You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam berlimpah yang
tersebar diberbagai provinsi. Indonesia adalah salah satu negara tropis yang
berpotensi menumbuhkan pohon durian. Provinsi Aceh merupakan salah satu
provinsi yang kaya akan hasil perkebunan salah satunya buah durian. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik dan Direktoral Jenderal Horikultural pada tahun 2015,
produksi durian di Provinsi Aceh sebesar 17.620 ton per tahun. Banyaknya
produksi durian tentu dapat menyebabkan limbah dan isu lingkungan. Besarnya
peningkatan produksi durian berbanding lurus dengan volume limbah yang
dihasilkan. Jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan pencemaran
lingkungan, munculnya penyakit, dan menurunnya nilai keindahan kota serta akan
timbul masalah lainnya. Selama ini limbah kulit durian tidak teratasi dengan baik,
biasanya dibuang ke lingkungan tanpa adanya pengolahan hingga membusuk
ataupun dibakar. Kulit durian merupakan biomassa yang mengandung selulosa
yang tinggi yaitu sekitar 50-60%, lignin 5% serta kandungan pati yang rendah
yaitu 5% (Prabowo, 2009). Tingginya kandungan selulosa pada kulit durian
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan asap cair.
Proses yang digunakan untuk menghasilkan asap cair adalah pirolisis.
Pada proses pirolisis terjadi proses penguraian terhadap senyawa selulosa, liginin,
dan pati pada bahan baku. Proses penguraian ini terjadi secara bertahap yaitu (i)
hemiselulosa terurai pada suhu 200-2600C yang menghasilkan furan, asam asetat
dan turunannya (ii) selulosa terurai pada suhu 240-3500C yang menghasilkan
asam karbonil (iii) lignin terurai pada suhu 280-500 0C yang menghasilkan fenol,
eter fenolik beserta turunannya. Kandungan asap cair dari hasil pirolisis cangkang
sawit adalah senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2%,
senyawa tersebut bersifat antimikroba yang dapat mengawetkan makanan (Wijaya
dkk,. 2008). Sifat antimikroba tersebut dapat menghambat aktivitas mikroba
perusak dan pembusuk pada makanan sehingga dapat memperpanjang masa

1
2

simpan produk makanan. Selain itu asap cair juga dapat memberikan efek
terhadap rasa, warna, dan aroma yang khas.
Indonesia dikenal sebagai negara maritim, karena potensi kekayaan
sumber daya perikanannya yang besar. Ikan biasanya dikonsumsi dalam keadaan
segar ataupun dibuat produk olahan. Ikan memiliki nilai gizi yang tinggi,
dagingnya lembut dan padat serta memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Ikan
merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Ikan akan bertahan sekitar 8 jam
sejak ditangkap dan setelahnya akan timbul kerusakan pada ikan (Riyantono dkk.,
2009). Selama ini masyarakat menggunakan zat aditif berbahaya seperti formalin
sebagai pengawet ikan. Hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan konsumen.
Dengan demikian perlu dicari pengawet alternatif lain yang tidak berbahaya. Saat
ini pengawet alami yang sering digunakan yaitu kunyit, garam, jeruk nipis,
dengan pembekuan dan masih banyak lagi. Penggunaan asap cair dalam
pengawetan ikan mudah diterapkan dalam penggunaannya serta dapat digunakan
secara berulang-ulang. Hal ini dikarenakan asap cair yang mengandung fenol dan
asam asetat bersifat antibakteri berpotensi sebagai pengawet alami alternatif pada
ikan. Penggunaan asap cair sebagai pengawet alami ini diharapkan dapat
menggantikan pengawet buatan dan pengawet berbahaya yang selama ini banyak
digunakan.

1.2 Rumusan masalah


Ikan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat indonesia yang
merupakan daerah maritim. Untuk mempertahankan umur ikan maka dibutuhkan
suatu cara agar ikan tersebut tidak mudah rusak akibat aktivitas mikroorganisme
ataupun akibat reaksi oksidasi. Selama ini, pengawet ikan yang digunakan adalah
zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan seperti formalin. Formalin adalah
senyawa kimia aldehida yang digunakan untuk mengawetkan mayat. Namun,
penyalahgunaan formalin seringkali dilakukan oleh pengusaha ikan yang nakal
akibat kurangnya pengetahuan akan bahaya penggunaan formalin tersebut.
Sebagai usaha untuk mengatasi masalah tersebut para riset dunia telah melakukan
berbagai upaya untuk mencari bahan yang dapat digunakan sebagai bahan
pengawet alami pada ikan, salah satunya adalah asap cair. Tingginya konsumsi
kulit durian berbanding lurus dengan limbah kulit durian yang dihasilkan. Kulit
3

durian mengandung unsur selulosa yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai
bahan baku untuk pembuatan asap cair dan bisa digunakan sebagai bahan
pengawet alami ikan.

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan utama penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk memproduksi asap cair dari kulit durian sebagai pengawet
(antiseptik) pada ikan
2. Untuk mempelajari kemampuan asap cair dari kulit durian sebagai
pengawet alami ikan dengan uji Total Volatile Base (TVB) , uji
organoleptik, Plate Count Agar ( PCA ), pH, dan uji Aktivitas Antibakteri.

1.4 Manfaat penelitian


Manfaat penelitian ini adalah untuk memecahkan masalah penggunaan
pengawet sintetis berbahaya yang selama ini digunakan untuk mengawetkan ikan.
Menginformasikan kepada masyarakat bahwa asap cair dari kulit durian dapat
digunakan sebagai pengawet alami untuk menggantikan pengawet sintetis. Selain
itu penelitian ini juga bermanfaat untuk memecahkan masalah isu lingkungan
yang diakibatkan oleh limbah kulit durian.

You might also like