You are on page 1of 6

Abstrak

Lupus eritematosus (LE) adalah penyakit jaringan konektif yang ditandai dengan
adanya auto antibodi melawan beberapa sel (autoimun). Kelainan kulit merupakan
manifestasi klinis yang paling umum setelah artritis dan belum pernah ada laporan
atau publikasi mengenai studi retrospektif LE di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum
penyakit LE yang meliputi distribusi kasus baru, kelompok usia, jenis kelamin, tipe LE
, kelainan yang ditemukan berdasarkan kriteria ARA, dan data pemeriksaan penunjang.
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mengambil data-data dari rekam
medik penderita baru lupus eritematosus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar selama 5 tahun, mulai Juni 2005- Mei 2010. Dalam kurun waktu mulai
2005-2010 diperoleh data jumlah kunjungan baru LE sebanyak 12 kasus. Pada studi
ini tahun 2009 ditemukan 5 pasien (41,6%) yang merupakan kasus LE terbanyak. Terdapat
kunjungan terbanyak pada pasien wanita yaitu 10 kasus (83%) dibandingkan pasien
laki-laki sebanyak 2kasus (17%). Berdasarkan kelompok umur, penderita baru LE
paling banyak beradadikelompok usia 41-50 tahun (50%). Berdasarkan tipe LE, yang
terbanyak adalah tipe lupus eritemasosus diskoid (LED) yaitu sebanyak 7 pasien
(58,3%). Berdasarkan kelainan yangditemukan dengan menggunakan kriteria ARA
( American Rheumatism Association ) yang paling banyak adalah eritema fasial
sebanyak 8 pasien (25,8%). Berdasarkan data pemeriksaan laboratorium,
didapatkan pemeriksaan laju endap darah merupakan pemeriksaan terbanyak yang
mengalami peningkatan yaitu sebanyak 6 pasien (31,6%) dan hanya 2 pasien
(10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Disimpulkan bahwa kasusLE
terbanyak ditemukan tahun 2009 dengan jenis LED dan berdasarkan kriteria ARA paling banyak
dijumpai adalah eritema fasial
Pengantar
Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakita utoimun yang menyerang jaringan
penyangga (connective tissue disease ) dimana penyakit ini dapat mengenai berbagai sistem
organ dengan manifestasi klinis dan prognosis yang bervariasi. Kelainan kulit merupakan
manifestasi klinis LE yang paling umum setelah arthritis (Nurjantiet al.,1990;.Insawang dan
Kulthanan, 2010; Kole danGhosh,2009). Penyakit lupus dapat ditemukan pada semua kelompok
usia dimana banyak mengenai usiaproduktif yaitu antara usia 21 sampai 50 tahun dengan
prevalensi 17 sampai 48 dalam 100.000 penduduk pada suku Afro-Karibia. Di Eropa
Utara, prevalensi penyakit lupus berkisar 40 kasus per 100.000 penduduk dan 200 kasus per
100.000 penduduk ditemukan pada orang dengan kulit hitam.,(6)
Meskipun penyakit ini merupakan penyakitautoimun, akan tetapi terdapat peran
eksogenmisalnya lingkungan (ultraviolet, hormon) maupunfaktor endogen seperti faktor genetic
(Insawang danKulthanan,2010; Panjwani, 2009).
James N. Gilliam membedakan LE berdasarkan onset, klinis, morfologis dan pemeriksaan
imunofluoresens menjadi 2 tipe utama yaitu LE non spesifik dan LE spesifik kutan , dimana pada
LE non spesifik kutan sering kali berhubungan dengan sistemik lupus eritematosus (SLE) yang
melibatkan multipel oragan dan vaskular. Sedangkan LE spesifik kutan dibagi menjadi tiga
subtipe yaitu akut kutaneus lupus eritematosus (ACLE), subakut kutaneus lupus eritematosus
(SCLE), dan kronik kutaneus lupus eritematosus (CCLE) (Kole dan Ghosh,2009;Costner
dan Sontheimer, 2008; Walling danSontheimer, 2009; Simon, 2007; Wolf dan
Johnson,2005). Akut kutaneus LE lebih banyak ditemukan pada perempuan dari
pada laki-laki (8:1). Sekitar 50-60% penderita ACLE juga menderita SLE. Sub akut
kutaneus LE memiliki gejala ekstra kutan terbanyak adalah artritis dan mialgia dengan angka
rekurensi sekitar 10-15% dan dapat berkembang menjadi SLE ringan. Diskoid LE (DLE)
merupakan salah satu varian dari CCLE dan dalam perjalanan penyakitnya dapat
berkembang menjadi SLE pada kurang dari5% pasien ( Insawang dan Kulthanan, 2010;
Simon,2007)158 Majalah Kesehatan P h a r m a M e d i k a , 2010 Vo l, 2, No,2 A r t i k e l
P e n e l i t i a n Berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA
( American Rheumatism Association ) yang paling banyak adalah eritema fasial sebanyak 8
pasien (25,8%), kelainan kedua terbanyak adalah artritis sebanyak 5 pasien (16,1%).
Distribusi penderita LE berdasarkan kelainanyang ditemukan dengan kriteria
ARA
KelainanyangditemukanJumlah Persentase(%)
Eritema fasial 8 25,8%Lesi diskoid 4 12,9%Sikatrikhipotrofik- -Fotosensitif 2
6,4%Ulkus mulut &rinofaring1 3,2%Artritis 5 16,1%Serositis(pleuritis,perikarditis)-
-Kelainan ginjal(proteinuria)3 9,6%Kelainanneurologic(psikosis)2
6,4%Kelainandarah2 6,4%Gangguanimunologik(Sel LE, ANA)4 12,9%Berdasarkan
data laboratorium, didapatkanpemeriksaan laju endap darah merupakanpemeriksaan
terbanyak yang mengalamipeningkatan yaitu sebanyak 6 pasien (31,6%) danfungsi hati
merupakan pemeriksaan kedua terbanyakyang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 3pasien
(15,8%) dan hanya 2 pasien (10,5%) yangdilakukan pemeriksaan histopatologi. (tabel 4).
Tabel 4.
Distribusi penderita LE berdasarkan datalaboratorium
PemeriksaanLaboratoriumJumlah Persentase(%)
Laju endap darah6 31,6%Fungsi hati( SGPT/SGOT)3 15,8%Fungsi
ginjal(ureum/kreatinin)2 10,5%ANA test2 10,5%Sel LE- -Reumatoidfaktor (RF)1
5,2%Urin rutin(sel epitel, eritrosit,proteinuria)1 5,2%Darah rutin2
10,5%Histopatologi2 10,5%
Diskusi
Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakitautoimun inflamasi kronis yang memiliki
spektrumyang luas berdasarkan manifestasi klinis danperjalanan penyakitnya yang
bervarias (Gill
et al
.,2003; Kuhn
et al.,
2005; Amero
et al
.,2006).Etiologi dan mekanisme patogenesis yang berperanpada LE belum dapat dipahami
secara pasti.Patogenesis LE kutan tampaknya tumpang tindihdengan patogenesis SLE, dimana
interaksi antarafaktor-faktor host (genetik, hormonal) dan faktor-faktor lingkungan
(radiasi ultraviolet, virus, obat-obatan) mengarah pada hilangnya toleransi,
danmenginduksi suatu autoimunitas. Diikuti denganaktivasi dan ekspansi sistem imun dan
akibatnyaterjadi kerusakan jaringan akibat respon imun danekspresi klinis penyakit
(Rahman dan Isenberg,2008;Simon, 2007; Yuriawantini dan Suryana,2007).

