You are on page 1of 31

MAKALAH

“Menjelaskan Analisa Resiko Kewaspadaan Menghidupkan Budaya Alertness”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Disaster Keperawatan

Dosen pengampu: Rahmawati Shoufiah,S.ST,.M.Pd

Disusun oleh:

Marisa Dwiyanda P07220116102

Meidyna Larasati P07220116103

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTANTIMUR


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII-KEPERAWATAN
KELAS BALIKPAPAN
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Menjelaskan Analisa Resiko Kewaspadaan Menghidupkan Budaya
Alertness” Meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.

Dan juga berterima kasih atas beberapa pihak yang telah membantu dan
memberi tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai disaster
keperawatan dan beberapa hal yang bersangkutan dengan materi tersebut. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Balikpapan, 8 Januari 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.......................................................................................................3
Konsep Manajemen Bencana.....................................................................................3
PENILAIAN RISIKO BENCANA..........................................................................11
Geografi Bencana.........................................................................................................11
Pengelolaan Risiko Bencana....................................................................................12
Proses Pengelolaan Risiko Bencana.........................................................................13
Pengelolaan Bencana Menyeluruh dan Terpadu.......................................................14
Pendekatan Menyeluruh...........................................................................................15
Pendekatan Terpadu..................................................................................................16
Masyarakat yang siap...............................................................................................16
Kesimpulan Pengelolaan risiko bencana..................................................................17
Proses Perencanaan Terhadap Bencana....................................................................17
(Risk Assessment / Penilaian Risiko)........................................................................17
Evaluasi dan Persepsi Risiko....................................................................................21
RENCANA TANGGAP DARURAT........................................................................21
BAB III.........................................................................................................................27
PENUTUP....................................................................................................................27
A. Kesimpulan..........................................................................................................27
B. Saran....................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................iii

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan nyata di dunia ini tak terlepas dari bencana, baik yang berasal dari
ulah manusia maupun karena kemarahan alam. Bencana merupakan kejadian yang
tidak dapat diperkirakan kapan mau terjadi, dimana terjadinya, seberapa besar
kekuatan bencana, serta siapa yang tertimpa bencana. Salah satu dampak bencana
adalah kehancuran dan kerusakan kehidupan manusia baik fisik maupun mental.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (UU 24/2007).
Oleh karena bencana membawa kerugian bagi manusia maka perlu usaha
pencegahan dan penanggulangan bencana secara cepat dan tepat wajib dilakukan,
baik oleh warga dan pemerintah, dalam hal ini perlu manajemen bencana yang baik
dan benar. Secara umum manajemen bencana dan keadaan darurat adalah tahapan pra-
bencana, saat bencana, dan pasca-bencana. Untuk daerah-daerah yang kerap tertimpa
bencana entah itu yang dibuat manusia (banjir, longsor, luapan lumpur, dll.) ataupun
yang tak terduga secara awam (gempa tektonik, vulkanik, angin puting beliung, dll.),
sebaiknya menerapkan tahapan-tahapan kerja yang lebih mendetail.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa
pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-
proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakan-
kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies).
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan cepat, tepat memerlukan
komponen-komponen antara lain: SDM, sarana-prasarana, logistik-medis (obat-
obatan, bahan-bahan & alat medis habis pakai, dll), komunikasi-transportasi.
Permasalahan pada logistik medis sangat komplek. Disatu sisi memberikan pelayanan

1
pada para pelaku pelayanan kesehatan (dokter, paramedik, rumah sakit, Puskesmas,
Posko Bencana), di sisi lain harus menerima dan menginventarisasi bantuan/donasi
logistik-medik dalam waktu yang bersamaan dan volume barang yang besar
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyusun makalah ini dengan
judul Manajemen Bencana.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana konsep manajemen bencana ?


2. Apa itu bencana dan manajemen bencana ?
3. Apa saja Jenis-Jenis bencana ?
4. Bagaiamana mekanisme manajemen bencana ?
5. Bagaiman Manajemen logistic dalam Penanggulangan Bencana?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan konsep manajemen bencana


2. Untuk menjelaskan apa itu bencana dan manajemen bencana
3. Untuk menjelaskan jenis-jenis bencana
4. Untuk menjelaskan mekanisme manajemen bencana
5. Untuk menjelaskan Manajemen logistic dalam Penanggulangan Bencana

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

Konsep Manajemen Bencana

Konsep dasar manajemen bencana berbasis masyarakat adalah upaya


meningkatkan kapasitas masyarakat atau mengurangi kerentanan masyarakat.
Besaran bencana merupakan akumulasi berbagai ancaman bahaya dengan
rangkaian kerentanan yang ada di masyarakat. Rangkaian kerentanan ini antara
lain terdiri dari kemiskinan, kurangnya kewaspadaan, kondisi alam yang sensitif,
ketidak-berdayaan, dan berbagai tekanan dinamis lainnya. Kerentanan satu
kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain berbeda akar
masalahnya, demikian pula ancaman bahayanya pun berbeda-beda jenisnya.
Berbagai jenis ancaman bahaya, berdasar penyebabnya dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu bencana geologi, bencana iklim, bencana lingkungan, dan
bencana sosial. Bencana geologi antara lain gempa bumi, tsunami, letusan gunung
berapi, dan tanah longsor. Bencana iklim antara lain banjir, kekeringan, dan badai.
Bencana lingkungan antara lain pencemaran lingkungan (air, udara, tanah),
eksploitasi sumber daya alam berlebihan termasuk penjarahan hutan, alih fungsi
lahan di kawasan lindung, penerapan teknologi yang keliru, dan munculnya wabah
penyakit. Bencana sosial antara lain kehancuran budaya, budaya tidak peduli,
KKN, politik tidak memihak rakyat, perpindahan penduduk, kesenjangan sosial
ekonomi budaya, konflik dan kerusuhan.
Banyak pihak telah mencoba menyusun siklus manajemen dengan maksud dan
tujuan agar mudah dipahami dan mudah diaplikasikan terutama oleh masyarakat
umum. Sebagai contoh pihak United Nation Development Program (UNDP)
dalam program pelatihan manajemen bencana yang diselenggarakan tahun 1995
dan 2003, menyusun siklus manajemen bencana dalam versi cukup sederhana.
UNDP membagi manajemen bencana menjadi empat tahapan besar:
a. Tahap pertama kesiapsiagaan (perencanaan siaga, peringatan dini),

