You are on page 1of 25

CASE REPORT SESSION

RADIKULOPATI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepanitraan
Ilmu Penyakit Saraf

Disusun oleh :

Lola Putri (4151171482)


Iftitahus Sa’diyah (4151171411)
Irma Islahul Imamah (4151171421)

Pembimbing :
dr. Daswara Djajasasmita, Sp.S., M.Kes.

Bagian Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Unjani–Rumkit Tk II Dustira
Cimahi
2018
STATUS NEUROLOGIK

Nama Mahasiswa : Lola Putri, Iftitahus Sa’diyah, Irma Islahul


Imamah
No. Pokok : 4151171482, 4151171411, dan 4151171421
Tanggal : November 2018

KETERANGAN UMUM
Nama : Tn. A Tanggal Masuk : 01-11-2018
Umur : 71 thn Masuk dari : IGD
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tanjung Jaya
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam

I. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada pinggang yang menjalar

Pasien datang ke Rumah Sakit Dustira pada 1 hari yang lalu dengan keluhan
nyeri pinggang. Keluhan tersebut dirasakan menjalar ke bagian tungkai sebelah
kanan . Nyeri dirasakan sejak 10 hari yang lalu dan dirasakan semakin memberat
terutama saat pasien batuk dan mengedan. Pasien saat ini mengeluh sulit berjalan.
Keluhan akan berkurang bila pasien berbaring. Keluhan disertai rasa pegal,
kesemutan dan baal yang menjalar dari pinggang ke tungkai sebelah kanan hingga
telapak kaki. Keluhan tidak disertai demam, penurunan kesadaran. Pasien
mengeluh mual namun tidak muntah. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Saat ini pasien bekerja sebagai petani yang saat bekerja sering membungkuk
dan memikul beban berat. Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama seperti ini
pada 7 tahun yang lalu, kemudian sembuh setelah berobat ke dokter. Pasien tidak
ada riwayat lemah badan atau badan terasa berat pada saat digerakkan. Pasien
memiliki riwayat hipertensi. Riwayat keluhan yang sama seperti ini dikeluarga
pasien disangkal.

II.PEMERIKSAAN FISIK
A. KEADAAN UMUM
● Kesadaran : Kompos mentis
● Tensi : 120/80 mmHg
● Nadi : 80x/menit
● Pernafasan : 20x/menit, tipe abdominothorakal
● Suhu : 36,6°C
● Turgor : Kembali cepat
● Gizi : Cukup
● Kepala : Normosefal
● Konjungtiva : Anemis -/-
● Sklera : Ikterik -/-
● Telinga : Otorrhea -/-
● Mulut : tidak ada kelainan
● Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
● Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat, bruit (-)
● Thorax : Bentuk dan gerak simetris
● Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-)
● Paru-paru : VBS kanan = kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
● Abdomen : Datar, lembut, BU (+) Normal, Hepar dan Lien tidak
Teraba. NT (-)
● Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
● Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik.

B.PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
1. Penampilan : Kepala : Normosefal
Columna vertebra : Tidak ada kelainan
2. Rangsangan Meningen/Iritasi radiks
● Kaku kuduk :-
● Test Brudzinki I :-
● Test Brudzinki II :-
● Test Brudzinki III :-
● Test Brudzinki IV :-
● Test Laseque : +/-
● Test Kernig : +/-
● Test Laseque silang : -/-
● Test Patrick : -/-
● Contrapatrick : -/-
● Test Bragard : -/-
● Test Sicard : -/-
● Valsava : +/+

3. Saraf Otak
NI : Penciuman : Tidak ada kelainan
N II : Ketajaman Penglihatan : normal
Campus : Tidak ada kelainan
Fundus Oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan
N III/IV/VI : Ptosis : Tidak ada
Pupil : Bulat, isokor, ukuran 3mm
Refleks Cahaya (D/I) : Direk +/+ , Indirek +/+
Refleks Konvergensi : Baik
Posisi Mata : Simetris
Gerakan Bola Mata : Tidak ada kelainan
Nystagmus : Tidak ada
NV : Sensorik
Oftalmikus : Baik
Maksilaris : Baik
Mandibularis : Baik
Motorik
Mandibularis : Baik
N VII : Gerakan wajah
Angkat alis mata : Simetris
Plica nasolabialis : Simetris
Memejamkan mata : Simetris
Rasa kecap 2/3 bagian depan lidah: Tidak dilakukan
N VIII : Pendengaran : Baik
Keseimbangan :Tidak dilakukan
N IX/X : Suara/bicara : Tidak ada kelainan
Menelan : Tidak dilakukan
Gerakan palatum & uvula : Tidak ada kelainan
Refleks muntah : Tidak dilakukan
Rasa kecap 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan
N XI : Angkat Bahu : simetris
Menengok ke kanan-kiri : Tidak ada kelainan
N XII : Gerakan Lidah : Tidak ada
Atrofi : Tidak ada
Tremor/fasikulasi : Tidak ada