Pada studi ini, kunjungan kasus baru adalahsebanyak 12 kasus dengan kunjungan terbanyakpada
tahun 2009 yaitu sebanyak 5 pasien (41,6%)yang merupakan kasus LE terbanyak.
Jumlah kasusyang tidak banyak ini dikarenakan kemungkinanpasien datang
dengan keluhan artritis dimana gejalaini termasuk yang paling sering ditemukan
sehinggapasien langsung datang ke bagian penyakit dalam.Kemungkinan lain adalah penderita
enggan berobatke Rumah Sakit besar dan cenderung memilihberobat ke fasilitas pengobatan
lain.Distribusi menurut jenis kelamin pada studi inididominasi oleh wanita yaitu
83% dibandingkanpasien laki-laki yang hanya 17%. Berdasarkankelompok usia, penderita
baru paling banyak beradadikelompok usia 41-50 tahun (50%) dengan usiatermuda 16
tahun dan usia tertua 48 tahun.

Artikel Penelitian
Majalah Kesehatan
PharmaMedika
,
2010

Vol,2, No,2 159


Hal tersebut sesuai dengan penelitian Komalig FM,dkk yang melaporkan bahwa wanita SLE di
Jakartatahun 2004 sebesar 94,6%, dan kelompok umurterbanyak di usia subur 15-44
tahun (88,4%). Hal inidimungkinkan kerena pada pasien lupus terjadipeningkatan
hormon estrogen 20 kali lipatdibandingkan dengan pasien yang sehat.

