You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

A. DEFINISI
Fraktur adalah hillangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian.
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disababkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. (Arif
Muttaqin, 2008).

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan menjadi tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan
tubuh. Tulang dlh jaringan terstruktur dengan baik dan mempunyai 5
fungsi utama:
a. Membentuk rangka badan
b. Sebagi pengumpil dan tempat melekat otot
c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan
alat-alt dalam (otot, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-
paru)
d. Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium
dan garam.
e. Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai
fungsi tambahan lain, yaitu sebagai jaringan hemopoetik untuk
memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan
organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang
juga disebut osteosid. Sekitar 70% dari osteosid adalah kolagen

1
tipe I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organik
lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.

Secara garis besar, tulang dibagi menjadi 6;

a. Tulang panjang (long bone): femur, tibia, fibula, ulna, humerus.


b. Tulang pendek (short bone): tulang-tulang karpal
c. Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.
d. Tulanmg tak beraturan (irregular bone): tulang vertebra
e. Tulang Sesmoid: tulang patella
f. Tulang Sutura: atap tengkorak

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luarnya yang
disebut dengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.

2. Fisiologi tulang
Tulang terdiri dari 3 jenis sel:
a. Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui
suatu proses yangh disebut osifikasi.
b. Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Adalh sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim
proteolitik, yang memecah matriks dan beberapa asam yang
melarutklan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah. (Arif Muttaqin, 2008)
3. Os Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang terhubung
dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput
femoris. Disebelah atas dan bawah kolumna femoris terdapat taju yang
disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut
kondilus medialis dan kondilus lateralis. Di antara kedua kondilus ini
terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patela) yang
disebut dengan fosa kondilus.
Os tibialis dan fibularis merupakan tulang pipa yang terbesar
sesudah tulang paha yang membentuk persendian dengan os femur.
Pda bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut maleolus lateralis
atau mata kaki luar. Os tibia bentuknya lebih kecil, pada pangklal
melekat os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan
tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus
medialis. (Syaifuddin, 2006)

C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur femur antara lain:
1. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pada paha
2. Fraktur femur tertutup
Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha
yang menyebabkan fraktur patologis. (Arif Muttaqin, 2011)

D. PATOFISIOLOGI
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur
pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari
ketinggian. Biasanya pasien mengalami multipel trauma yang
menyertainya. Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan
adanya kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi
peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah
(pada setiap patah satu tulang femur diprediksi akan hilangnya darah 500
cc dari sistem vaskular), maupun syok neurologik disebabkan rasa nyeri
yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di
bawah tulang femur(Helmi, 2011).
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma
karena kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan
rusak atau putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan
patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang
menurun, tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian
tulang dan kedua penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas
jaringan tulang yang dapat merobek periosteum dimana pada dinding
kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga dapat timbul
rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade menurut
kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit, Grade II
fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema
pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan
pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat
menimbulkan nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan
jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang
menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam
pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian
dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila
mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal dan
dapat menyebabkan infeksi.
Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah
cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi. Peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan, mengakibatkan
kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf sehingga
menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila
terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok
hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan
fragmen yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi
lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil
atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur
dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahanterjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya(Price & Wilson, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut;
1. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul, dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
2. Fraktur ekstrakapsular
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang
lebih besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari
2 inci di bawah trokanter minor.

Klasifikasi fraktur femur:

a. Fraktur leher femur


Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua
terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang
ditemukan fraktur ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden
tersering pada usia 11-12 tahun.
b. Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang
hebat. Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang
femur. Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi
antara trokanter mayor dan minor. Frkatur ini bersifat
ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang jatuh dan
mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang
terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen
proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat
kominutif terutama pada korteks bagian posteomedial.
d. Fraktur diafisis femur
Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya
karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian.
e. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal
kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma
yang mengenai femur terjadi karena adanya tekanan varus dan
vagus yang disertai kekatan aksial dan putaran sehingga dapat
menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi karena
tarikan otot. (Arif Muttaqin, 2008).
G. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Gerakan luar biasa
Bagian –bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak secara
tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
3. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di
atas dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi
setelah beberapa jam atau hari. (Brunner Suddarth, 2001)