4. Motorik
Kekuatan Tonus Atrofi Fasikulasi
Anggota badan atas 5/5 Normal Tidak ada Tidak ada
Anggota badan bawah 4/4* Normal Tidak ada Tidak ada
*Keterangan : Nilai kekuatan dipengaruhi oleh nyeri.

Batang tubuh : Tidak ada kelainan


Gerakan Involunter : Tidak ada
Cara berjalan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan kekuatan otot:
 Leher fleksi: 5/5; ekstensi: 5/5;
 Bahu : 5/5
 Lengan atas : bisep: 5/5; trisep: 5/5
 Lengan bawah : fleksi brakhioradialis: 5/5;
ekstensi brakhioradialis: 5/5
 Pergelangan tangan: fleksi ulnaris: 5/5; fleksi radialis: 5/5; fleksi carpi
radialis dan ulnaris: 5/5; ekstensi carpi radialis,
ulnaris dan digitorum: 5/5
 Hip : hip fleksi: 3/3; hip ekstensi 3/3; hip abduksi: 3/3;
hip adduksi 3/3;
 Tungkai : knee ekstensi: 3/3; knee fleksi: 3/3
 Kaki : dorso fleksi: 3/3; plantar fleksi:3/3;
 dorsi fleksi: 3/3
 dorsi fleksi jari-jari kaki: 3/3;
inversi kaki: 4/4;
 eversi kaki: 4/4

5. Sensorik
Permukaan Dalam
Anggota badan atas N/N N
Batang tubuh N N
Anggota badan bawah ↓/↓ Setinggi L2 – ↓/↓ Setinggi L2 –
L5 L5

Sensibilitas permukaan:
 Nyeri : +/+
 Raba : +/+
 Suhu : tidak dilakukan
Sensibilitas dalam:
 Sensasi posisi : tidak dlakukan
 Getar : tdak dilakukan
 Nyeri tekan : tidak dilakukan
Test fungsi kortikal untuk sensibilitas:
 Stereonosis : tidak dilakukan
 Pengenalan 2 titik : tidak dilakukan
 Pengenalan bentuk rabaan : tidak dilakukan
6A. Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Anggota badan atas : Biceps : + +
Triceps : + +
Radius : + +
Dinding perut : Epigastrik : + +
Hipogastrik : + +
Mesogastrik : + +
Kremaster : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota badan bawah : Patella : + +
Achilles : - -
6B. Klonus
Patella : Tidak dilakukan
Achilles : Tidak dilakukan

6C. Refleks Patologis


Hoffman Tromner : - -
Babinski : - -
Chaddock : - -
Oppenheim : - -
Gordon : - -
Rosalimo : - -
Schaeffer : - -
Mendel Betherew : - -
6D. Refleks Primitif
Glabella : Tidak dilakukan
Mencucu mulut : Tidak dilakukan
Palmomental : Tidak dilakukan

7. Koordinasi
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Tes Tandem : Tidak dilakukan
Tes hidung-jari-hidung : baik
Tes jari hidung : baik
Tes pronasi supinasi : Tidak dilakukan
Tes tumit lutut : TIdak dilakukan

8. Fungsi Otonom
BAB dan BAK : Normal
Fungsi seksual : Normal

9. Pemeriksaan Fungsi Luhur


MMSE : Tidak dilakukan
Afasia : Motorik : tidak ada
Sensorik : tidak ada

RESUME
ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang yang menjalar ke tungkai sebelah
kanan yang terasa pegal, kesemutan, baal hingga telapak kaki. Nyeri dirasakan
sejak 10 hari yang lalu. Pasien bekerja sebagai petani yang saat bekerja sering
membungkuk dan memikul beban berat.
PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM
● Kesadaran : Kompos mentis
● Tensi : 120/80 mmHg
● Suhu : 36,6°C
● Gizi : cukup
STATUS INTERNE : Dalam batas normal

