You are on page 1of 21

TEKNIK SIPIL

Wednesday, 1 February 2017


Jenis--jenis Drainase Perkotaan

BAB I
PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang
Kota merupakan tempat bagi banyak orang untuk melakukan berbagai aktivitas, maka untuk menjamin kesehatan dan kenyamanan penduduknya harus ada sanitasi yang memadai,
misalnya drainase. Dengan adanya drainase tersebut genangan air hujan dapat disalurkan sehingga banjir dapat dihindari dan tidak akan menimbulkan dampak gangguan kesehatan pada
masyarakat serta aktivitas masyarakat tidak akan terganggu.

Drainase merupakan suatu sistem untuk menyalurkan air hujan. Sistem ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat, apalagi di daerah yang
berpenduduk padat seperti di perkotaan. Drainase juga merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen
penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang
ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman,
bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permkaantanah) dan atau bangunan resapan. Selain
itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.

2 Batasan Masalah
Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Peristiwa ini hampir
setiap tahun berulang, namun sampai saat ini belum terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya.

Jika dilihat, akar permasalahan banjir di perkotaan berawal dari pertambahan penduduk yang sangat cepat akibat urbanisasi (baik migrasi musiman maupun permanen). Pertambahan
penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi semrawut. Pemanfaatan lahan yang
tidak tertib inilah yang menyebabkan persoalan drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks. Hal ini barangkali juga disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dan
tidak peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh kota.

BAB II
PEMBAHASAN

.1 Pengertian Drainase
Drainase yang berasal dari kata kerja 'to drain' yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang berkaitan
dengan penanganan masalah kelebihan air, baik diatas maupun dibawah permukaan tanah.
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia.
Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan atau meringankan kelebihan air
permukaan didaerah pemukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfat bagi kehidupan manusia.

Dalam bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong-gorong di bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi
pencegahan banjir. Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada teknik pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang
berada di dalam kawasan perkotaan.

Semua hal yang menyangkut kelebihan air yang berada di kawasan kota sudah pasti dapat menimbulkan permasalahan drainase yang cukup komplek. Dengan semakin kompleknya
permasalahan drainase di perkotaan, maka di dalam perencanaan dan pembangunan bangunan air untuk drainase perkotaan, keberhasilannya tergantung pada kemampuan masing-masing
perencana. Dengan demikian di dalam proses pekerjaan memerlukan kerjasama dengan beberapa ahli di bidang lain yang terkait.
2.2 Fungsi Drainase Perkotaan Secara Umum
1. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
2. Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.
3. Mengendalikan kelebihan air permukan yang dapat dimanfaatkan untuk persedian air dan kehidupan akuatik.
4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air).
5. Melindungi sarana dan prasarana yang sudah terbangun.

2.3 Jenis Drainase


1. Menurut Sejarah Terbentuknya
 Drainase Alamiah (Natural Drainase)
Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk
oleh gerusan air yang bergerak karena grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.
 Drainase Buatan (Arficial Drainage)
Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan – bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

2. Menurut Letak Bangunan


 Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage)
Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open chanel flow.
 Drainase Bawah Permukaan Tanah (Subsurface Drainage)
Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain Tuntutan
artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.

3. Menurut Fungsi
 Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lainnya seperti limbah domestik, air limbah industri dan lain
– lain.
 Multi Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur maupun bergantian.

4. Menurut Konstruksi
 Saluran Terbuka. Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-hujan yang tidak
membahayakan kesehatan/ mengganggu lingkungan.
 Saluran Tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di kota/permukiman.

