You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Pelayanan pasien di Rumah Sakit khususnya pada pasien dengan
indikasi perlu perwatan inap merupakan suatu tindakan yang
memungkinkan akan terjadi infeksi rumah sakit (nosokomial), dimana
infeksi rumah sakit merupakan masalah global dan menjangkau paling
sedikit sekitar 9% (variasi 3% - 21%) dari lebih dari 1,4 juta pasien
rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh
WHO dari hasil surveynya di 14 negara, meliputi 28.861 pasien di 47
rumah sakit yang berada di 4 wilayah (region) WHO pada tahun 1986.
Survey WHO ini juga menghasilkan :
a. 18% dari pasien yang terkena infeksi nosokomial menderita lebih
dari satu jenis infeksi nosokomial, terutama pada pasien kronis.
b. Adanya kemiripan tentang jenis infeksi nosokomial dan
penyebabnya.
c. Infeksi nosokomial merupakan salah satu infeksi yang sering terjadi
di negara-negara berkembang maupun di negara-negara industri.
Sebagian besar masalah dan kendala yang dihadapi berbagai
negara untuk mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi
nosokomial agar tidak menjadi kejadian luar biasa (KLB) tidak jauh
berbeda sehingga strategi dan pelaksanaan pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial dapat disusun untuk diterapkan pada
kondisi masing-masing negara dan rumah sakit.
Gambaran infeksi nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum
begitu jelas mengingat penanganan secara nasional baru
dimulai.Namun mengingat gambaran dan akibat infeksi nosokomial
yang terjadi di Amerika Serikat, tentunya dapat dibayangkan
bagaimana kejadian infeksi nosokomial di Indonesia.Walaupun belum
ada angka yang pasti secara nasional ternyata beberapa rumah sakit
telah melaksanakan pengendalian infeksi nosokomial sejak beberapa
tahun yang lalu.

1
Sebagai contoh pengalaman di RSUD Dr. Sutomo – Surabaya
menunjukkan bahwa dengan pengendalian infeksi nosokomial agar
tidak menjadi KLB untuk infeksi luka operasi (ILO) didapat :
a. Hari perawatan yang dapat dihemat pada tahun 1985 sebesar 552
hari dan pada tahun 1987 sebesar 416 hari.
b. Dana yang dapat dihemat pada tahun 1986 sebesar Rp.
136.000.000,- dan pada tahun 1987 sebesar Rp. 102.000.000,-.
c. Biaya yang diperlukan untuk pengendalian infeksi nosokomial Rp.
2.000.000,- per tahun.

1. TUJUAN PEDOMAN
a. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu layanan rumah sakit melalui pencegahan dan
pengendalian infeksi dan penanganan KLB di rumah sakit yang
dilaksanakan oleh semua departemen, meliputi kualitas pelayanan,
manajemen resiko, clinical govermance, serta kesehatan dan
keselamatan kerja.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan pengetahuan petugas rumah sakit tentang
penanganan KLB di Rumah Sakit.
2) Terlaksananya penyebarluasan informasi mengenai
penanganan KLB di Rumkital Samuel J. Moeda
3) Terlaksananya upaya pengendalian infeksi nosokomial secara
aktif dan terus menerus di Rumkital Samuel J. Moeda
4) Terlaksananya suveilans infeksi nosokomial secara aktif dan
terus menerus di Rumkital Samuel J. Moeda
5) Terlaksananya pemantauan kasus nosokomial yang cenderung
meningkat di unit kerja Rumkital Samuel J. Moeda

2
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Pelayanan Sterilisasi
Yaitu melakukan pengelolaan sterilisasi semua alat-alat medis yang
digunakan ulang untuk pelayanan medis yang menggunakan alat
tersebut .
b. Pelayanan Pencucian Linen
Yaitu melakukan pengelolaan pencucian linen yang habis dipakai
pelayanan medis untuk digunakan kembali.
c. Kebersihan Lingkungan
Yaitu melakukan pembersihan lingkungan kerja dan menjaganya
agar tetap bersih serta indah.
d. Pengelolaan Limbah
Yaitu melakukan pengelolaan limbah medis dan non medis yang
bersifat cair ataupun padat dari hasil kerja Rumkital, sehingga tidak
mencemari lingkungan.
e. Penggunaan Desinfektan dan Antiseptik
Yaitu penggunaan desinfektan dan antiseptik kepada pasien :
a) Perawatan pasien luka
b) Melakukan tindakan invasif diruang perawatan.
f. Penggunaan Antibiotika
Yaitu melakukan pengawasan penggunaan antibiotika sesuai saran
klinisi dan juga sesuai hasil tes sensitivitas bila ada
g. Pelayanan Laboratorium Klinik
Yaitu pelayanan Kultur Kuman dan tes sentivitas dari spesimen yang
diambil dari pasien rawat inap, sehingga dapat diketahui :
1) Kuman yang dominan tumbuh di suatu ruang perawatan
2) Jenis antibiotik yang sudah resisten terhadap kuman tersebut
3) Jenis antibiotik yang masih sensitif terhadap kuman tersebut