3
b. tahap kedua tanggap darurat (kajian darurat, rencana operasional, bantuan
darurat),
c. tahap ketiga pasca darurat (pemulihan, rehabilitasi, penuntasan,
pembangunan kembali), tahap keempat pencegahan dan mitigasi atau
penjinakan.
Penanganan keempat tahap sejak kesiapsiagaan, tanggap darurat, pasca
darurat, pencegahan dan mitigasi masing-masing memiliki bobot keseriusan yang
sama.
Tahap-tahap manajemen bencana lainnya adalah:
i. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan,
padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting
karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal
dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali
pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang
langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan
didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana.
ii. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap
darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan
search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama
berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan
pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah
bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana
biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun
material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan
sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap
bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan
terjadi efisiensi.

4
iii. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi
masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali
prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu
diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak
hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan
juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau
depresi.
Cita-cita manajemen bencana berbasis masyarakat atau community based
disaster management sudah menjadi visi dari negara-negara maju di muka bumi
ini. Peristiwa bencana gempa dan tsunami di NAD juga membuka mata dan hati
kita betapa di muka bumi ini masih ada semangat perikemanusiaan dan gotong
royong membantu para korban. Berdasar fakta tersebut, merealisasikan
manajemen bencana berbasis masyarakat bukan hal yang mustahil, walaupun
banyak kendala dan hambatan yang harus bersama-sama kita hadapi.
Kelompok masyarakat sebagai pelaku utama manajemen bencana ini harus
dapat diupayakan dari tingkat yang paling kecil yaitu kelompok Rukun Tetangga
(RT), Rukun Warga (RW), dusun, kampung, sampai kelompok yang lebih besar
yaitu desa atau kelurahan, kecamatan, bahkan kota atau kabupaten.
Manajemen logistik bencana merupakan bagian dari proses supply chain
yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan
keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang, pelayanan dan
informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik konsumsi
(point of consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para
pelanggan/korban bencana.
Proses Manajemen logistik dalam penanggulangan bencana ini meliputi tujuh
tahapan terdiri dari:
1. Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan
a) Proses Inventarisasi Kebutuhan adalah langkah-langkah awal untuk
mengetahui apa yang dibutuhkan, siapa yang membutuhkan, di mana,
kapan dan bagaimana cara menyampaikan kebutuhannya.

5
b) Inventarisasi ini membutuhkan ketelitian dan keterampilan serta
kemampuan untuk mengetahui secara pasti kondisi korban bencana yang
akan ditanggulangi.
c) Inventarisasi kebutuhan dihimpun dari :
 Laporan-Laporan;
 Tim Reaksi Cepat;
 Media Massa;
 Instansi terkait;
 Perencanaan Inventarisasi kebutuhan terdiri dari :
 Penyusunan standar kebutuhan minimal.
 Penyusunan kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang.
2. Pengadaan dan/atau Penerimaan
a) Proses penerimaan dan/atau pengadaan logistik dan peralatan
penanggulangan bencana dimulai dari pencatatan atau inventarisasi
termasuk kategori logistik atau peralatan, dari mana bantuan diterima,
kapan diterima, apa jenis bantuannya, seberapa banyak jumlahnya,
bagaimana cara menggunakan atau mengoperasikan logistik atau peralatan
yang disampaikan, apakah ada permintaan untuk siapa bantuan ini
ditujukan.
b) Proses penerimaan atau pengadaan logistik dan peralatan untuk
penanggulangan bencana dilaksanakan oleh penyelenggara
penanggulangan bencana dan harus diinventarisasi atau dicatat. Pencatatan
dilakukan sesuai dengan contoh formulir dalam lampiran.
c) Maksud dan Tujuan Penerimaan dan/atau Pengadaan:
 Mengetahui jenis logistik dan peralatan yang diterima dari berbagai
sumber.
 Untuk mencocokkan antara kebutuhan dengan logistik dan peralatan
yang ada.
 Menginformasikan logistik dan peralatan sesuai skala prioritas
kebutuhan.
 Untuk menyesuaikan dalam hal penyimpanan.
d) Sumber Penerimaan dan/atau Pengadaan
e) Proses Penerimaan dan/atau Pengadaan

