Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Tidak ada satu pun masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu
pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti
begitu besar kaitannya antara kebudayaan dengan masyarakat.
Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka
akan terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa
inilah yang kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda - beda.
Suku Sunda merupakan salahsatu suku bangsa yang ada di pulau Jawa. Sebagai
salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda memiliki karakteristik yang
membedakannya dengan suku lain. Keunikan karakteristik suku Sunda ini
tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata
pencaharian, kesenian dan lain sebagainya. Suku Sunda dengan sekelumit
kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam
bidang kajian mata kuliah Kewarganegaraan yang pada akhirnya akan menjadi
bekal ilmu pengetahuan bagi kita.
I.2 Tujuan
PEMBAHASAN
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau
Jawa,Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga sekitar
Brebes (mencakup wilayah administrasi propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian
DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah. Enam puluh lima persen penduduk Jawa
Barat adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini.
Karakter pemimpin yang diinginkan oleh leluhur Sunda adalah jujur, adil
dan menjadi pengayom yang dipimpinnya. Pemimpin pada masyarakat Sunda
yaitu dimulai dari RT, RW, kokolot, lebe, kuwu, camat, wadana, bupati, dan
seterusnya. Mereka itu dalam kepemimpinannya sudah dibekali filosofis sebagai
pembentukan karakter. Konsep kepempinan menurut kearifan Sunda; (1) lain
palid ku cikiih, lain datang ku cileuncang, yaitu bahwa pemimpin itu tidak
sekonyong-konyong ada di tengah masyarakat, tetapi keberadaanya itu melalui
proses dan atas kepercayaan rakyat; (2) landung kandungan laer aisan, yaitu
pemimpin harus memiliki jiwa kasih sayang, sebab pemimpin itu harus jadi ibu
sekaligus bapak bagi rakyatnya; (3) kudu handap asor; yaitu pemimpin jangan
sombong, jangan semena-mena; (4) bentik curuk balas nunjuk capetang balas
miwarang, yaitu jadi pemimpin jangan otoriter, jangan main perintah, sebaiknya
sama-sama bekerja dengan bawahan; (5) ulah getas harupateun, yaitu jangan
emosional jangan cepat mengambil tindakan; (6) kudu dibeuweung diutahkeun,
yaitu sebagai pemimpin harus mempertimbangkan masalah atau “kudu asak-asak
ngejo bisi tutung tambagana, kudu asak-asak nempo bisi kaduhung jagana” (harus
penuh pertimbangan dalam memutuskan perkara atau mengambil keputusan); (7)
ngeuyeuk dayeuh ngolah nagara, yaitu pemimpin harus mampu mengelola
daerahnya dengan mempotensikan rakyat, dan mampu menjadi abdi Negara yang
baik; (8) ulah lali ka purwadaksi, yaitu jadi pemimpin jangan lupa kepada asal-
usul, jangan (9) unggah pileumpangan, yaitu berubah sikap jadi sombong setelah
jadi priayi.
Kearifan lokal tersebar dalam adat istiadat, tradisi lisan, seni tradisi,
naskah-naskah tua, dan bentuk-bentuk kebudayaan lain yang mencerminkan
peradaban masa lalu. Karena suku Sunda terbentuk bukan dalam waktu sebentar,
tetapi terbentuk beratur-ratus tahun, sejak zaman prasejarah hingga menjadi
bagian masyarakat modern. Tentunya dari perjalanan peradaban suku Sunda
tersebut akan meninggalkan jejak yang berharga berupa kearifan budaya untuk
dipelajari, dan untuk ditafsir ulang nilai-nilainya.
Makna silih asih, orientasi nilainya kepada makna tingkah laku atau sikap
individu yang memiliki empati, rasa belas kasihan, tenggang rasa, simpati
terhadap kehidupan sekelilingnya atau memiliki rasa sosial yang tinggi. Tercermin
dalam ungkapan “ka cai kudu saleuwi ka darat kudu selebak” arti utamanya
adalah kebersamaan. “Ulah pagiri-giri calik, ulah pagirang-girang tampian”
artinya jangan ada permusuhan di antara manusia. Sebab manusia itu harus
“sareundeuk saigel, sabobot sapihanean, sabata sarimbagan” artinya harus
memiliki jiwa kebersamaan, gotong royong atau saling menolong.
