You are on page 1of 20

Case Report Session

KATARAK KONGENITAL

Oleh :

Yudi Putra Wardhana 1740312615

Fiqi Quinta Decroli 1410311101

Joshua Roberto Pratama 1410312073

Preseptor :
dr.Getry Sukmawati, Sp.M(K)

BAGIAN ILMU MATA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
BAB 1
PENDAHULUAN

Katarak kongenital adalah perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang
muncul pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir. Katarak jenis ini dapat terjadi
bilateral maupun unilateral. Penyebab paling umum adalah mutasi genetik, biasanya
autosomal dominan (AD), penyebab lain termasuk oleh kelainan kromosom, kelainan
metabolik, infeksi intraurin atau gangguan penyakit maternal selama masa kehamilan.1
Katarak kongenital terjadi pada sekitar 3 pada 10 000 kelahiran hidup.1 Penelitian di
Inggris didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak kongenital dan infantil tertinggi pada
tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak. Insidensi katarak bilateral lebih tinggi
jika dibandingkan yang unilateral, akan tetapi tidak dapat dibedakan oleh jenis kelamin dan
tempat.2
Katarak kongenital harus segera mendapatkan intervensi. Tanpa intervensi yang
segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya “mata malas” atau ambliopia. Keadaan
ambliopia ini kemudian memicu masalah lain seperti nistagmus, strabismus, dan
ketidakmampuan untuk menyempurnakan gambaran terhadap objek. Hal ini akan sangat
mempengaruhi kemampuan belajar, kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi
mempengaruhi seluruh kehidupan anak.3 Mengingat pentingnya pengetahuan tentang katarak
kongenital ini maka hendaknya penulisan referat ini dapat memberikan pengetahuan kepada
pembaca tentang definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosis. Sehingga dapat membantu memberi petunjuk dalam
penatalaksanaan katarak kongenital untuk mencegah terjadinya penanganan yang tidak tepat
dan berakibat fatal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LENSA
a. Anatomi lensa
Lensa mata berbentuk bikonveks dan transparan, dengan diameter 9 mm, dan tebal
sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, zonula Zinn, epitelium, korteks dan nukleus. Anterior
lensa berhubungan dengan humor aqueous, ke posterior berhubungan dengan corpus vitreus.
Di posterior iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum
suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan
corpus siliare. Zonula Zinii berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare.
Zonula Zinii melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25
pada bagian posterior.4 Lensa tidak memiliki perdarahan dan inervasi setelah perkembangan
fetal, kebutuhan metabolik dan hasil buangan bahan sisa bergantung pada aquoes humour.5

Gambar 1. Anatomi mata4

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang dapat
dilewati air dan elektrolit sebagai sumber nutrisi. Di bagian anterior terdapat epitel
subkapsuler sampai ekuator. Epitel subkapsuler ini berperan dalam proses metabolisme dan
menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan
lipid.4,6
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel panjang
yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang
panjang. Tiap serat mengandung inti yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat
ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di
bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior
dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).4

Gambar 2. Struktur lensa7

Gambar 3. Sutura Y7
Lensa manusia normal terdiri dari sekitar 66% air, sekitar 33% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water
soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ)
kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.5
Gambar 4. Biokimia lensa5

b. Embriologi lensa
Pembentukan lensa dimulai sangat awal dalam proses embriogenesis. Pada hari ke 25
masa gestasi, terjadi 2 evaginasi lateral, disebut dengan vesikel optik yang terbentuk dari otak
besar, atau diancepehelon. Vesikel optik akan membesar dan meluas secara lateral, seiring
dengan pembesaran dan perluasannya, vesikel optik akan melekat pada ektoderm permukaan.
Sel ektoderm akan berubah bentuk menjadi kolumnar pada hari ke 27, yang disebut dengan
lens placode. Lens placode akan mengalami indentasi menjadi lens pit pada hari ke 29.5 Lens
pit kemudian mengalami invaginasi dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan
membentuk vesikel lensa dan bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera
setelah vesikel lensa terlepas dari permukaan ektoderm, maka sel-sel bagian posterior
memanjang dan menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan
oleh sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan tumbuh
ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsula
lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura lentis, yang berbentuk huruf Y
yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia
7 bulan kehidupan fetal. Inilah yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan
nukleus. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-lambat.6 Berat
lensa manusia pada saat lahir adalah 90 mg, dan massanya akan bertambah sebesar 2 mg per
tahun seiring dengan pembentukan serat/fiber yang berlangsung sepanjang hidup. Lens fiber
secara bertahap akan semakin keras dan nukleus akan semakin kaku. Proses ini secara
progresif akan mengurangi akomodasi.5
Gambar 5. Nukleus dan korteks lensa7