STATUS NEUROLOGIK :
1. Penampilan : Kepala : Normocephal
Columna vertebra : Tidak ada kelainan
2. Rangsangan Meningen/Iritasi radiks :
● Laseque : +/-
● Test Laseque silang : +/-
● Test Patrick : -/-
● Contrapatrick : -/-
● Test Bragard : -/-
● Test Sicard : -/-
● Valsava : +/+

3. Saraf Otak : Tidak ada kelainan

4. Motorik :
Kekuatan Tonus Atrofi Fasikulasi
Anggota badan atas 5 Normal Tidak ada Tidak ada
Anggota badan bawah 4/4* Normal Tidak ada Tidak ada
*Keterangan : Nilai kekuatan dipengaruhi oleh nyeri.
Pemeriksaan kekuatan otot:
 Leher : tak ada kelainan
 Bahu : tidak dilakukan
 Lengan atas : tak ada kelainan
 Lengan bawah : tak ada kelainan
 Pergelangan tangan: tak ada kelainan
 Hip : hip fleksi: 3/3; hip abduksi: 3/3; hip adduksi: 3/3;
hip ekstensi: 3/3 (karena nyeri)
 Tungkai : knee ekstensi: 3/3; knee fleksi: 3/3 (karena nyeri)
 Kaki : dorsofleksi: 3/3; plantar fleksi: 3/3;
dorsi fleksi: 3/3
dorsi fleksi jari-jari kaki: 3/3;
inversi kaki: 4/4;
eversi kaki: 4/4
5. Sensorik : menurun setinggi L2-L5
6. Koordinasi : Tidak dilakukan
7. A.Refleks Fisiologis : +/+
B.Klonus :-
C.Refleks Patologis : -/-
D.Refleks Primitif :-
8. Fungsi Otonom : Baik
9. Pemeriksaan Fungsi Luhur : Baik
DIAGNOSIS BANDING
1. Radikulopati Lumbal Setinggi L2-L5 Dextra e.c suspek HNP
2. Radikulopati Lumbal Setinggi L2-L5 Dextra e.c Spondylosis TB
3. Radikulopati Lumbal Setinggi L2-L5 Dextra e.c Sindrom konus
medularis
4. Radikulopati Lumbal Setinggi L2-L5 Dextra e.c Sindrom kauda
equina
DIAGNOSA KERJA
Radikulopati Lumbal L2-L5 Dextra e.c suspek HNP

USUL – USUL/ PEMERIKSAAN TAMBAHAN


1. Pemeriksaan laboratorium: Darah lengkap
2. Foto Rontgen Lumbosacral AP Lateral
3. Myelografi

TERAPI
● TERAPI UMUM
1. Rawat inap
2. Istirahat (Rest)
Pasien dengan serangan akut nyeri punggung (lumbago) atau sciatica sebaiknya
beristirahat di atas kasur yang bermatras keras dan disokong oleh papan yang keras,
dengan pinggul dan lutut sedikit fleksi dan diberikan daya tarik 10 kg menggunakan
sabuk yang dilingkari pada punggung bawah. Periode bed rest ini sendiri harus
dilakukan sedikitnya 2 hari setelah nyeri pulih. Apabila sciatica ataupun tanda
laseque tidak ada perbaikan setelah beberapa minggu, kemungkinan diperlukan
operasi sebagai perawatan.
3. Operasi (Removal)
Sedikitnya 90% pasien dengan penyakit degeneratif diskus dapat pulih tanpa
operasi, oleh karena itu apabila tidak memiliki indikasi operasi, perawatan awal
harus selalu non-operatif. CT scan dengan myelografi dan MRI pun harus dilakukan
sebelum operasi pada pasien yang memang memerlukan operasi untuk memastikan
kehadiran dan lokasi diskus yang prolaps.
Indikasi laminektomi dan pembuangan diskus (disektomi) adalah:
 Adanya sindrom cauda equina yang dibuktikan dengan kehilangan fungsi usus
dan vesika urinaria, “saddle anaesthesia”, bilateral sciatica, dll yang tidak
berhenti setelah 6 jam bed rest dan traksi, merupakan kedaruratan untuk
segera dioperasi.
 Nyeri menetap dan tidak tertahankan yang tidak pulih oleh analgesik kuat.
 Nyeri yang hebat dan menetap dan terdapat bukti adanya iritasi radiks yang
menetap atau kerusakan konduksi saraf setelah bed rest komplit dan perawatan
konservatif selama 3 minggu.
 Terbukti adanya perubahan neurologis yang bertambah buruk walaupun
pasien masih terbatas di atas kasur dan di bawah perawatan konservatif.
 Episode nyeri punggung yang membuat pasien tidak berdaya ataupun sciatica
yang berulang.