3
3. Batasan Operasional
a. Kejadian luar biasa (KLB)
Adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan (infeksi
rumah sakit) yang bermaknasecara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu
b. Penyelidikan KLB
Adalah kegiatan yang dilaksanakan pada suatu KLB atau adanya
dugaan KLB untuk memastikan adanya KLB mengetahui penyebab,
gambaran epidemiologi, sumber-sumber penyebaran dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya serta menetapkan cara - cara
penanggulangan yang efektif dan efisien.
c. Penanggulangan KLB
Adalah kegiatan yang dilaksanakanuntuk penangani
penderita,mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita
atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
d. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah
sakit. Suatu infeksi didapat di rumah sakit apabila :
1) Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak
merasa inkubasi infeksi tersebut atau,
2) Inkubasi terjadi 2 – 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah
sakit atau,
3) Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme
yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit
atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi
berbeda.
e. Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan
dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di
rumah sakit.
f. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus
menerus terhadap timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial
pada suatu peristiwa yang menyebabkan peningkatan atau
penurunan resiko tersebut.

4
g. Kriteria KLB
Penentuan kejadian luar biasa ditegakkan berdasarkan kriteria WHO
yaitu peningkatan kejadian kesakitan 2 (dua) kali atau lebih jumlah
suatu infeksi rumah sakit (IRS) di rumah sakit dalam kurun waktu 1
bulan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

4. Landasan Hukum
a. Undang – Undang Pokok Kesehatan No.23 Tahun 1992.tentang
kewsehatan
b. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit,
Depkes RI - Dirjen Pelayanan Medik Spesifik 2001.
c. Surat Keputusan Kementrian Kesehatan No
382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman PPI di RS dan Fas.
Yankes Lainnya
d. Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1984
tentangwabah penyakit menular
e. Surat Keputusan Kementrian KesehatanNo
270/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Manajerial PPI di RS
dan Fas Yankes Lainnya

5
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

5. Kualifikasi Sumber Daya Manusia.


a. Pengertian.

1) SDM Kesehatan(Sumber Daya Manusia Kesehatan) adalah


seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik
yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan
upaya kesehatan.
2) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan formal di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan
upaya kesehatan.
3) Kegiatan Standaradalah satu satuan waktu (atau angka) yang
diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesinya.
4) Standar Beban Kerjaadalah banyaknya jenis pekerjaan yang
dapat dilaksanakan oleh seseorang tenaga kesehatan profesional
dalam satu tahun kerja sesuai dengan standar profesional dan
telah memperhitungkan waktu libur, sakit, dll.
5) Daftar Susunan Pegawai adalah jumlah pegawai yang tersusun
dalam jabatan dan pangkat dalam kurun waktu tertentu yang
diperlukan oleh organisasi untuk melaksanakan fungsinya.
6) Analisa Beban Kerjaadalah upaya menghitung beban kerja pada
satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan
selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan
persatuan waktu.
7) Beban Kerjaadalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun
dalam satu sarana pelayanan kesehatan.

6
8) Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
9) Perencanaan Skenario adalah suatu perencanaan yang dikaitkan
dengan keadaan masa depan (jangka menengah/panjang) yang
mungkin terjadi.
10) WISN (Work Load Indicator Staff Need)adalah indikator yang
menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga pada sarana kesehatan
berdasarkan beban kerja, sehingga alokasi/relokasi akan lebih
mudah dan rasional.

b. Sumber Daya Manusia Tim Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi (PPI) Rumkital Samuel J. Moeda
Adapun sumber daya manusia yang ada di Komite PPI Rumkital
Samuel J. Moeda memiliki kualifikasi sebagai berikut :

