You are on page 1of 18

Soal:

1. Paparan Sunda merupakan daerah yang dangkal di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Jelaskan apa yang dimaksud dengan Paparan Sunda? Dan jelaskan juga di mana batas
batas paparan Sunda dari waktu ke waktu (sejak Pra Tersier, Tersier, dan Kuarter)
ditinjau dari pendekatan model tektonik lempeng,khususnya model tektonik konvergen?
2. Uraikan tentang stratigrafi paparan sunda Pra Tersier dan Tersier di kawasan Paparan
Sunda? Berilah masing masing contoh di suatu cekungan?
3. Dari titik oandang geodinamik Pulau Sumatera, kita mengenal 3 pola stuktur kelurusan
struktur geologi yang dominan. Jelaskan ketiga pola tersebut dari yang tua ke muda?
Jelaskan juga, apakah ketiga pola struktut tersebut memegang peranan penting pada
cebakan minyak bumi di cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera
Selatan?
4. Gejala strukturisasi yang menonjol pada formasi formasi batuan tersier di cekungan
Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan adalah model sturktur inversi.
a. Jelaskan, apa yang dimaksud struktur inversi?
b. Gambarkan pada suatu penampang yang dilengkapi dengan formasi formasi sedimen
sehingga terlihat jelas telah terjadi suatu struktur inversi pada interval waktu tertentu?
c. Jelaskan juga melalui elemen elemen struktur yang mana, pola struktur inversi
tersebut berkembang dengan baik dan sempurna?
5. Jelaskan tentang evolusi dari jalur jalur magmatisma di Pulau Jawa mulai dari umur
Kapur, Paleogen, Neogen, dan Kuarter? Dan jelaskan juga jalur magmatisma yang
berumur apa banyak dijumpai cebakan emas?
6. Gambarkan(secara umum tapi lengkap) pola sturuktur yang dijumpai saat ini dikawasan
Jawa Timur? (berikut daerah lepas pantainya, Pulau Madura, Pulau Kangean dan
sekitarnya)
7. Gambarkan suatu penampang tektonik (model tektonik konvergen) berarah Baratdaya
(SW) – Timurlaut(NE) dari suatu titik di Samudera Hindia (Indonesia) yang letaknya di
sebelah Barat Pulau Sumatera menuju ke arah Timurlaut memotong sumbu panjang
Pulau Sumatera dan Selat Malaka sampai ke suatu titik di Semenanjung Malaysia.
Sebutkan elemen elemen tektonik yang terbentuk di sepanjang lempeng bagian atas atau
di lempeng Mikro Sunda?
8. Ofiolit tersingkap dengan baik dan penyebarannya cukup luas di Pegunungan Meratus
(Kalimantan). Jelaskan proses terbentuknya dan alih tempat dari Ofiolit tersebut ditinjau
dari model tektonik lempeng?
9. Jelaskan secara singkat mengapa Karangsambung, Kebumen, dan Jawa Tengah salah satu
tempat sangat penting buat ahli kebumian?
10. Cekungan Ombilin di Sumatera Barat sering disebut oleh para ahli kebumian sebagai
cekungan antar gunung (inter mountain basin). Jelaskan sejarah cekungan Ombilin
ditinjau dari tatanan struktur dan stratigrafi sejak umur Eosen sampai Pleistosen di mana
mulai dari di endapkannya Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto,
Formasi Sawahtambang, dan Formasi Ombilin?
1. Yang dimaksud dengan Paparan Sunda adalah microplate yang terletak pada terusan
lepeng Eurasia yang terbentuk akibat pecahnya Gondwana (126 juta tahun yang lalu).
Kepingan-kepingan Gondwana bergerak ke utara dan membentur bagian selatan dari
Asia. Kepingan-kepingan itulah yang disebut Sundaland. Sundaland mencakup Pulau
Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Batas-batas paparan Sunda dari waktu ke waktu (sejak Pra tersier, Tersier dan
Kuarter)

Trias Sampai Kapur:


Menurut Hall, 2012. Batas paparan sunda meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, dan
Paparan Sunda yang berada di sebelah timur semenanjung.
Daerah subduksi yang meliputi Sarawak, Sabak, Kalimantan Timur, Jawa Timur sampai
Sumatera Selatan.

