Professional Documents
Culture Documents
2. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat
kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
tahun 1999.
3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Virus dengue jenisnya dapat dibagi 2 :
4. Patofisiologi
Masuknya virus dengue ke dalam tubuh membuat pasien mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam
dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada
DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
betina dimana nyamuk betina sering melakukan gigitan berulang dan
kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus-antibody. Hal ini dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001). Akibat aktivasi C3 dan C5 maka
C3a dan C5a akan dilepas, dua peptida yang berguna untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan
terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan
penyakit mulai dari saat-saat permulaan demam dan mencapai
puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume
plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma
ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam
rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan
cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolic dan kematian.
5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakit menjadi 4
golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah
menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0
0/0).
d. Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
6. Manifestasi Klinis
Secara umum tanda dan gejala yang ditampilkan oleh demam berdarah
dengue adalah
7. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri
tulang belakang dan perasaan lelah. Demam Dengue (DD) merupakan
penyaki demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala.
b. Nyeri retro-orbital.
c. Mialgia / artralgia.
d. Ruam kulit.
e. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
f. Leukopenia. Dan pemeriksaan serologi dengue positif.
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO 1997
diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
a) Uji bendung positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdrahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
d) Hematemesis atau melana.
3) Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000 ul)
4) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
a) Peningkatan hematokrit > 20%
b) Penurunan hematokrit > 20%
c) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilaman terdapat kesesuaian
klinis dengan campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis.
Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh criteria diatas untuk DBD disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi kulit dingin dan lembab serta
gelisah.
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain
seperti:
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah Lengkap : untuk mengetahui kandungan komponen
darah beserta keseimbangan elektrolit klien. Maka ditemukan :
1) Trombositopenia ( N : 150.000-400.000/ui ). Jumlah trombosit normal
pada 3 hari pertama, trombosit akan menurun pada titik terendah saat syok
terjadi akibat penurunan trombopoesis dan destruksi trombosit.
2) HCT meningkat ( > 45 % )
3) HB menurun (< 13%)
4) Mas pembekuan darah normal ( 10-15 )
5) Masa pendarahan memanjang ( N = 1-3 )
6) Kimia darah : Hiponatremia, Hipoproteinemia, Hipokalemia.
7) SGOT dan SGPT meningkat ( N < 12 u / i )
8) Protein darah rendah
9) Ureum PH bisa meningkat
10) Nilai hematokrit meningkat pada hari ke-3 sakit akibat kebocoran plasma.
Bila perdarahan hebat maka nilai hematokrit menurun.
11) Leukopenia terjadi hari ke-1 s/d hari ke-3 sakit.
12) Granulosit menurun pada hari ke-3 s/d hari ke-8.
b. Pemeriksaan IgM & IgG anti dengue : uji ELISA IgM-IgG komersial,
IgM-IgG blot.
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari. IgG : pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi
pada hari ke-2.
IgM IgG Interpretasi
d. Pemeriksaan serologi
Dilakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara haema glutination
inhibition tes (HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen
(complement fixation test/CFT) diambil darah vena 2-5ml).
f. Pemeriksaan USG
Ditemukan hematomegali, splenomegali, efusi pleura, kardiomegali,
dilatasi vena hepatika, penebalan dinding kandung empedu.
g. Uji test tourniket dengan hasil pemeriksaan positif (+) pada DHF.
h. Uji identifikasi virus dgn PCR
Sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype virus tertentu, hasil cepat,
dapat diulang dengan mudah.
10. Penatalaksanaan
Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit
yang ditemukan antara lain :
1) Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang )
atau kejang-kejang.
2) Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif /
negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
3) Panas disertai perdarahan.
4) Panas disertai renjatan.
b. Kasus DBD derajat I dan II
Pada hari ke-3,4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini
mempunyai resiko terjadinya apabila syok. Untuk mengantisipasi kejadian
syok tersebut, penderita disarankan diinfus kristaloid. Pada saat fase panas,
penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai
untuk mengatasi diare. Hematokrit yang meningkat lebih dari 20% dari
harga normal merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan
sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama
kurun waktu 12-24 jam.
c. Jenis cairan
1) Kristaloid
2) Ringer laktat
3) 5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat
4) 5% Dekstrose di dalam larutan ringer asetat
5) 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologis dan
6) 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologis
7) Koloidal
8) Plasma ekspander dengan berta molekul rendah (dekstran 40)
d. Kebutuhan cairan
Tabel 1
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung pada umur
dan berat badan pasien. Sedangkan derajat kehilangan plasma sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk,
kebutuhan cairan disesuiakna dengan berat badan ideal anak yang berumur
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel 2 berikut:
Tabel 2
10 100 per Kg BB
g. Obat penenang
Pada beberapa kasus, obat penenang memang dibutuhkan terutama pada
kasus yang sangat gelisah. Obat yang hepatoksik sebaikbnya dihindarkan,
chloral hidrat oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg
(tetapi jangan lebih 1 jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik.