2.2 KATARAK KONGENITAL


1. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan Latin Cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau terjadi akbiat keduanya. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum
atau segera setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.5 Sebuah katarak
disebut kongenital bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai “infantile cataract” jika
berkembang pada usia 6 bulan setelah lahir.8

2. Epidemiologi
a. Frekuensi
Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di Amerika
Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran. Insiden katarak
secara internasional belum diketahui. Meskipun WHO dan organisasi kesehatan yang lain
membuat resolusi yang luar biasa dalam vaksinasi dan pencegahan penyakit, angka rata-rata
katarak kongenital mungkin lebih tinggi di bawah negara berkembang.4,9
b. Mortalitas/Morbiditas
Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi, ambliopia refaksi,
glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan), danretinal detachment. Penyakit
metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60% pada katarak bilateral. Katarak kongenital
umumnya menyertai pada retardasi mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan gejala
sistemik.9
c. Umur
Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.9

3. Klasifikasi
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena dapat
menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan. Adapun
klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut1:
a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau janin.
Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk serbuk/seperti debu (Gambar
6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan posterior
(Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi radial (Gambar 6C).
Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan gangguan metabolik dan infeksi
intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan mengelilingi inti
seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya sesekali yang bersifat
herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan tidak
berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior. (Gambar
6F).
f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior (katarak
piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh daerah katarak kortikal
dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan dengan katarak polaris anterior
termasuk membran pupil persisten (Gambar 7C), aniridia, anomali Peters dan lenticonus
anterior.
g. Katarak polaris posterior (Gambar 7D) kadang-kadang berhubungan dengan sisa-sisa
hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous primer hiperplastik
persisten.
h. Katarak central oil droplet (Gambar 7E), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-François
sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya menyerap kembali
meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di antara kapsul anterior dan
posterior (Gambar 7F).

Gambar 6. Morfologi katarak kongenital1


Gambar 7. Morfologi katarak kongenital1
4. Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama membentuk
sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada banyak alasan yang
menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:4,14
1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau sistemik) seperti
autosomal dominant inheritance.
2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem.
 Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.
 Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
 Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
 Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
 Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental syndrome.
 Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.
3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex, sifilis,
poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.
4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays
6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.
7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak diketahui
penyebabnya.

5. Patofisiologi
Sepertiga katarak kongenital disebabkan oleh kelainan herediter, sepertiga yang lain
karena gangguan metabolism atau infeksi atau berkaitan dengan bermacam sindrom, sedang
sepertiga terakhir tidak dapat dipastikan penyebabnya. Virus rubella yang menyerang
kehamilan ibu trisemester pertama dikatakan menghambat mitosis sel-sel di beberapa
jaringan janin. Pertumbuhan vesikel lensa pada saat itu terjadi pemanjangan sel-sel epitel
posterior yang mengakibatkan perkembangan lensa menjadi abnormal.10
Bentuk lensa selama invaginasi permukaan ektoderm akan melapisi vesikel optik. Inti
embrio berkembang pada minggu keenam kehamilan. Yang mengelilingi inti embrionik
adalah inti janin. Saat lahir, inti embrionik dan janin membuat sebagian besar lensa.
Postnatal, serat lensa kortikal yang ditetapkan dari konversi epitel lensa anterior menjadi serat
lensa kortikal.10
Jahitan Y merupakan tanda penting karena dapat mengidentifikasi sejauh mana inti
janin. Materi lensa perifer ke jahitan Y adalah korteks lensa, sedangkan materi lensa dalam
dan termasuk jahitan Y adalah nuclear. Pada lampu slit, jahitan Y anterior berorientasi tegak,
dan jahitan Y posterior terbalik.10
Kelainan atau defek (misalnya, infeksi, traumatik, metabolik) pada serat nuklear atau
lentikular dapat menyebabkan kekeruhan (katarak) dari media lentikular. Lokasi dan pola
kekeruhan ini dapat digunakan untuk menentukan defek serta etiologi.10