Eosen Sampai Miosen Awal


Batas Selatan dari sunda land merupakan busur Volkanik, dan Di dalam daerah Borneo
terdapan aktivitas volkanik terkait subduksi pada laut cina selatan. Di batas Barat yaitu
Sumatera terjadi peningkatan aktivitas volkanik. Pada batas Barat

2. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatrai Tengah


Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah dimulai dari fase syn-rift dimana diendapkan
Kelompok Pematang, yang kemudian dilanjutkan dengan fase post-rift dimana
terendapkan Kelompok Sihapas serta diakhiri dengan fase inversi dimana terendapkan
Kelompok Petani dan Formasi Minas.
Batuan Dasar
Batuan dasar berumur Pra-Tersier ini terbagi menjadi empat satuan litologi yaitu:
Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, Kualu Terrane, dan Mergui Terrane (Eubank dan
Makki, 1981).
a. Mallaca Terrane
b. Mutus Assemblages
c. Mergui Terrane
d. Kualu Terrane

Kelompok Pematang
Kelompok Pematang diendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar. Kelompok ini
berumur Eosen – Oligosen dengan sedimen yang berasal dari lingkungan sungai dan danau.
Kelompok ini dibagi menjadi tiga formasi berdasarkan ciri litologi, dari tua ke muda yaitu
Formasi Lower Red Bed, Formasi Brown Shale, dan Formasi Upper Red Bed.

a. Formasi Lower Red Bed


b. Formasi Brown Shale
c. Formasi Upper Red Bed

Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas terutama terdiri dari batupasir halus hingga kasar dengan sedikit
selingan serpih. Kelompok Sihapas diendapkan pada lingkungan laut dangkal (intertidal
sampai shoreface) dan batas laut (estuari) sehingga pada umumnya diendapkan di
lingkungan tidal hingga laut (Williams dan Eubank, 1995). Kelompok Sihapas merupakan
reservoir utama pada Cekungan Sumatra Tengah. Kelompok Sihapas diendapkan mulai
dari akhir Oligosen hingga pertengahan Miosen secara tidak selaras di atas Kelompok
Pematang. Kelompok Sihapas terdiri dari Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, Duri, dan
Telisa. Berikut adalah rincian dari formasi-formasi dalam Kelompok Sihapas.

a. Formasi Menggala
b. Formasi Bangko
c. Formasi Bekasap
d. Formasi Duri
e. Formasi Telisa

C. Formasi Petani
Formasi Petani diendapkan pada pertengahan hingga akhir Miosen. Formasi Petani terdiri
dari dominan batulempung laut. Formasi Petani terdiri dari batulempung yang berselingan
dengan dengan batupasir dan batugamping, serta sedikit perselingan batupasir dan
batulanau yang berubah mendangkal ke atas yang secara umum diendapkan pada
lingkungan marin (Heidrick dan Aulia, 1993). Fase regresi di Cekungan Sumatera Tengah
ditandai oleh hadirnya Formasi ini.
D. Formasi Minas
Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang diendapkan tidak selaras di atas Formasi
Petani. Formasi Minas tersusun atas lapisan-lapisan tipis konglomerat, batupasir,
batulempung, dan merupakan endapan-endapan aluvial.

Stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)


3. Pulau Sumatera memiliki tiga pola struktur dominan, ketiga pola tersebut dari tua ke
muda berturut-turut adalah Pola Jambi, Pola Sumatera dan Pola Sunda.

