You are on page 1of 6

Slide 1

Pendahuluan

falsafah kepemimpinan Jawa :

“Manunggaling Kawula-Gusti”, artinya kepemimpinan dan kerakyatan. (Hal ini dapat


ditunjukkan dari perwatakan patriotis Sang Amurwabumi (gelar Ken Arok) yang
menggambarkan sintese sikap “bhairawa-anoraga” atau “perkasa di luar, lembut di dalam”.
Di mana sikapnya selalu “menunjuk dan berakar ke bumi” atau “bhumi sparsa mudra”, yang
intinya adalah kepemimpinan yang berorientasi kerakyatan yang memiliki komitmen: “Setia
pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik dan sosial”.)

Slide 2
ASAS KEPEMIMPINAN
Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya
menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.

Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat


berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.

Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang
diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

prinsip-prinsip kepemimpinan Sultan Agung diungkapkan lewat: “Serat Sastra-


Gendhing”, yang memuat tujuh amanah.
 “Swadana Maharjeng-tursita”

(seorang pemimpin haruslah sosok intelektual, berilmu, jujur dan pandai menjaga nama,
mampu menjalin komunikasi atas dasar prinsip kemandirian.)

 “Bahni-bahna Amurbeng-jurit”
(selalu berada di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan
kebenaran.)

 “Rukti-setya Garba-rukmi”
(bertekad bulat menghimpun segala daya dan potensi, guna kemakmuran dan ketinggian
martabat bangsa)

 “Sripandayasih-Krami”
(bertekad menjaga sumber-sumber kesucian agama dan kebudayaan, agar berdaya manfaat
bagi masyarakat luas.)
 “Galugana-Hasta”
(mengembangkan seni-sastra, seni-suara dan seni tari, guna mengisi peradaban bangsa)

 “Stiranggana-Cita”
(sebagai pelestari dan pengembang budaya, pencetus sinar pencerahan ilmu dan pembawa
obor kebahagiaan umat manusia.)

 “Smara-bhumi Adi-manggala”
(tekad juang lestari untuk menjadi pelopor pemersatu dari pelbagai kepentingan yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu, serta berperan dalam perdamaian di mayapada.
Ajaran kepemipinan ideal yang lainnya adalah misalnya, “Serat Wulang Jayalengkara” yang
menyebutkan, seorang penguasa haruslah memiliki watak “Wong Catur” (empat hal),
yakni:

 Retna atau permata


(wataknya adalah pengayom dan pengayem, karena khasiat batu-permata adalah untuk
memberikan ketentraman dan melindungi diri.)

 Watak estri atau wanita


(adalah berbudi luhur, bersifat sabar, bersikap santun, mengalahkan tanpa kekerasan atau
pandai berdiplomasi.)

 curiga atau keris


(seorang pemimpin haruslah memiliki ketajaman olah-pikir, dalam menetapkan policy dan
strategi di bidang apa pun.)

 paksi atau burung


(mengisyaratkan watak yang bebas terbang kemana pun, agar dapat bertindak independen
tidak terikat oleh kepenting an satu golongan, sehingga pendapatnya pun bisa menyejukkan
semua lapisan masyarakat.)

Astabratha

a. Bumi

seorang pemimpin mendorong dirinya untuk selalu memberi kepada sesama. Hal
ini dikarenakan bumi merupakan tempat untuk tumbuh berbagai tumbuhan yang
berbuah dan berguna bagi umat manusia.
b. Api atau geni

energi, bukan materi. Api sanggup membakar materi apa saja menjadi musnah.
Memiliki kesanggupan atau keberanian untuk membakar atau melenyapkan hal-
hal yang menghambat dinamika kehidupan, misalnya sifat angkara murka,
rakus, keji, korup, merusak dan lainnya.

c. Air atau banyu

pemimpin harus selalu mengalir dinamis dan memiliki watak rendah hati,
andhap asor dan santun. selalu menunjukkan permukaan yang rata, pemimpin
harus adil dalam menjalankan kebijakan terkait hajat hidup orang banyak.

d. Angin atau udara

memberikan hak hidup kepada masyarakat. Hak hidup, antara lain, meliputi hak
untuk mendapatkan kehidupan yang layak (sandang, pangan, papan, dan
kesehatan), mengembangkan diri, mendapatkan sumber kehidupan (pekerjaan),
berpendapat dan berserikat (demokrasi), dan mengembangkan kebudayaan
e. Matahari atau surya

pemimpin harus mampu menjadi penerang kehidupan sekaligus menjadi


pemberi energi kehidupan masyarakat.