Komplikasi intraoperatif yang utama adalah pendarahan dari vena epidural.


Namun hal ini jarang terjadi bila pasien ditempatkan dalam posisi bersujud karena
akan meminimalisir peningkatan tekanan vena. Komplikasi post-operatif adalah
infeksi ruang diskus, tapi untungnya sangat jarang.

Gejala yang menetap pasca operasi dapat disebabkan karena sisa material
diskus di dalam kanal spinalis, prolaps diskus di level lain, atau tekanan pada
radiks akibat sendi faset hipertrofi atau stenosis kanal radiks. Setelah penyelidikan
yang hati-hati, penyebab di atas kemungkinan memerlukan operasi ulang namun
prosedur berulang biasanya tidak memiliki angka kesuksesan yang tinggi.

4. Edukasi kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit yang diderita.


5. Rehabilitasi
Setelah pulih dari ruptur diskus yang akut atau 3 minggu pasca disektomi, pasien
akan disarankan melakukan fisioterapi. Awalnya, terapi ditujukan untuk
mengendalikan nyeri dan inflamasi dengan cara stimulasi listrik atau es, dan disertai
dengan pijatan untuk meringankan spasme otot dan nyeri. Setelah itu, latihan aktif
mulai diikutsertakan, yaitu seperti berenang dan berjalan untuk meningkatkan fungsi
kardiovaskular, dan juga latihan isometrik selama 6-8 minggu dan cara bagaimana
berbaring, duduk, membungkuk, dan mengangkat dengan tegangan yang minimal.

● TERAPI KHUSUS
Akut : Asetaminofemn, NSAID, muscle relaxant, opioid, injeksi spinal
Kronik: Antidepresan trisikilik, opioid
Resep:
R/ Amitrptilin tap 10 mg no xxx
4 dd 1

R/ Asetaminofen tap 500 mg no xxx


3 dd 1 prn

R/ Cyclobenzaprine tab 5 mg no xxx


3 dd 1 prn

Mekanisme :
Amitriptilin meningkatkan konsentrasi serotonin dan/atau norepinefrin
pada CNS dengan memblok re-uptakenya.
Asetaminofen bekerja pada talamus untuk memproduksi antipiretik dan
memblok impuls nyeri pada nervus perifer, serta
menghambat sintesis prostaglandin di CNS
Cyclobenzoprin menurunkan aktivitas motor tonik-somatik dengan
memengaruhi motor sistem pada batang otak

PROGNOSIS : - Quo Ad Vitam : ad bonam


- Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam
RADIKULOPATI

1. Definisi Radikulopati

Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi


dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih
radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal dan kelemahan LMN
dengan penurunan refleks atau kehilangan fungsi myotom yang sesuai

2. Epidemiologi

Insidensi terbanyak dialami oleh pria pada usia lebih dari 40 tahun, sedangkan
pada wanita insidensi tertingginya saat usia 50-60 tahun Insidensi radikulopati
lumbar lebih sering terjadi dibandingkan dengan radikulopati servikal dan
thorakal. Prevalensi dari radikulopati lumbal berkisar dari 2,2%% hingga 8%
dengan insidensi sekitar 0,7% hingga 9,6%. 76,1% dari radikulopati lumbal
melibatkan radiks nervus L5 dan S1.