H. KOMPLIKASI
1. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang
bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan
dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur
yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila
lokasi fraktur lrbih ke proksimal, kemungklinan terjadi nekrosis
avaskular lebih besar.
2. Fraktur diafisis femur
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh perawat
yang melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis
femur. Perawat dapat melakukan pengenalan dini dan pengawasan
yang optimal apabila telah mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan
patofisioloigi patah tulang.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur
adalah sebagai berikut:
1) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur
bersift tertutup.
2) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda
dengan fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan
gas darah.
3) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis
sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong
sama sekali.
4) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan
fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari
neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat
terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu
nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
5) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami
komplikasi trombo-emboli.
6) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan
operasi.
b. Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan komplikasi
bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap perawat penrlu
memperhatikan dan mengetahui komplikasi yang biasa terjadi agar
komplikasi tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan. Pada
beberapa situasi, perawat akan berhadapan dengan klien fraktur
diafisis femur yang menga;lami komplikasi lanjut. Perawat yang
mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat
mengidenmtifikasi kelainan yang timbul akibat komplikasi tahap
lanjut dari fraktur diafissi femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis
femur adalah sebagai berikut:
1) Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami
union dalam empat bulan.
2) Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan
sklerotik, perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh
karena itu, diperlukan fiksasi internal dan bone graft.
3) Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung
fragmen, diperlukan pengamatan terus menerus selama
perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Mal union juga
mnyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan
koreksi berupa osteotomi.
4) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi
kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari
apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan
lebih awal.
5) Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union
yang solid. (Arif Muttaqin, 2008)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
1. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan jenis
pengobatan yang dapat diberikan.
2. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di
bawah trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik
atau spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam
posisi fleksi, sedangkan fragmen distal dlam posisi adksi bergeser ke
proksimal.
3. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas
berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin datang
dengan keadaan syok.
4. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi. (Arif
Muttaqin, 2008)

J. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan
cermt untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi
luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi
tersebut meliputi:
a. Profilaksis antibiotik
b. Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit
mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati
dieklsisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang
tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi, terapi yang cukup
dengan debridemen terbatas saja.
c. Stabilisasi
Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
d. Penundaan tertutup
e. Penundaan rehabilitasi
2. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif
dalam melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan
medis, perawat dapat mengenal impliksi pada setiap tindakan medis
yang dilakukan.
a. Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
1) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan
dengan gips pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif
pelaksanaan pada klien usia muda.
2) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan
pilihan dengan memergunakan plate dan screw.
b. Fraktur diafisis femur, meliputi:
1) Terapi konserfativ
2) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
3) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi
lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat
kominutif dan segmental.
4) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur
secara klinis
c. Terapi Operasi
1) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis
atau distal femur
2) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan
operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail
terutama adalah farktur diafisis.
3) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur
kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
d. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan
penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat
direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-phorc dare screw dengan berbagai tipe
yang tersedia. (Arif Muttaqin, 2011)

K. PENGKAJIAN
Anamnesis
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa
nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan OPQRSTUV.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma bagian pada
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha yang
mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi atau
istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien antara
2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
U (Understanding)
V (Value)
2. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah
berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit diabetes
melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
4. Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
5. Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran
klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
masyarakat.
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang
perlu dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor,
koma, gelisah, komposmetis yang bergantung pada keadaan
klien), kesakitan atau keadaaan penyakit (akut, kronis,
berat, ringan, sedang, dan pada kasus fraktur biasanya akut)
tanda vital tidak nmormal karena ada gangguan lokal baik
fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa
klien fraktur femur tidak mengalami kelainaan pernafasan.
Pada palpasi thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri. Pada auskultasi tidak terdapat suara
tambahan.

3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat
iktus tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal,
tidak ada murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
 Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik,
simetris., tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
 Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
 Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian
wajah yang lain tidak mengalami perubahan fungsi
dan bentuk. Wjah simetris, tidak ada lesi dan edema.
 Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis
(pada klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi
perdarahan). Klien yang mengalami fraktur femur
terbuka biasanya mengfalami perdarahan sehingga
konjungtiva nya anemis.
 Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi dan nyeri tekan.
 Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
 Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi
tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku
klien. Biasanya status mental tidak mengalami
perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
 Saraf II: ketajaman penglihatan normal
 Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
 Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah
dan reflek kornea tidak ada kelainan.
 Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
 Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
persepsi.
 Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
 Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
 Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan
kognitifnya tidak menga;lami gangguan. Selian itu,
timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur
femur tidak mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular
dan hepar tidk teraba. Perkusi: suiara timpani, ada
pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik
normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada
pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.