2.4 Jenis – Jenis Drainase


1. Land dan Smoothing
Land grading (mengatur tahap kemiringan lahan) dan Land smoothing (Penghalusan permukaan lahan) diperlukan pada areal lahan untuk menjamin kemiringan yang berkelanjutan
secara sistematis yang dibutuhkan untuk penerapan saluran drainase permukaan
Studi menunjukan bahwa pada lahan dengan pengaturan saluran drainase permukaan yang baik akan meningkatkan jarak drainase pipa sampai 50%, dibandingkan dengan lahan yang
kelebihan air dibuang dengan drainase pipa tanpa dilakukan upaya pengaturan saluran drainase permukaan terlebih dahulu.
Untuk efektifitas yang tinggi, pekerjaan land grading harus dilakukan secara teliti. ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan areal yang memiliki cekungan merupakan tempat
aliran permukaan (runoff) berkumpul, harus dihilangkan dengan bantuan peralatan pengukuran tanah.
Pada tanah cekungan, air yang tak berguna dialirkan secara sistematis melalui:
a. Saluran/parit (terbuka) yang disebut sebagai saluran acak yang dangkal (shallow random field drains)
b. Dari shallow random field ditch air di alirkan lateral outlet ditch
c. Selanjutnya diteruskan kesaluran pembuangan utama (Main Outlet ditch)
Outlet ditch: umumnya saluran pembuangan lateral dibuat 15 – 30 cm lebih dalam dari saluran pembuangan acak dangkal.
Overfall : jatuh air dari saluran pembuangan lateral ke saluran pembuangan utama dibuat pada tingkat yang tidak menimbulkan erosi, bila tidak memungkinkan harus dibuat pintu air, drop
spillway atau pipa

2. Drainase Acak (Random Field Drains)


Drainase ini merupakan gambaran yang menunjukan pengelolaan untuk mengatasi masalah cekungan dan lubang – lubang tempat berkumpulnya air. Lokasi dan arah dari saluran
drainase disesuaikan dengan kondisi tofografi lahan. Kemiringan lahan biasanya diusahakan sedatar mungkin, hal ini untuk memudahkan peralatan traktor pengolah tanah dapat beroperasi
tanpa merusak saluran yang telah dibuat. Erosi yang terjadi pada kondisi lahan seperti diatas, biasanya tidak menjadi masalah karena kemiringan yang relatif datar. Tanah bekas penggalian
saluran, disebarkan pada bagian cekungan atau lubang – lubang tanah, untuk mengurangi kedalaman saluran drainase.

3. Drainase Pararel (Pararelle Field Drains)


Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar dengan kemiringan kurang dari 1% – 2 %, system saluran drainase parallel bisa digunakan. System drainase ini dikenal sebagai
system bedengan. Saluran drainase dibuat secara parallel, kadang kala jarak antara saluran tidak sama. Hal ini tergantung dari panjang dari barisan saluran drainase untuk jenis tanah pada
lahan tersebut, jarak dan jumlah dari tanah yang harus dipindahkan dalam pembuatan barisan saluran drainase, dan panjang maksimum kemiringan lahan terhadap saluran (200 meter).
Keuntungan dari system saluran drainase parallel, pada lahan terdapat cukup banyak saluran drainase. Tanaman dilahan dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel. Jumlah
populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran paralel. Sehingga bila dibandingkan dengan land grading dan smoothing, hasil produksi akan lebih sedikit.
Penambahan jarak antara saluran paralel, akan menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar
membutuhkan saluran drainase yang lebih besar dan dalam. Bila lebar bedding 400 m, maka aliran akan dibagi dua agar lebar bedding tidak lebih dari 200 m. Pada bedding yang lebar, harus
dibarengi dengan land grading dan smoothing. Pada tanah gambut, saluran drainase paralel dengan side slope yang curam digunakan adalah 1 meter. Pada daerah ini biasa dilengkapi dengan
bangunan pengambilan dan pompa, bangunan pintu air berfungsi untuk mengalirkan air drainase pada musim hujan.

Pada daerah dataran tertentu ditemukan sistem khusus dari jarak saluran paralel, 2 saluran diletakkan secara paralel dengan jarak 5-15 meeter. Tanah galian saluran diletakkan diantara
kedua saluran tersebut, dimanfaatkan sebagai jalan yang diperlukan pada saat pemeliharaan saluran.