Makna silih asuh, orientasi nilainya adalah kasih sayang dalam tindakan
yang nyata, sikap pragmatik seseorang di masyarakat, eksistensi diri, menerapkan
potensi diri di masyarakat. Kepada yang lebih tua harus lebih hormat, kepada
sesama harus saling menjaga, kepada yang lebih muda harus mampu mengayomi
dan memberi contoh yang baik. Seperti tercermin dalam ungkapan “kudu landung
kandungan kedah laer aisan” artinya hidup harus mengayomi orang lain selain
mengoyomi diri sendiri. “Hirup ulah manggih tungtung, paeh ulah manggih beja”
artinya selamanya dikenang dalam kebaikan dan kalau meninggal tidak
meninggalkan sifat buruk.
Manusia Sunda tercipta dari budaya ladang atau masyarakat huma dengan
sistem religi bermula dari tidak mengenal Tuhan, berlanjut mengenal Tuhan
dengan ditandai masuknya Hindu-Budha, dan terakhir datangnya agama Islam.
Tetapi jauh sebelum Islam masuk, pada saat Sunda ada dalam dinasti Pajajaran,
orang Sunda sudah memiliki agama Sunda Wiwitan, sebuah agama hasil
akulturasi dari nilai-nilai masa lalu dengan agama Hindu-Budha sebagai agama
baru. Orang Sunda sangat percaya akan adanya Sanghyang Taya (Tuhan yang
tidak terlihat) atau disebut juga Sanghyang Tunggal (Tuhan Maha Esa).
Munculnya analogi bahwa Tuhan itu tidak terlihat, tidak ada dalam wujud
kehidupan tetapi ada di atas sana dan hanya satu atau esa, mungkin pengaruh dari
kepercayaan orang tua dahulu terhadap dunia kahiangan (kayangan) yang gaib.
Sistem religius tersebut tercermin dari dua pantun Sunda yang fenomenal, yaitu
pantun Mundinglaya Dikusumah dengan Lutung Kasarung. Kedua pantun tersebut
isinya bercerita tentang dunia atas yang gaib, dunia atas sebagai penolong, dunia
atas sebagai tempatnya roh-roh suci. Tapi dunia atas dalam pantun ini tidak
digambarkan berupa nama-nama dewa seperti halnya dalam kepercayaan Hindu-
Budha, dunia atas dalam kepercayaan Sunda sudah beradaptasi dengan
kepercayaan orang Sunda terdahulu. Dunia atas dalam versi pantun ini adalah
berisi tokoh gaib versi kepercayaan orang Sunda, serpeti Sunan Ambu, Sanghyang
Tunggal, atau Sanghyang Taya.
Adapun ungkapan yang menyuruh manusia Sunda untuk belajar; (1) elmu
tungtut dunya siar, maksudnya tuntutlah ilmu sambil mencari penghidupan; (2)
ngundeur luang mah ka daluang jeung papada urang, artinya mencari ilmu itu
dari buku (daluang) dan dari sesama manusia (guru, orang tua, atau masyarakat);
(3) manuk hiber ku jangjangna jalma hirup ku akalna, pergunakan akal sebagai
alat kehidupan; (4) mending bodo alewoh, artinya lebih baik bodoh tetapi mau
bertanya dari pada pintar tapi tidak mau bertanya kepada orang; (5) mending
waleh manan leweh, lebih baik bertanya pada orang dari pada tidak bisa apa-
apa; (6) nete taraje nincak hambalan, belajar itu sebuah proses alami; (7) moal
nukang ka burang, moal nonggong ka rombongan, nyanghareup mah ka kolot ka
lalakon, artinya segala sesuatu segala sesuatu belajar dulu dari pengalaman.