6
 Proses pengadaan logistik dan peralatan penanggulangan bencana
dilaksanakan secara terencana dengan memperhatikan jenis dan
jumlah kebutuhan, yang dapat dilakukan melalui pelelangan,
pemilihan dan penunjukkan langsung sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
 Penerimaan logistik dan peralatan melalui hibah dilaksanakan
berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan
memperhatikan kondisi pada keadaan darurat.
3. Pergudangan dan/atau Penyimpanan
a) Proses penyimpanan dan pergudangan dimulai dari data penerimaan
logistik dan peralatan yang diserahkan kepada unit pergudangan dan
penyimpanan disertai dengan berita acara penerimaan dan bukti
penerimaan logistik dan peralatan pada waktu itu.
b) Pencatatan data penerimaan antara lain meliputi jenis barang logistik dan
peralatan apa saja yang dimasukkan ke dalam gudang, berapa jumlahnya,
bagaimana keadaannya, siapa yang menyerahkan, siapa yang menerima,
cara penyimpanan menggunakan metoda barang yang masuk terdahulu
dikeluarkan pertama kali (first-in first-out) dan atau menggunakan metode
last-in first-out.
c) Prosedur penyimpanan dan pergudangan, antara lain pemilihan tempat,
tipe gudang, kapasitas dan fasilitas penyimpanan, system pengamanan dan
keselamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Pendistribusian
a) Berdasarkan data inventarisasi kebutuhan maka disusunlah perencanaan
pendistribusian logistik dan peralatan dengan disertai data pendukung:
yaitu yang didasarkan kepada permintaan dan mendapatkan persetujuan
dari pejabat berwenang dalam penanggulangan bencana.
b) Perencanaan pendistribusian terdiri dari data: siapa saja yang akan
menerima bantuan, prioritas bantuan logistik dan peralatan yang
diperlukan, kapan waktu penyampaian, lokasi, cara penyampaian, alat
transportasi yang digunakan, siapa yang bertanggung jawab atas
penyampaian tersebut.
c) Maksud dan Tujuan Pendistribusian adalah :
 Mengetahui sasaran penerima bantuan dengan tepat.
7
 Mengetahui jenis dan jumlah bantuan logistik dan peralatan yang harus
disampaikan.
 Merencanakan cara penyampaian atau pengangkutannya.
5. Pengangkutan
a) Berdasarkan data perencanaan pendistribusian, maka dilaksanakan
pengangkutan.
b) Data yang dibutuhkan untuk pengangkutan adalah: jenis logistik dan
peralatan yang diangkut, jumlah, tujuan, siapa yang bertanggungjawab
dalam perjalanan termasuk tanggung jawab keamanannya, siapa yang
bertanggungjawab menyampaikan kepada penerima.
c) Penerimaan oleh penanggungjawab pengangkutan disertai dengan berita
acara dan bukti penerimaan logistik dan peralatan yang diangkut.
d) Maksud dan Tujuan Pengangkutan:
 Mengangkut dan atau memindahkan logistik dan peralatan dari
gudang penyimpanan ke tujuan penerima
 Menjamin keamanan, keselamatan dan keutuhan logistik dan
peralatan dari gudang ke tujuan.
 Mempercepat penyampaian.
e) Jenis Pengangkutan
 Jenis pengangkutan terdiri dari angkutan darat, laut, sungai, danau dan
udara, baik secara komersial maupun non komersial yang berdasarkan
kepada ketentuan yang berlaku.
 Pemilihan moda angkutan berdasarkan pertimbangan:
6. Penerimaan di tujuan
1. Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam penerimaan di tempat
tujuan adalah:
 Mencocokkan antara data di manifest pengangkutan dengan jenis
bantuan yang diterima.
 Men-check kembali, jenis, jumlah, berat dan kondisi barang.
 Mencatat tempat pemberangkatan, tanggal waktu kedatangan, sarana
transportasi, pengirim dan penerima barang.
 Membuat berita acara serah terima dan bukti penerimaan
7. Pertanggungjawaban

8
a) Seluruh proses manajemen logistik dan peralatan yang telah dilaksanakan
harus dibuat pertanggung jawabannya.
b) Pertanggungjawaban penanggulangan bencana baik keuangan maupun
kinerja, dilakukan pada setiap tahapan proses dan secara paripurna untuk
seluruh proses, dalam bentuk laporan oleh setiap pemangku proses secara
berjenjang dan berkala sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan
transparansi.
Ketujuh tahapan Manajemen Logistik dan Peralatan tersebut dilaksanakan secara
keseluruhan menjadi satu sistem terpadu.

Pedoman manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana menganut


pola penyelenggaraan suatu sistem yang melibatkan beberapa lembaga atau
sistem kelembagaan dalam berbagai tingkatan teritorial wilayah, mulai dari:

a. Tingkat Nasional
Otoritas pemerintah pusat dalam penanggulangan bencana diwakili oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam menjalankan peran tersebut
BNPB mempunyai kemudahan akses dan koordinasi dengan organisasi yang dapat
membantu system manajemen logistik dan peralatan untuk bencana.
b. Tingkat Provinsi,
Fungsi Penyelenggaraan Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Provinsi
adalah :
 Penyelenggara manajemen logistik dan peralatan tingkat provinsi memiliki
tanggung jawab, tugas dan wewenang di wilayahnya.
 Sebagai titik kontak utama bagi operasional di area bencana yang meliputi
dua atau lebih kabupaten/kota yang berbatasan.
 Mengkoordinasikan semua pelayanan dan pendistribusian bantuan logistik
dan peralatan di area bencana.
 Sebagai pusat informasi, verifikasi dan evaluasi situasi di area bencana.
 Memelihara hubungan dan mengkoordinasikan semua lembaga yang terlibat
dalam penanggulangan bencana dan melaporkannya secara periodik kepada
kepala BNPB.
 Membantu dan memandu operasi di area bencana pada setiap tahapan
manajemen logistik dan peralatan.

9
 Menjalankan pedoman manajemen logistik dan peralatan penanggulangan
bencana secara konsisten.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Kabupaten/Kota
adalah :
 Mengelola dan mengkoordinasikan seluruh aktifitas manajemen logistik dan
peralatan, terutama pada masa siaga darurat, tanggap darurat dan pemulihan
darurat.
 Bertanggung jawab atas dukungan fasilitas, pelayanan, personil, peralatan
dan bahan atau material lain yang dibutuhkan oleh pusat-pusat operasi (pos
komando) di area bencana.
 Berkoordinasi dengan instansi/lembaga terkait di pusat operasi BPBD.
 Menjalankan pedoman manajemen logistik dan peralatan penanggulangan
bencana secara konsisten.