No Nama Jabatan Kualifikasi Formal Keterangan

1 Ka Komite PPI Dokter Umum Bersertifikat


Pelatihan Dasar PPI
2 Sekretaris Komite PPI Dokter Umum Bersertifikat
Pelatihan Dasar PPI
3 IPCN D III/S1 Keperawatan Bersertifikat
Pelatihan dasar PPI
4 IPCLN D III/S1 Keperawatan Bersertifikat
Pelatihan dasar PPI
Personel lain yang Diutamakan
5 SPK/ D III/S1
ditunjuk sebagai anggota Bersertifikat
Kesehatan Lainnya
Tim Pelatihan dasar PPI

7. Disribusi Ketenagaan.
Pola pengaturan ketenagaan Tim Pencegahan dan Penanganan
Infeksi yaitu Tim Pengendalian dan Penegahan Infeksi dalam
melakukan aktivitas kesehariannya dilakukan oleh tenaga yang ada
dalam unit kerja (Ruang rawat inap, Laboratorium, Jangklin, Farmasi,
Kesatmaan, dll), sehingga pengaturan dinas pagi dan jaga mengikuti
masing-masing unitnya.

8. Pengaturan Jaga.

7
a. Personel Tetap Komite PPI, adalah personel yang ditunjuk untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sepenuhnya sebagai
anggota Komite PPI, yaitu satu orang IPCN Purna Waktu dan
Sekretaris, selama jam kerja berada di Komite PPI.
b. Personel Tidak Tetap Komite PPI, adalah personel dari
Departemen/bagian lain, selain tugas dan tanggung jawab yang
telah diembannya, ditunjuk sebagai anggota Komite PPI, sehingga
tugas jaga menyesuaikan dari Departemen atau Bagiannya masing-
masing.

8
BAB III

STANDAR FASILITAS

9. Denah Ruang.
Denah ruangan terdapat dalam Bagian Urdal mencakup semua
ruangan yang berada di Rumkital Samuel J. Moeda merupakan area
kerja Komite PPI.

10. Standar Fasilitas.


Lingkungan, ruang, fasilitas dan bangunan rumah sakit harus selalu
dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kuantitas
dan kualitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya
mikroorganisme, serangga, binatang pengerat, dan binatang
pengganggu lainnya.
a. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit.
1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang
jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak
memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk
dengan bebas.
2. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan
luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang
memadai dan dilengkapi dengan rambu parker.
3. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas / teknologi
untuk mengatasinya.
4. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.
5. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup .
6. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau
tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju saluran
terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan
disesuaikan dengan luas halaman.

9
7. Saluran limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan dengan instalasi
pengolahan air limbah.
8. Di tempat parkir, halaman dan ruang tunggu dan tempat-tempat
tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampah.
9. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam
keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kuantitas dan
kualitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan
berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang
pengganggu lainnya
b. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit.
a. Lantai.
1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang dan mudah
dibersihkan.
2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai
kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah.
3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/
lengkung agar mudah dibersihkan.
b. Dinding.Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan
menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat
yang mengandung logam berat.
c. Ventilasi.
a) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar / ruang dengan baik.
b) Luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai.
c) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya
pergantian udara dengan baik, kamar atau ruang harus
dilengkapi dengan penghawaan buatan / mekanis.
d) Penggunaan ventilasi buatan atau mekanis harus disesuaikan
dengan peruntukan ruangan.

10
d. Atap.
a) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya
b) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi dengan
penangkal petir.
e. Langit-langit.
a) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan.
b) Langit-langit tingginya minimum 2,70 meter dari lantai.
c) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.
f. Konstruksi.Balkon, beranda dan talang harus sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat
untuk perindukan nyamuk Aedes
g. Pintu.Pintu harus cukup kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat
mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu
lainnya.
h. Jaringan instalasi.
a) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah,
gas, listrik, system penghawaan, sarana komunikasi dan lain-
lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman
digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
b) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan
pipa air limbah, dan tidak boleh bertekanan negative untuk
menghindari pencemaran air minum.
i. Lalu Lintas Antar Ruangan.
a) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus
didesain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak
ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi
antar ruangan serta menghindari resiko terjadinya kecelakaan
dan kontaminasi.
b) Penggunaan tangga dan elevator atau lift harus dilengkapi
dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara

11
dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh
pemakainya.
c) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan
mudah apabila kebakaran atau keadaan darurat lainnya dan
dilengkapi ram untuk brancar
j. Fasilitas Pemadam Kebakaran.Bangunan rumah sakit dilengkapi
dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan kekentuan
yang berlaku.
c. Ruang Bangunan.
Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai
dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan
mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat resiko terjadinya
penularan penyakit sebagai berikut:
1. Zona dengan Resiko Rendah.Zona resiko rendah meliputi: ruang
administasi, ruang computer, ruang pertemuan, ruang
perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/pelatihan.
a) Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang.
b) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan
dan kedap air.
c) Langit – langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan
yang kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan, kerangka
kuat dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai
d) Lebar pintu minimal 1.20 meter, dan tingginya minimal 2,10
meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari
lantai.
e) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara dalam
kamar dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak dapat
menjamin adanya pergantian udara dengan baik, kamar atau
ruang harus dilengkapi dengan penghawaan buatan / mekanis (
exhauster)
f) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian
minimal 1.40 meter dari lantai.

