tidak dapat dilihat
perubahannya yang terjadi pada telinga dalam. Tanpa adanya pengukuran
langsung secara mikromekanikal, presbikusis konduksi koklea hanyalah suatu
teori belaka pada kategori presbikusis. Diskriminasi tutur berkaitan dengan
besarnya penurunan dari nada murni (Astari, 2014).

Tabel 2.2. Karakteristik Penurunan Pendengaran pada Presbikusis


Tipe presbikusis Nada murni Diskriminasi tutur
Sensori Nada tinggi, penurunan Sesuai dengan frekuensi
tiba-tiba yang terganggu
Neural Terjadi pada semua Sangat berat
frekuensi
Strial Terjadi pada semua Minimal
frekuensi
Konduksi koklea Nada tinggi, penurunan Sesuai dengan penurunan
perlahan ketajaman pada nada
tinggi
Sumber: Astari, 2004.

Universitas Sumatera Utara


15

2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Pendengaran


Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor herediter, metabolisme,
aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor
risiko tersebut dan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagai berikut
(Roland, Eaton, & Meyerhoff, 2001).

2.3.3.1. Usia dan Jenis Kelamin


Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia
terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-
laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan
hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini
disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja
dibandingkan perempuan (Kim, Lim, Park, 2010).
Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh jenis kelamin
pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea. Perempuan
memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat
menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. Penelitian di Korea
Selatan menyatakan terdapat penurunan pendengaran pada perempuan sebesar 2
kHz lebih buruk dibandingkan lakilaki. Pearson menyatakan sensitivitas
pendengaran lebih baik pada perempuan daripada laki-laki (Muyassaroh, 2012).

2.3.3.2. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler
yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan
viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal
tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi
sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang
pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler
pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme (Fernanda, 2009).

Universitas Sumatera Utara


16

2.3.3.3. Diabetes Melitus


Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada
protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end
product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas
dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding
pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut
mikroangiopati. Mikroangiopatipada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan
berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII,
ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan
kerusakan axon maka akan menimbulkan neuropati National Health Survey USA
melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada
usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa frekuensi
derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila dibandingkan
penderita tanpa DM (Diniz, 2009).

2.3.3.4. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam
darah (dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dL.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan plak/atherosklerosis pada
tunika intima. Patogenesis atherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis
yang terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasi lemak dan
infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau
pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri
sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/ pengerasan pembuluh nadi. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen. Teori
ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakan terdapat hubungan antara
penderita hiperkolesterolemia dengan penurunan pendengaran (Muyassaroh,
2012).

Universitas Sumatera Utara


17

2.3.3.5. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek
mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel
saraf organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi
karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga hemoglobin
menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan antara
hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen.
Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan
menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek karmonmonoksida lainnya adalah
spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik (Muyassaroh,
2012).
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok
menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif.
Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral
sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain (Laviolette &
Kooy, 2004).

2.3.3.6. Riwayat Bising


Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan
sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah
intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, ama masa kerja dengan
paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang dapat berpengaruh.
Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising
yangditerima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut
dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea
(Bashiruddin & Soetirto, 2007).

2.3.4. Gejala Klinis


Gejala klinis pada pasien presbkusis yaitu adanya kesulitan untuk
memahami percakapan. Perlahan kemampuan tersebut semakin menurun terutama

Universitas Sumatera Utara


18

untuk menentukan jenis suara dan arah datangnya suara. Kehilangan senstivitas
bermula dari frekuensi yang tinggi, sehingga terdapat kesulitan ketika mendengar
pada situasi bising. Keluhan pada pasien presbikusis kebanyakan bukan tidak
dapat mendengar tetapi tidak dapat memahami percakapan (Gates & Milles,
2005).
Selain itu, terdapat keluhan tambahan yaitu tinnitus (berdenging). Hal ini
terjad karena adanya peningkatan sensitivitas dari saraf pendengaran. Setelah
kehilangan frekuensi yang tinggi, selanjutnya yaitu kehilangan frekuensi rendah.
Seiring berjalannya waktu kesulitan yang terjadi mencakup keduanya yaitu tidak
dapat mendengar dan tidak dapat memahami percakapan. Kehilangan
pendengaran akan berpengaruh terhadap masalah sosial. Masalah sosial yang akan
terjadi antara lain depresi, kehilangan kepercayaan diri, cemas, paranoid, dan
frustasi (Gates & Milles, 2005).