Faktor jenis kelamin dan usia merupakan faktor host yangberperan dalam patogenesis
lupus eritematosus,selain itu keterpaparan lingkungan seperti obat-obatan, virus,
sinar UV yang turut berperan.

Diketahui bahwa wanita memiliki predisposisi SLE jauh lebih banyak daripada pria
dikarenakan memiliki2 kromosom X. Onset penyakit yang jarang dideritaoleh
perempuan pre-pubertas dan menopouse,mendukung keterlibatan hormon seks
terhadappatogenesisnya (Rahman dan Isenberg,2008).Pada studi ini, berdasarkan penelesuran
darirekam medik yang dilakukan hanya didapatkan duadiagnosis terhadap penyakit LE
yaitu DLE dan SLE.Ditemukan DLE sebanyak 58,3% dan SLEsebanyak 41,6%, dari 12
kasus yang ditemukanhanya 2 kasus (10,5%) yang dilakukan pemeriksaanhistopatologi.
Dikepustakaan disebutkan bahwadidapatkan persamaan pada kelompok penyakit inidengan
penyakit lainnya dan perubahan pada kulitmerupakan gambaran yang paling menonjol
padasemua penyakit jaringan konektif, sehinggapemeriksaan histopatologi kulit sangat penting
dalammembantu membedakan dan menegakkan diagnosis(Nurjanti
et al.,
1990; Komalig
et al
, 2007).Lupus eritematosus diskoid mengenai kulit tanpaatau dengan keterlibatan sistemik
yang minimal.Karakteristik lesi ditandai dengan eritem, plakberskuama yang meluas
secara sentifugal,permukaan plak menebal (Williams, 2005). Bilamenyembuh dapat dengan
pembentukan skar, atrofi,dan pigmentasi. Lesi terdapat pada area yangterpapar sinar
matahari dan banyak ditemukanadanya gejala fotosensitivitas. DLE merupakan
lesiyang kronis dan dapat terjadi remisi dan relaps, sertadapat berkembang menjadi SLE
(Nurjanti
et al.,
1990; Panjwani, 2009; Simon, 2007).Lupus eritematosus sistemik ditandai olehproduksi
antibodi terhadap komponen inti sel yangberhubungan dengan manifestasi klinis yang
luasyang terjadi terutama pada usia reproduksi danmelibatkan mulipel organ dan dapat
menyebabkankematian. Kulit merupakan organ kedua terbanyakyang terkena setelah
artritis. Pada 80% kasus dapatmelibatkan kulit dan membran mukosa. Gambaranklinis
SLE sangat beraneka ragam, sehingga lebihmerupakan kumpulan sindrom daripada
gambaranklinik penyakit yang khas.

Diagnosis SLE ditegakkanbila memenuhi 4 dari 11 kriteria yang dikeluarkan


American College of Rheumatology
. Kriteria yangtermasuk yaitu
malar rash
, diskoid rash, fotosensitif,ulkus di mulut, artritis, serositis, kelainan ginjal,kelainan
neurologis, kelainan hematologi, kelainanimunologi dan antibodi antinuklear (Simon,
2007).Berdasarkan data laboratorium pada studi ini,didapatkan pemeriksaan laju
endap darahmerupakan pemeriksaan terbanyak yang mengalamipeningkatan yaitu
31,6% dan fungsi hati merupakanpemeriksaan kedua terbanyak yang
mengalamipeningkatan yaitu sebanyak 15,8% dan hanya 2pasien (10,5%) yang dilakukan
pemeriksaanhistopatologi. Dikepustakaan dikatakan pemeriksaanlaboratorium untuk ACLE
berhubungan dengan SLE,karena terdapat hubungan erat antara ACLE danSLE.
Pemeriksaan darah dan urine rutin, serologis,histopatologi dan imunohistologi dapat
membantudalam menegakkan diagnosis. Pada kepustakaandisebutkan penderita SLE
membentuk auto-antibodi,dimana auto-antibodi mempunyai spesifitas terhadaperitrosit,
trombosit dan limfosit yang berturut-turutdapat menyebabkan gejala anemia,
trombositopeniadan limfopenia (Nurjanti
et al.,
1990).