4. Drainase Mole
Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran bulat yang konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya tanpa harus menggali tanah, cukup dengan
menarik (dengan traktor) bantukan baja bulat yang disebut mol yang dipasang pada alat seperti bajak dilapisan tanah subsoil pada kedalaman dangkal. Pada bagian belakang alat mole biasanya
disertakan alat expander yang gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang
Tidak semua daerah terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah pertanian dimana terdapat satu atau kombinasi
dari keadaan-keadaan berikut :
a. Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air;
b. Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik sepanjang tahun;
c. Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang dapat dicapai melalui irigasi secara layak dilaksanakan baik ditinjau dari segi teknis, ekonomis
maupun sosial.

2.5 Pola Jaringan Drainase


a. Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada di tengah kota.

Pola Jaringan Drainase Siku

b. Pararel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran
akan dapat menyesuaikan diri.
Pola Jaringan Drainase Paralel

c. Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.

Pola Jaringan Drainase Grid Iron


d. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar

e. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
Pola Jaringan Drainase Radial
2.6 Permasalahan drainase:
Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam perencanaan, antara lain:
1. Peningkatan debit
manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan pendangkalan /penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan saluran drainase menjadi berkurang, sehingga
tidak mampu menampung debit yang terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.
2. Peningkatan jumlah penduduk
meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat cepat, akibat dari pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkayan jumlah penduduk selalu diikuti oleh penambahn infrastruktur
perkotaan, disamping itu peningkatn penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah cair maupun pada sampah.
3. Amblesan tanah
disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.
4. Penyempitan dan pendangkalan saluran;
5. reklamasi;
6. limbah sampah dan pasang surut.
2.7 Penanganan drainase perkotaan :
1. Diadakan penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah;
2. Dibuat bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke drainase dapat dibuang dengan cepat agar tidak mengendap;
3. pemberian sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan terutama pembuangan sampah sembarangan agar masyarakat mengetahui pentingnya melanggar drainase;
4. Peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki konservasi lingkungn;
5. Mengelola limpasan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan, menyimpan air hujan maupun pembuatan fasilitas resapan.

2.8 Bangunan Penunjang


Untuk menjamin berfungsinya saluran secara baik maka di perlukan bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap yang dimaksud meliputi
1. Bangunan silang, misal : gorong – gorong;
2. Bangunan pemecah energi, misal : bangunan terjun dan saluran curam;
3. Bangunan pengaman erosi, misal : ground sill / levelling structure;
4. Bangunan inlet, misal : grill samping / datar;
5. Bangunan outlet, misal : kolam lincat air;
6. Bangunan pintu air, misal : pintu geser, pintu otomatis;
7. Bangunan rumah pompa;
8. Bangunan kolam tandum/pengumpul;
9. Bangunan lobang kontrol / “man hole”;
10. Bangunan instalasi pengolah limbah;
11. Peralatan penunjang, berupa : AWLR, ORR, Stasiun meterologi, detektor kualitas air;
12. Dan lain sebagainya.
Semua bangunan tersebutdi atas tidak selalu harus ada pada setiap jaringan drainase. Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya di pengaruhi oleh fungsi saluran,
kondisi lingkungan dan tuntutan akan kesempurnaan jaringannya.

BAB III
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan (Suma’mur, 1988).

Sedangkan definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut falsafah keselamatan kerja dapat diterangnkan sebagai berikut:
”menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupu rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya, tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya”(Dalih, 1982).

