You are on page 1of 8

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

1. Pengamat (orang yang memiliki persepsi). Penginterpretasian dari apa yang seseorang lihat
bergantung pada karakteristik pribadi orang tersebut, antara lain:

2. Sikap. Sikap atau attitude seseorang sangat mempengaruhi persepsi yang dibentuknya akan hal-
hal di sekitarnya. Ketika tangah mewawancarai para kandidat yang akan mengisi satu posisi
penting yang membutuhkan keahlian dalam bernegosiasi dengan supplier dalam perusahaan,
Mr. X mungkin berpendapat bahwa pria merupakan pilihan yang tepat dibandingkan dengan
wanita, karena wanita di sini dinilai tidak akan mampu melakukan pekerjaan ini dengan baik,
terutama bila negosiasi berjalan dengan alot dan pelik. Sikap yang disertai dengan asumsi
seperti ini akan mempengaruhi persepsi Mr. X terhadap para kandidat perempuan yang dia
wawancarai.

3. Motif atau alasan di balik tindakan yang dilakukan seseorang yang mampu menstimulasi dan
memberikan pengaruh kuat terhadap pembentukan persepsi mereka akan segala sesuatu.
Seseorang yang ambisius dan berkeinginan untuk meraih kekuasaan akan melihat orang-orang
di sekelilingnya sebagai kompetitor yang harus ia kalahkan guna tercapainya tujuan.

4. Ketertarikan atau interest. Fokus perhatian kita terhadap hal-hal yang tengah dihadapi turut
dipengaruhi oleh ketertarikan kita akan sesuatu, yang menjelaskan mengapa pemahaman orang
terhadap satu hal dapat berbeda dari apa yang dipersepsikan oleh orang lain. Sebagai contoh,
seorang supervisor yang baru diberi peringatan oleh atasannya atas keterlambatannya akan
lebih memperhatikan dan dan menyadari keterlambatan para kolega dan rekan kerjanya
dibanding sebelumnya.

5. Pengalaman. Pengetahuan atau kejadian yang telah didapatkan dan dialami seseorang.
Contohnya, ketika secara tidak sengaja pernah menyaksikan suatu tragedi pembunuhan,
seseorang menjadi tidak bisa melihat warna merah karena orang tersebut mengasosiasikan
warna merah sebagai warna yang buruk.

6. Harapan atau Ekspektasi, yakni gambaran atau ilustrasi yang membentuk sebuah pencitraan
terhadap sebuah keadaan. Contohnya seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan yang
baik dan penampilan yang meyakinkan akan dinilai sebagai orang yang kompeten dan reliabledi
bidangnya.

A. Situasi/ Keadaan. Situasi di mana interaksi antara sang pengamat dan target terjadi memiliki
pengaruh pada kesan si pengamat terhadap targetnya. Berbagai faktor situasional dapat berperan
seperti faktor tempat, panas, maupun cahaya. Persepsi orang tentang teknologi terkini yang dianggap
canggih mungkin akan berubah di waktu-waktu mendatang ketika teknologi baru yang lebih canggih
muncul dan menggantikan predesessornya.

B. Target (Objek yang Dipersepsikan). Karakteristik dari target yang diamati dapat mempengaruhi
apa yang dipersepsikan. Bahkan, orang-orang, benda maupun kejadian-kejadian yang mempunyai
kemiripan satu sama lain juga memiliki kecenderungan untuk dikategorikan ke dalam suatu kelompok
tertentu. Contohnya, apabila beberapa orang mahsiswi sering terlihat bersama-sama dan kesemuanya
memiliki potongan rambut yang sama, kebanyakan orang akan mempersepsikan mereka sebagai sebuah
kelompok yang tidak hanya memiliki kesamaan ciri-ciri fisik, tapi juga sifat-sifatnya.
Dikutip dari beberapa pendapat para ahli antara lain: David Krench dan Richard S. Crutchfield (1977)
membagikan faktor-faktor yang menentukan persepsi menjadi dua, yaitu:

1. Faktor Fungsional, adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal
yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor personal yang
menentukan persepsi adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan
persepsi.