Peta struktur geologi regional pulau Sumatera

a. Pola Jambi memiliki arah struktur geologi NE-SW dan bertempat di Sub cekungan
jambi. Jambi. Pemnbentukan pola struktur jambi akibat asosiasi dengan pembentukan
sistem graben berumur paleogen yang di sebut graben Ketaling dengan arah utama NE-
SW. Pada Sub-Cekungan Sumatera Selatan berkembang pola struktur Jambi yang
terlihat pada Graben Tanjung miring. Struktur ini berkembang akibat kehadiran sesar
normal sejak Paleogen pada periode tektonik kompresi Plio_pleistosen yang
berhubungan dengan sesar mendatar dengan intensitas perlipatan yang tergolong tidak
terlalu kuat.
b. Pola Sumatera memiliki arah struktur geologi NW-SE, berumur Jura Awal – Kapur.
Pola ini berkembang di Bukit Barisan yang mana meruaka batas selatan Cekungan
Sumatera Selata. Pola ini menghasilkan perlipatan-perlipatan yang berasosiasi dengan
sesar naik yang terbentuk akibat orogenesa Pliosen – Pleistosendan menghasilkan
anticlinorium besar (Shell, 1987 dalam Zuhri 1990).
c. Pola Sunda memiliki arah struktur geologi N-S, berumur Kapur Akhir – Tersier Awal.
Polas sunda ditembukan di cekungan busur Pulau Sumatera. . Pola ini pada Cekungan
Sumatera Selatan dapat diamati di Benakat Gulley-Kikim, Palembang dan Sesar Pantai
Timur (Pulunggono et al. 192). Pola ini juga sangat baik ditemukan di Cekungan
Bengkulu (Lemias, 1995). Pada Pliosen – Pleistosen, sesar normal pada pola ini
teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang menunjukkan pola perlipatan di
permukaannya.

Dari ketiga pola struktur tersebut, Pola Sumatera memegang peran penting terkait
keterdapatan cebakan minyak bumu di Sumatera. Pola Sumatera berperan membentuk
cekungan-cekungan sedimentasi melalui mekanisme transtension di mana segmen-segmen
Sesar Sumatera yang saling menjauh membentuk pull-apart basin. Pada Pliosen –
Pleistosen, , terdapat rezim tektonik kompresional yang membentuk sesar naik dan lipatan
sebagai perangkap struktur migas (antiklin) serta beberapa sesar lainnya membentuk sesar
geser (strike slip) seperti Sesar Semangko.

4. A. Menurut Wiliams, 1989 struktur inversi adalah struktur yang terjadi ketika cekungan
dikontrol pembalikan sesar ekstensional yang terjadi karena perubahan pergerakan
tektonik menjadi kompresional.

B. Struktur Tektonik Inversi.

Penampang Formasi Talang Akar

Penampang Seismik Formasi Talang Akar

Pada tektonik Tersier Cekungan Sumatera Tengah terlihatperistiwa inversi ditunjukkan


dengan struktur Harpon yang berkembang. Pada Cekungan Sumatera Tengah terlihat
perkembangan struktur tersebut berlangsung baik melalui elemen bidang sesar yang
sebelumnya merupakan sesar normal berubah akibat rezim tektonik kompresional pada
Miosen Akhir (gambar )
Penampang struktur inversi Cekungan Sumatera Tengah akibat tektonik kompresional.

5. evolusi dari jalur jalur magmatisma di Pulau Jawa mulai dari umur Kapur,
Paleogen, Neogen, dan Kuarter