h. Terapi oksigen
Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen
i. Transfusi darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan
melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar
sangat berguna untuk mengganti volume masa sel darah merah agar
menjadi normal.
j. Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis
belum mencukupi 2 ml/Kg BB/ jam sedangakn cairan yang diberikan
sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/ kg BB daapt
diberikan. Pemantaun tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum
dan kreatinin. Tetapi bila diuresis tetap belum mencukupi pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik maka pemasangan central
venous pressure (CVP) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan
selanjutnya.
k. Monitoring
Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur.
Penatalaksanaan Keperawatan
11. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya
kasus DHF.
b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
c. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah
dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
(abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion
ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos
(abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes
yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1
ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air. Fogging dengan malathion.
b. Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1) Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x
seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
2) Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3) Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda
lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
4) Mengubur atau menyingkirkan barang barang bekas yang dapat
menampung air hujan. Biasanya banyak ditempat sampah.
5) Selain 3M dilengkapi pula dengan cara cara sebagai berikut :
a) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung, atau tempat tempat
lainnya yang sejenis.
b) Memperbaiki saluran/talang air yang tidak lancer.
c) Menutup lubang lubang pada potongan bambo/pohon, dan lain
lain(dengan tanah).
d) Memelihara ikan pemakan jentik dikolam /bak bak penampingan air.
e) Memasang kawat kasa dilubang ventilasi/jendela.
f) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian didalam kamar.
g) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
h) Menggunakan kelambu.
i) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
12. Komplikasi
a. Ensepalopati.
b. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
c. Gagal napas.
d. Anemia
e. Dehidrasi
f. Gagal ginjal
g. Perdarahan
h. Disorientasi
13. Prognosis
Kematian oleh Demam dengue (DD) hampir tidak ada. Sebaliknya pada
DHF/DSS mortaliasnya cukup tinggi. Menurut penelitian prognosis dan
perjalanan penyakit orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-
anak, prognosa buruk jika penanganan tidak
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas.
b. Keluhan utama
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul. Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala,
anemia, mual, diare, nyeri ulu hati dan nyeri otot.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi
lahi dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi
system kekebalan terhadap penyakit pada anak.
g. Riwayat penyakit keluarga
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan buang
air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah
kumuh), kebiasaan membersihkan lingkungan, menutup tempat yang
dapat menjadi penampungan air.
a) Status Ekonomi
3) Pola Eliminasi
Kaji volume, warna, bau dan konsistensi dari urin dan feses.
4) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola istirahat sangat minimal karena anak merasa demam
hingga mengigil dan sangat gelisah.
5) Pola Aktivitas
Aktivitas sehari – hari : pasien lebih banyak beristirahat ditempat tidur
Kebutuhan gerak dan latihan : bermain diatas tempat tidur
6) Pola Persepsi Kognitif.
Anak dengan DHF merespon jika diberi pertanyaan. Persepsi anak
tentang sehat dan sakit.
Pengkajian fisik
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Diagnostik
2. DIAGNOSA KEPERWATAN
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi:
LABEL NIC : Fever Treatment
1. Pantau temperatur, perubahan warna kulit secara teratur.
2. Pantau hasil laboratorium seperti WBC, hemoglobin, hematokrit.
3. Pantau intake output cairan yang masuk ke tubuh.
4. Menganjurkan klien untuk meningkatkan hidrasi cairan peroral.
5. Lakukan pemberian kompres hangat pada klien, yang difokuskan pada
kompres dahi, lipatan paha, lipatan ketiak serta pada tempat – tempat
yang terdapat pembuluh darah yang besar.
6. Kolaborasi pemberian obat – obatan antipiretik, seperti paracetamol.
c. PK. Perdarahan
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, perawat dapat
meminimalkan perdarahan dan mencegah komplikasi perdarahan dengan
kriteria hasil:
TTV anak dalam batas normal (Suhu : 36,5 – 37,5o C, Nadi: 80-90
x/mnt; RR: 20-30 x/mnt; TD: 80-100/60 mmHg).
Nilai Hct dan Hb dalam batas normal (HCT = 40 – 45%; Hb =10-16 gr
%)
Klien tidak mengalami episode perdarahan berulang
Intervensi:
1. Awasi adanya tanda – tanda perdarahan seperti ptekie, epistaksis,
hematuria, atau melena.