Dengan melibatkan banyak kelembagaan ini berbagai konsekuensi akan terjadi


termasuk didalamnya adalah sistem manajemen yang mengikuti fungsinya, sistem
komando, sistem operasi, sistem perencanaan, sistem administrasi dan keuangan,
sistem komunikasi dan sistem transportasi.
Macam-macam logistic bencana:
Menurut pan american world organization, salah satu cabang regional dari
WHO di Amerika, logistik diklasifikan sebagai berikut:
 Medicines (Obat – obatan)
 Health Supplies/ kit (Peralatan kesehatan)
 Water and Environmental Health (kesehatan air dan lingkungan)
 Food (makanan)
 Logistic administration (administrasi logistik, pencatatan)
 Shelter – electrical –construction (tempat tinggal sementara– listrik –
bangunan)
 Personal needs / edukasi (kebutuhan personal dan edukasi personal)
 Human resources (sumber daya manusia)
 Agriculture/ livestock (stok pangan)
 Unclassified/ others ( lainnya)

10
Sedangkan yang tergolong dalam logistik medis adalah poin pertama dan
kedua yaitu obat – obatan dan peralatan kesehatan.

PENILAIAN RISIKO BENCANA

Karakteristik Bencana

Bencana secara istilah dibedakan berdasar karakteristik fisik utama :

Penyebab : Alam atau ulah manusia.

Frekuensi : Berapa sering terjadinya.

Durasi : Beberapa durasinya terbatas, seperti pada ledakan, sedang lainnya mungkin
lebih lama seperti banjir dan epidemi.

Kecepatan onset : Bisa muncul mendadak hingga sedikit atau tidak ada
pemberitahuan yang bisa diberikan, atau bertahap seperti pada banjir (keculi banjir
bandang), memungkinkan cukup waktu untuk pemberitahuan dan mungkin tindakan
pencegahan atau peringanan. Ini mungkin berulang dalam periode waktu tertentu,
seperti pada gempa bumi.

Luasnya dampak : Bisa terbatas dan mengenai hanya area tertentu atau kelompok
masyarakat tertentu, atau menyeluruh mengenai masyarakat luas mengakibatkan
kerusakan merata pelayanan dan fasilitas.

Potensi merusak : Kemampuan penyebab bencana untuk menimbulkan tingkat


kerusakan tertentu (berat, sedang atau ringan) serta jenis (cedera manusia atau
kerusakan harta benda) dari kerusakan.

Geografi Bencana

Area geografik yang nyata sehubungan dengan bencana dikatakan sebagai area
kerusakan, area dimana bencana menyerang. Dibagi :

Area kerusakan total : Dimana bencana paling merusak.

Area kerusakan tepi : Walau dampak bencana dirasakan, kerusakan dan atau cedera
nyata lebih ringan dibanding area kerusakan total.

11
Area penyaring : Area dekat area kerusakan dari mana bantuan dimulai secara segera
dan spontan.

Area bantuan terorganisir : Area darimana bantuan yang lebih resmi diberikan
secara selektif. Area ini mungkin meluas hingga mencakup bantuan masyarakat,
regional, nasional dan internasional.

Berdasar tingkat respons, bencana diklasifikasikan menjadi tiga tingkat (ACEP) :

Tingkat 1 : Sistem pengelolaan respons terhadap bencana lokal mampu bereaksi


secara efektif dan dapat mancakup kerusakan atau penderitaan.

Tingkat 2 : Sebagai tambahan terhadap respons lokal, dukungan diberikan oleh


sumber regional atau masyarakat atau negara sekitar.

Tingkat 3 : Melampaui kemampuan sumber lokal atau regional dan diperlukan


bantuan internasional.

Yang harus diingat :

- Bencana bisa menimbulkan kerusakan masyarakat dan sumber daya yang


diperlukan untuk menghadapinya.

- Bencana menyebabkan masalah pemulihan dan perbaikan jangka panjang.


Bisa melampaui kemampuan masyarakat beserta sumber daya dan atau
fasilitasnya.

- Bencana menyebabkan kematian, cedera dan kecacadan.

Pengelolaan Risiko Bencana


Pikirkan bahwa masyarakat dan lingkungannya adalah terancam terhadap bencana
dan bagaimana kesanggupan masing-masing melawan akibat dari kerusakan oleh
bencana.

Risiko (risk) : Kemungkinan akan kehilangan yang bisa terjadi sebagai akibat
kejadian buruk, dengan akibat kedaruratan dan keterancaman.

Bahaya (hazard) : Potensi akan terjadinya kejadian alam atau ulah manusia dengan
akibat negatif.

12
Keterancaman (vulnerability) : Akibat yang timbul dimana struktur masyarakat,
pelayanan dan lingkungan sering rusak atau hancur akibat dampak kedaruratan.
Adalah kombinasi mudahnya terpengaruh (susceptibility)dan daya
bertahan (resilience). Resilience adalah bagaimana masyarakat mampu bertahan
terhadap kehilangan, dan susceptibility adalah derajat mudahnya terpengaruh terhadap
risiko. Dengan kata lain, ketika menentukan keterancaman masyarakat atas dampak
kedaruratan, penting untuk memastikan kemampuan masyarakat beserta
lingkungannya untuk mengantisipasi, mengatasi dan pulih dari bencana. Jadi
dikatakan sangat terancam bila dalam menghadapi dampak keadaan bahaya hanya
mempunyai kemampuan terbatas dalam menghadapi kehilangan dan kerusakan, dan
sebaliknya bila kurang pengalaman menghadapi dampak keadaan bahaya namun
mampu menghadapi kehilangan dan kerusakan, dikatakan tidak terlalu terancam
terhadap bencana dan kegawatdaruratan.

High susceptibility + low resilience = high level of vulnerability.

High exposure to risk + limited ability to sustain loss = high vulnerability.

Low susceptibility + high resilience = low degree of vulnerability.

Ability to sustain loss + low degree of exposure = low vulnerability.

Jelaslah bahwa petugas harus mengenal golongan masyarakat, struktur dan pelayanan
yang mudah terancam, hingga dapat menjadikannya tahan terhadap kerusakan akibat
kedaruratan.