Evolusi jalur magmatisme Pulau Jawa


Evolusi jalur magmatk Pulau Jawa adalah akibat adanya subduksi lempeng Indo-Australia
yang menujam ke lempeng Eurasia. Terjadi perubahan pada jalur magmatic ini akibat adanya
perbedaan kecepatan penujaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.
a. Kapur – Paleogen
Pada Kapur Jalur subduksi purba memiliki arah NE-SW, jalur subduksi mencakngkup
Jawa Barat selatan (ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan Laut Jawa bagian
timur ke Kalimantan Tenggara. Jalur magmatic apur bertempat pada lepas pantai Utara
Jawa. Pola tektnonik ini dinamakn pola meratus
b. Paleogen – Neogen
Pada sub zaman Paleogen dan Neogen terdapat jalur subduksi purba membentuk
struktur positif (punggungan) bawah permukaan laut yang terletak di selatan Pulau Jawa. Jalur
ini merupakan kelanjutan deretan pulau – pulau di sebelah barat Sumatera yang terdiri dari
singkapan melange (Pulau Nias) berumur Miosen. Jalur ini merupakan satuan tektonik yang
penting karena dikaitkan dengan terangkatnya masa ringan dibandingkan sekitarnya sebagai
akibat penyusupan Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Mikro – Sunda. Sedangkan
jalur magmatisme Tersier daoat dibedakan menjadi dua periode kegiatan magmatic, yaitu yang
berlangsung sepanjang Eosen Akhir-Miosen Awal dan Miosen Akhir - Pliosen.
1. Eosen Akhir-Miosen awal
Pada Eosen subduksi mengalami perubahan jalur semakin ke arah W – E. Jalur magmatic
dan subduksi bergerak ke arah Selatan Pulau Jawa. Jalur subduksi lebih dekat dengan Pulau
Jawa diabndingkan sebelumnya. Perpindahan Jalur subduksi terjadi akbat adanya tabrakan
dengan lempeng Australia.
2. Miosen Akhir- Pliosen
Pada Miosen akhir Pola subduksi yang sudah berarah W - E menghasilkan jalur
magmatisme berarah W– E juga yang menghasilkan pola – pola struktur berarah W – E
dan berlangsung hingga saat ini. Pola struktur ini dinamakan Pola Jawa. Pergerakan
mundur dari zona subduksi akibat rollback di daerah Selatan Jawa terjadi pada kala Miosen
Akhir-Pliosen.
c. Kuarter- Resen
Jalur magma atau volkanik Kuarter yang membentang sepanjang pulau dan
meliputi hampir seluruh pulau. Perbedaan antara pola dan jalur magmatisme pada Pulau
Sumatera terjadi sejak zaman Pre-Tersier sedangkan pada Jawa hanya terjadi pada Jawa
bagian barat saja proses magmatismenya. Perubahan jalur magmatisme di Sumatera lebih
diakibatkan pada mekanisme roll back. Bentuk subduksi pada Pulau Sumatera adalah
oblique akibat pengaruh sistem mendatar Sumatra sehingga menjadikan kompleksitas
regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan Sidi, 2000).
6. pola struktur

Jalur Kendeng merupakan bentuk “anticlinorium” dengan arah Barat-Timur dan ke arah Timur
anticlinorium menunjukkan arah menunjam ke bawah dataran alluvial dan Selat Madura
panjangnya sepanjang 20 km.
Depresi Randublatung, secara structural merupakan suatu bentuk negatif dengan panjang 10-20
km
Zona Rembang merupakan suatu bentuk “antiklinorium’ dengan lebar + 80 km
Madura memiliki dua pola struktur, yaitu yang berarah Barat-Timur, dan Timur Laut-Barat
Daya
7. Penampang mulai dari Samudera Hindia hingga Semenanjung Malaysia:

Elemen tektonik utama:


-Lempeng Samudera Hindia
-Lempeng Kontinen Eurasia
-Palung Sunda dan kompleks accretionary wedges
-Cekungan depan (Forearc basin)
-Jalur vulkanisme (Bukit Barisan)
-Cekungan belakang jalur vulkanik (Backarc basin)