6. Diagnosis
a. Anamnesis
a. Orang tua penderita mengamati bahwa setelah anaknya lahir, pada bulan atau
tahun pertama, tajam penglihatan sangat berkurang.
b. Pupil berwarna putih10.
b. Fungsi Visual
Penilaian fungsi visual dapat digunakan untuk menentukan penanganan terhadap katarak.
Kekeruhan kapsul anterior tidak signifikan secara visual. Kekeruhan sentral/posterior yang
cukup densitasnya, diameter >3 mm, biasanya cukup bermakna mempengaruhi visual.11
c. Pemeriksaan Okular
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat adanya
katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam rahim dan jika
melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus direkomendasikan untuk
pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila fundus okuli tidak dapat dilihat
dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi.2
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pada katarak kongenital, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti hitung
jenis darah, titer TORCH, tes reduksi urin, red cell galactokinase, pemeriksaan urin asam
amino, kalsium dan fosfor. Pemeriksaan darah dan rontgen perlu dilakukan untuk mencari
kemungkinan penyebab.9

7. Penatalaksanaan1
Pertimbangan waktu sangat penting dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Katarak total bilateral memerlukan operasi awal ketika usia anak 4-6 minggu untuk
mencegah penurunan perkembangan stimulus ambliopia. Jika kelainan asimetris yang
sudah berat, mata dengan katarak harus ditangani terlebih dahulu.
2. Katarak parsial bilateral mungkin tidak memerlukan pembedahan. Dalam kasus yang
meragukan, mungkin lebih bijaksana untuk menunda operasi, kekeruhan lensa dan
fungsi visual dimonitor dan dilakukan intervensi nanti jika penglihatan memburuk.
3. Katarak total unilateral harus dioperasi segera (mungkin dalam hitungan hari) diikuti
oleh terapi anti-amblyopia agresif, meskipun yang hasilnya sering minimal. Waktu
intervensi harus seimbang dengan saran bahwa intervensi dini (<4 minggu) dapat
menyebabkan peningkatan risiko glaukoma sekunder berikutnya. Jika katarak
terdeteksi setelah usia 16 minggu maka prognosis penglihatan sangat minimal.
4. Katarak parsial unilateral biasanya dapat diamati atau diperlakukan secara non-
pembedahan dengan dilatasi pupil dan mungkin oklusi kontralateral untuk mencegah
ambliopia.
5. Pembedahan yang melibatkan capsulorhexis anterior, aspirasi materi lensa,
capsulorhexis dari kapsul posterior, terbatas pada anterior vitrektomi dan implantasi
IOL, jika sesuai. Hal ini penting untuk memperbaiki kesalahan bias terkait.