2.3.5. Derajat presbikusis


Derajat kurang pendengaran dihitung dengan menggunakan indeks
Fletcher, yaitu:

Ambang Dengar(AD) =

Tabel 2.3. Derajat Ketulian berdasarkan ISO


Derajat Ketulian Ambang Dengar
Normal 0 - 25 dB
Tuli ringan >25 - 40 dB
Tuli sedang >40 – 55 dB
Tuli sedang berat >55 – 70 dB
Tuli berat >70 – 90 dB
Tuli sangat berat >90 dB
Sumber: Soetirto, Hendarmin, & Bashiruddin, 2007

2.3.6. Penegakan Diagnosis


Pertama kali dilakukan skrining pendengaran terhadap pasien berusia
lanjut apakah ia mengalami masalah pendengaran, yang dapat kita sebut dengan
metode self-assesment. Metode ini cukup sederhana dan lebih sensitif daripada
mengajukan banyak pertanyaan. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara


19

otoskopi, maka akan tampak membran timpani yang normal ataupun suram dan
juga dilakukan tes dengan menggunakan penala, untuk mendapatkan jenis tuli
sensorineural atau tuli konduktif. Pemeriksaan lebih lanjut menggunakan
audiometri nada murni menunjukkan gangguan pendengaran sensori neural nada
tinggi, bilateral dan simetris. Pada pemeriksaan audiometri tutur dapat
menunjukkan adanya diskriminasi bicara (Gates GA, 2003).

2.3.7. Penatalaksanaan
Presbikusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada presbikusis
adalah tipe sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya adalalah untuk
memperbaiki kemampuan pendengarannya dengan menggunakan alat bantu
dengar. Alat ini berfungsi membantu penggunaan sisa pendengaran untuk
berkomunikasi. Alat bantu dengar baru diperlukan bila penurunan pendengaran
lebih dari 40 dB (Dewi, 2007) . Selain itu dapat juga digunakan assistive listening
devices, alat ini merupakan amplifikasi sederhana yang mngirimkan signal pada
ruangan dengan menggunakan headset (Shohet, Talavera, & Gianoli, 2005)
Pada presbikusis dimana terjadi penurunan pendengaran bersifat
progresif perlahan yang mulai terjadi pada nada tinggi, pada awalnya tidak terasa
pendengaran menurun. Umumnya gangguan dengar baru disadari jika kegiatan
sehari-hari mengalami kesulitan. Pada orang tua penurunan pendengaran sering
disertai juga dengan penurunan diskriminasi bicara akibat perubahan SSP oleh
proses menua yang kemudiaan mengakibatkan perubahan watak yang
bersangkuran seperti mudah tersinggung, penurunan perhatian, penurunan
konsentrasi, cepat emosi, dan berkurangnya daya ingat (Dewi, 2007).
Dengan demikian tidak semua penderita presbikusis dapat diatasi denga
baik menggunakan alat bantuk dengar terutama pada presbikusis tipe neural. Pada
keadaan dimana tidak dapat diatasi dengan alat bantuk dengar, penderita merasa
adanya penolakan dari teman atau saudara yang selanjutnya akan mengakibatkan
hubungan jadi tidak baik sehingga penderita akan menarik diri, terjadi
pengurangan sosialisasi, penurunan fisik, penurunan aktifitas mental sehingga
merasa kesepian, dan akhirnya dapat terjadi depresi dan paranoid (Dewi, 2007).