12
2. Zona dengan Resiko Sedang.Zona resiko sedang meliputi: ruang
rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti
pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada
zona resiko sedang sama dengan persyaratan pada zona resiko
rendah.
3. Zona dengan Resiko Tinggi.Zona resiko tinggi meliputi: ruang
isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang
penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat
(autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.
b) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselen / keramik
setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna
terang.
c) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap,
dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar
yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan
tersebut, tembok pembatas antar ruang sinar X dengan
kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette.
d) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai
dengan dinding harus berbentuk konus.
e) Langit – langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan
yang kuat, berwana terang dan mudah dibersihkan, kerangka
kuat dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai
f) Lebar pintu minimal 1.20 meter, dan tingginya minimal 2,10
meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari
lantai.
g) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggia
minimal 1.40 meter dari lantai.
4. Zona dengan Resiko Sangat Tinggi.Zona dengan resiko sangat
tinggi meliputi: ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang
perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin dan ruang
patologi dengan ketentuan sebagai berikut.

13
a) Dinding terbuat dari bahan porselen atau vinyl setinggi lagit-
langit atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan
aman, berwarna terang.
b) Langit – langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan
yang kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan, kerangka
kuat dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai
c) Lebar pintu minimal 1.20 meter, dan tingginya minimal 2,10
meter, dan semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan
tertutup
d) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai
dengan dinding harus berbentuk konus
e) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar ( gantungan
) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang
dipasang sebelum pemasangan langit- langit.
f) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap
pakai.
g) Ventilasi atau penghawaan sebaiknya digunakan AC
tersendiri yang dilengkapi dengan filter bacteri, untuk setiap
ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara
bersih yang masuk ke kamar operasi berasal dari atas ke
bawah. Khusus untuk ruang bedah orthopedic atau
transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara
UCA (Ultra Clean Air) system.
h) Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara
luar, untuk itu harus dibuat ruang antara.
i) Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam
ruang operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke
ruang steril dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket
yang dapat dibuka dan ditutup.
j) Pemasangan gas medis secara sentral diusahakan melalui
bawah lantai atau langit-langit.
k) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis .
14
d. Kualitas Udara Ruang.
1) Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak).
2) Kadar debu ( particulate matter) berdiameter kurang dari 10
micron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak
melebihi 150 ηg/m3 dan tidak mengandung debu asbes.
Indeks Angka Kuman untuk setiap ruang / unit seperti tabel berikut:
Indek angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit
Konsentrasi maksimum
No. Ruang atau Unit
microorganisme / m3 udara (CFU/m3)
1. Operasi 10
2. Bersalin 200
3. Pemulihan/perawatan 200-500
4. Observasi bayi 200
5. Perawatan bayi 200
6. Perawatan prematur 200
7. ICU 200
8. Jenazah/autopsi 200-500
9. Penginderaan medis 200-500
10. Laboratorium 200
11. Radiologi 200-500
12. Sterilisasi 200-500
13. Dapur 200
14. Gawat darurat 200
15. Administrasi, pertemuan 200-500
16. Ruang luka bakar 200

Konsentrasi gas dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum


seperti dalam tabel berikut:

Indeks kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara ruang


Rumah Sakit
Rata-rata waktu Konsentrasi maks
No. Parameter kimiawi
pengukuran sebagai standar
1. Karbon monoksida (CO) 8 jam 10000 ηg/m3
2. Karbon dioksida (CO2) 8 jam 1 ppm
3. Timbal (Pb) 1 tahun 0,5 ηg/m3
4. Nitrogen Dioksida (NO2) 1 jam 200 ηg/m3
5. Radon (Rn) - 4 pCi /liter
6. Sulfur Dioksida (SO2) 24 jam 125 ηg/m3
7. Formaldehida (HCHO) 30 menit 100 g/m3
Total senyawa organik yang mudah
8. - 1 ppm
menguap (T.VOC)