2. Faktor Struktural, adalah faktor yang berasal semata-mata dari sifat. Stimulus fisik efek-efek
saraf yang ditimbulkan pada system saraf individu. Faktor struktural yang menentukan persepsi
menurut teori Gestalt bila kita ingin mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai
suatu keseluruhan. Bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-
faktor yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan (Rakhmad, 1989:
52).

Menurut Kenneth, perhatian juga sangat berpengaruh terhadap persepsi. Dimana perhatian merupakan
proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat
stimulus yang lainnya melemah (dalam Rakhmad, 1989: 52). Tertarik tidaknya individu untuk
memperhatikan satu stimulus dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

1. faktor internal (kebiasaan, minat, emosi, dan keadaan biologis), dan

2. faktor eksternal (intensitas,kebaruan, gerakan dan pengulangan stimulus).

Proses terbentuknya persepsi sangat kompleks dan ditentukan oleh dinamika yang terjadi dalam diri
seseorang. Ketika ia mendengar, mencium, melihat, merasa atau bagaimana ia memandang suatu objek
yang melibatkan aspek psikologis dan panca inderanya.

A. PERSEPSI

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri yaitu manusia dalam hidupnya selalu berhadapan dengan stimulus
lingkungan-obyek atau peristiwa. Dalam memandang obyek atau peristiwa yang sama, pengertian yang
ditangkap seseorang mungkin berbeda dengan orang lain karena persepsinya berbeda, dan mungkin
pula obyek atau peristiwa yang sama, tetapi dengan waktu yang menjelang kemungkinan persepsi
seseorang itu pula berubah. Begitupun panca indera (indera pendengar, perasa, penglihatan,
penciuman, dan indera peraba) dihadapkan begitu banyak stimulus lingkungan. Akan tetapi tidak semua
stimulus tersebut diperhatikan, karena kalau semuanya dipersepsikan akan menyebabkan kebingungan
dan kewalahan. Oleh karenanya, kemudian ada proses pemilihan (perceptual selection) untuk mencegah
kebingungan tersebut dan menjadikan lingkungan yang lebih berarti. Disinilah letaknya sehingga
persepsi sangat besar kontribusinya terhadap perilaku seseorang.

Gibson et.al (op-cit:p.53) mengartikan persepsi yaitu proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh
seseorang individu. Milton yang dikutip oleh Muhyadi, (op-cit,:p233) persepsi adalah proses seleksi
stimulus dari lingkungannya dan kemudian mengorganisasi serta menafsirkannya.

Melihat kedua pendapat tersebut, berarti persepsi itu bertautan dengan cara mendapatkan
pengetahuan khusus tentang obyek atau peristiwa/kejadian pada saat tertentu, sehingga persepsi
terjadi sejak stimulus menggerakkan indera. Selanjutnya persepsi meliputi juga proses kognisi
(pengetahuan), yang mencakup seleksi dan mengorganisasi serta menafsirkannya obyek atau
peristiwa/kejadian dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Dengan perkataan lain persepsi
mencakup penerimaan stimulus (masukan) oleh indera, seleksi dan pengorganisasian stimulus
berdasarkan faktor-faktor yang mempe-ngaruhinya, dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang
telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap sebagai hasil
persepsi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Muhyadi (ibid,:p.234) menyebutkan bahwa persepsi yang terbentuk sekurang-kurangnya dipengaruhi


oleh tiga faktor yaitu: 1) orang yang membentuk persepsi itu sendiri, 2) stimulus yang berupa obyek
maupun peristiwa tertentu, dan 3) situasi di mana pembentukan persepsi itu terjadi.

Orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern atau karakteristik pribadinya,
sangat menentukan persepsi yang dibentuk. Termasuk dalam kategori kondisi intern ini antara lain:
kebutuhan, kelelahan, kecemasan, sikap, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu, dan kepribadian.

Obyek yang diamati (benda, orang, peristiwa, proses, dan lain-lain) ikut juga menetukan persepsi yang
dibentuk oleh seseorang. Masing-masing obyek tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama
lain. Kecuali itu setiap obyek juga memiliki sejumlah karakteristik tertentu. Karakteristik yang dianggap
paling menonjol oleh seseorang biasanya paling menentukan persepsi yang dibentuk. Oleh Indrawijaya
(op-cit:50) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi proses seleksi rangsangan/stimulus yaitu:

1. Kekhususan (distinctiveness) misalnya seorang wanita yang berada dalam lingkungan laki-laki akan
mudah sekali diingat.

