You are on page 1of 4

Putusan Pengadilan Pajak No : Put.45600/PP/M.

II/10/2013

I. POKOK PERMASALAHAN
1. Terjadi koreksi dasar pengenaan PPh Pasal 21 tahun pajak 2006 sebesar Rp
14.534.514.775 yang terdiri dari :
- Koreksi Hired Labour
- Koreksi Km-Compensations, Training dan Km-Compensations Domestic
- Koreksi biaya accrual yang PPh 21nya dipotong dan dilaporkan tahun 2007
- Koreksi Jaminan Hari Tua yang dibayarkan PT Jamsostek
- Koreksi selisih kurs
2. Pemohon melakukan banding dengan penjelasan bahwa koreksi objek PPh Pasal
21 bukan merupakan objek pajak, dengan penjelasan :
- Pengeluaran biaya tenaga kerja outsourching merupakah obyek PPh 23
- Biaya accrual PPh 21 dipotong dan disetor tahun 2007
- Biaya tenaga kerja bukan merupakan objek PPh 21 seperti : JKK, JKM, JHT
- Terjadi perbedaan karena selisih kurs

II. ALTERNATIF MANAJEMEN PAJAK

Manajemen pajak yang dilakukan oleh pemohon telah benar dengan melakukan
banding. Sehingga dilakukan perhitungan ulang sebagai berikut :

Objek PPh Pasal 21 USD 15.418.160,77


Hired labor USD 98,85
Km-Comp. Training USD 284,65
Km-Comp. Domestic USD 4529,47
Hired labor USD 1.078.344,82
Bukan Objek PPh Pasal 21 (USD 1.083.307,74)
Jaminan Hari Tua (USD 148.015,00)
Objek PPh Pasal 21 sesuai bukti Rp 130.309.364,819

Dengan keterangan sebagai berikut :


1. Hired labor merupakan biaya jasa dari pihak ketiga , dalam hal ini merupakan
tenaga kerja outsourching sehingga dilakukan pemotongan PPh Pasal 23/26
2. Km- Comp Training dan Domestic merupakan biaya perjalanan dinas.
3. Dilakukan perhitungan ulang atas JHT sebesar 3,7 % dari biaya.

Berdasarkan bukti-bukti yang dapat diserahkan oleh pemohon, hasil pemeriksaan


dalam persidangan maka diputuskan oleh Majelis untuk mengabulkan sebagian
permohonan banding , sehingga DPP PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp 130.309.364,819.

Selain mengajukan banding atas koreksi objek PPh Pasal 21, pemohon juga dapat
melakukan beberapa hal agar beban objek PPh Pasal 21 berkurang dengan membebankan
bonus kepada tenaga kerja bukan berupa uang tunai namun memberikan dalam bentuk
natura, seperti fasilitas mobil, mess, dan rumah karena hal tersebut bukan merupakan objek
PPh Pasal 21. Kemudian pembayaran iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau
iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja. Contoh: Perusahaan membayar dana pensiun ke kantor
Jamsostek senilai 500 jt. Atas dana pensiun tersebut tidak dipotong pph pasal 21, akan
dipotong pada saat karyawan melakukan klaim jaminan pensiun.
Putusan Pengadilan Pajak No : PUT.28836/PP/M.VII/13/2011

I. POKOK PERMASALAHAN

Terjadi koreksi atas DPP PPh 26 dari masa pajak Januari hingga Desember 2006 atas
koreksi atas Service Fee Rp 1.310.582.069,00 dan Marketing Research Rp 626.840.179,00
dengan keterangan :

a. Service fee dari Kantor Pusat sebesar Rp 1.065.844.197 dan kepada kantor
cabang sebesar Rp 244.737.872 yang semula adalah imbalan jasa
direklasifikasikan sebagai dividen terselubung dan dianggap pengeluaran
tersebut sebagai pembayaran atas biaya-biaya oleh kator pusat dalam rangka
membina hubungan baik dengan klien unit terutama dengan kantor pusat
mereka yang berada di Jepang. Namun pemohon melakukan banding
menyatakan tidak setuju dengan koreksi tersebut sesuai dengan persetujuan
penghindaran pajak berganda yang dilakukan antara pemerintahan Jepang
dengan Indonesia sehingga biaya service fee tidak terhutang PPh Pasal 26.
b. Terjadi koreksi atas DPP PPh 26 atas koreksi Marketing Research sebesar Rp
626.840.197,00. Semula, jasa ini direklasifikasikan sebagai dividen terselubung.
Namun pemohon melakukan banding dan melampirkan bukti surat keterangan
domisili dari pusat dan sebagai bukti bahwa rekanan adalah WP yang telah
melakukan kewajiban perpajakan di negaranya. Pemohon melakukan banding
dengan alasan bahwa biaya tersebut dikeluarkan atas pembayaran jasa dalam
rangka memperolah masukan dari konsumen, analisa tren pemasaran, perilaku
konsumen dan juga untuk membuat suatu strategi pemasaran guna
meningkatkan penjualan dari produk klien pemohon banding sehingga tidak
seharusnya terutang PPh Pasal 26.

II. ALTERNATIF MANAJEMEN PAJAK

Pemohon telah melakukan manajemen perpajakan dengan benar. Atas kasus diatas,
service fee dan marketing research bukan merupakan pembagian dividen terselubung dan
pemohon dapat memberikan bukti-bukti kepada fiskus. Pemohon merupakan perusahaan
swasta yang melakuakan kerjasama dengan klien dari luar negeri dimana melakukan
kegiatan jasa yang dilakukan di luar negeri dengan melakukan tax treaty. Tax treaty adalah
perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir
perpajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh
penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi
di antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-
klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang
dihadapi. Namun berkaitan dengan keinginan tersebut, tentu harus ada batas-batas atau
aturan yang jelas hingga bisnis yang dilakukan. Dalam kasus ini adalah BUT aktivitas.
Timbulnya BUT tipe ini ditandai dengan adanya aktivitas yang melebihi batas waktu tertentu
(time test) yang dilakukan di negara lain. Aktivitas tersebut bisa berupa pelaksanaan
berbagai macam jasa (seperti jasa konstruksi atau jasa-jasa lainnya). Lamanya time test yang
digunakan dapat berbeda-beda antara satu tax treaty dan tax treaty yang lain. Time test ini
disesuaikan dengan kesepakatan dari kedua negara. Dan harus melakukan pembuatan
Certificate of Domicile (COD). Wajib Pajak dapat mengajukan SKD ke kantor pajak terdaftar
jika memenuhi syarat :

- berstatus wajib pajak dalam negeri menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan;


- memiliki NPWP
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas dalam persetujuan penghindaran pajak berganda
(P3B) atau tax treaty, wajib pajak disyaratkan untuk memiliki Surat Keterangan Domisili
(SKD) atau dalam bahasa Inggris dikenal Certificate of Domicile (CoD).

Pemohon melampirkan SKD dari pusat yaitu Jepang dan cabang sebagai bukti bahwa
pihak rekanan adalah WP yang telah melakukan kewajiban perpajakan di negaranya. WP
bisa dikenakan PPh Pasal 26 jika melakukan kegiatan jasanya di Indonesia. Namun pada
kasus ini, kegiatan jasa dilakukan di negaranya. Jasa atas service fee dan marketing research
diterima oleh WP luar negeri yang didapat dari WP dalam negeri, yaitu pemohon. Jasa
service fee dan marketing research juga dilakukan di luar negeri yang telah memiliki SKD
sehingga Indonesia tidak dapat mengenakan pajak penghasilan atas imbalan jasa tersebut.

You might also like