15
3) Pencahayaan. Pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di
ruang umum dan khusus harus sesuai dengan peruntukannya.
4) Penghawaan.Persyaratan penghawaan untuk masing – masing
ruang atau unit seperti berikut:
a. Ruang – ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi,
laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena
sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
b. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif
sedikit ( minimum 0,10 mbar ) dibandingkan ruang-ruang lain di
rumah sakit.
c. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain
seddemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan
kelembaban sebagaimana terdapat dalam tabel ( terlampir)
d. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara
segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis
yang berlaku)
e. Kebisingan.Persyaratan kebisingan untuk masing – masing
ruangan atau unit sebagaimana terdapat dalam tabel
(terlampir).

e. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit.


Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan
jumlah kamar mandi seperti pada tabel (terlampir).
f. Jumlah Tempat Tidur.Perbandingan jumlah tempat tidur dengan
luas lantai untuk kamar perawatan dan kamar isolasi sebagai
berikut:
1. Ruang bayi.
a) Ruang perawatan minimal 2 m2 / tempat tidur.
b) Ruang isolasi minimal 3,5 m2 / tempat tidur
2. Ruang dewasa.
a) Ruang perawatan minimal 4.5 m2 / tempat tidur
b) Ruang isolasi minimal 6 m2 / tempat tidur

16
g. Lantai dan Dinding.
Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai
berikut:
a. Ruang Operasi : 0-5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan
gas gangren
b. Ruang Perawatan : 5-10 CFU/cm2
c. Ruang Isolasi : 0 – 5 CFU/cm2
d. Ruang UGD : 5-10 CFU/cm2

Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit


Intensitas Cahaya
No. Ruangan atau Unit Keterangan
(Iux)
1. Ruang pasien
- Saat tidak tidur 100-200 Warna cahaya sedang

- Saat tidur Maks 50


2. R.operasi umum 300-500
3. Meja operasi 10.000-20.000 Warna cahaya sejuk atau
sedang tanpa bayangan
4. Anestesi, pemulihan 300-500
5. Endoscopy, lab 75-100
6. Sinar x Minimal 60
7. Koridor Minimal 100
8. Tangga Minimal 100 Malam hari
9. Administrasi/kantor Minimal 100
10. Ruang alat/gudang Minimal 200
11. Farmasi Minimal 200
12. Dapur Minimal 200
13. Ruang cuci Minimal 100
14. Toilet Minimal 100
15. Ruang isolasi tetanus 0,1 – 0,5 Warna cahaya biru
16. Ruang luka bakar 100 - 200

17
Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara
Menurut Fungsi Ruang atau Unit
Ruang atau Unit Suhu(oC) Kelembaban Tekanan
No.
(%)
1. Operasi 19-24 45-60 Positif
2. Bersalin 24-26 45-60 Positif
3. Pemulihan/perawatan 22-24 45-60 Seimbang
4. Observasi bayi 21- 24 45-60 Seimbang
5. Perawatan bayi 22-26 35-60 Seimbang
6. Perawatan prematur 24-26 35-60 Positif
7. ICU 22-23 35-60 Positif
8. Jenazah/Autopsi 21-24 - Negatif
9. Penginderaan medis 19-24 45-60 Seimbang
10. Laboratorium 22-26 35-60 Negatif
11. Radiologi 22-26 45-60 Seimbang
12. Sterilisasi 22-30 35-60 Negatif
13. Dapur 22-30 35-60 Seimbang
14. Gawat darurat 19-24 45-60 Positif
15. Administrasi/pertemuan 21-24 - Seimbang
16. Ruang luka bakar 24-26 35-60 Positif

h. Fasilitas Isolasi.
1) Akomodasi
a) Tempat tidur tunggal dengan fasilitas cuci tangan
b) Fasilitas toilet
c) Cek kebersihan ruangan sebelum pasien dimasukkan
d) Minimalisasi mebeler dan peralatan yang tidak diperlukan.
2) Kelengkapan Ruang Isolasi
a) Sabun cuci tangan
b) Gel alkohol untuk tangan di depan kamar dan di tempat tidur
c) Apron plastic bila diperlukan
d) Sarung tangan sekali pakai
e) Masker / goggles(kaca mata) bila diperlukan
f) Kantong sampah plastik kuning (medis) dan hitam (non
medis)
3) Standard Precaution
a) Pintu harus dalam keadaan selalu tertutup
b) Pemakaian gel sesuai lima moment
c) Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi
Bila melakukan prosedur invasive, lakukan tindakan antiseptic