2. Berfrekuensi tinggi; sesuatu yang sering dilihat, didengar dan sebagainya akan lebih muda dikenal
dan diingat dibanding dengan sesuatu yang jarang dilihat, didengar dan sebagainya.

3. Berintensitas tinggi, misalnya suara orang yang berteriak lebih besar kemungkinan terdengar
daripada suara orang yang berbicara normal.

4. Pergerakan dan perubahan; sesuatu yang bergerak dan berubah lebih banyak menarik perhatian
dari sesuatu yang diam dan tidak berubah.

5. Jumlah; makin banyak jumlah yang harus diterima seseorang, makin besar pula tingkat
selektivitasnya.

6. Ketidakpastian; berita kenaikan gaji pegawai yang belum diketahui berapa besarnya cenderung
lebih menarik perhatian daripada yang sudah biasa. Dengan mengambil contoh dari dunia pers, faktor
yang disebut terakhir ini analog dengan ungkapan: Anjing menggigit orang bukan berita, tetapi orang
menggigit anjing baru berita

Thoha (1983:p.145-153) mengemukakan yaitu faktor-faktor perhatian dari luar meliputi: intensitas,
ukuran, keberlawanan atau kontras, pengulangan (repetition), gerakan (moving), baru dan familier, dan
faktor-faktor dari dalam (internal set factors) meliputi: proses belajar (learning), motivasi, dan
kepribadiannya. Selain itu, juga faktor kemiripan obyek stimulus pun dapat membentuk persepsi.
Contoh si A roman muka dan kostum tubuhnya mirip dengan si B. karena itu, si A dengan si B
dipersepsikan bersaudara minimal ada hubungan keluarga.

Situasi saat terjadinya pembentukan persepsi juga berpengaruh terhadap persepsi yang dibentuk.
Termasuk dalam pengertian situasi ini antara lain: tempat, waktu, suasana (sedih, gembira), cahaya, dan
lain-lain. Oleh Thoha (ibid,) menyebutkan pengorganisasian persepsi itu meliputi tiga hal berikut ini:
kesamaan dan ketidaksamaan, kedekatan dalam ruangan, kedekatan dalam waktu.

Sebagai contoh situasi berpengaruh terhadap situasi yang dibentuk: pengarahan yang disampaikan pada
pagi hari saat anggota masih berada dalam situasi jam kerja akan lebih mudah ditangkap dan dimengerti
dibandingkan dengan pengarahan yang disampaikan siang hari saat jam kerja sudah atau menjelang
berakhir. Jika ada dua atau tiga rumah yang berdekatan kecurian pada waktu yang sama, maka timbul
persepsi bahwa pencurinya hanya satu untuk dua atau tiga rumah tersebut. Berangkas yang dibongkar
di kantor karena kecurian dengan pintu terbuka, maka yang pertama diperiksa adalah pemegang kunci
kantor itu sendiri. Gambar 2.3 adalah visualisasi proses persepsi yang dapat membantu memperjelas
keterangan di atas.

B. SIKAP

Faktor lain yang menentukan perilaku adalah sikap (attitude). Sikap merupakan factor penting yang
menentukan perilaku karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, belajar dan motivasi.
Robert dalam Muhyadi, (op-cit,:p.235) mengartikan sebagai predisposisi atau kecenderungan untuk
memberikan respon terhadap orang, kelompok, situasi atau obyek tertentu dengan cara yang konsisten.
Milton dalam Gitosudarmo dan Sudita, (1997:p.23) sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran
seseorang dan kecenderungan bertindak terhadap aspek lingkungannya.

Dari pengertian di atas terlihat bahwa sikap merupakan situasi mental yang mempengaruhi seseorang
dalam kecenderungan untuk memberikan reaksi tertentu kepada tanggapan dalam hubungannya
dengan sesuatu itu. Sikap bukan merupakan sesuatu yang dibawa sejak lahir atau warisan biologis
melainkan terbentuk melalui pengalaman yang diperoleh sepanjang perkembangan hidup. Beberapa
sikap bersifat tetap dan abadi. Tetapi seperti halnya dengan tiap-tiap variabel psikologi, sikap dapat
berubah-ubah.