Proses Pengelolaan Risiko Bencana


Dalam pengelolaan risiko bencana, bencana dijelaskan berkaitan dengan risikonya
terhadap masyarakat; dan dilakukan tindakan yang sesuai terhadap risiko yang
diketahui.

Hal penting :

- Berapa luas bencana melanda.

- Berapa luas ancaman terhadap masyarakat dan lingkungan.

13
Pengelolaan risiko bencana adalah penerapan sistematikdari kebijaksanaan
pengelolaan, prosedur dan pelatihan terhadap :

- Memastikan hal-hal terkait

- Mengidentifikasi risiko

- Menganalisis risiko

- Menilai / mengevaluasi risiko

- Mengatasi risiko

Pengamatan dan penelaahan harus merupakan proses berkesinambungan dalam


pengelolaan risiko, dan semua sistem tergantung pada komunikasi dan konsultasi.

Hal tsb. menjadi perangkat pengambil keputusan yang sistematik, logis dan praktis
bagi pengelola bencana. Gunanya untuk mendapatkan kegunaan yang mendasar bagi
pengelola bencana untuk mengurangi dampak dari bencana. Artinya pengelola
bencana dapat :

1. Mengidentifikasi apa yang mungkin terjadi

2. Menganalisis kemungkinan hasil akhir

3. Menilai dampak

4. Menindak risiko (pencegahan/mitigasi, mempersiapkan, merespons dan


pemulihan)

5. Memonitor proses

Pengelolaan Bencana Menyeluruh dan Terpadu


Pengelolaan bencana yang efektif memerlukan kombinasi empat konsep :

- Atas semua bahaya

- Menyeluruh

- Terpadu

- Masyarakat yang siap

14
Semua bahaya, maksudnya aturan yang disetujui dalam merancang mengatasi semua
bahaya, alam dan ulah manusia. Dari pada mengembangkan rencana dan prosedur
berbeda untuk masing-masing bahaya, rancangan tunggal pengelolaan harus dibuat
dan digunakan dalam menghadapi semua bahaya yang dihadapi masyarakat.

Pendekatan Menyeluruh
Empat dasar pengelolaan kegawatan dan bencana, masing-masing memerlukan
program pengelolaan (strategi) :

1. Pencegahan dan mitigasi

Peraturan dan persyaratan fisik untuk mencegah terjadinya bencana, atau


untuk mengurangi dampaknya.

2. Persiapan

Perencanaan dan program, sistem dan prosedur, pelatihan dan pendidikan


untuk memastikan bahwa bila bencana terjadi, sumber daya dan tenaga dapat
segera dimobilisasi dan diberdayakan dengan hasil terbaik. Termasuk
pengembangan sistem peringatan dan kewaspadaan, perencanaan
organisasional, pelatihan dan pengujian petugas, peralatan, perencanaan dan
prosedur, serta pendidikan publik.
3. Respons

Kegiatan yang diambil mendahului atau segera setelah dampak bencana untuk
meminimalkan akibat, dan untuk memberikan bantuan segera, memulihkan
dan mendukung masyarakat. Termasuk rescue, pemulihan dan dukungan
terhadap korban, informasi publik, pemberian makanan, pakainan dan tempat
berlindung.

4. Pemulihan

Pemulihan dan perbaikan jangka panjang atas masyarakat yang terkena.


Merupakan proses rumit dan lama.

Pendekatan Terpadu

15
Pengelolaan bencana efektif memerlukan kerjasama aktif antara berbagai fihak
terkait. Artinya semua organiasi dengan tugasnya masing-masing bekerja bersama
dalam pengelolaan bencana. Hubungan berbentuk kerjasama sangat penting.

Masyarakat yang siap


Adalah masyarakat yang masing-masing individunya waspada terhadap bahaya dan
tahu bagaimana melindungi dirinya, keluarganya serta rumahnya terhadap dampak
dari bahaya. Bila masing-masing dapat melakukan tindakan perlindungan terhadap
dampak bahaya, akan mengurangi keterancaman terhadap bencana dan kedaruratan.

Kegiatan pencegahan / mitigasi, persiapan, respons dan pemulihan yang harus


dilakukan :

1. Pencegahan dan mitigasi :

2. Standar bangunan dan kemampuan PMK

3. Immunisasi penyakit

4. Rancang sanitasi

5. Pembuangan sampah / limbah

6. Program pendidkan masyarakat

7. Informasi media

8. Peringatan terhadap masyarakat

Persiapan :

1. Perencanaan, sistem dan prosedur

2. Pelatihan personil

3. Pengujian perencanaan, personil dan peralatan

Respons :

1. Pengaktifan sistem pengelolaan insidens

2. Pengaktifan sistem pengelolaan informasi dan sumberdaya

16
3. Mekanisme pendukung bagi staf

Pemulihan :

1. Proses debriefing

2. Menilai dan merubah perencanaan dan prosedur

3. Identifikasi dan pemanfaatan pengetahuan yang didapat

Kesimpulan Pengelolaan risiko bencana


Pengelolaan risiko bencana adalah pemanfaatan yang sistematik dari kebijaksanaan
pengelolaan, prosedur dan pelaksanaan dengan maksud mengurangi dampak bencana.
Merupakan perangkat pembuat keputusan yang logis dan praktis.

Proses Perencanaan Terhadap Bencana


(Risk Assessment / Penilaian Risiko)
1. Tentukan hal yang akan direncanakan ®

2. Tetapkan komite perencanaan ®

3. Lakukan penilaian risiko ®

4. Tentukan tujuan perencanaan ®

5. Tentukan pertanggungjawaban ®

6. Analisis sumberdaya ®

7. Kembangkan sistem dan prosedur ®

8. Tulis rencana ®

9. Latih tenaga ®

10. Tes rencana, tenaga dan prosedur ®

11. Tinjau ulang rencana ®

12. Perbaiki rencana

17
Hal yang akan direncanakan :

Hal yang akan direncanakan dalam menghadapi kegawatdaruratan harus


diidentifikasi.

