You are on page 1of 24

A.

Anatomi saluran pernafasan

1. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:


a) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang
masuk kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang
menyalurkan air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam
hidung
b) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan
sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan
krikid maka letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang
mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx (farinx laryngeal)
2. Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :
a) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang
memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
b) Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima
dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).
c) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-
kira vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea yang dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus
kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar
dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut lancip. Tapi arah bronchus
kanan yang hampir vertical maka lebih mudah memasukkan kateter untuk
melakukan penghisapan yang dalam.
d) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam
rongga toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh
mediastinum central yang mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh
darah besarmm. Letak paru di rongga dada dibungkus oleh selaput tipis
yang bernama selaput pleura.

B. Fisiologi
Proses pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida
yang terjadi pada paru, proses ini terjadi dari 3 tahap
1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer ada dua gerakan pernapasan yang
terjadi sewaktu pernapasan.
2. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler
paru dan CO2 dikapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran
respirsi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
3. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusi O2 kapiler ke jaringan
tubuh dan CO1 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi
oleh beberapa faktor, curah jntung, kondisi pembuluh darah, latihan,
eritrosit dan Hb
C. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete,
2013) :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering terjadi pada
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan
oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa (Bennete, 2013).
Bronkhopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronkhi danmeluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (
Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 )Bronkhopneumoni adalah suatu peradangan
paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal
tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi
saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh. Kesimpulannya bronkhopneumoni adalah jenis
infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus
dan sekitar alveoli
Jadi bronkopneumonia adalah radang paru terutama pada bagian bronkus
dan alveolus yang berada di sekitarnya, serta terjadi konsolidasi area berbercak,
yang sebelumnya didahului dengan adanya infeksi pada saluran pernapasan
bagian atas.

D. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al.,
2011) :
1. Faktor Infeksi
a) Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b) Pada bayi :
 Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
 Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
 Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.
c) Pada anak-anak :
 Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
 Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
 Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d) Pada anak besar – dewasa muda :
 Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
 Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a) Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

b) Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan
pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita
penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang
pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

3. Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik

4. Faktor Presipitasi
a. Gizi buruk/kurang
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. Imunisasi yang tidak lengkap
e. Polusi udara
f. Kepadatan tempat tinggal

F. Patofisiologi

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai


parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan
respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas
bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas
bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan
kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar
25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi
neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan
menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran
darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran
fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan
kerja jantung. (Bennete, 2013).
PATHWAY

Bakteri Stafilokokus aureus

Bakteri Haemofilus influezae

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan Edema antara


pencernaan pembuluh darah suhu kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan Peningkatan Edema paru
dalam plasma
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi Evaporasi Pengerasan
pertukaran gas
sedap meningkat dinding paru
Eksudat plasma
masuk alveoli
Anoreksia Diare Penurunan
compliance paru

Intake kurang
Gangguan difusi Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
dalam plasma
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
Hipoksia
kebutuhan
Hiperventilasi
Metabolisme
Suplai O2 anaeraob meningkat
Dispneu
menurun
Akumulasi asam
Retraksi dada /
laktat
nafas cuping
Ketidakefektifan hidung
Sesak nafas Fatigue
pola nafas
Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
F. Manifestasi Klinis
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari.
1. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C
2. Mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.
3. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
4. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk
setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian
menjadi produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi : terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
 retraksi dinding dada
 penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung
 orthopnea
 pergerakan pernafasan yang berlawanan.
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian
yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan
sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya,
ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura
yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir
dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan
anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda
yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada
infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat
diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga
tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem
saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan
jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi
akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek
dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-
gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-
tiba terbuka.
G. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti
secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a) Pneumonia lobaris
b) Pneumonia interstitialis
c) Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a) Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia
= CAP)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a) Pneumonia bakteri
b) Pneumonia virus
c) Pneumonia mikoplasma
d) Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a) Pneumonia tipikal
b) Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a) Pneumonia akut
b) Pneumonia persisten
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar X dada mungkin bersih.
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada
lobus bawah.
2. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada. Mungkin menunjukkan hipoksemia dan
hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsy jarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebab.
4. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial. Infeksi virus: leukosit normal atau meningkat (tidak
lebih dari 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan infeksi bakteri;
leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang predominan.
5. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
6. LED : meningkat
7. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain
menurun, hipoksemia.
8. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
9. Bilirubin : mungkin meningkat
10. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 2000)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klien
bronkopneumonia adalah:
1. Menjaga kelancaran pernapasan
2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
1. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk transpor muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief
Mansjoer, 2000).
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;
Bradley et.al., 2011).
1. Penatalaksaan Umum
a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibioti awal.
b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok
usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a) ampicillin + aminoglikosid
b) amoksisillin - asam klavulanat
c) amoksisillin + aminoglikosid
d) sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a) beta laktam amoksisillin
b) amoksisillin - asam klavulanat
c) golongan sefalosporin
d) kotrimoksazol
e) makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun).
Dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif).

J. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering
terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada
bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering
mengalami bronkopneumonia.
Keluhan Utama :
sebagian besar keluhan utama bronkopneumonia adalah sesak nafas. Sesak
nafas yang muncul akibat dari adanya eksudat yang menyebabkan sumbatan
pada lumen bronkus
2. Riwayat Penyakit
a) Pneumonia Virus : didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas,
termasuk renitis (alergi) dan batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada
pneumoia bakteri.
b) Pneumonia Stafilokokus (bakteri) : didahului oleh infeksi saluran
pernapasan akut atau bawah dalam beberapa hari hingga seminggu,
kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat
penyakit fertusis yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala
bertahap panjang dan lama yang disertai wheezing (pada Bronchopneumonia).
4. Riwayat penyakit keluarga
Terdapat anggota keluarga menderita penyakit paru-paru atau penyakit
infeksi saluran pernafasan yang dapat menularkan kepada anggotanya, keadaan ini
daapat memberikan petunjuk kemungkinan penyakit tersebut
5. Riwayat tumbuh kembang anak
a. Perkembangan
1. Anak merasa sedih karena tidak bisa berkumpul sama teman
sebayanya
2. Anak memiliki keinginan untuk sembuh
3. Anak merasa bosan karena tidak dapat terlalu banyak beraktifitas
B. Pertumbuhan
1. BB anak menurun ½ kg setelah 3 hari dirawat
2. TB anak 98 cm

6. Pemeriksaan umum
Kesadaran compos mentis sampai koma, keadaan umum lemah dan
gelisah suhu tubuh 39-40, nadi cepat dan lemah, respirasi cepat dan dangkal, BB
sesuai dengan umur.

7. Pemeriksaan fisik
1. Kepala : bentuk kepala, warna rambut, ada lesi atau tidak, ada
humatoma atau tidak
2. Mata : sklera warna merah (ada peningkatan suhu tubuh), reflek
cahaya, konjuntiva anemis/tidak, pergerakan bola mata.
3. Telinga : simetris/tidak, bersih, tes pendengaran
4. Hidung : ada polip/tidak, nyeri tekan, bersih, cuping hidung,
penciuman.
5. Mulut : warna, mukosa bibir lembab/tidak, reflek menelan dan
menghisap
6. Dada :
a. Paru-paru
Inspeksi : irama nafas tidak teratur, pernafasan dangkal,
penggunaan otot bantu nafas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara paru ronchi
b. Jantung
Inspeksi : tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri
Perkusi : suara jantung terdengar redup
Auskultasi : nada S1 S2 dan lub dup
7. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk, lesi
b. Palpasi : splenomegali, hepatomegali, nyeri tekan, nyeri
lepas, turgor kulit <3 detik
c. Perkusi : suara abdomen timpani
d. Auskultasi : bising usus meningkat (normal 4-9x/menit)
8. Ekstremitas : pergerakan sendi terbatas (nyeri sendi), malaise,
CRT<2 detik dan keluhan
9. Genetalia dan anus : kelengkapan (laki-laki: penis, skrotum;
perempuan: labia minora, labia mayora, klitoris), fungsi
BAB/BAK
8. Pola nafas
a) Pernapasan
 Gejala : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat
aksesoris, pelebaran nasal.
 Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis
bibir atau kulit
b) Aktivitas atau istirahat
 Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
 Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi
c) Integritas ego : banyaknya stressor
d) Makanan atau cairan
 Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah
 Tanda: distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering dengan tugor
kulit buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
e) Nyeri atau kenyamanan
 Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk, nyeri dada
subternal (influenza), maligna, atralgia.
 Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada posisi
yang sakit untuk membatasi gerakan)
Diagnosa Kep erawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Nurarif,2013):
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas.
3. Gangguan pertukaran gas.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Intoleransi aktivitas.