Komponen-komponen Sikap (Attitudes Componens)


Pembahasan mengenai sikap akan mencakup tiga komponen, yaitu: komponen afektif, komponen
kognisi, dan komponen perilaku Kaitan antara ketiga komponen itu oleh Rosenberg dalam Gibson
at.al (op-cit,:p.58) mengemukakan bahwa afektif, kognisi, dan perilaku menentukan sikap dan
selanjutnya, sikap menentukan afektif, kognisi, dan perilaku

Komponen Afektif adalah komponen emosional atau “perasaan” dari sikap, lebih banyak diperoleh
(dipelajari) dari orang tua, guru dan teman sejawat. Dalam bentuknya yang nyata, berupa respon
emosional dengan pernyataan tentang suka dan tidak suka atau senang dan tidak senang, (like and
dislike).

Komponen kognisi dari sikap mencakup persepsi, pendapat, dan kepercayaan orang. Bagian kognisi
bertautan dengan proses berpikir, dengan tekanan khusus kepada rasionalitas dan logika. Unsur penting
dari kognisi adalah kepercayaan evaluatif dari seseorang. Kepercayaan evaluatif diwujudkan dalam
bentuk kesan benar dan tidak benar atau baik dan tidak baik yang dimiliki oleh orang terhadap obyek
atau orang

Komponen perilaku dari sikap berhubungan dengan kecende-rungan seseorang untuk bertindak
menghadapi sesuatu obyek atau peristiwa dengan cara tertentu. Jadi komponen perilaku ini adalah
komponen pernyataan tentang tindakan (action component) dari sikap. Cara seseorang mendekati atau
menjalin kontak dengan obyek atau peristiwa tertentu, dapat berbentuk positif sepertinya mendekat,
ramah, hangat, agresif atau sebaliknya dalam bentuk negatif sepertinya menjauh, bermusuhan, apatis,
atau dengan sesuatu cara lain. Tindakan ini dapat diukur atau dinilai untuk memeriksa komponen
perilaku dari sikap.

Ciri-ciri Sikap

Untuk membedakan sikap dengan faktor-faktor psikis lainnya yang turut mempengaruhi tingkahlaku
seseorang, perlu dijelaskan ciri-ciri sikap tersebut. Oleh Effendy (1989:p.124-125) mengemukakan
sebagai berikut:

a. Sikap bukan merupakan pembawaan seseorang sejak dilahirkan, melainkan terbentuk selama
perkembangannya, sebagai akibat hubungannya dengan obyek-obyek di lingkungannya. Sikap-sikap
tersebut berbeda dengan sifat motif biogenetik yang merupakan pembawaan sejak manusia dilahirkan.

b. Sikap dapat berubah sebagai hasil interaksi antara seseorang dengan orang lain. Karena itu, sikap
adalah hasil pelajaran dari lingkungan dan dapat dipelajari oleh lingkungan.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan senantiasa mengandung relasi dengan suatu obyek. Obyek ini
tidak hanya satu jenis, melainkan bermacam-macam sesuai dengan banyaknya obyek yang menjadi
perhatian orang yang bersangkutan.

d. Sikap bersangkutan dengan dimensi waktu, yang berarti sikap hanya cocok untuk situasi pada
waktu tertentu, yang belum tentu sesuai dengan waktu lain. Karena itu sikap dapat berubah menurut
situasi.
e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Hal ini berbeda dengan motif
biogenetic seperti lapar, motif dahaga dan sebagainya.

f. Sikap mengandung faktor-faktor motivasi dan emosi. Sifat inilah yang membedakan sikap dengan
pengetahuan yang terdapat pada seseorang.

Fungsi Sikap (Attitude Function)

Sikap yang ditunjukkan seseorang memiliki fungsi yang mungkin berbeda dengan sikap ditunjukkan
orang lain. Katz dalam Newcomb, dkk (1978:p.66), juga Steers dalam Muhyadi (op-cit,:p.240-242)
mengemukakan fungsi sikap dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

a. Untuk menyatakan penyesuaian (adjustment function),

b. Untuk mempertahankan ego atau menyembunyikan keadaan diri yang sebenarnya (ego-defence-
function),

c. Untuk menyatakan nilai (value expressive function),

d. Untuk menunjukkan pengetahuan (knowledge function)