Komite perencanaan :

Fihak rumah sakit, fihak sistem kesehatan masyarakat termasuk kesehatan masyarakat
dan kesehatan mental, pelayanan darurat eksternal seperti ambulans, PMK dan polisi.

Lakukan analisis risiko bencana :

Termasuk analisis bahaya dan analisis keterancaman. Semua analisis akan membantu
komite perencanaan bencana menentukan sasaran dan prioritas perencanaan.

Penilaian risiko bencana berkelanjutan sepanjang proses perencanaan : Bahaya


berubah, tingkat keterancaman berubah, semua harus dimonitor dan dinilai secara
tetap.

Tentukan tujuan perencanaan :

Berdasar pada hasil analisis risiko dan pengenalan strategi pengelolaan bencana yang
disetujui komite.

Tentukan pertanggungjawaban :

Memilih pertanggungjawaban dari semua fihak terkait : RS, petugas, dan pelaksana
kesehatan masyarakat lainnya.

Analisis sumberdaya :

Komite harus mengetahui apa yang akan dibutuhkan; dari pada hanya melihat apa
yang dipunyai. Bila apa yang dibutuhkan kurang dari apa yang tersedia, komite harus
mengidentifikasi sumber tenaga dan sarana yang tersedia yang dapat dipanggil
seketika dibutuhkan. Rencanakan kerjasama dengan fasilitas kesehatan regional atau
nasional.

Ciptakan sistem dan prosedur :

Komite harus mengidentifikasi strategi untuk pencegahan dan mitigasi, penyiapan,


respons dan pemulihan akibat kegawatan major dan bencana. Ini termasuk sistem

18
komando gadar RS, sistem komunikasi, informasi publik, sistem pengelolaan
informasi dan sumberdaya.

Tuliskan rencana :

Dokumen tertulis harus dibagikan pada semua yang akan menggunakannya. Dokumen
harus sederhana dan langsung sasaran, atau orang tidak dapat membaca atau
memahaminya.

Latih persomil, uji perencanaan, personil dan prosedur :

Pelatihan personil serta pengujian perencanaan, sistem dan prosedur merupakan


bagian vital dari persiapan pengelolaan gadar atau bencana.

Kegiatan respons bencana memerlukan personil untuk bekerja diluar kegiatan


dan tanggungjawab hari-hari normalnya, dan melaksanakan tugas yang kurang
familier. Untuk menciptakan kejadian menjadi lebih sulit, berikan tidak hanya banyak
tugas yang tidak familer, namun mereka harus mendapatkan lingkungan yang sangat
menekan, yang bahkan pantas untuk menguji sistem dan personil yang sudah
berpengalaman.

Dapat dimengerti mengapa personil wajib dilatih dan diuji secara rutin dalam
tugas pengelolaan bencananya. Personil juga memerlukan kesempatan untuk
mempraktekkan tugas dan tanggungjawab pengelolaan bencananya.

Selain itu, rencana yang belum diuji dan dinilai ulang mungkin lebih buruk
dari pada tidak ada rencana sama sekali. Hal ini akan membangun rasa keamanan
yang salah pada petugas dalam hal tingkat persiapan.

Tinjau ulang dan ubah perencanaan :

Perencanaan harus dinilai ulang dan diperbaiki secara berkala,dan harus dinyatakan
dalam perencanaan itu sendiri. Setiap saat, perencanaan atau bagian dari perencanaan,
diaktifkan untuk latihan atau dalam bencana sesungguhnya. Debriefing
harus dilakukan untuk mengenal kebutuhan perbaikan perencanaan, sistem dan
prosedutr, dan untuk melatih personil.

Sekali lagi, perencanaan adalah proses, tidak pernah berakhir. Perencanaan


tertulis adalah hanya sebuah hasil akhir dari proses perncanaan, namun bukan titik

19
akhir, hanya bagian dari proses perencanaan. Perencanaan tertulis adalah dokumen
yang hidup yang harus secara tetap diuji, dinilai ulang dan dipertbaharui.

Konsep pilihan untuk mengatasi keadaan bahaya adalah menggunakan


kebijaksanaan berdasar risiko. Walau diarahkan pada bahaya, yang juga telah
mencakup risiko, dijelaskan sebagai fungsi dari empat faktor berikut :

1. Frekuensi terjadinya kejadian bahaya.

2. Intensitas kerusakan objek sasaran yang berpotensi terhadap risiko dengan


distribusi / kelompok khusus.

3. Keterancaman objek sasaran akan terkena oleh kerusakan.

4. Keterpaparan target sasaran terhadap bahaya.

Frekuensi dan kerusakan menunjukkan beratnya keadaan bahaya, keterancaman dan


keterpaparan sasaran terhadap risiko. Inilah kenapa ada perbedaan antara definisi
sederhana risiko sebagai hasil kemungkinan, dan perluasan kerusakan yang lebih
menunjukkan sudut pandang operator atau pelaksana. Bagaimanapun sudut pandang
yang lebih sempit dengan cepat menunjukkan bahwa frekuensi dan keterpaparan
adalah sebanding dengan kemungkinan, dimana intensitas dan keterancaman
mengartikan kerusakan.

Penggunaan pengelolaan risiko akan berhasil bila informasi berikut tersedia :

1. Karakterisasi bahaya secara khusus.

2. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan objek yang terancam dalam


jangkauan proses berbahaya.

3. Tampilan dampak kerusakan yang mungkin terjadi terhadap objek disaat


kejadian.

Saat ini prinsip penilaian risiko dan pembuatan kebijaksanaan secara umum berdasar
risiko dipakai secara luas lintas disiplin dan lintas batas.

Evaluasi dan Persepsi Risiko

20
Kunci pendekatan berdasar risiko menghadapi bahaya diterima dalam bentuk tingkat
rasa aman yang memadai dan secara ekonomik. Baik definisi dari tingkat rasa aman
yang memadai dan kuantifikasi tampilan ekonomik tidak dapat dibuat hanya oleh para
ahli. Nilai dan tanggapan sosial mungkin merupakan faktor lebih penting dalam
membentuk rasa aman dari pada risiko nyata sendiri.