II. 3. 7 Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh suku ini adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda
adalah bahasa yang diciptakan dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh Suku
Sunda, dan sebagai alat pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu
sendiri. Selain itu bahasa Sunda merupakan bagian dari budaya yang memberi
karakter yang khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan salah satu Suku
dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.
II.3.8 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
1. Kirap Helaran
Kirap helaran atau yang disebut sisingaan adalah suatu jenis kesenian
tradisional atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam
bentuk helaran. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-
acara khusus seperti ; menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT
Kemerdekaan RI dan kegiatan hari-hari besar lainnya.
2. Kuda Renggong
Kuda Renggong atau Kuda Depok ialah salah satu jenis kesenian helaran
yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Majalengka dan Karawang. Cara
penyajiannya yaitu, seekor kuda atau lebih di hias warna-warni, budak sunat
dinaikkan ke atas punggung kuda tersebut, Budak sunat tersebut dihias seperti
seorang Raja atau Satria, bisa pula meniru pakaian para Dalem Baheula, memakai
Bendo, takwa dan pakai kain serta selop.
3. Karya Sastra
1. Babad Cirebon
2. Cariosan Prabu Siliwangi
3. Carita Ratu Galuh
4. Carita Purwaka Caruban Nagari
5. Carita Waruga Guru
6. Kitab Waruga Jagat
7. Layang Syekh Gawaran
8. Pustaka Raja Purwa
9. Sajarah Banten
10. Suluk Wuyung Aya
11. Wahosan Tumpawarang
12. Wawacan Angling Darma
13. Wawacan Syekh Baginda Mardan
14. Kitab Pramayoga/jipta Sara
4. Seni tari
a. Tari jaipong
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan
menarik, Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini.
Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen
karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda
yaitu Ketuk Tilu.Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas
pula, yaitu Degung. Musik ini merupakan kumpulan beragam alat musik seperti
Kendang, Go’ong, Saron, Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan ‘Orkestra’ dalam
musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang
menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama
mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau
berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada
acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.
b. Tari merak
c. Ketuk Tilu adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang
biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup
kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas.
Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau
upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan.
Oleh karena itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan
yang jarang kegiatan hiburan.
1. Bubuy Bulan
2. Es Lilin
3. Manuk Dadali
4. Tokecang
b. Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari
bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938.
Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian lokal
atau tradisional.
d. Kacapi Suling adalah salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan
suara alunan Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang
biasanya diiringi oleh mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/
alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi Suling berkembang pesat di daerah
Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat dan seluruh
dunia.
6. Wayang Golek
7. Adat Istiadat
Adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin
merayakan pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda.
Adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini.
1. Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang
berminat mempersunting seorang gadis.
2. Lamaran. Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat.
Disertai seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa
lamareun atau sirih pinang komplit, uang, seperangkat pakaian wanita
sebagai pameungkeut (pengikat). Cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika
dibawa, bisanya berupa cincing meneng, melambangkan kemantapan dan
keabadian.
3. Tunangan. Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat
pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.
4. Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria
membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan,
dan lain-lain.
5. Ngeuyeuk seureuh (opsional, Jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan,
maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah.)
o Dipimpin pengeuyeuk.
o Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan
doa restu kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat
melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa
parawanten, pangradinan dan sebagainya.
o Diiringi lagu kidung oleh pangeuyeuk
o Disawer beras, agar hidup sejahtera.
o dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih
sayang dan giat bekerja.
o Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah
tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.
o Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin
pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat
menyesuaikan diri.
o Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh
calon pengantin pria).
6. Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan.
Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti
kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki
yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai
taulan.
7. Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba
mencari rejeki dan disayang keluarga.
8. Upacara Prosesi Pernikahan
o Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
o Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan
pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian
diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk
menuju pelaminan.
o Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada
di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari
kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan
dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua
insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua
mempelai akan menandatangani surat nikah.
o Sungkeman,
o Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
o Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil
penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah
utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi
payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas
payung.
o Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan
lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas
harupat dipatahkan pengantin pria.
o Nincak endog, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai
pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin
wanita.