3. Klasifikasi Radikulopati
a. Radikulopati Cervical
Radikulopati cervical umumnya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf
terjepit, merupakan kompresi pada satu atau lebih radiks saraf tulang halus pada
leher. Ciri khas radikulopati cervical adalah rasa nyeri radikuler pada leher dan
bahu yang menyebar ke lengan, yang akan bertambah pada perubahan posisi
leher dan dapat diikuti terbatasnya gerakan leher dan rasa sakit pada penekanan
tulang dan kadang-kadang disertai parestesi pada lengan. Namun seringkali pula
gejala nyeri radikuler tersebut tidak terlokalisasi dengan baik sesuai
dermatomal. Hal ini dikarenakan adanya tumpang tindih didaerah persarafan.
b. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi
saraf pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok
sebanyak lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang
menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada
bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.
c. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan masalah yang sering terjadi , disebabkan
oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Gejala berupa nyeri yang
biasanya terjadi tiba-tiba, bersifat hebat dan tajam, menjalar ke belakang
tungkai kadang-kadang sampai tumit. Nyeri ini dapat diperberat dengan batuk,
bersin atau mengedan. Keluhan otot atau spasme dapat terjadi rasa baal.
Radikulopati lumbar sering disebut juga sciatica. Gejala yang terjadi dapat
disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus, spinal stenosis,
deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus. Radikulopati dengan
keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain) sering dapat
diterapi secara konservatif, pembedahan direkomendasikan bila gejala menetap
sesudah terapi konsevatif.

4. Etiologi

Proses Kompresif Proses Inflamasi Proses Degeneratif


Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Gullain-Bare syndrome Diabetes Melitus
Tumor Medulaspinalis Herpes Zooster
Neoplasma Tulang
Spondilosis
Spondilolithesis
Stenosis Spinal
Traumatic Dislocation
Kompresi Fraktur
Skoliosis
Spondilitis TB
Spondilotis cervical

5. Faktor Risiko
1. Faktor Fisik : usia 35-55 tahun, riwayat nyeri punggung bawah

sebelumnya, kehamilan terutama trisemester ketiga, kebugaran, merokok,


nyeri kepala
2. Pekerjaan/okupasi: posisi tubuh statik seperti duduk atau berdiri lama,
tubuh terpapar getaran seperti pengemudi (truk), mengoperasikan alat
bergetar, sering mengangkat/menarik beban berat, membungkuk dan
berputar
3. Psikososial: sikap, kognisi, depresi, ansietas, dstress, dan riwayat
kekerasan fisik.

6. Patofisiologi
Daerah lumbo sakral memiliki banyak jaringan peka nyeri yang
mengandung reseptor nyeri (nosiseptor) antara lain: kulit, jaringan subkutan,
kapsul dan sendi, ligamentum, vertebra, lapisan luar anulus fibrosus, durameter
dan jaringan epidural fibroadiposa, dinding pembuluh darah dan saraf. Nosiseptor
tersebut tidak aktif (silent nociceptor) tetapi akan teraktivasi atau tersensitisasi
oleh mediator inflamasi yang timbul akibat trauma mayor atau trauma kumulatif
terutama yang berhubungan dengan pekerjaan sehingga timbul nyeri inflamasi.
Sebagai contoh fraktur atau terjebaknya meniskus pada sendi sakroiliaka. Nyeri
diskogenik timbul bila diskus mengalami degenerasi atau terjadi herniasi nukleus
ke kanalis spinalis. Diskus tidak berfungsi sebagai peredam kejut lagi, timbul
inflamasi pada diskus dan jaringan sekitar termasuk saraf. Berkurangnya tinggi
diskus menyebabkan perubahan biomekanik dan strain ligamentum sekitar.
Ligamentum sebenarnya membantu menjaga integritas tulang belakang,
memungkinkan gerakan arah tertentu terbatas dan berperan mengurangi beban
besar.

Adanya sumber nyeri menyebabkan stimulasi yang berlebih ke kornu


dorsalis medula spinalis sehingga menjadi lebih sensitif terhadap stimulasi yang
tiba (sensitisasi sentral). Pasien mengeluh hiperalgesia atau alodinia (rangsang
normal tidak nyeri terasa nyeri). Pemberian analgetik sedini mungkin akan
mencegah hal ini. Selain nosiseptor ditemukan pula mekanoseptor pada kulit,
jaringan subkutan, kapsul sendi faset, periosteum vertebra dan otot lumbosakral
yang berperan dalam terapi seperti Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS) dan pijat. Sebagai proteksi nyeri dapat timbul spasme otot paraspinal dan
timbul iskemia otot yang lebih memperburuk keadaan.

Setelah menembus kantong durameter, radiks ventralis dan dorsalis


bersatu membentuk nervus spinalis di foramen intervertebralis, mengisi 35%-50%
ruang foramen bagian atas. Radiks dorsalis terletak di posterior dan superior
radiks ventralis. Didalam foramaen radiks terbungkus arahnoid dan dura berlanjut
sepanjang saraf sebagai perineum. N. Spinalis bercabang dua yaitu ramus
ventralis dan dorsalis yang mempersyarafi jaringan didaerah lumbosakral.