Satu masalah yang belum jelas adalah opini publik dalam proses keputusan. Ini
mungkin karena jarak antara ilmu sosial (termasuk proses evaluasi publik) dan ilmu
administratif atau tehnik (yang bertanggung jawab pada kebanyakan risiko nyata).
Usaha saat ini adalah menjembatani jarak tsb. dengan mengembangkan model yang
seakurat mungkin menunjukkan persepsi dan evaluasi publik akan risiko yang
diharapkan hingga pembuat keputusan dapat menggunakan hal ini. Dengan kata lain,
dianjurkan bahwa pandangan publik tentang evaluasi risiko secara normatif (dari pada
emperik-deskriptif) akan memperbaiki keputusan yang dibuat dalam pengelolaan
bencana.

RENCANA TANGGAP DARURAT

Bertujuan untuk memastikan rencana tanggap darurat tersedia dan


diimplementasikan jika ada keadaan darurat seperti kebakaran dan ledakan, penyakit
dan cedera atau kematian, kerusakan property selama kegiatan operasional atau
proyek di perusahaan.

Type of Emergency / Jenis Darurat

Moderate / Sedang : Dalam kasus kecelakaan orang di tempat kerja, First Aider yang
terlatih (Manajer, pengawas, petugas Safert dan First Aider) melakukan pertolongan
di lokasi dan mengevakuasi cedera ke klinik dan setelah pengobatan, kembali untuk
bekerja.

Serious / Serius : Dalam kasus kecelakaan serius, pengawas, petugas safety dan First
Aider bertanggung jawab untuk mengevakuasi cedera ke klinik yang tersedia di
perusahaan / Yard segera atau hubungi klinik dan meminta dokter atau paramedis
yang bertugas untuk datang pada lokasi kejadian . Team leader / Manajer yang
bertanggung jawab, Manajer HSE dan Dokter harus memutuskan apakah cedera harus
dievakuasi ke rumah sakit.

21
Fatality : Jangan menyentuh atau merubah apa-apa sampai polisi tiba di lokasi
kecelakaan. Evakuasi tubuh segera setelah izin dari polisi ke rumah sakit dicalonkan
oleh perahu khusus.

Tanggung jawab

Team Leader / Superintenden / supervisor :

Dalam hal kecelakaan, Team leader yang yang bertanggung jawab /superintenden /
supervisor harus menghentikan pekerjaan dan menginformasikan atau hubungi segera
Manajer HSE, HSE pengawas, untuk meminta tim darurat, tim pemadam kebakaran
atau dokter / petugas medis untuk datang ke lokasi segera.

Melaporkan semua detil kejadian kejadian:

*) Lokasi kejadian

*) Nama cedera

*) Rincian singkat kondisi terluka

*) Deskripsi (kecelakaan, kebakaran, explotion dll)

*) Berikan petunjuk dan saran dari setiap kondisi secara khusus

*) Waktu terjadinya kecelakaan

Pastikan area kecelakaan, kebakaran atau ledakan terisolasi sehingga dapat diakses
untuk evakuasi.

Dokter / paramedis / mencoba untuk terus berbicara dengan korban terluka untuk
mencegah kondisi di bawah sadar.

Kecuali dokter / paramedis atau personil yang terlatih, tidak diperbolehkan untuk
menangani cedera.

HSE Team

Mengumpulkan informasi dari sumber yang kompeten.

22
Laporan segera untuk HSE Manager dan manajer konstruksi informasi detail
termasuk kondisi cedera dan tindakan yang telah diambil.

Pastikan Bantuan Pertolongan Pertama diberikan oleh First Aider atau paramedis
yang bertugas

Pastikan lokasi terisolasi oleh barikade sehingga akan mudah diakses oleh tim
pemadam api / evakuasi.

HSE Manajer

Mengamati dan mengumpulkan informasi dari sumber yang kompeten

Menginformasikan tim tanggap darurat atau dokter / tenaga medis di klinik mengenai
kecelakaan

Menginformasikan kepada manajer proyek, manajer yard umum & fasilitas dan
precident direktur mengenai kondisi cedera dan tindakan yang telah diambil.

Manajer Konstruksi

Berkoordinasi dengan HSE Manager, HSE pengawas atau pengawas bertugas untuk
memiliki akses fasilitasi yang dibutuhkan untuk mengevakuasi personil yang terluka
ke rumah sakit.

Menginformasikan kepada Head Office (HRD Manager, precident Direktur, dll)


segera mengenai situasi dan penanganan cedera, dalam waktu 12 jam.

Menginformasikan kepada otoritas lokal seperti polisi sehubungan Kecelakaan


tersebut.

Dalam kasus kebakaran ia akan bertindak sebagai komandan di lokasi kejadian dan
bersama-sama dengan HSE Manajer akan memberikan arahan yang diperlukan
kepada bawahannya untuk pemadam kebakaran dan evakuasi.

Beritahu keluarga dari cedera dan menjelaskan tindakan yang telah diambil.

Manajer proyek

23
Pastikan bahwa mekanisme penanganan orang dan properti dilakukan dengan cara
yang tepat.

HRD / ADM

Mengatur dan menentukan rumah sakit yang ditunjuk.

EMERGENCY PROCEDURE

Menghentikan segera semua kegiatan.

Menginformasikan kepada semua orang bahwa mereka untuk berjalan menuju Muster
Point terdekat dan stand by sampai pemberitahuan lebih lanjut oleh otorisasi / orang
yang berwenang.

Menghitung semua personil di titik Muster Point sesuai daftar yang ada.

Inspektur dan HSE pengawas akan mengkonfirmasi Manager konstruksi, atau manajer
HSE sebagai rinci mengenai insiden (kebakaran, ledakan, cedera dan penyakit atau
kematian, kerusakan properti dll).