Universitas Sumatera Utara


20

Untuk mengatasi hal ini dapat dicoba dengan cara latihan mendengar
atau lip reading yaitu dengan cara membaca gerakan mulut orang yang menjadi
lawan bicaranya. Penting juga dilakukan physiologic counseling yaitu
memperbaki mental penderita. Disini harus dijelaskan pada keluarganya
bagaimana memperlakukan atau menghadapi penderita presbkusis (Dewi, 2007).
Penderita yang mengalami perubahan koklear tetapi gangla spiralis dan
jaras sentral masih baik dapat digunakan koklear implant (Shohet, Talavera, &
Gianoli, 2005).
Rehabilitasi perlu sesegera mungkin untuk memperbaiki komunikasi. Hal
ini akan memberikan kekuatan mental karena sering orangtua dengan gangguan
dengar dianggap menderita senilitas, yaitu suatu hal yang biasa terjadi pada
orangtua dan dianggap tidak perlu diperhatikan. Rehabilitasi pada penderita
presbikusis membutuhkan waktu dan kesabaran. Diperlukan gabungan ahli dari
THT, audiologi, neurologi, dan psikolog untuk menangani penderita ini (Dewi,
2007).
Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagian yang penting
dalam penatalaksanaan gangguan dengar pada presbikusis agar dapat
memanfaatkan sisa pendengaran semaksimal mungkin. Fungsi utamanya adalah
untuk memperkuat (anplifikasi) bunyi sekitar sehingga dapat mendengar
percakapan untuk berkomunikasi, mengatur nada dan volume suaranya sendiri,
mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya, mengetahui kejadian
sekelilingnya, serta mengenal lingkungan. Yang terpenting adalah bunyi untuk
berkomunikasi antar manusia sehingga alat ini harus dapat menyaring dan
memperjelas suara percakapan manusia berkisar antara 30-60 dB pada frekuensi
500-2000 Hz (Ricketts, Chicchis, & Bess, 2001).
Alat bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara), amplifier
(pengeras suara), receiver (penerus suara), cetakan telinga/ear mold (menyumbat
liang telinga dan pengarah suara ke telinga tengah) (Ricketts, Chicchis, & Bess,
2001).

Universitas Sumatera Utara


21

2.4. Audiometri
2.4.1. Audiometri Nada Murni
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan
bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada,
karenanya disebut nada “murni”. Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari
oktaf skala C:125, 250, 500,1000,2000,4000 dan 8000 Hz. Tersedia pula nada-
nada dengan interval setengah oktaf(750,1500,3000,dan 6000 Hz). Audiometer
memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk
menghasilkan bunyi, suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas
bunyi(umumnya dengan peningkatan 5 dB), dan suatu transduser(earphone atau
penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah energi
listrik menjadi energi akustik (Adams, Boeis, & Higler, 2007).

2.4.1.1. Hantaran Udara Dan Hantaran Tulang


Ada dua sumber bunyi. Yang pertama adalah dari earphone yang
ditempelkan pada telinga. Masing-masing telinga diperiksa secara terpisah dan
hasilnya digambarkan sebagai audiogram hantaran udara. Sumber bunyi kedua
adalah suatu osilator atau vibrator hantaran tulang yang ditempelkan pada
mastoid(atau dahi) melalui suatu head band. Vibrator menyebabkan osilasi tulang
tengkorak dan menggetarkan cairan dalam koklear. Hasil pemeriksaan
digambarkan sebagai audiogram hantaran tulang, dan biasanya diinterpretasikan
sebagai suatu metoda yang memintas telinga tengah, sebagai alat pengukur
”cadangan koklearis” dan mencerminkan keadaan sistem saraf pendengaran.
Kelak kita akan melihat bahwa interpretasi yang terakhir ini tidak sepenuhnya
akurat tapi umumnya bermanfaat (Adams, Boeis, & Higler, 2007).

2.4.1.2. Ambang
Tujuan pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah
dalam desibel dari tiap frekuensi yang masih dapat didengar, dengan kata lain
ambang pendengaran dari bunyi tersebut (Adams, Boeis, & Higler, 2007).

Universitas Sumatera Utara


22

2.4.1.3. Audiometri Nol Dan Rentang Intensitas


Tingkat ambang pendengaran yang didapat dari pemeriksaan pasien
dibandingkan dengan audiometri “nol”. Audiometri nol adalah median ambang
bunyi yang didapat dari suatu sampel yang sangat besar dari kelompok dewasa
muda tanpa keluhan pendengaran, tanpa riwayat penyakit telinga dan tidak
menderita flu akhir-akhir ini. Masing-masing frekuensi memiliki angka nol nya
sendiri, dan suatu alat kalibrasi nilai nol dirakitkan pada outmput audiometer.
Karena “nol” untuk memeriksa pendengaran yang lebih peka. Skala yang sama
tidak selalu harus digunakan. Hasil-hasil pengujian yang sudah lama mungkin
berbeda dengan hasil-hasil terakhir hanya krena standar yang berbeda (Adams,
Boeis, & Higler, 2007).
Intensitas audiometer berkisar antara -10 dB hingga 110 dB. Jika seorang
pasien memerlukan intensitas sebesar 45 dB diatas intensitas normal untuk
menangkap bunyi tertentu, maka tingkat ambang pendengarannya adalah 45 dB;
jika kepekaan pasien lebih dekat ke normal dan hanya memerlukan peningkatan
sebesar 20 dB di atas normal, maka ambang tingkat pendengarannya adalah 20dB.
Jika pendengaran pasien 10 dB lebih peka dari pendengaran rata-rata, tingkat
ambang pendengarannya ditulis dalam nilai negatif atau -10 dB (Adams, Boeis, &
Higler, 2007).