8. Ofiolit tersingkap dengan baik dan pengebarannya cukup luas di Pegunungan Meratus
Pegunungan Meratus merupakan sekuen ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal dan
terletak di wilayah yang terletak jauh dari tepi konvergensi lempeng. Pegunungan Meratus di
bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-asem.
Pegunungan Meratus mulai terangkat pada Miosen Akhir dan efektif membatasi sebelah barat
Cekungan Barito pada Plio-Pleistosen (Penrose, 1972; Coleman, 1977 dalam Clague dan Straley,
1977).
Pada Miosen Awal, karena perbedaan densitas, kerak benua Paternoster yang densitasnya
paling ringan pun mengalami break-off dengan kerak samudera di depannya yang melaju terus
memasuki astenosfer yang semakin dalam ke sebelah barat. Selanjutnya, kerak benua Paternoster
yang sempat menunjam menjadi terangkat (ekshumasi) oleh tektonik gaya berat akibat perbedaan
densitas segmen – segmen kerak yang pernah mengalami benturan dan astenosfer sekelilingnya.
Tektonik gaya berat ekshumasi berupa pengangkatan kembali kerak benua ini turut mengangkat
detached oceanic slab ofiolit Meratus yang hanya menumpang secara pasif (obducted) di atas
kerak benua Paternoster. Demikian, terangkatlah Pegunungan Meratus, seluruhnya melalui
tektonik gaya berat ekshumasi akibat perbedaan densitas.
10. Sejarah cekungan Ombilin ditinjau dari tatanan struktur dan stratigrafi sejak
umur Eosen sampai Pleistosen
Berdasarkan data geologi yang ada saat ini, Cekungan Ombilin dinyatakan sebagai suatu
graben yang terbentuk akibat struktur pull-apart yang dihasilkan pada waktu Tersier Awal,
yang diikuti dengan tektonik tensional sehubungan dengan pergerakan strike-slip
sepanjang zona Patahan Besar Sumatera. Berikutnya terjadi erosi dan patahan, sehingga
menghalangi rekonstruksi dari konfigurasi Cekungan Ombilin yang sebenarnya
Skema evolusi tektonik cekungan tarik pisah Ombilin, Sumatra Barat menurut Hastuti, dkk (2001).
(A)Kapur-Tersier Awal (B)Paleosen (C)Miosen Awal (D)Plio-Pleistosen.
1. Formasi Pre-Tertiary basement ( Paleozoic-Mesozoic)
Formasi Pre-Tertiary terdiri dari batuan granit, limestone laut dalam dari Formasi
Tuhur, limestone massive dan formasi Silungkang dan slate/phylites dari Formasi
Kuantan. Batuan Pre-Tertiary basement dari Cekungan Ombilin ini terlihat dengan
baik di sekitar batas cekungan sepanjang sisi batas sisi barat Cekungan Ombilin.
2. Formasi Sangkarewang (Eocene)
Formasi Sangkarewang memprensentasikan deposisi dari danau air dalam dengan
oksigen rendah. Formasi ini terdiri dari interface calcareous shale abu-abu gelap, tipis,
struktur tajam dan sandstone tipis. Formasi ini terbentuk dari endapan di Danau purba
Sangkarewang yang diendapi oleh serpihan-serpihan karena proses cuaca dan kegiatan
tektonik. Sifat calcareous dari formasi tersebut sebagian disebabkan adanya masukan
yang terus-menerus dari serpihan calcareous pre-tertiary.
3. Formasi Sawahlunto (Eocene)
Formasi Sawahlunto tediri dari shale dari zaman Eocene, siltstone, quartz, sandstone
dan batubara (coal) yang ditemui di sebagian besar di wilayah tenggara dari Cekungan
Ombilin. Formasi ini juga termasuk coal beds yang ditambang di daerah Sawahlunto.
Formasi Sawahlunto meruncing ke arah timur dan selatan dari area Sawahlunto.
4. Formasi Sawahtambang (Oligocene)
Formasi Sawahtambang dan Sawahlunto telah terbukti saling overlay atau seperti
saling terkait. Keterkaitan antara dua formasi secara paleontology susah ditentukan,
karena ketidakhadiran umur fosil diagenetic di antara kedua formasi. Formasi
Sawahtambang terdiri dari konglomerat berumur Oligocene, sandstone dan shale yang
diendapkan oleh sistem aliran sungai.
5. Formasi Ombilin (Early Miocene)
Formasi Ombilin terdiri dari shale abu-abu muda sampai medium, dimana sering
calcareous dan biasanya mangandung limestone, sisa-sisa tumbuhan dan sel-sel
moluska. Ketebalan limestone pada Formasi Ombilin terlihat sampai ketebalan 200 ft
(60 m). Akan tetapi, ketebalan Formasi Ombilin berkisar antara 146 meter sampai 2740
meter ketebalan sesungguhnya dari formasi ini sukar ditentukan karena adanya erosi
pasca endapan.
Dari segi lingkungan pengendapan batuan-batuan sedimen di daerah lain diendapkan
dalam lingkungan fasies delta, yaitu mulai dari upper delta plai hingga delta front,
lingkungan fasies transisi hingga paparan laut (marine), yaitu dari delta front hingga
middle shelf dan lingkungan fasies laut dalam, yaitu dari outer shelf hingga bathyal
(Koning, 1985).
10. Cekungan Ombilin adalah cekungan pull – apart yang terjadi pada Paleogen dikontrol
sesar transcurrent berarah Utara Setan dan terletak di dalam Busur Gunung Api Barisan. Menurut
Hastuti, dkk (2001) terdapat lima fase tektonik yang bekerja pada cekungan Ombilin dan
mempengaruhi pola struktur serta sedimentasi pada cekungan Ombilin.