a. Rehabilitasi optikal setelah operasi1


Pemilihan optical device untuk koreksi aphakia tergantung pada beberapa faktor.
Kacamata merupakan metoda yang paling aman, mudah diatur sesuai pertumbuhan tetapi
tidak ideal pada kasus aphakia monokular.
1. Lensa kontak merupakan metode yang paling popular pada kasus aphakia monokular
tetapi mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi mata dan ulkus kornea.
Meskipun kesulitan teknis melakukan operasi katarak pada bayi dan anak-anak
sebagian besar telah diselesaikan, hasil visual yang terhambat oleh amblyopia.
Sehubungan dengan koreksi optik untuk anak aphakic, dua pertimbangan utama
adalah usia dan laterality dari aphakia. Kacamata berguna untuk anak-anak dengan
aphakia bilateral.
2. Lensa kontak memberikan solusi optik superior untuk aphakia baik unilateral dan
bilateral. Toleransi biasanya wajar sampai usia sekitar 2 tahun, meskipun setelah ini
masalah periode dengan kepatuhan dapat berkembang sebagai anak menjadi lebih
aktif dan mandiri.
3. IOL implantasi semakin banyak dilakukan pada anak-anak muda dan tampaknya
efektif dan aman dalam kasus-kasus dipilih. Kesadaran laju pergeseran rabun yang
terjadi di mata berkembang, dikombinasikan dengan biometri akurat, memungkinkan
perhitungan kekuatan IOL ditargetkan pada awal hypermetropia (diperbaiki dengan
kacamata) yang idealnya akan membusuk menuju emmetropia di kemudian hari.
Namun, refraksi akhir adalah variabel dan emetropia di masa dewasa tidak dapat
dijamin.
4. Oklusi untuk mengobati atau mencegah ambliopia sangat penting. Atropin hukuman
juga dapat dipertimbangkan.
b. Perawatan pasca operasi1
 Terapi medis
Jika seluruh korteks dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi tanpa IOL,
biasanya ringan sehingga dapat diberikan antibiotik topikal dan steroid topikal sekitar
2 minggu. Pada kasus aphakia, pemberian midriasis dilanjutkan beberapa minggu
menggunakan atropin atau agen lainnya. Steroid topikal diberikan lebih agresif pada
pemasangan IOL dan steroid oral diberikan bila heavy pigmented irides.
 Manajemen ambliopia
Terapi ambliopia penting dilakukan secepat mungkin setelah operasi. Pada
pasien aphakia, kacamata atau lensa kontak diberikan 1 minggu setelah operasi.
Patching diindikasikan pada kasus katarak unilateral atau katarak bilateral dimana
ditutup mata yang lebih baik. Part time occlusion pada neonatus untuk merangsang
penglihatan binokular dan menghambat strabismus. Regimen yang popular : jumlah
jam mata ditutup sesuai dengan usia anak dalam bulan. Misalnya mata ditutup 1 jam
pada usia 1 bulan setiap hari. Maksimal 8 jam pada usia 8 bulan.

8. Komplikasi
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi ambliopia. Karena
gambaran retina menjadi buram oleh katarak., penglihatan tidak berkembang sebagaimana
mestinya, dan otak tidak dapat menangkap sensitivitas informasi dari mata. Ekstraksi katarak
dan koreksi apakia, akan mengembalikan kejernihan gambar tetapi otak masih butuh
pembelajaran untuk melihat, dan hal ini membutuhkan waktu. Jika mata tidak pernah
memiliki penglihatan yang jernih, mereka tidak akan pernah melihat atau memandang secara
benar dan dapat menyebabkan nistagmus. Jika penglihatan diperbaiki, nistagmus sering
berubah, jadi nistagmus pada anak-anak bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan.4,12
Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain dan hal ini akan menjadi
mata yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi amblopia. Satu-satunya cara untuk
mendeteksi hal ini adalah pengukuran visus secara reguler pada setiap mata. Jika satu mata
memiliki satu atau dua derajat lebih buruk dari mata yang lain tanpa penjelasan yang jelas,
hal tersebut mungkin merupakan amblopia dan anak tersebut membutuhkan pengobatan
untuk mata yang dominan. Risiko amblopia merupak risiko terbesar selama tahun pertama
kehidupan dan menurun secara signifikan setelah tahun kelima.4,9
Glaukoma mungkin timbul setelah lensektomi, sebagian jika di ekstraksi pada
minggu pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk diobati dan frekuensi nya
mengarah ke kebutaan. Menunda operasi sampai bayi berumur 3-4 bulan membuat visus
mata tidak sampai 6/6 namun dapat menurunkan risiko glaukoma.13
Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak kongenital. Sering timbul
sangat lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika bebrapa pasien mengeluh tiba-tiba
kehilangan penglihatan, bahkan meskipun bertahun-tahun setelah operasi katarak kongenital,
hal tersebut dianggap sebagai akibat dari ablasio retina sampai dibuktikan terdapat penyebab
yang lain. 9