Pembentukan Sikap (Attitude Formation)

Secara umum dapat dikatakan bahwa sikap merupakan produk dari kebudayaan. Sikap seseorang
dibentuk (ditentukan) oleh sejumlah situasi kehidupan yang dialaminya. Gibson, et.al (op-cit,:p.59)
mengemukakan bahwa sikap dibentuk dari keluarga, teman sejawat dalam kelompok, masyarakat dan
pengalaman pekerjaan sebelumnya. Pengalaman keluarga sewaktu kecil membantu menciptakan sikap
individu. Sikap anak muda biasanya sesuai dengan sikap orang tua mereka. Apabila anak-anak mencapai
umur sepuluh tahun, mereka mulai lebih kuat dipengaruhi oleh teman sejawat. Kelompok teman sebaya
mampu mempengaruhi sikap karena orang ingin diterima oleh orang lain. Anak-anak belasan tahun
mencari persetujuan dengan sama-sama memiliki sikap yang serupa atau dengan merubah sikap untuk
mengikuti sikap kelompok. Kebudayaan, adat istiadat, dan bahasa dari masyarakat juga ikut
mempengaruhi sikap. Pengalaman lalu dapat menyebabkan perbedaan individu dalam sikap terhadap
hasil karya, kesetiaan dan tanggungjawab.

Mengubah Sikap (Changing Attitudes)

Sikap seseorang pada dasarnya dapat mengalami perubahan, baik karena proses interaksi dengan
lingkungan maupun melalui proses pendidikan. Pada uraian terdahulu sudah dikemukakan variabel yang
dapat mengubah sikap secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: 1) kepercayaan
terhadap diri pengirim, 2) Isi pesan yang disampaikan, dan 3) Situasi.

Kepercayaan terhadap diri pengirim. Jika karyawan tidak percaya kepada diri pengirim (dalam hal ini
manajer), mereka tidak akan menerima pesan atau berubah sikap. Semakin besar kepercayaan bawahan
terhadap manajernya semakin besar kemungkinan bagi bawahan yang bersangkutan untuk mengubah
sikapnya sesuai dengan permintaan manajer. sebaliknya semakin kecil kepercayaan bawahan terhadap
manajer, semakin kecil pula kemungkinan bagi bawahan yang bersangkutan untuk mengikuti perintah
manajer. dengan kata lain kewibawaan manajer memegang peran penting untuk melakukan perubahan
sikap bagi para bawahan.

Isi pesan yang disampaikan (tingkat kebenaran pesan yang dimaksudkan untuk mengubah sikap) Pesan
yang tidak meyakinkan tidak akan ada tekanan untuk berubah. Jadi pesan yang disampaikan (keinginan
untuk mengubah sikap) akan lebih besar kemungkinan berhasil apabila isi pesan tersebut cukup
beralasan dan masuk akal. Dalam sebuah organisasi, bawahan akan sulit mengikuti perintah manajer jika
perintahnya itu sendiri tidak masuk akal.

Situasi. Keberhasilan mengubah sikap juga dapat ditentukan oleh faktor situasi. Sebagai contoh: dalam
rangka pemilihan kepala desa pada sebuah kelurahan, seorang warga memutuskan untuk mecalonkan
diri di samping memang berminat menjadi kepala desa, juga didukung oleh sejumlah warga. Berkenaan
dengan pencalonannya itu, ia melakukan kampanye seperti halnya calon-calon yang lain. Setelah
kampanye berjalan beberapa hari, para pengamat memperkirakan bahwa dirinya tidak akan terpilih.
Oleh karena itu mereka menyarankan agar calon tersebut mengundurkan diri. Meskipun saran itu
tampaknya memang masuk akal dan para pengamat juga cukup “berwibawa” (dalam arti memiliki
kemampuan sebagai pengamat yang handal), kemungkinannya bagi calon tersebut untuk
mengundurkan diri sangat kecil. Penyebabnya adalah karena situasinya sudah sedemikian rupa. Ia harus
menunjukkan komitmennya kepada para pendukungnya (meskipun jumlahnya tidak banyak). Ia tidak
akan bersedia kehilangan muka di depan para pendukungnya dengan cara menarik diri dari pencalonan.
Sekiranya saran itu datang saat ia sedang mempertimbangkan untuk mencalonkan diri, kemungkinan
besar calon tersebut akan mengubah sikapnya.