18
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

11. Jenis penyakit IRS yang menimbulkan KLB


Beberapa jenis penyakit Infeksi Rumah Sakit yang dapat menyebabkan
KLB antara lain :
a. Infeksi aliran darah primer (IADP)
b. Infeksi luka operasi (ILO)
c. Infeksi saluran kencing (ISK)
d. Ventilator associated pneumonia (VAP)
e. Hospital acquired pneumonia (HAP)
f. Infeksi plebitis
g. Infeksi dekubitus

12. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB


a. Penyelidikan KLB dilaksanakan
1) Dilaksanakan pada saat pertama kali terdapat informasi adanya
KLB atau adanya dugaan KLB
2) Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB
lanjutan
3) Penyelidikan KLB untk mendapatkan data epidemiologi KLB
b. Penanggulangan KLB
Dalam UU RI No,4 tahun 1984 Bab V Upaya Penanggulangan
Pasal 5 dinyatakan bahwa Ayat (1) upaya penanggulangan wabah
meliputi :
1) Penyelidikan epidemiologis
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan,dan isolasi penderita
3) Pencegahan dan pengendalian
4) Pemusnahan penyebab penyakit
5) Penangan jenazah akibat wabah

19
13. Tata laksana Kebersihan Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkunan adalah lingkungan dalam ruang
perawatan/operasi dan lingkungan diluar ruang perawatan:
a. Lingkungan Ruang perawatan yaitu sekitar tempat tidur perawatan
dan Toilet pasien
1) Bila ada kotoran dari pasien (muntahan, urine, darah, dll),maka
dilakukan pembersihan dengan pasir kering, dipel dengan
antiseptik (SPO Pemberishan Toilet)
2) Toilet/kamar mandi (langit-langit, bak mandi, kloset, pintu,
lantai,dll) dibersihkan setiap hari dengan alat dan bahan
disesuaikan dengan yang dibersihkan (SPO Pembersihan
Toilet)
3) Pembersihan khusus ruang operasi / steril dan ruang semi steril
(Kamar Bersalin, ICU/ICCU/NICU, Hemodialisa, Endoskopi)
dikelola oleh pihak ketiga berdasarkan MOU yang telah
ditetapkan oleh Rumkital Dr. Ramelan dan disepakati oleh
pihak ketiga tersebut.
Pelaksanaannya sudah terjadual tiap hari dengan
menggunakan alat dan bahan desinfektan sesuai ketentuan
RS.
14. Definisi dan Kriteria IADP
IADP adalah ditemukannya organisme dari hasil kultur darah
semikuantitatif/kualitatif disertai tanda klinis yang jelas serta tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat lain dan/atau dokter yang
merawat menyatakan telahterjadi infeksi, adapun kriteria dikatakan
IADP adalah ditemukan minimal satu kriteria a.l:
a. Kriteria 1 IADP
1) Ditemukan patogen oada ≥ 1 kultur darah pasien, dan
2) Mikroba dari kultur darah itu tidak berhubungan dengan
infeksi di bagian lain dari tubuh pasien.
b. Kriteria 2 IADP
1) Pasien minimal menunjukkan satu gejala klinis, demam
(suhu > 38 0C), menggigil atau hipotensi, dan

20
2) Tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan
lab,yang tidak berhubungan denganinfeksi di bagian lain
dari tubuh pasien
c. kriteria 3 IADP :
1) pasien anak usia 1th menunjukkan minimal satu gejala :
demam( suhu rektal > 380C ), hipotermi (suhu rektal
<370C ) apnoe,atau bradikardia, dan
2) Tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan
lab,yang tidak berhubungan denganinfeksi di bagian lain
dari tubuh pasien

15. Definisi dan Kriteria ILO


Kriteria ILO secara umum bila ada infeksi yang terjadi dalam kurun
waktu 30 hari setelah tindakan operasi, atau satu tahun bila dengan
inplan.
Ada tidaknya ILO dikelompokkan seberapa jauh incisi yang dilakukan,
yaitu :
a. ILO Superfisial : bila insisi pada kulit dan jaringan bawah kulit
b. ILO Profunda : bila insisi mengenai jaringan lunak yang lebih
dalam
c. ILO Organ/Rongga tubuh: bila insisi dilakukan pada organ atau
mencapai rongga dalam tubuh

16. Definisi ISK


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan jenis infeksi yang terjadi pada
saluran kemih murni, atau melibatkan bagian yang lebih dalam (ginjal,
ureter,dll) akibat dari pemasangan kateter urine.
a. Tanda dan gejala ISK antara lain :
1) Demam (> 38 ), urgensi, frekuensi, disuria,atau nyeri
suprapubik
b. Tes konfirmasi ISK
2) Bila hasil tes kultur urine positif kuman patogen .