9. Prognosis
Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak (unilateral/bilateral,
total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan operasi (waktu,
teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.1
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali
saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
progresif lambat.4
BAB 2
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

- Nama : Nn. OA

- Jenis Kelamin : Perempuan

- No RM : 01023076

- Usia : 4 bulan 6 hari

- Alamat : Anduring

- Tanggal Pemeriksaan :7 Agustus 2018

3.2 Anamnesa

Seorang pasien anak perempuan berumur 4 bulan 6 hari datang ke Poliklinik Mata

RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 7 agustus 2018 dengan:

Keluhan Utama :

Mata kanan tampak bercak berwarna putih sejak 3 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Mata kanan tampak putih sejak usia 1 bulan.

- Penglihatan mata kiri menurun sejak + 6 bulan yang lalu, muncul perlahan-lahan.

- Riwayat kehamilan ibu : tidak pernah menderita sakit

- Riwayat persalinan : dibantu bidan, spontan, BBL 2500 gr.

- Pasien anak ke 2

Riwayat Penyakit Dahulu

- Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik :

Status Oftalmikus

Status Opthalmologi OD OS

Visus tanpa koreksi Reflek mengedip (+) Reflek mengedip (+)

Following cahaya (-) Following cahaya (+)

Following objek (-) Following objek (-)

Visus dengan koreksi _ _

Refleks fundus _ _

Silia/supersilia Trikriasis (-) Trikriasis (-)

Madarosis (-) Madarosis (-)

Palpebra Edem (-) Edem (-)

Aparat lakrimalis Normal Normal

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Sklera Putih Putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam

Iris Coklat, Coklat

rugae (+) rugae(+)

Pupil Bulat, reflek cahaya +/+, Bulat, reflek cahaya +/+,


diameter 2mm diameter 2mm

Lensa Keruh Bersih

Leukokoria (+) Leukokoria (-)

Korpus vitreus - -

Tekanan bulbus okuli N (P) N (P)

fundus :

papil optikus - -

retina

macula

Posisi bola mata Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah

3.4 Diagnosis Kerja : Katarak Kongenital OD

3.5 Diagnosis banding : Retinoblastoma

3.6 Anjuran Pemeriksaan : -. USG

-. TORCH

3.7 Terapi : Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) + pasang IOL


BAB 4

DISKUSI

Telah datang seorang pasien anak perempuan berusia 4 bulan ke Poliklinik mata

RSUP Dr. M Djamil Padang dengan keluhan utama mata kanan tampak putih sejak 3 bulan

yang lalu. Berdasarkan keluhan utama pasien, penyakit pasien dapat digolongkan kedalam

penyakit bawaan atau kongenital mengingat usia pasien dan keluhan pasien yg disadari ketika

usia pasien 1 bulan, namun bisa saja keluhan ini sudah ada sejak pasien lahir. Kelainan

kongenital tersebut terjadi karena adanya masalah dalam proses embriologi janin yang

menyebabkan kelainan pada mata pasien.

Dari anamnesis didapatkan ibu tidak ada menderita sakit saat kehamilan, hal ini

penting ditanyakan untuk mengetahui penyebab atau faktor risiko terjadinya kelainan pada

pasien yang berhubungan dengan penyakit yang diderita ibu selama hamil, seperti kelainan

diabetes pada kehamilan, galaktosemia, dan mengkonsumsi obat-obatan prenatal. Dari

riwayat kelahiran pasien lahir spontan, ditolong oleh bidan, dengan berat badan lahir 2600

gram dimana dari riwayat kelahiran tidak terdapat kelainan. Riwayat imunisasi ibu pasien

mengatakan telah mendapatkan imunisasi yg sesuai sampai usia 4 bulan, namun ibu pasien

tidak ingat imunisasi apa saja. Riwayat-riwayat tersebut penting ditanyakan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan bawaan pada pasien