Perumusan falsafah ini harus dipakai sebagai dasar dan titik tolak dari tiap usaha keselamatan kerja karena didalamnya telah tercakup pandangan serta pemikiran filosofis, sosial-teknis
dan sosial ekonomis. Oleh sebab itu dibuat peraturan-peraturan mengenai berbagai jenis keselamatan kerja sebagai berikut:

1. Keselamatan kerja dalam industri ( industrial safety);


2. Keselamatan kerja di pertambangan ( mining safety);
3. Keselamatan kerja dalam bangunan ( building and construction safety);
4. Keselamatan kerja lalu lintas ( traffic safety);
5. Keselamatan kerja penerbangan (flight safety);
6. Keselamatan kerja kereta api ( railway safety);
7. Keselamatan kerja di rumah ( home safety);
8. Keselamatan kerja di kantor ( office safety).

3.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


 Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional;
 Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut;
 Memeliharan sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien.

3.3. Pengertian Kecelakaan


Kejadian yang tidak terduga (tidak ada unsur kesengajaan) dan tidak diharapkan karena mengakibatkan kerugian, baik material maupun penderitaan bagi yang mengalaminya.

3.3.1. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja


5K

 Kerusakan;
 Kekacauan Organisasi;
 Keluhan dan Kesedihan;
 Kelaianan dan Cacat;
 Kematian.
3.3.2. Klasifikasi Kecelakaan
1. Menurut jenis kecelakaan
 Terjatuh;
 Tertimpa benda jatuh;
 Tertumbuk atau terkena benda;
 Terjepit oleh benda;
 Gerakan yang melebihi kemampuan;
 Pengaruh suhu tinggi;
 Terkena sengatan arus listrik;
 Tersambar petir;
 Kontak dengan bahan-bahan berbahaya.

2. Menurut sumber atau Penyebab Kecelakaan


 Dari mesin;
 Alat angkut dan alat angkat;
 Bahan/zat erbahaya dan radiasi;
 Lingkungan kerja.

3. Menurut Sifat Luka atau Kelainan


Patah tulang, memar, gegar otak, luka bakar, keracunan mendadak, akibat cuaca, dsb .
3.3.3. Pencegahan Kecelakaan
Kecelakaan dapat dihindari dengan:

1. Menerapkan peraturan perundangan dengan penuh disiplin;


2. Menerapkan standarisasi kerja yang telah digunakan secara resmi;
3. Melakukan pengawasan dengan baik;
4. Memasang tanda-tanda peringatan;
5. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat.

3.3.4. Penanggulangan Kecelakan

a. Penanggulangan Kebakaran;
b. Penanggulangan Kebakaran akibat Instalasi Listrik dan Petir;
c. Penanggulangan Kecelakaan di dalam lift;
d. Penanggulangan Kecelakaan terhadap zat berbahaya.

3.4. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Dibuatkannya Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sesuatu yang sangat penting dan harus. Karena hal ini
akan menjamin dilaksanakannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara baik dan benar. Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung
jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan
sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan
air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama
dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

BAB IV

TINJAUAN DRAINASE PENERAPAN K3

4.1 Dasar Teori


Setiap pembangunan kontruksi pada gedung maupun jalan raya, semua item pekerjaan yang dilakukan harus seusai standar, dan memiliki kesehatan dan tingkat keselamatan kerja.
Pekerja haruslah menjamin pertanggung jawaban secara teknis bagi masyarakat dan pengguna jalan disekitar lokasi. Pada pekerjaan kontruksi kali ini drainase menjadi pokok pembahasan
penerapan k3 yang akan kita bahas.
 Data keperluan k3 untuk pekerjaan drainase adalah :
1. Sarung tangan proyek;
2. Helm proyek;
3. Sepatu safety;
4. Baju rompi proyek;
5. Papan peringatan;
6. Peringatan tanda bahaya.

4.2 Tinjauan Drainase

Konstruksi drainase pada tinjauan ini merupakan tahap awal pekerjaan drainase yang sebelumnya merupakan danah dasar yang sering digenangi oleh air pada saat hujan turun, sistem
drainase yang digunakan merupakan sistem drainase terbuka.