Rencana keperawatan

NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1 Bersihan jalan nafas tidak NOC: NIC:
efektif b.d peningkatan
a. Respiratory status: Airway suctionan
produksi sputum
ventilation a. Pastikan kebutuhan
b. Respiratory status: oral tracheal
Airway patency suctioning
c. Aspiration control b. Auskultasi suara
Kriteria Hasil nafas sebelum daan
a. Mendemonstrasikan sesudah suctioning.
batuk efektif dan c. Informasikan pada
suara nafas yang klien dan keluarga
bersih, tidak ada tentang suctioning
sianosis dan dyspneu d. Minta klien nafas
(mampu dalam sebelum
mengeluarkan suction dilakukan
spiutum,mampu e. Berikan O2 dengan
bernafas dengan menggunakan nasal
mudah, tidak ada untuk memfasilitasi
pursed lips) suction nasotrakeal
b. Menunjukkan jalan f. Monitor status
nafas yang paten oksigen pasien
(klien tidak merasa Airway management
tercekik, irama a. Posisikan pasien
nafas, frekuensi untuk
pernafasan dalam memaksimalkan
rentang normal,tidak ventilasi
ada suara nafas b. Identifikasi pasien
abnormal) perlunya
c. Mampu pemasangan alat
mengidentifikasikan jalan nafas buatan
dan mencegah faktor c. Lakukan fisioterapi
yangn dapat dada jika perlu
menghambat jalan d. Keluarkan sekret
nafas dengan batuk atau
suction
e. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
f. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan

2 Ketidak efektifan pola NOC: NIC:


nafas b.d hiperventilasi a. Respiratory status: Airway management
ventilation a. Posisikan pasien
b. Respiratory status: untuk
Airway patency memaksimalkan
c. Vital sign status ventilasi
Kriteria hasil b. Identifikasi pasien
a. Mendemonstrasikan perlunya
batuk efektif dan pemasangan alat
suara nafas yang jalan nafas buatan
bersih, tidak ada c. Lakukan fisioterapi
sianosis dan dyspneu dada jika perlu
(mampu d. Keluarkan sekret
mengeluarkan dengan batuk atau
sputum, mampu suction
bernafas dengan e. Auskultasi suara
mudah, tidak ada nafas, catat adanya
pursed lips) suara tambahan
b. Menunjukkan jalan f. Atur intake untuk
nafas paten (klien cairan
tidak merasa mengoptimalkan
tercekik,irama nafas, keseimbangan
frekuensi pernafasan Terapi oksigen
dalam rentang a. Bersihkan mulut,
normal, tidak ada hidung dan secret
suara nafas trakea
abnormal) b. Pertahankan jalan
c. Tanda-tanta vital nafas yang paten
dalam rentang c. Atur peralatan
normal (tekanan oksigenasi
darah, nadi, suhu, d. Monitor aliran
pernafasan) oksigen
e. Pertahankan posisi
pasien
f. Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilitasi
g. Mpnitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign monitoring
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
c. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan

Evaluasi
Pasien mampu
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dypneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas paten (klien tidak merasa tercekik,irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasika dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas
d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (TD, nadi, suhu, RR)
e. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda –tanda
distres pernafasan
f. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan
g. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang jelaskan
secara benar
h. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based


Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.


Diakses pada tanggal 21 Juli 2013

Doenges M. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.

Mansjoer A. 201O. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Jakarta:


Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Martin T, Susan. 20010. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,


Diagnosis, Dan Evaluasi. Jakarta: EGC.

Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2009. Nursing Outcome


Classification (NOC) Fourth Edition. United States of America: Mosby
Elsevier.

Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

You might also like