Pada NBP dengan sindrom radikuler nyeri dapat berupa nyeri radikuler
dengan atau tanpa radikulopati lumbal. Nyeri radikuler adalah nyeri neuropatik
akibat aktivasi ektopik, deformitas mekanik, inflamasi, lesi iskemik ganglion atau
saraf radiks dorsal. Gejala ini dapat dijumpai pada stenosis foramen atau prolaps
diskus intervertebralis yang secara mekanik mengganggu ganglion atau akson
saraf. Eksudat berupa mediator inflamasi yang dikeluarkan dari diskus prolaps
atau sekunder dari jaringan sekitar saraf, dan dari sendi faset bisa mengakibatkan
nyeri radikuler. Pelepasan fosfolipase A2 dan glutamat serta peran substansi P,
histamin, dan lekotrin dianggap bertanggung jawab akan hal ini.

Diagnosis radikulopati lumbal digunakan apabia secara objektif ditemukan


defisit sensorik dan motorik pada pemeriksaan neurologik atau elektrodiagnostik,
hal ini terjadi akibat adanya blok konduksi saraf pada akson nervus spinal atau
radiks. Parestesi pada distribusi dermatomal dapat disebabkan oleh iskemia saraf
spinal atau radiks dan menggambarkan mulai terjadinya gangguan blok konduksi
saraf. Hal tersebut terjadi karena jaras sensorik akan menyilang pada vertebra
sesuai dermatomnya. Setiap lesi yang menyebabkan blok konduksi saraf baik
berupa kompresi mekanik langsung ke akson saraf atau secara tidak langsung
melalui gangguan suplai darah atau nutrisi dan menimbulkan radikulopati lumbal;
seperti pada stenosis foramen intervertebralis, prolaps diskus, dan inflamasi
kronik radiks saraf.
Gambar jaras sensorik

Sebagian besar penyebab radikulopati adalah HNP, dimana HNP dapat


terjadi karena degenerasi diskus. Degenrai disku ditandai dengan hilangnya
proteoglikan secara bertahap sehingga molekul agrekan terdegradasi dengan
fragmen yang lebih kecil dapat luluh dari jaringan lebih mudah daripada fragmen
yang lebih besar. Hal ini menyebabkan hilangnya glikosaminoglikan sehingga
tekanan osmotik pada diskus matriks berkurang dan mengakibatkan hilangnya
hidrasi.

Degenerasi awal pada kolom spinal manusia terjadi pada nukleus pulposus.
Degenerasi ini mulai terjadi pada awal usia dewasa dan berprogres secara
perlahan. Degenerasi ini ditandai dengan hilangnya kondroitin sulfat dan air
secara bertahap sehingga diskus kehilangan turgor, kekenyalan, tinggi yang
sebenarnya atau ketebalannya, dan menjadi lebih banyak mengandung kolagen.
Selain itu, karena kehilangan cairan, nukleus pulposus menjadi mengental/kering,
subtansi dasarnya yang seperti agar-agar kehilangan tekstur homogennya, dan
berubah warna dari putih menjadi kuning-kecoklatan akibat akumulasi dari
produk hasil glikosilasi non-enzimatik. Oleh karena penurunan kekenyalannya
tersebut maka diskus menerima tekanan yang berlebihan.

Seiring bertambahnya usia, anulus fibrosus pun secara bertahap mulai


kehilangan elastisitasnya, terutama di bagian posterior dimana secara keseluruhan
lebih tipis sehingga serat posterior menjadi lebih mudah terpisah atau terobek, dan
melalui bagian lemah inilah nukleus pulposus dapat berprotusi atau berherniasi.

Bagian terlemah kedua adalah lempeng ujung kartilago yang tipis dimana
melalui itu material nukleus dapat berprotrusi ke dalam tulang trabekular pada
vertebra dan di sana membentuk nodul Schmorl, biasanya terbentuk pada kasus
herniasi kronik yang juga disertai dengan pembentukan osteophyte di sekitar
nodul dimana diskus berprotrusi pada batas vertebra. Nodul ini dapat ditemukan
pada pemeriksaan radiologi tapi memiliki signifikansi klinis yang kecil. Protrusi
nukleus pulposus dan anulus ke kanalis spinalis-lah yang memiliki signifikansi
klinis yang besar. Hal ini terjadi pada individu dewasa muda dimana nukleus
pulposusnya masih dapat dianggap turgor sehingga hal ini jarang terjadi pada
orang berusia lebih dari 50 tahun dimana nukleus pulposusnya telah mengering.