2.4.1.4. Notasi Audiogram untuk Hantaran Udara dan Hantaran Tulang


Audiogram adalah gambaran kepekaan pendengaran pada berbagai
frekuensi. Pemeriksaan direkam untuk masing-masing telinga secara terpisah,
dimana frekuensi merupakan aksis sedangkan intensitas sebagai ordinatnya.
Simbol hantaran udara dihubungkan dengan garis penuh seperti yang tergambar
pada audiogram. Simbol hantaran tulang dihubungkan dengan garis putus-putus
yaitu bila terdapat perbedaan antara hantaran tulang-udara; jika tidak, simbol
hantaran tulang tidak dihubungkan. Warna tidak perlu berbeda untuk identifikasi
simbol dari telinga mana. Namun seandainya menggunakan warna, maka warna
merah harus digunakan untuk simbol telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.
Menggambarkan grafik telinga kanan dan kiri pada audiogram yang terpisah telah

Universitas Sumatera Utara


23

digunakan untuk menghindari kekacauan audiogram (Adams, Boeis, & Higler,


2007).

2.4.1.5. Prosedur untuk Menentukan Ambang Pendengaran


2.4.1.5.1. Persiapan Pasien
a. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat melihat
panel kontrol ataupun pemeriksanya. Sebagian pemeriksa lebih suka
bila dapat melihat profil pasien.
b. Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone yang
tepat atau dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan.
Misalnya anting-anting, kacamata, topi, wig, permen karet dan kapas
dalam liang telinga. Saat ini pemeriksa sebaiknya memeriksa apakah
ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati gerakan
dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus. Perbedaan hantaran
udara tulang hingga sebesar 15-30 dB telah dilaporkan sebagai akibat
penyempitan liang telinga. Masalah ini dapat diatasi dengan
memegang earphone bantal sirkumaural. Cara lain adalah dengan
memasukkan suatu cetakan telinga ke dalam kanalis agar suatu jalan
udara menuju membrana timpani dapat dipertahankan.
c. Instruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang
harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya. Pasien
harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang
dapat didengarnya.
d. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.
Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau juri
atau menekan tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diinstruksikan
untuk terus memberi jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian.
Tindakan ini memungkinkan pemeriksa mengendalikan pola jawaban pasien,
tidak hanya dengan mengubah-ubah selang waktu antar rangsangan namun juga
lamanya sinyal diberikan. Hal ini khususnya penting jika pasien memberikan
banyak jawaban positif palsu.

Universitas Sumatera Utara


24

Gambar 2.2. Contoh Audiogram Presbikusis.


Sumber: Huangn Qi and Tang Jianguo, 2010.

Gambar 2.3. Contoh Audiometri


Sumber: http://alkes-maraleksana.indonetwork.co.id/group+148628/audiometers-
welch-allyn-usa.html

2.4.2. Audiometri Hambatan dan Timpanometri


Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam
rangkaian pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak
langsung dari kelenturan(gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam
berbagai kondisi tekanan positif, normal atau negatif. Energi akustik tinggi

Universitas Sumatera Utara


25

dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung bersumbat; sebagian diabsorbsi dan
sisanya dipantulkan kembali ke analisis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari
tabung tersebut. Satu alat pengukur pada telinga normal diperlihatkan bahwa
besar energi yang dipantulkan tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya
bila telinga terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau sistem osikular
menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal.
Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan makin setara dengan energi
insiden. Hubungan ini digunakan sebagai sarana pengukur kelenturan (Adams,
Boeis, & Higler, 2007).
Timpanogram dalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan
relatif sistem timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah.
Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika
tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran normal
atau dengan gangguan sensorineural akan memperlihatkan sistem timpano-
osikular yang normal (Adams, Boeis, & Higler, 2007).