2. Lakukan pemantauan terhadap tekanan darah, nadi, dan kesadaran
penderita.
3. Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan seperti HB, HCT,
RBC.
4. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin
K, 4 x 10 mg/hari.
5. Kolaborasi dalam pemberian transfusi darah diperlukan.
Intervensi:
NIC LABEL : Pain Management
1. Kaji tanda – tanda nyeri/ lakukan pemeriksaan komprehensip terhadap
nyeri yang pasien rasakan, meliputi : lokasi, karakteristik,
onset/lamanya, frequensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor penyebabnya
2. Observasi rasa tidak nyaman pasien secara non verbal
3. Kaji tanda – tanda vital pasien
4. Kaji pengalaman masa lalu pasien terhadap nyeri
5. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri yang dirasakannya
6. Lakukan pengkajian dengan pasien hal – hal yang memperberat
timbulnya nyeri
7. Lakukan pengendalian lingkungan, agar tetap tenang
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan factor biologis gangguan system gastrointestinal
akibat viremia ditandai dengan penurunan BB ≥ 20 % , penurunan
kadar albumin serum (< 3,5 gr/dl), klien tampak kurus, klien
mengeluh mual, klien tampak lemah, klien tidak menghabiskan 1
porsi makanannya, kekuatan otot klien menurun.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x…jam diharapkan
nutrisi klien adekuat dengan kriteria hasil:
NOC LABEL : Nutritional status
Intake makanan adekuat
HCT normal 40-45%
Tonus otot normal
NOC LABEL : Biochemical status
Albumin meningkat atau normal (3,5-5 gr/dL)
NOC LABEL : Nausea & Vomiting Severity
Klien tidak mengalami mual
Klien mengatakan tidak muntah
Tidak terdapat eskresi saliva yang berlebih
Intervensi:
NIC LABEL : Nutrition monitoring
1. Pantau adanya mual, muntah dan kelemahan pada klien
2. Pantau turgor kulit klien
3. Pantau hasil pemeriksaan kadar albumin, HCT
Nutrition Therapy
4. Pantau status nutrisi klien
5. Pantau intake makanan dan minum klien
6. Kaji makanan yang disukai klien, kaji adanya alergi terhadap makanan
7. Anjurkan klien untuk tidur dan istirahat yang adekuat
f. PK. Syok hipovolemik
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x…jam diharapkan
perawat dapat meminimalkan komplikasi syok hipovolemik dengan
kriteria hasil:
Membran mukosa yang lembab
Turgor kulit yang elastis
Tekanan darah yang normal (80-100/60 mmhg)
Output urine dengan volume yang adekuat 1 – 2 cc/kg bb/jam
Rasa haus yang normal dan tidak berlebihan
Denyut nadi dan RR yang normal (Nadi: 80-90 x/mnt, RR 20-30
x/mnt)
Intervensi:
1. Kaji status, cairan dan elektrolit (turgor kulit, membran mukosa,
haluaran urine, tanda-tanda vital, parameter dinamika).
2. Kaji sumber-sumber kehilangan cairan dan elektrolit (muntah, diare,
diaforesis yang berlebihan).
3. Evaluasi jumlah haluaran urine. Lakukan pemantauan ketat dengan
pemasangan kateter
4. Berikan cairan IV sesuai indikasi. Lakukan penggantian 20 cc/kg
BB/jam pada jam pertama dan kedua, lanjutkan 10 cc/kgBB/jam pada
jam ketiga
5. Kolaborasi pemeriksaan lab HB/HCT, elektrolit.
g. PK Infeksi
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …..x…jam, diharapkan
infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil :
NOC LABEL : Infection Severity
nyeri terkontrol
tidak adanya demam (suhu tubuh pasien dbn 36,5 – 37,50C)
pasien tidak tampak lemah
WBC pasien dbn : 5,0 – 10,0 k/ul
Intervensi:
NIC LABEL : Infection Control
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien
2. Ajarkan klien teknik mencuci tangan yang benar
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan dengan sabun antimikroba
4. Pertahankan lingkungan aseptic selama perawatan
5. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda infeksi yang lebih berat
NIC Label : Infection Protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal dengan
pemeriksaan TTV dan pemeriksaan fisik terutama daerah urogenital
2. Monitor hitung granulosit, WBC, kultur urine/bakteri
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa urogenital terhadap kemerahan,
panas dan drainase
4. Dorong masukan nutrisi yang cukup
4. Evaluasi
DIAGNOSA EVALUASI