You are on page 1of 6

Jenis-Jenis Pasal PPh dan Kegunaannya

Jenis-jenis Pasal PPh dan Kegunaannya!


Ada berbagai macam PPh yang setidaknya harus diketahui oleh wajib pajak
sehingga mengerti ketika akan melakukan pelaporan dan wajib pajak pun menjadi
tahu jenis PPh (Pajak Penghasilan) apa yang harus dilaporkan.

Jenis PPh tersebut antara lain terkait pekerjaan, penghasilan maupun usaha yang
dimiliki oleh masing-masing wajib pajak dan tentunya beraneka ragam pula. Mari
bahas sedikit mengenai Jenis-jenis PPh.

PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 32/PJ/2015
adalah:

Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam
negeri.

Dengan artian bahwa PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas segala
penghasilan. Pengenaan PPh pasal 21 dilakukan dengan cara pemotongan pajak
penghasilan melalui pemotongan pajak PPh pasal 21.

Sebagai pihak yang dipotong dari PPh pasal 21, maka pihak yang memperoleh
penghasilan tersebut berhak mendapatkan bukti potong dari yang memotong.

Yang menjadi subjek pajak PPh 21 adalah orang yang dikenakan pajak atas
penghasilannya atau penerima penghasilan yang dipotong PPh 21.

Ada beberapa kategori yang dikenakan PPh 21 seperti: pegawai, bukan pegawai,
penerima pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja
dan peserta kegiatan.
PPh Pasal 22

Pajak penghasilan pasal 22 menurut Undang-undang pajak penghasilan nomor 36


tahun 2008 adalah:

Bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap
wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Pajak Penghasilan
ini dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun
swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor.

Tarif PPh Pasal 22:

Atas Impor:

 Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) adalah 2,5% x nilai


impor, jika tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API) maka
tarifnya adalah sebesar 7,5% x nilai impor.
 Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD tarifnya adalah 1,5 x harga pembelian (tidak termasuk PPN
dan tidak final).
 Atas penjualan hasil produksi:
o Kertas = 0,1% x DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPN (tidak final)
o Semen = 0,25% x DPP PPN (tidak final)
o Baja = 0,3% x DPP PPN (tidak final)
o Otomotif = 0,45% x DPP PPN (tidak final)
 Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah bersifat final bagi
penyalur atau agen dan tidak bersifat final bagi yang lainnya.
 Atas Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri tarifnya adalah 0,25%
x harga pembelian (Tidak termasuk PPN).
 Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu yang menggunakan Angka
Pengenal Impor (API) adalah 0,5% x nilai impor.

]
PPh Pasal 22 merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan, dalam artian pada akhir
tahun cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan maupun PPh
orang pribadi.

Dengan begitu disimpulkan bahwa PPh Pasal 22 dikenakan kepada perdagangan


barang yang dianggap menguntungkan karena itu PPh Pasal 22 dapat dikembalikan
baik saat penjualan dan pembelian.

PPh Pasal 23

Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan 23 (PPh 23) adalah:

Pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah
dan penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh pasal 21.

Umumnya, penghasilan PPh 23 terjadi saat adanya transaksi antara 2 pihak, pihak
yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa yang dikenakan PPh
pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan
memotong atau melaporkan PPh 23.

Sebagai tanda bahwa PPh 23 sudah dipotong, pihak pemotong harus memberikan
bukti potong. Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara
menyampaikan SPT Masa PPh 23.

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto
dari penghasilan. Beberapa contoh tarifnya:

 Tarif 15% dari jumlah bruto atas:


o Dividen, kecuali pembagian dividen terhadap orang pribadi dikenakan
final.
o Hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.
 Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan
dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan atau bangunan.
 Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi dan jasa konsultan.
 Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang diuraikan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negri
lainnya.

PPh Pasal 29

Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan pasal 28 adalah:

PPh kurang bayar yang tercantum adalah SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh
yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh
(PPh 21, 22, 23 dan seterusnya) dan PPh pasal 25.

Tarif PPh Pasal 29:

Wajib pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu:

PPh 25 yang sudah dilunasi = 0,75% x jumlah penghasilan/omzet per bulan

PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang – PPh 25 yang sudah
dilunasi.

Wajib Pajak Badan:

Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12

PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang – Angsuran PPh 25.

PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan dengan sistem


pembayaran angsuran. Tujuannya itu sebenarnya untuk meringankan beban wajib
pajak dalam pembayaran pajak tahunannya. Adapun sanksi atas keterlambatan
pembayaran PPh Pasal 25 yaitu wajib pajak akan dikenakan bunga sebesar 2% per
bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) itu sendiri adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen.

PPN merupakan jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak ini disetor oleh pihak
lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain konsumen
akhir tidak langsung menyetorkan pajak yang dia tanggung.

Objek Pajak PPN:

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
 Impor Barang Kena Pajak.
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa
Kena Pajak oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak).

Tarif PPN:

Tarif PPN adalah 10%

Tarif PPN adalah 0% diterapkan atas:

 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud


 Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud
 Ekspor Jasa Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang Menyetor dan Melaporkan PPN.

PKP (Pengusaha Kena Pajak) adalah pihak yang wajib menyetor dan melaporkan
PPN. Setiap akhir bulan pada bulan berikutnya yang terutang pajak. (PPN Januari
dibayarkan atau dilaporkan paling lambat akhir bulan pada bulan Februari).

Sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, suatu perusahaan atau


seorang pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya melampaui
Rp4,8 miliar dalam setahun.

Jika pengusaha tidak dapat mencapai transaksi dengan jumlah Rp4,8 miliar dalam
satu tahun, maka pengusaha tersebut dapat langsung mencabut permohonan
pengukuhan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).

Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN
yang terutang. Dalam perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, ada yang
disebut dengan pajak keluaran dan pajak masukan.

Pajak Keluaran: PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.

Pajak Masukan: PPN yang dibayarkan ketika PKP membeli, memperoleh, maupun
membuat produknya

You might also like