2.4.3. Audiometri Bicara


Uji nada murni memberi informasi mengenai derajat gangguan
pendengaran, konfigurasi audiometri dan tipe gangguan yaitu konduktif atau
sensorineural. Kendati dari ambang pendengaran nada murni dapat ditarik
kesimpulan dan spekulasi menyangkut kemampuan mendengar dan memahami
pembicaraan, namun audiometri nada murni bukan merupakan suatu pengukur
langsung dari kecakapan tersebut dan dapat saja salah. Perlunya menilai aspek
komunikasi dari pendengaran menuntun kearah perkembangan rangkaian
pengujian yang menggunakan pembicaraan itu sendiri sebagai rangsangnya.
Perkembangan ini berlanjut dalam dua arah yang agak luas, yaitu pengukuran
kepekaan(ambang pengenalan bicara) dan pengukuran pemahaman (skor
diskriminasi kata) (Adams, Boeis, & Higler, 2007).

Universitas Sumatera Utara


26

2.4.3.1. Ambang Penangkapan (Penanggalan) Bicara


Ambang penangkapan bicara(APB) yang kadangkala disebut sebagai
ambang pengenal atau ambang bicara(AB) adalah tingkat presentasi terlemah
dalam desibel dimana pasien mampu mengenali dengan benar 50% kata-kata yang
diuji. Telah dikembangkan suatu uji yang efisien menggunakan kata-kata(bersuku
dua dengan tekanan yang sama) dimana hubungannya cukup baik dengan ambang
pendengaran terhadap kalimat atau suatu pembicaraan yang kontinu. Uji ambang
penangkapan bicara menggunakan kata-kata bersuku dua ini merupakan metode
konvensional dalam pengukuran kepekaan terhadap pemahaman pembicaraan
(Adams, Boeis, & Higler, 2007).
Uji dapat dilakukan dengan menggunakan rekaman kata-kata ataupun
yang langsung diucapkan dan dilakukan pemantauan memakai VU meter.
Reliabilitas uji yang lebih baik dicapai dengan metode yang menggunakan stimuli
rekaman kata-kata. Jawaban yang lazim diminta adalah pengulangan kata-kata
tersebut oleh pasien (Adams, Boeis, & Higler, 2007).

2.4.3.2. Diskriminasi Bicara


Penilaian kemampuan pasien untuk mengenali pembicaraan memberikan
banyak informasi. Kemampuan ini berguna dalam diagnosis dan penatalaksanaan.
Telah dikembangkan sejumlah daftar kata-kata yang secara fonetis seimbang,
yaitu mencerminkan insidensi relatif dari berbagai bunyi bicara dalam bahasa
Inggris. Daftar tersebut juga seimbang dalam hal keawaman kosakata. Daftar
kata-kata diperdengarkan pada pasien pada tingkat 30 atau 40 dB diatas APB nya.
Pasien akan menjawab secara verbal. Skor diskriminasi kata adalah suatu
persentase berdasarkan pada jumlah kata yang dapat diulangi pasien dengan tepat
(Adams, Boeis, & Higler, 2007).
Umunya skor diskriminasi kata maksimum dapat dicapai bila daftar kata-
kata disampaikan dalam intensitas 30-40 dB diatas APB pasien dengan
pendengaran normal, tuli konduktif, dan seringkali juga pasien sensorineural
ringan. Skor yang diharapkan pada tingkat ini dapat mencapai 94 hingga 100
persen. Pada gangguan pendengaran yang berat dimana ambang pendengaran

Universitas Sumatera Utara


27

mendekati batas keluaran audiometer, maka uji diskriminasi seringkali dilakukan


pada tingkat kekerasan bunyi yang tidak menyakitkan pasein (Adams, Boeis, &
Higler, 2007).

2.4.4. Audiometri Pediatrik


Kini telah jelas bahwa tahun-tahun pertama kehidupan adalah sangat
penting untuk memperoleh kecakapan berbahasa. Identifikasi dini adalah penting
pada bayi dengan gangguan pendengaran dapat memperoleh bimbingan
rehabilitatif ataupun pendidikan yang diperluka, dan jika keluarganya ingin
mendapat bantuan. Seorang anak yang masih belum belajar bicara pada usia 12
hingga 18 bulan biasanya mencemaskan orangtuanya; kondisi ini seharusnya juga
mengingatkan dokter keluarga akan risiko tinggi gangguan pendengaran dan
perlunya evaluasi pendengaran (Adams, Boeis, & Higler, 2007).
Pendengaran semua bayi dan anak dapat dievaluasi. Pengukuran
pendengaran anak dapat dibedakan dalam empat kategori: (1) audiometri
observasi tingkah laku, (2) audiometri bermain, (3) audiometri bicara, (4)
audiometri “objektif” dan biasanya memerlukan teknologi khusus (Adams, Boeis,
& Higler, 2007).

Universitas Sumatera Utara

You might also like