HNP terjadi sebagai komplikasi dari degenerasi diskus tahap awal. Nukleus
pulposus tidak memiliki inervasi saraf sehingga tidak sensitif, namun saat mulai
berherniasi ke arah posterior, struktur ini akan meregangkan/merobek annulus
fibrosus yang sensitif dan ligamen longitudinal posterior, dan juga menekan dura
sehingga menimbulkan nyeri. Kemudian, serat-serat annulus yang teregang dan
berdegenerasi mulai terpisah dan bagian dari nukleus pun berherniasi. Oleh karena
ligamen longitudinal posterior melapisi annulus di garis tengah, herniasi
cenderung ke arah posterolateral. Herniasi posterolateral dapat menekan atau
meregangkan radiks saraf yang meninggalkan foramen intervertebralis.
7. Penegakan Diagnosis Radikulopati
a. Anamnesis
Pada anamnesis hendaknya dapat digali mengenai lokasi, penjalaran, sifat,
intensitas nyeri, kapan terjadinya keluhan, keadaan saat awitan, dan lamanya
nyeri. Selain itu, ditanyakan mengenai perjalanan penyakit, faktor yang
memperberat dan memperingan, hubungan posisi dengan waktu, aktivitas harian,
serta pekerjaan sehari-hari. Adanya defisit neurologis dan keluhan visceral, serta
riwayat penyakit dahulu. Agar mudah diingat anamnesis harus mencakup PQRST
(Provocative and Palliative factors, Quality of pain, Radiation, Severity and
systemic symptomps and Timing). Hal yang harus mencakup saat anamnesis :
o Rasa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebrae
hingga kearah ekstremitas yang mengikuti pola dermatomal dan diperberat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin (peningkatan tekanan intra
abdomen)
o Paresteshia yang sesuai dengan dermatomal
o Hilangnya atau berkurangnya sensorik sesuai dengan dermatomal
o Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks bersangkutan
o Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks bersangkutan menurun
atau bahkan menghilang
b. Perhatikan ada tanda red flags sebagai berikut
- Usia lebih dari 55 tahun
- Terdapat riwayat trauma (ada fraktur atau tidak)
- Penggunaan steroid jangka panjang (>1 bulan)
- Riwayat keganasan
- Riwayat infeksi
- Pemakaian imunosupresan
- Retriksi fleksi lumbal
- deformitas
- Kelainan neurologis yang menetap

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk, terlentang, terlungkup,
dengan bagian paling akhir yang diperiksa adalah bagian yang dikeluhkan nyeri.
Pemeriksaan fisik yang penting adalah memperhatikan abnormalitas postur,
deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus
diperhatikan :
- Gangguan sensorik (hipesteshia atau hiperesteshia), perlu
dibedakan gangguan saraf perifer atau segmental
- Gangguan motorik (kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot)
- Perubahan refleks