7) B6 (Bone)
Adanmya fraktur femur akan mengganggu secara lokal,
baik fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.
LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar
daerah trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri
tekan. Perhatikan adanya pembengklakan yang tidak
biasa (abnormal) dan deformitas. Perhatikan adanya
sindrom kompartemen pada bagian distal fraktur femur.
Apabila terjadi fraktur terbuka, perawat dapat
menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak
sampai kerusakann intergritas kulit. Fraktur obli, spiral
atau bergeser mengakibatkan pemendekan batang
femur. Ada tanda cedera dan kemungkinan keterlibatan
berkas neurovaskular (saraf dan pembuluh darah) paha,
sepertoi bengkak atau edema. Ketidakmampuan
menggerakkan tungkai.
FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas
apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Dilakukan pencatatan rentang gerak. Dilakukan
pemeriksaan gerak aktif dan pasif. Berdasar
pemeriksaan didapat adanya gangguan / keterbatasan
gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan
tungkai, penurunan kekuatan otot.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat
traksi/immobilisasi.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah arteri atau vena, trauma pada pembuluh darah.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang, terapi pembatasan gerak, kerusakan musculoskeletas.
d. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnnya
darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera padda
pembuluh darah.
M. INTERVENSI KEPERAWATAN

NOC
No. Dx. Keperawatan NIC
(Nursing Outcome)
(Nursing Intervention Classification)

1. Nyeri (akut) Setelah dilakukan asuhan Pain management


berhubungan keperawatan selama 1x24 jam, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan spasme diharapkan nyeri dapat teratasi. komprehensif termasuk lokasi,
otot, gerakan karakteristik, durasi, frekuensi,
fragmen tulang, Kriteria Hasil kualitas dan faktor presipitasi
edema dan cedera 2. Observasi reaksi verbal dan non
Indikator IR ER verbal
pada jaringan
3. Gunakan teknik komunikasi
lunak, alat Skala nyeri
terapeutik
traksi/immobilisasi berkurang
4. Ajarkan dan lakukan penanganan
. Klien tampak
nyeri (farmakologi dan non
tenang
Dapat mengontrol farmakologi)
5. Ajarkan teknik non farmakologi
nyeri
6. Kolaborasi dengan tim medis lain
TTV dalam batas
normal

Keterangan:

1. Kuat
2. Berat
3. Ringan
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Peripheral Sensation Management
perfusi jaringan keperawatan selama 1x24 jam, (Manajemen sensasi perifer)
perifer diharapkan perfusi jaringa perifer
berhubungan fektif : 1. Monitor adanya daerah tertentu
dengan penurunan yang hanya peka terhadap
aliran darah arteri panas/ingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paratese
atau vena, trauma Kriteria Hasil : 3. Instruksi keluarga untuk
pada pembuluh
mengobservasi kulit jika ada isi
darah
atau laserasi
4. Gunakan sarungtangan untuk
proteksi
5. Batasi gerak pada
kepala,leher,punggung.
6. Monitor adanya tromboplebitis
7. Kolaborasi pemberian analgesik
Indikator IR ER

1. Tekanan darah
sistol dan
diastol dalam
rentan normal
2. Tidak ada
tanda-tanda
peningkatan
tekanan intra
kranial
3. Tidak ada
ortostatik
hipertensi
Keterangan:

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

3. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Exercise therapy : ambulation


mobilitas fisik keperawatan selama 1x24 jam, 1. Monitoring vital sign
berhubungan diharapkan gangguan mobilitas sebelm/sesudah latihan dan lihat
dengan kehilangan fisik dapat teratasi respon pasien saat latihan
integritas tulang, 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
terapi pembatasan tentang rencana ambulasi sesuai
gerak, kerusakan dengan kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan
musculoskeletas.
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
Kriteria Hasil : 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan

Indikator IR ER

1. Klien
meningkat
dalam
aktivitas fisik

2. Menge
rti
tujuan
dari
pening
katan
mobilit
as

3. Memverbalis
asikan
perasaan
dalam
meningkatka
n kekuatan
dan
kemampuan
berpindah

4. Memperaga
kan
penggunaan
alat Bantu
untuk
mobilisasi(
walker)

Keterangan:

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8

Vol 3. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta:EGC.

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada


Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

DI RUANG ORTOPEDI RSUD ULIN BANJARMASIN

TANGGAL 11-16 FEBRUARI 2019

OLEH :

DEVI RESKITASARI

NIM 18.31.1144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

DI RUANG ORTOPEDI RSUD ULIN BANJARMASIN

TANGGAL 11-16 FEBRUARI 2019

OLEH :

Devi Reskitasari

NIM 18.31.1144

Banjarmasin, Februari 2019

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Fadhil Al Mahdi, S.Kep.,Ns.,MM) (Abdul Wahab, S.Kep., Ns)

You might also like