Berdasarkan kelainan yang ditemukan dengankriteria ARA yang paling banyak adalah
kelainanpada kulit yaitu eritema fasial 25,8%, kelainankedua terbanyak adalah artritis
16,1% hal ini sesuaidengan penelitian Kole dan Ghosh (2009). Berbedadengan kepustakaan lain,
kulit merupakan organkedua terbanyak yang terkena setelah artritis. Pada80% kasus
dapat melibatkan kulit dan membranmukosa.

Pada penelitian ini, tidak semua pasiendilakukan pemeriksaan ANA test, dimana hanya 4kasus
(10,5%) yang dilakukan pemeriksaan ini. Padakepustakaan pemeriksaan ANA
positif ditemukanpada 98% penderita SLE, ANA memiliki sensitifitassangat tinggi
namun spesifitas rendah karena dapatditemukan positif pada penyakit jaringan konektiflainnya.

Pemeriksaan ANA yang negatifkemungkinan untuk terjadinya SLE sangat kecil danhanya
terdapat pada 2-5% kasus SLE (Yuriawantinidan Suryana, 2007).
Simpulan
Dari studi ini disimpulkan bahwa kasus LEterbanyak ditemukan tahun 2009 dengan
jenis LEDdan berdasarkan kriteria ARA paling banyakdijumpai adalah eritema
fasial.
Daftar Pustaka
Amerio P, Innocente C, Feliciani C.2006. Drug-induced cutaneous lupus
erythematosusafter 5 years of treatment withcarbamazepine.
Eur J Dermatol
,16(3):281-3Costner M dan Sontheimer R. 2008.
Lupus erythematosus
. In: Wolf K, Goldsmith L,editors. Fitzpatrick's Dermatology In GeneralMedicine. 7 ed.
New York: McGraw-Hill; p.1515-35.

160 Majalah Kesehatan


PharmaMedika
,
2010
Vol,2, No,2
Artikel Penelitian

Eapen B, Salim T. 2002. Clinical presentation andtreatment outcome in systemic


lupuserythematosus.
Indian J Dermatol.
47(3):149-51.Franciscus A.2009. HCV – ExtrahepaticManifestations:Systemic
LupusErythematosus. 2009 [cited; Available from:www.hcvadvocate.orgGill JM,
Quisel AD, Rocca P. 2003. Diagnosis ofSystemic Lupus Erythematosus.
Am J Fam Physician
;68:2179-86.Insawang M dan Kulthanan K..2010. Discoid lupuserythematosus: Description of
130 casesand review of their natural history and clinicalcourse.
J of Clinic Immunol and Immunopathol,;
2 (1):1-8.Kole A dan Ghosh A. 2009. Cutaneousmanifestation of systemic
lupuserythematosus in a tertiary refferak centre.
Indian J Dermatol
.;54(2):132-6.Komalig FM, Hananto M, Sukana B, Pardosi J.2008.Faktor lingkungan yang
dapat meningkatkanresiko penyakit lupus eritematosus sistemik.
Jurnal Ekologi Kesehatan
;7(2):747-57.Kuhn A, Lehmann P, Ruzicka T.2005.Classificationof Cutaneous
LupusErythematosus. In: Kuhn A, Lehmann P,Ruzicka T, editors. Cutaneus
lupuserythematosus. Germany; p. 53-8.Nurjanti L, Setyaningsih T, Murtiastutik D1990.Chronic
discoid lupus erythematosus.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
. :75.Panjwani S.,2009. Early Diagnosis and Treatment ofDiscoid Lupus Erythematosus
. J Am Board Fam Med
,22:206-13.Rahman dan Isenberg DA. ,2008. Mechanisms ofDisease Systemic Lupus
Erythematosus.
N Engl J Med
;358:929-39. .Simon JC.2007. Clinical manifestations of cutaneouslupus
erythematosus.
Germany J Dermatol
,5:1124-40.Walling H dan Sontheimer R. 2009. CutaneousLupus Erythematosus Issues in
Diagnosisand Treatment.
Am J Clin Dermatol
,2009;10(6):365-81.Williams D. 2005. Chronic Cutaneous (Discoid)Lupus Erythematosus.
J Insur Med,
37:70-1.Wolf K dan Johnson R.2005. Lupus erythematosus.In: Wolf K, Johnson R, editors.
Fitzpatrick's colour atlas & synopsis of clinical dermatology
. 5th ed. New York: McGraw-Hill;. p. 384-95.Yuriawantini dan Suryana K.2007.
Aspek imunologiSLE.
J Peny Dalam
. ;8:232-9.

You might also like