f. Bulan atau candra

memiliki kelembutan menenteramkan, pemimpin yang bijak selalu memberikan


rasa tenteram dan menjadi sinar dalam kegelapan.
g. Bintang atau kartika

menjadi panduan para musafir dan nelayan, pemimpin harus mampu menjadi
orientasi (panutan) sekaligus mampu menyelami perasaan masyarakat.

h. Langit atau angkasa

pemimpin pun harus memiliki keluasan hati, perasaan, dan pikiran dalam
menghadapi berbagai persoalan bangsa dan negara. Tidak sempit pandangan,
emosional, temperamental, gegabah, melainkan harus jembar hati-pikiran, sabar
dan bening dalam memberikan pelayanan kepada masyarak
an satu golongan, sehingga pendapatnya pun bisa menyejukkan semua lapisan masyarakat.)

CARA MEMPEROLEH PEMIMPIN


Dalam budaya Jawa, memperoleh pemimpin masih menggunakan keturunan, misalnya pada
keraton Jogja dan Surakarta. Seperti yang kita ketahui, pada Daerah Istimewa Yogyakarta
guberbur dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono dan wakil gubernur oleh Pakualam.
Sedangkan di keraton Surakarta dipimpin oleh Paku Buwono.

PENYELESAIAN MASALAH
Dalam budaya, dikenal penyelesaian masalah menggunakan adat.
(misalnya dalam pembangunan rumah menggunakan ‘golek dina’ atau mencari hari baik
yang bertujuan agar rumah yang dihuni tersebut mendatangkan kebahagiaan bagi
penghuninya. Tak hanya dalam pembangunan rumah, prosesi pernikahan, menempati rumah
baru, bahkan pemotongan bambu untuk bahan baku pembuatan rumah juga menggunakan
sistem ini.)
Ciri khas dari pendekatan penyelesaian konflik berbasis kearifan lokal
(yaitu mengedepankan musyawarah, hal ini dikarenakan tipe masyarakat yang komunalistik.)
Proses penyelesaian konflik juga diilhami dengan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong,
nilai budaya, tetapi memiliki pola yang bisa dikatakan sebagai mekanisme penyelesaian
konflik yang modern,juga musyawarah dikenal dengan sebutan rembugan.

KEARIFAN LOKAL JAWA


Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam
mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya-
tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada.

BUDAYA JAWA
Budaya di jawa salah satu nya adalah Ajaran kearifan, seperti

 keluwesan bergaul (manjing ajur-ajer),


 sikap sederhana (nrima ing pandum),
 tidak ambisius (semeleh)
merupakan ajaran yang memudahkan orang Jawa dalam menempatkan diri dalam komunitas
nasional yang lebih luas. Salah satu bentuk kearifan lokal lainnya adalah budaya ‘salim’ atau
berjabat tangan kepada orang yang lebih tua atau orang yang dihormati. Penggunaan tutur
bicara yang halus juga merupakan kearifan lokal Jawa.

MASAKAN KHAS JAWA


1. Masakan khas jawa barat
Karedok,batagor,es doger,mie kocok,gepuk,timbal,serabi,combro,pisang
molen,peuyeum,toge goreng jasinga.
2. Masakan khas jawa tengah
Lumpia semarang,getuk,tempe mendoan,situ kudus,garang asem,nasi
liwet,timlo,dawet,jenang jaket.
3. Masakan khas jawa timur
Rawon,bakso,sate ayam,soto lamongan,rujak cingur,tahu campur,nasi
kerawuh,lepet jagung,lontong balap,semanggi Surabaya.

B . RUMAH ADAT JAWA


Joglo adalah rumah adat masyarakat Jawa.

PERNIKAHAN

Jenis Pernikahan adat jawa :

 Paes Agung yaitu pernikahan agung


 Paes Kesatriyan yaitu pernikahan jenis ksatria yang lebih sederhana

PAKAIAN ADAT JAWA


Jenis busana dan kelengkapannya yang dipakai oleh kalangan wanita Jawa, khususnya di
lingkungan budaya Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah adalah baju kebaya, kemben dan
kain tapih pinjung dengan stagen.

TARI ADAT JAWA


1. Provinsi Jawa Barat / Jabar
Tari Tradisional : Tari Topeng Kuncaran, Tari Merak

2. Provinsi Jawa Tengah / Jateng


Tari Tradisional : Tari Serimpi, Tari bambangan Cakil
3. Provinsi DI Yogyakarta / Jogja / Jogjakarta
Tari Tradisional : Tari Serimpi Sangupati, Tari Bedaya
4. Provinsi Jawa Timur / Jatim
Tari Tradisional : Tari Remong, Tari Reog Ponorogo Tari Remong,

You might also like