Drainase Tinjauan Lapangan


Dimensi Drainase

4.2.1 Kelebihan dan Kekurangan


 Kelebihan
1. Drainase model ini lebih efisien dikarenakan pada bagian atasnya terbuka mempermudah aliran air yang berada diatasnya untuk masuk;
2. Drainase model ini dari segi keamanan untuk masyarakat sekitar belum begitu terjamin keamanannya dikarenakan sistem drainasenya terbuka;
3. Penggunaan drainase terbuka lebih ekonomis dilihat dari segi pembuatannya.
 Kekurangan
1. Drainase model ini sulit untuk dijamin tingkat kebersihannya pada sewaktu-waktu untuk dikontrol;
2. Drainase model ini kurang ekonomis;
3. Drainase model ini harus dibuat banyak bak kontrolnya.

4.3 Kondisi Lapangan

Kondisi lapangan pembangunan drainase depan Rumah Sakit Cut Mutia Kota Lhokseumawe pada saat survey dalam masa proses pengerjaan, kondisi lapangan sangat tidak seusai
dengan standar pekerjaan yang seharusnya mereka kerjakan banyaknya kekurangan dalam penerapan K3.
1. Tidak adanya papan peringatan yang cukup;
2. Pekerja tidak memakai helm dan sepatu safety;
3. Lokasi kerja tidak menjadi tempat yang efisien dalam pengerjaan dikarnakan kurangnya penerapan peringatan bagi pengguna jalan.

4.4 Permasalahan K3 dilapangan dan Solusinya

Hasil survey lapangan kami peroleh langsung, sangat banyak tingkat permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja dilapangan, pihak pelaksana tidak menyediakan fasilitas pekerja
sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku pada K3 pekerja, kurangnya fasilitas K3 pun pekerja tidak menuntut untuk kesesuaian dalam pekerjaan.

Tanggung jawab secara teknis pada pihak pelaksana seharusnya dapat diatasi dengan solusinya dan kesesuaian masing-masing pihak. Dengan menerapkan k3 didalam proses
pengerjaan drainase, seperti halnya memberikan papan peringatan bahwa adanya proses galian yang sedang dilakukan, adanya penerapan sistem kerja yang terkendali seperti pekerja yang
memakai sepatu safety, helm dan baju pekerja agar pekerja dapat terlindungi keselamatannya. Dan juga peringatan-peringatan akan adanya bahaya yang harus dihindari pada saat proses
pengerjaan berlangsung.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Dari hasil peninjauan dan pengamatan kami di lapangan dapat kami simpulkan beberapa simpulan yaitu:
1. Pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang harus diperhitungkan apabila merencanakan sebuah proyek jalan apalagi kalau jalan tersebut bila terjadi hujan airnya tidak dapat mengalir atau
tergenang di jalan sehingga jalan menjadi cepat rusak.
2. Perencanaan drainase masih terlihat asal – asalan tidak seperti kebutuhan.
3. Dalam pelaksanaannya K3 masih belum di terapkan oleh pihak pelaksana baik itu APD maupun APK
4. Prosedur pelaksaanaannya tidak mengikuti prosedur yang di terapkan
5. Sistem Drainase yang digunakan adalah sistem drainase terbuka.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan berdasarkan peninjauan dilapangan antara lain :
1. Sebaiknya pekerjaan drainase jangan asal dibuat tapi lihat kebutuhannya.
2. Selama pekerjaan ini berlangsung pengawas baik dari konsultan pengawas maupun dari dinas terkait agar selalu hadir ke lapangan karena rawan terjadi kecurangan.
3. Sebaiknya penerapan K3 jangan di abaikan karena dapat membahayakan baik bagi para pekerja maupun kepada pengguna jalan.

Posted by rizki ardian at 06:35


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)

About Me
rizki ardian
View my complete profile
Blog Archive

 February (4)
 January (4)

Awesome Inc. theme. Theme images by chuwy. Powered by Blogger.

You might also like