21
17. Definisi VAP
Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah infeksi saluran nafas bawah
yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventilasi mekanik > 48 jam,
dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran nafas.

18. Definisi HAP


Hospital acquired pneumonia (HAP) adalah infeksi saluran nafas
bawahyang mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventilasi
mekanik > 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak
menderita infeksi saluran nafas bawah. Biasanya akibat tirah baring
lama.

22
BAB V
LOGISTIK

19. Logistik yang diperlukan untuk menanggulangi KLB pada PPI pada
prinsipnya sama dengan kebutuhan logistik dalam perawatan dan
penanganan Infeksi RS, antara lain bahan antiseptik (povidon iodin,
alkohol 70%,dll), perawatan luka (Kassa steril, plester,spuit, dll)

23
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

20. Pengertian.
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.Sistem tersebut
meliputi :
a. Asesmen resiko
b. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
e. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
a. Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
b. Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

21. Tujuan.
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
c. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ).

22. Standar Keselamatan Pasien.


a. Hak Pasien.
b. Mendidik Pasien dan Keluarga.
c. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan.
d. Penggunaan Metoda-Metoda Peningkatan Kinerja Untuk
Melakukan Evaluasi Dan Program Peningkatan Keselamatan
Pasien
e. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien

24
f. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
g. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai
Keselamatan Pasien

23. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) / Adverse Event.


Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan
cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena
penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat
dicegah
24. KTC yang tidak dapat dicegah / Unpreventable Adverse Event.
Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah
dengan pengetahuan mutakhir
25. Kejadian Nyaris Cedera ( KNC ) / Near Miss.
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (
commission ) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission ), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak
terjadi :
a) Karena “ keberuntungan”
b) Karena “ pencegahan ”
c) Karena “ peringanan ”
26. Kesalahan Medis / Medical Errors.
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
27. Tata Laksana.
a. Memberikan pertolongan perawatan sesuai dengan kondisi yang
terjadi pada pasien
b. Melaporkan pada IPCN
c. Memberikan tindakan sesuai dengan SPO
d. Mengobservasi keadaan umum pasienMendokumentasikan
kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan Insiden Keselamatan”

25
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

28. Pendahuluan.
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran
HIV menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan
gejal. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000
penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus
baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan
peningkatan kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS
terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke masyarakat melalui
penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan
menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk
menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi
dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B di
Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka
kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas
memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan
prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi.
Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “ Kewaspadaan
Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya
infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas
Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan
melakukan kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara
26
terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab
itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan
darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.

29. Tujuan.
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari
penyebaran infeksi.
b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan
tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap
petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.

30. Tindakan yang beresiko terpajan.


a. Cuci tangan yang kurang benar.
b. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
c. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
d. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
e. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
f. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

31. Prinsip Keselamatan Kerja.


Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan
kerja adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi
ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan
menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
b. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan
guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang
lain.
c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

27
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

32. Pendahuluan.
Pengendalian infeksi nosokomial merupakan salah satu upaya
peningkatan mutu pelayanan di Rumkital Samuel J. Moeda meliputi
upaya pencegahan dan menekan kejadian infeksi nosokomial ketingkat
serendah rendahnya dalam batas mampu dilaksanakan dengan
memakai angka kejadian infeksi nosokomial sebagai indicator.
Angka kejadian infeksi nosokomial didapat melalui kegiatan
surveillance yaitu pemantauan dan pengumpulan data yang
dilaksanakan secara terus menerus dan sistematik dalam bentuk
pengumpulan data,analisis data dan desiminasi informasi hasil
interpretasi pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial.
Pelaksanaan surveillance dilakukan secara konsisten dan harus
diketahui oleh semua karyawan rumah sakit terutama perawat yang
melaksanakan survey, dokter dan karyawan penunjang kesehatan.
Indikator mutu yang digunakan di Komite PPI Rumkital Samuel J.
Moeda dalam memberikan pelayanan adalah angka kejadian infeksi
nosokomial berupa ISK (Infeksi Saluran Kencing), ILO (Infeksi Luka
Operasi), IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) dan angka kejadian
Flebitis dengan varibel jumlah penderita yang dilayani >1,5 % dari
jumlah total pasien yang menjalani perawatan di RSAL Samuel J.
Moeda.
Dalam pelaksanaan indikator mutu menggunakan kurva harian
dalam format tersendiri dan dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan
pada Tim Mutu RS dan Karumkital.