Sikap dan Nilai (Attitude and Value)

Nilai berhubungan erat dengan sikap dalam arti bahwa nilai itu digunakan sebagai suatu cara
mengorganisasi sejumlah sikap. Nilai yang dianut oleh seseorang mungkin berbeda dengan nilai yang
dianut orang lain. Hal ini dimungkinkan karena nilai yang dianut oleh seseorang memang lebih banyak
ditentukan oleh pertimbangan pribadinya masing-masing. Flowers, et,al dalam Muhyadi (op-cit,:p.242)
dan Spranger dalam Gibson et.al (op-cit,:p.61) memberi definisi nilai (values) serupa yaitu: “kumpulan
dari perasaan senang tidak senang, pandangan, keharusan, kecenderungan dalam diri orang, pendapat
yang rasional dan tidak rasional prasangka dan pola asosiasi yang menentukan pandangan seseorang
tentang dunia”

Selanjutnya, dari pengertian nilai tersebut mengandung pilihan moral yang sanggup menunjukkan
kepada seseorang bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, pantas atau tidak
pantas, dan sebagainya. Setiap orang memiliki sistem nilai sendiri (value system) dalam memandang
gejala kehidupan ini. Dengan sistem nilai itu orang membuat urutan kepentingan relatif terhadap setiap
gejala kehidupan yang dihadapinya, misalnya dalam memandang kebebasan, kejujuran, persamaan hak,
kepatuhan, dan lain-lain. Semuanya itu berpengaruh terhadap perbuatan yang dilakukannya. Orang
yang memandang kejujuran sebagai nilai yang menduduki urutan tinggi, akan berusaha sungguh-
sungguh untuk bertingkah laku dan berbuat jujur dalam kehidupannya. Sebaliknya orang yang
menempatkan kejujuran pada urutan bawah dalam skala sistem nilainya akan dengan mudah dan tanpa
merasa salah melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar prinsip kejujuran.

Dalam studi tentang tingkah laku dalam organisasi, peran nilai cukup penting sebab meletakkan dasar-
dasar untuk memahami prinsip-prinsip kejiwaan yang lain seperti persepsi, motivasi, sikap dan
kepribadian. Setiap orang memiliki pandangan dan pendapat tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam hidupnya. Oleh seorang anggota, pandangan seperti itu dibawanya serta tatkala ia
memasuki organisasi. Apa yang dibawanya itu bukanlah sesuatu yang bebas nilai sebab baginya, apa
yang boleh dilakukan adalah sesuatu yang dianggap baik, sedangkan yang tidak boleh dilakukan adalah
sesuatu yang dianggap jelek.

Dalam sebuah organisasi, nilai yang dianut seorang anggota akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam
berinteraksi dengan anggota lain maupun dalam melaksanakan tugas. Sebagai contoh, orang yang
memandang persamaan hak sebagai sesuatu yang memiliki nilai tinggi akan memprotes (sekurang-
kurangnya menunjukkan sikap tidak setuju) apabila sistem pengupahan yang digunakan oleh
organisasinya menerapkan sistem perbedaan jenis kelamin, misalnya anggota yang memiliki jenis
kelamin wanita upah lebih rendah daripada pria meskipun jenis pekerjaan yang dilakukannya sama.
Bentuk ketidaksetujuan itu dapat bermacam-macam, mulai dari yang paling ringan, (misalnya sekedar
mengeluh) sampai dengan yang berat, (misalnya dengan melakukan pemogokan).

Nilai-nilai dianut seseorang relatif bersikap tetap. Apa yang dianggap baik kemarin dianggap baik juga
hari ini demikian juga diwaktu akan datang. Bukan berarti bahwa semua nilai yang dianut akan bertahan
selama-lamanya. Kemungkinan perubahan tetap saja ada tetapi tidak begitu mudah dan begitu sering.
Sebagai contoh, sekali orang memandang bahwa kejujuran itu bernilai tinggi, ia cenderung berusaha
mempertahankan nilai itu selama hidupnya. Perubahan baru dimungkinkan terjadi manakala yang
bersangkutan menghadapi keadaan akurat dan benar-benar memaksa.

You might also like