– Fase tektonik pertama berlangsung awal Tersier, berupa fase tektonik ekstensif bersamaan
dengan terbentuknya sistem tarik pisah berarah baratlaut-tenggara yang merupakan awal
terbentuknya cekungan Ombilin. Pada saat membukanya cekungan, terbentuk endapan kipas
aluvial Formasi Brani pada lereng-lereng tinggian dan formasi Sangkarewang pada bagian
tengahnya.
– Fase tektonik kedua berlangsung sejak Eosen, berupa fase kompresif dengan terbentuknya
sesar-sesar berarah utara-selatan. Dibeberapa tempat terjadi ekstensif yang menyebabkan
penurunan cekungan yang cepat dan diimbangi oleh pengendapan sedimen, menyebabkan
pelongsoran endapan aluvium Formasi Brani dan masuk ke dalam endapan rawa Formasi
Sangkarewang.
– Fase tektonik ketiga, berupa fase kompresif. Fase ini mengakibatkan proses pengangkatan
dengan terbentuknya endapan sungai berkelok Formasi Sawahlunto. Dibeberapa tempat fase
kompresif diikuti oleh fase ekstensif dengan terbentuknya endapan batubara di daerah limpahan
banjir. Pada fase ini terjadi pengaktifan kembali sesar-sesar yang telah terbentuk dan sesar minor
naik yang terjadi bersamaan dengan pengendapan formasi Sawahlunto.
– Fase tektonik keempat, berupa fase kompresif yang relatif berarah utara-selatan. Akibat
fase ini terjadi reaktifasi sesar-sesar berarah utara-selatan dan baratlaut-tenggara menjadi sesar
naik dan sesar mendatar. Terjadi pula fase ekstensif berarah relatif baratlaut-tenggara yang
mengakibatkan dibeberapa tempat terjadi genangan rawa dan penumpukan sedimen.
– Fase tektonik kelima berlangsung sejak Miosen awal, berupa fase ekstensif yang berarah
relatif utara-selatan. Fase ini mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar berarah barat-timur. Fase ini
mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar berarah barat-timur. Selain itu, fase ekstensif ini
mengakibatkan terjadinya Sesar Tanjung Ampalu berarah utara-selatan yang kemudian diikuti
dengan fase genang laut. Pada Miosen Akhir terjadi fase kompresif berarah relatif timur yang
menghasilkan sesar-sesar berarah timurlaut-barat daya dan sesar-sesar yang terbentuk awal aktif
kembali.
Batuan Sedimen tertua yang mengisi cekungan Ombilin adalah Formasi Brani yang
disusun oleh aliran debris berupa kipas alluvial dan atau kipas delta. Dibagian timur, sebaran Fm.
Brani sejajar dengan tepi cekungan dengan arah kemiringan kea rah barat, dibagian barat
membentuk kipas, di selatan sejajar dengan bentuk cekungan, dan dibagian utara tersingkap di
sebelah barat batuan alas. Dibagian barat cekungan, formasi Brani berubah menjadi endapan
fluvial dan rawa yang membentuk Fm. Sangkarewang dengan hubungan menjari dan diduga
berumur Eosen Akhir.
Selama Oligosen – Miosen, terjadi transgresi yang ditunjukkan dengan ketidakselarasan
pada Fm. Sangkarewang bagian paling atas, dan di dalam cekungan diendapkan endapan sungai
meandering dan sungai brainded. Endapan – endapan tersebut sebagai Endapan Fm. Sawahlunto
dan ditindih Fm. Sawahtambang yang juga mengindikasikan perubahan dari endapan sungai
braided menjadi fasies distal berbentuk meandering. Transgresi menerus dan diikuti endapan laut
dangkal sebagai formasi Ombilin. Pada miosen tengah tidak ada pengendapan di cekungan karena
adanya pengangkatan Pegunungan Barisan. Pada deformasi Plio-Plistosen, sedimen terakumulasi
terlipat dan tersesarkan dengan sesar utama adalah sesar menganan baratlaut - tenggara
Kolom stratigrafi cekungan Ombilin kali pertama diusulkan oleh Musper (1924), Musper
mendefinisikan menjadi tiga formasi :
(1). Grup Napal; Miosen Bawah awal sampai Miosen Atas akhir (Mergel Afdeeling).
(2). Grup Batupasir Kuarsa; Oligosen awal sampai akhir (Kwarts Zandsteen).
(3). Grup Breksi dan Serpih; Paleosen tengah sampai Eosen tengah (Breccie en Mergelschalie
Afdeeling).
Klasifikasi Musper hanya digunakan sampai 1975 ketika Silitonga dan Kastowo
mengkompilasi peta geologi lembar Solok skala 1:250.000.
Pada 1975 Silitonga dan Kastowo menambah dan merubah nama dari klasifikasi Musper.
Grup Napal dirubah menjadi Formasi Ombilin Atas tetapi masih mengacu pada umur dan deskripsi
litologi yang sama dengan Grup Napal klasifikasi Musper.
Perubahan yang besar dalam penamaan yang diusulkan oleh Silitonga dan Kastowo terjadi
pada definisi ulang dari Grup Batupasir Kuarsa. Grup ini berubah nama menjadi Formasi Ombilin
Bawah dan dengan kisaran umur yang bertambah (Miosen awal sampai Oligosen akhir). Deskripsi
litologi sedikit berubah dengan memasukkan batubara dan sedimen berbutir halus.
Silitonga dan Kastowo juga merubah nama Grup Breksi dan Serpih menjadi Formasi Brani
dan Sangkarewang, perbandingan unit litostratigrafi ini dapat dilihat pada Gambar di bawah