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan visus reflek mengedip positif

pada kedua mata. Pada mata kanan didapatkan kelainan yaitu lensa keruh dengan status

oftalmikus lainnya dalam batas normal. Berdasarkan keluhan pasien, penyakit pasien ini

digolongkan penyakit bawaan atau kongenital dengan gejala klinis yaitu mata kanan tampak

putih. Pada mata pasien terjadi kekeruhan lensa akibat adanya masalah dalam proses

embriologi saat janin. Kekeruhan lensa dari lahir ini dapat didiagnosis dengan katarak
kongenital OD, didukung dari hasil pemeriksaan fisik yaitu didapatkan kekeruhan pada lensa

mata kanan.

Pada pasien juga didapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan dengan

slitlamp untuk melihat adanya katarak, pemeriksaan dilatasi fundus direkomendasikan untuk

pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral, USG bila fundus okuli tidak dapat dilihan

dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, dan pemeriksaan laboratorium seperti hitung jenis

darah, titer TORCH, tes reduksi urin, pemeriksaan urin asam amino, kalsium, dan fosfor

untuk mencari kemungkinan penyebab

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi

(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat keduanya. Katarak

kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi

yang berusia kurang dari satu tahun. Penyebab penyakit ini banyak, yaitu dapat diturunkan

atau herediter, infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks, sifilis

saat hamil, ibu menderita menyakit sistemik seperti diabetes mellitus, mengkonsusmsi obat-

obatan prenatal seperti kortikosteroid, dan sebagian besar penyebabnya tidak diketahui.

Rencana penatalaksanaan pada pasien ini tergantung bagian mata yang mengalami

kekeruhan. Katarak pada pasien ini yaitu bersifat parsial unilateral biasanya dapat diamati

dan diperlakukan secara non-pembedahan dengan dilatasi pupil dan mungkin oklusi

kontralateral untuk mencegah amblyopia. Prognosis tergantung age of onset, jenis

katarak(unilateral/bilateral, total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai,

tindakan operasi, dan rehabilitasi visus pasca operasi


DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A Systematic


Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303.
2. Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest Group, Measuring
and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular Anomalies: Lessons from a National
Study of Congenital Cataract in the UK (Investigative Ophthalmology and Visual
Science. 2001;42:1444-1448.). Available from: www.iovs.org/misc/terms.shtml
3. Katarak kongenital. Tersedia dalam:
http://www.perdami.or.id/?page=content.view&alias=custom_88
4. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Idya Medika Jakarta :
2000.175-184.
5. Skuta GL, Cantor LD, Cioffi GA. Lens and Cataract.Sans Fransisco:American Academy
of Opthalmology.2013;5-38
6. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Abadi Tegal. Jakarta : 1993. 190-196.
7. Aminah, Hamzah. Anatomi dan fisiologi lensa. Diunduh dari:
http://perdamisulsel.org/dokumen/Sari%20Pustaka%20-
%20Anatomi%20Lensa,%20Aminah,%20Hamzah.pdf
8. RNIB. 2012. Congenital cataract. Available
from:http://www.rnib.org.uk/eyehealth/eyeconditions/conditionsac/Pages/congenital_cata
racts.aspx
9. Boshour M, et al. 2012. Congenital cataract. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-followup#showall
10. Mounir Bashour, MD, CM, FRCS(C), PhD, FACS, 2011, Congenital Cataract, avalaible
at: http://emedicine.medscape.com/article/1210837-overview#a0104, viewed: 17th
September 2011.
11. American Academy of Ophthalmology. Lens and Cataract in Basic and Clinical Science
Course. Section 11. 2014-2015
12. Sadler, T.W. Embriologi Langman Edisi ke-7. Jakarta: EGC. Hal.358-361. 2000
13. Wright KW, Spiegel PH, Thompson LS. Handbook of Pediatric Strabismus and
Ambylopia. Chicago: Springer. 2006.
14. Fecoretta C, et al. 2012. Congenital cataract. Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/eye_defects_and_conditions_in_c
hildren/congenital_cataract.html

You might also like