Pada posisi tegak dilihat cara berjalan, apakah pasien dapat jongkok dan
berdiri serta fungsi integritas sendi panggul dan tungkai. Perhatikan tulang
belakang, paraspinal, bokong, dan kedua tungkai, juga dinilai mobilitas punggung.
Pada posisi terlentang, dicari lesi primer pada nyeri alih atau metastasis.
Dilakukan pemeriksaan neurologik dimulai dari rangsan meningen, pemeriksaan
motorik dilakukan per-miotom, pemeriksaan sensorik dilakukan per-dermatom,
serta pemeriksaan reflex fisiologis dan patologis. Pada posisi telungkup,
perhatikan tulang belakang, paraspinal, dan dicari lesi primer nyeri alih.
- Rangsang Meningeal kaku kuduk, brudzinsky I, brudzinsky II,
brudzinsky III, Laseque, Kernig, Patrick, Contrapatrick
Apabila pada laseque ditemukan nyeri radikuler kurang dari 60 ˚
kemungkinan besar mengalami radikulopati
- Motorik lakukan pemeriksaan permiotom
a. Anggota badan atas
- Leher : fleksi (C1-C8), ekstensi (C4-C8), rotasi (C4-C8), dan
lateral deviasi (C4-C8)
- Bahu : abduksi bahu (C3-C6), Adduksi bahu (C5-T1), Scapular
winging (C5-C7)
- Lengan atas dan lengan bawah : biceps (C5-C6), triceps (C6-
C8,T1), Fleksi dan ekstensi otot brachioradialis (C5-C6)
b. Anggota badan bawah
- Pinggul : Hip fleksi (L1-L3), Hip ekstensi (L5,S1-S2), Hip adduksi
(L2-L4), Hip abduksi (L4-L5,S1)
- Tungkai : Knee ekstensi (L3-L4), Knee fleksi (L5, S1-S2)
- Kaki : Dorsofleksi (L4-L5), Plantarfleksi (S1), Inversi (L4-L5),
eversi (L5-S1)
- Sensorik Lakukan pemeriksaan perdermatom
d. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis radikulopati lumbal dapat didukung oleh hasil
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Berikut adalah usulan
pemeriksaan penunjang yangdapat menunjang radikulopati lumbal
maupundapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding.
 Neurofisiologis
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan keluhan Nyeri
Punggung Bawah (NPB) dengan penjalaran rasa nyeri ke tungkai.
Pemeriksaan ini dapat menentukan tinggi lesi, derajat disfungsi,
serta menentukan relevansi nya dengan gambaran imaging. Contoh
pemeriksaannya adalah menggunakan EMG (elekctromiography)
untuk memeriksa kecepatan hantar saraf tepi. Selain itu terdapat
pula pemeriksaan neurofisioogis yang lain yaitu SEP (sensory
evoked potential) dan MEP (motor evoked potential).
 Foto Polos Lumbo Sacral
Foto polos Lumbosacral tidak dilakukan pada NPB akut, kecuali
ditemukan red flags. Pemeriksaan ini juga dapat dipertimbangkan
pada kasus NPB dengan disabilitas lebih dari enam minggu. Foto
polos berguna untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi.
Biasanya cukup dilakukan foto dengan posisi AP Lateral, namun
jika dicurigai adanya spondilolistesis atau kelainan sendi faset
diperlukan foto polos dengan posisi oblik.
 CT Scan
Pemeriksaan CT Scan bukan merupakan pemeriksaan yang rutin
dan tidak harus dilakukan secepatnya pada kasus NPB akut/sub
akut tanpa red flags. Pemerksaan CT Scan cukup efektif bila tinggi
lesi sudah diketahui, gunanya untuk melihat kelainan tulang dan
sendi serta melihat adanya degenerasi, namun imaging CT Scan
kurang baik untuk menggambarkan isi daari kanalis spinalis.
 Laboratorium Hematologi
Pemeriksaan laboratorium hematologi seperti Hb, Hitung jumlah
leukosit, eritrosit, trombosit, dan pemeriksaan hematokrit perlu
dilakukan jika terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam.

8. Tatalaksana
Non Farmakologik
a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan,
posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin),
masase, traksi (tergantung kasus), alat bantu (antara lain korset,
tongkat), pengaturan berat badan
b. Kronik : terapi psikologik, latihan kondisi otot, rehabilitasi
vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas.
c. Invasif nonbedah
Blok saraf dengan anestetik lokal.
Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi
pembengkakan edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks
saraf.
d. Bedah
Indikasi operasi pada HNP (Herniated Nucleus Pulposus): Skiatika
dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri
berat /intractable / menetap / progresif.

Farmakoterapi
a. Akut : Pada kasus akut dapat diberikan pengobatan analgetik untuk
mengurangi nyeri seperti NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri
berat).
Contoh obat:
• Analgetik NSAID : Acetaminofen 500 mg tab 3dd1 (nyeri
nosiseptif)
• GABA Analog : Gabapentin 300 mg tab 3 dd 1 (nyeri neuropatik )
• Muscle relaxant : Cyclobenzaprin 5 mg tab 3 dd1
b. Kronik : analgetik NSAID (ibuprofen, piroksikam, indometacin,
cataflam, diclofenac), antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid
(kalau sangat diperlukan).

9. PROGNOSIS
Prognosis dapat ditentukan berdasarkan etiologi dan awitan penyakit.
Semakin cepat etiologi dan awitan, makan akan semakin cepat pula proses
pengobatan yang dilakukan. Namun faktor usia dapat memengaruhi
penyembuhan.

You might also like