Gambar 40. Kolom Stratigrafi Ombilin

Kolom stratigrafi Silitonga dan Kastowo (1975) adalah sebagai berikut :


(1). Formasi Ombilin Atas; Miosen Bawah awal sampai Miosen Atas akhir.
(2). Formasi Ombilin Bawah; Oligosen awal sampai akhir.
(3). Formasi Sangkarewang; Paleosen tengah sampai akhir.
(4). Formasi Brani; Paleosen tengah sampai akhir.
Pada tahun 1981, Koesoemadinata dan Matasak mendefinisi ulang kolom stratigrafi yang
digunakan oleh Silitonga dan Kastowo untuk menyesuaikan dengan penamaan stratigrafi
internasional. Koesoemadinata dan Matasak memperkenalkan nama formasi baru pada anggota
klasifikasinya. Klasifikasi tersebut adalah:
(1). Formasi Ombilin; Miosen Bawah awal sampai Miosen Atas akhir.
(2). Formasi Sawahtambang (anggota Rasau dan Poro); Oligosen awal sampai akhir.
(3). Formasi Sawahlunto; Oligosen tengah sampai akhir.
(4). Formasi Sangkarewang; Paleosen tengah sampai akhir.
(5). Formasi Brani (anggota Kulampi dan Selo); Paleosen tengah sampai akhir.
Penamaan ini masih digunakan dalam semua publikasi mengenai cekungan Ombilin yang
ada sampai saat ini. Perbedaan utama antara Kastowo dan Silitonga (1975) dan Koesoemadinata
dan Matasak (1981) adalah pada definisi ulang dalam Formasi Ombilin Bawah. Koesoemadinata
dan Matasak (1981) membagi Formasi Ombilin Bawah kedalam batubara yang berumur Eosen,
batupasir dan serpih Formasi sawahlunto, dan batupasir berlapis silang-siur dan beramalgamasi
Formasi Sawahtambang.
Deskripsi litologi dari Formasi Brani dan Sangkarewang digambarkan oleh
Koesoemadinata dan Matasak (1981) lebih rinci dibandingkan oleh Kastowo dan Silitonga (1975),
tetapi intinya tetap tidak berubah. Perbedaan yang paling besar dari penulis sebelumnya terdapat
pada pengenalan Anggota Kulampi dan Selo. Hal ini adalah tipe batuan yang berbeda yang
dikenali pada sekitar batas dari cekungan.

You might also like