Buka pintu. Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab
dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat
syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan
1. Hayam Bakakak
Seekor ayam yang dibakar di atas suluh, setelah dibersihkan dan diberi bumbu
khusus. Biasanya juru masak memakai sebilah bambu buat menjepit badan
ayam supaya mudah dibolak-balik selama proses pembakaran. Biasanya
dihidangkan pada acara pernikahan.
2. Cumi Hideung
Cumi yang dimasak selama 2-3 jam bersama tinta dan bumbu-bumbu khusus.
Dihidangkan sebagai teman nasi (rencang sangu).
6. Kerupuk Melarat
Dibuat dari tepung aci (tapioka) kemudian dimasak hanya menggunakan pasir
panas.
7. Putri No'ong
Berbahan adonan singkong parut yang dipipihkan, diisi pisang lalu digulung.
Campuran itu dikukus dan dihidangkan dengan taburan parutan kelapa.
8. Gurandil
Termasuk makanan penutup yang terbuat dari adonan tepung beras, ketan
hitam, dan aci. Biasa disajikan dengan taburan kelapa parut, gula putih, atau
gula aren.
Representasi grafis
=a =é =i =o
=u =e = eu
Representasi grafis
= ka = ga = nga
= ca = ja = nya
= ta = da = na
= pa = ba = ma
= ya = ra = la
= wa = sa = ha
Contoh: = ka → = ki.
pamepet, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ə ].
Contoh: = ka → = ke.
paneuleung, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɤ].
Contoh: = ka → = keu.
panglayar, menambah konsonan [r] pada akhir suku kata.
Contoh: = ka → = kar.
panyecek, menambah konsonan [ŋ] pada akhir suku kata.
Contoh: = ka → = kang.
Contoh: = ka → = ku.
panyakra, menambah konsonan [r] di tengah suku kata.
Contoh: = ka → = kra.
Contoh: = ka → = ké.
panolong, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɔ].
Contoh: = ka → = ko.
pamingkal, menambah konsonan [j] di tengah suku kata.
Contoh: = ka → = kya.
pangwisad, menambah konsonan [h] di akhir suku kata.
Contoh: = ka → = kah.
patén atau pamaéh, meniadakan vokal pada suku kata.
Contoh: = ka → pamaeh = k.
Representasi grafis
=1 =2
=3 =4
=5 =6
=7 =8
=9 =0
Contoh: | | = 240
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Suku Sunda adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang memiliki
jumlah penduduk terbanyak dan banyak tersebar di Pulau Jawa bagian barat. Suku
sunda telah berkembang sejak zaman kerajaan dahulu dan masih ada hingga saat
ini. Suku sunda memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya dari suku
lain dalam berbagai aspek mulai dari local genius, adat istiadat, bahasa,
kebudayaan dan lain-lain.
III.2 Saran
Kebudayaan adalah salah satu kekayaan bangsa yang perlu dijaga dan
dilestarikan. Pengaruh perkembangan zaman yang berdampak buruk pada
kebudayaan tradisional hendaknya dapat dihindari. Sebagai generasi muda,
hendaknya kita tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan tradisional Indonesia.
Banyak cara yang dapat dilakukan seperti menggunakan bahasa daerah secara
kontekstual, memakai pakaian adat pada acara-acara kebudayaan tertentu, bahkan
kita bisa juga memperkenalkan kebudayaan melalui bahasa, etika, dan pakaian.
LAMPIRAN
Sisingaan
Tari Jaipong
Lotek
Kue Surabi
Kerupuk Malarat
Peuyeum Bandung
Cilok
Tahu Gejrot
DAFTAR PUSTAKA
Azis, H.A. 2011. Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati, Akhlak Mulia
Pondasi Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Al-Mawardi.
Warnaen, S., dkk. 1987. Pandangan Hidup Orang Sunda, Seperti Tercermin
dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda. Bandung: Sundanologi.