Evakuasi semua personil di Muster Point atau daerah aman lainnya segera dan
menunggu instruksi lebih lanjut dari pejabat yang berwenang.

Prosedur Evakuasi Dari Lokasi Kerja ke Klinik perusahaan / Yard


Dalam kasus insiden di lokasi kerja, petugas medis yang bertugas di lokasi akan
memberikan pertolongan pertama dan dievakuasi ke klinik perusahaan untuk
observasi dokter.

Tindakan yang harus diambil untuk evakuasi

Petugas medis yang bertugas di lokasi kerja harus dilengkapi dengan First Aid Kit
Bag (Emergency bag), radio komunikasi atau telekomunikasi dan stretcher / tandu
yang dibutuhkan.

Tim darurat membantu petugas medis untuk memberikan pertolongan pertama kepada
terluka.

Petugas medis harus memutuskan apakah terluka perlu dievakuasi ke klinik atau
tidak untuk pemeriksaan dokter.

24
Prosedur evakuasi dari Klinik perusahaan / Yard menuju Rumah Sakit
Dalam kasus insiden di lokasi kerja dan di lanjutkan untuk dievakuasi ke Rumah
Sakit.

Tindakan yang harus diambil untuk evakuasi

Dokter harus memutuskan bahwa cedera akan dievakuasi ke rumah sakit atau tidak.

Jika ya, dokter harus menginformasikan ke HSE Manager atau ERT Komandan
(manajer konstruksi) untuk menyediakan ambulans dari yard ke Rumah Sakit.

Dokter perusahaan memberitahu Rumah Sakit bahwa cedera dalam perjalanan ke


rumah sakit.

Prosedur Tanggap Darurat Pengujian dan Evaluasi

Untuk memastikan rencana tanggap darurat bekerja dengan baik, ketersediaan


Emergency Devices yang tepat dan latihan Emergency drill rutin dilakukan sesuai
jadwal dan ikuti dengan evaluasi Emergency drill. Dalam setiap Emergency drill dan
latihan evakuasi, semua personel secara aktif berpartisipasi dan juga pada saat yang
sama, semua alarm diuji untuk alarm sosialisasi. Masukan dan koreksi selama latihan
evakuasi sangat penting dalam menjaga tim tanggap darurat yang ditugaskan agar
selalu siap setiap situasi darurat.

Fire / Explosion | Api / LedakanTindakan dalam kebakaran / ledakan di tempat kerja :

Hentikan pekerjaan. Matikan semua sumber daya atau bahan bakar.

Jangan panik. Ikuti ERT Leader instruction untuk mencapai titik / Muster Point.

Berkomunikasi dengan otoritas daerah untuk mengaktifkan alarm api / ledakan.

Bawa keluar First Aid Kit, software penting / salinan file penting bagi manajemen.

Padamkan api menggunakan peralatan pemadam kebakaran yang tersedia saat api
masih kecil, tapi tinggalkan ketika saat api membesar atau tidak terkendali.

Inspektur, pengawas, Tim HSE wajib melaporkan kepada Manager terkait atau HSE
Manajer Segera mengenai kasus kebakaran / ledakan secara detail melalui komunikasi
dua arah atau berbicara secara langsung.

25
Pernyataan standar yang dibutuhkan untuk pelaporan adalah sebagai berikut.

Nama informasi orang yang memberikan

Lokasi kebakaran atau ledakan

Luas kebakaran atau ledakan

Saran jika orang terluka atau terjebak

Tindakan yang diambil

Jika api tidak dapat dikendalikan secara lokal, informasikan kepada perusahaan
sekitar lokasi untuk bantuan pemadam kebakaran lebih lanjut.

Melaksanakan investigasi oleh tim dan menyampaikan laporan kepada perwakilan


HESS HSE dalam 12 jam (laporan pendahuluan)

Api kecil

1. Bersiaga di sekitar api


2. Padamkan api dengan menggunakan alat pemadam kebakaran yang benar oleh
orang-orang terlatih
3. Laporan terjadinya kepada pengawas bertugas dan HSE Team.
"Semua Api (Tidak peduli seberapa kecil) harus dilaporkan"

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-


hal sebagai berikut:
4. Bencana adalah kejadian karena ulah manusia ataupun karena faktor alam
yang berakibat kerugian bagi manusia baik kerugian materil maupun non
materil.
5. Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi
dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan
dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU
24/2007).
6. Jenis-jenis bencana: bencana alam, non alam, dan bencana sosial
7. Mekanisme manajemen bencana: mekanisme internal atau informal dan
mekanisme eksternal atau formal
8. Tahapan penanggulangan bencana: tahap pra bencana, tahap pada saat terjadi
bencana, dan tahap pasca bencana
9. Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan dalam penanggulangan bencana
dimaksudkan sebagai petunjuk praktis yang dipergunakan oleh semua pihak
dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana sejak prabencana, saat
bencana dan pascabencana. Sehingga dapat mengurangi dampak atau kerugian
yang disebabkan oleh bencana.

B. Saran

Seluruh mahasiswa keperawatan agar meningkatkan pemahamannya terhadap


materi ini sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Nature and Type of Disasters. Hospital Preparedness for Emergencies & Disasters.
Indonesian Hospital Association. Participan Manual. Jakarta 2003.

Disaster Risk Management. Hospital Preparedness for Emergencies & Disasters.


Indonesian Hospital Association. Participan Manual. Jakarta 2003.

Risk Management Planning. Hospital Preparedness for Emergencies & Disasters.


Indonesian Hospital Association. Participan Manual. Jakarta 2003.

Risk awareness and assessment. Living with risk – A global review of disaster
reduction initiative. International Strategy for Disaster Reduction.

Kurt Hollenstein : Natural hazards, risk analysis and management, disaster and
emergency management research. Swiss Federal Institute of Technology
Zurich.

You might also like