33. Tujuan.
Agar Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang
dipergunakan di Rumkital Samuel J. Moeda menjadi Patokan dalam
memantau kegiatan PPI termasuk memantau angka kejadian infeksi
nosokomial di Rumkital Samuel J. Moeda
28
34. Pelaksana.
a. Komite PPI Rumkital Samuel J. Moeda
b. Tim PMKP

35. Prosedur Pelaksanaan Surveillance.


IPCLN ( Infection Protection Control Link Nurse ) yang sudah
mendapatkan pelatihan dan bersertifikat setiap hari mengadakan
pengamatan pada pasien rawat inap yang mendapatkan tindakan
infasif dan beresiko terjadinya infeksi nosokomial.
a. Pengumpulan data.
IPCLN yang diruangan merumuskan jenis kegiatan kejadian
yang hendak diteliti. Misalnya merumuskan luka infeksi dengan
purulen discharge ( pengeluaran cairan luka) dengan atau tanpa
kultur positif.
Data minimum yang diperlukan : Nama, usia, No.RM, unit
bangsal, tanggal masuk, tanggal munculnya infeksi pertama kali,
organ tubuh yang terkena infeksi, organism yang terkultur dan
kepekaan.
Denominator untuk menghitung tingkat kejadian infeksi.Harus
diketahui jumlah pasien yang beresiko.Misalnya tingkat infeksi
karena luka operasi, denominatornya adalah jumlah pasien yang
menjalani operasi bedah dalam waktu tertentu tanpa memandang
lama masa rawat inap.
b. Sumber data.
Nomor RM, laporan patologi, kunjungan keruangan ruangan (grafik
temperature, antibiotic dsb), pengamatan pada pasien,
pembicaraan dengan staf perawat dan pasien.
c. Mengkosolidasi dan mentabulasi data.
Menghitung dan mendaftar jumlah infeksi dengan menggunakan
tabulasi data.
d. Menghitung tingkat kejadian infeksi.
1) Numerator : jumlah infeksi
2) Denominator: jumlah pasien beresiko

29
e. Analisis.
Membandingkan tingkat kejadian infeksi dalam satuan waktu
dengan memakai perbandingan tingkat infeksi yang baru terjadi
dengan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Penyimpangan dari
tingkat baseline mengidentifikasikan perlunya dilakukan penelitian
lebih lanjut.
f. Interpretasi.Dari informasi yang ditabulasi dan dianalisis diperoleh
makna yang mungkin bisa bervariasi dari tidak adanya perubahan
nyata dalam tingkat infeksi hingga terdeteksinya kemungkinan
terjadinya kejadian luar biasa infeksi dalam rumah sakit.
g. Pelaporan data.Data yang ditabulasikan dianalisis dan ditafsirkan
dan perlu disebarluaskan kepada mereka yang perlu
mengetahuinya.

36. Evaluasi dan Laporan.


a. UNIT KERJA: Komite PPI Rumkital Samuel J. Moeda
b. RUANG LINGKUP: Laporan Evaluasi Kegiatan Pengendalian Dan
Pencegahan Infeksi : ILO, ISK, IADP, Flebitis
c. NAMA INDIKATOR :
1) Angka Kejadian infeksi yang terjadi akibat tindakan atau
perawatan luka operasi yang kurang steril (ILO).
2) Angka kejadian infeksi yang terjadi akibat pemasangan kateter
(ISK).
3) Angka kejadian infeksi yang terjadi akibat pemasangan infuse
dan tranfusi (IADP).
4) Angka kejadian Flebitis.
d. DASAR PEMIKIRAN: Dalam rangka pengendalian mutu pelayanan
di Rumkital Samuel J. Moeda, dimana evaluasi infeksi nosokomial
serta penanganan KLB merupakan gambaran tingkat mutu dari
serangkaian tindakan pelayanan medis dan keperawatan yang
dilaksanakan di ruang rawat inap.

30
BAB IX
PENUTUP

Demikian Pedoman Penanggulangan KLB pada PPI ini dibuat untuk


dilaksanakan, untuk menjamin terlaksananya pencegahan dan penanganan
KLB di Rumkital Samuel J. Moeda.

Kupang, 08 Agustus 2016


Karumkital Samuel J. Moeda

31

You might also like