You are on page 1of 29

REFERAT

ILEUS OBSTRUKTIF

Pembimbing :
Dr. M. Hawari Abdi, SpRad

Disusun oleh:
Regina Asri Imanta Putri
030.13.163

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR MINTOHARDJO
PERIODE 4 MARET 2019 – 16 MARET 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

“Ileus Obstruktif”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi RS Angkatan Laut Dr. Mintohardjo

Periode 4 Maret 2019 – 16 Maret 2019

Disusun oleh:

Regina Asri Imanta Putri

030.13.163

Telah diterima dan disetujui oleh Dr. M. Hawari Abdi, SpRad selaku dokter pembimbing

Departemen Ilmu Radiologi RS Angkatan Laut Dr. Mintohardjo

Jakarta, 13 Maret 2019

Mengetahui,

Dr. M. Hawari Abdi, SpRad


Letkol Laut (K) NRP 14088/P

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Ileus Obstruktif”. Referat ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Rdiologi di
Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan
dan penyelesaian referat ini, terutama kepada dr. M. Hawari, Sp.Rad selaku pembimbing
yang telah memberikan waktu dan bimbingannya sehingga referat ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini tidak lepas dari kesalahan dan
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai saran dan masukan untuk
perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya dalam bidang kedokteran, khususnya untuk bidang ilmu penyakit
kulit dan kelamin.

Jakarta, 13 Maret 2019

Penulis

Regina Asri Imanta Putri

ii
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Usus.......................................................................................................... 3
2.2 Histologi ................................................................................................................. 5
2.3 Fisiologi .................................................................................................................. 8
2.4 Ileus ........................................................................................................................ 11
2.4.1 Ileus Obstruktif .............................................................................................. 11
2.4.2 Ileus Paralitik.................................................................................................. 11
2.4.2.1 Definisi .............................................................................................. 11
2.4.2.2 Etiologi............................................................................................... 11
2.4.2.3 Patofisiologi........................................................................................ 13
2.4.2.4 Penegakan Diagnosis.......................................................................... 14
2.4.2.5 Diagnosis Banding.............................................................................. 17
2.4.2.6 Tatalaksana.......................................................................................... 17
2.4.2.7 Komplikasi.......................................................................................... 18
2.4.2.8 Prognosis............................................................................................ 19
BAB III KESIMPULAN .................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 21

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri abdomen merupakan salah satu masalah yang sering membawa pasien datang
ke Instalasi Gawat Darurat. Nyeri abdomen ini dapat bersifat ringan, tetapi dapat juga
merupakan dari tanda kegawatdaruratan abdomen. Kegawatan abdomen ini dapat berupa
kegawatan bedah ataupun kegawatan non bedah. Penyebab tersering dari akut abdomen
antara lain, appendisitis, kolik bilier, kolesistitis, diverkulitis, obstruksi usus, perforasi viskus,
pankreatitis, peritonitis, salpingitis, dan juga kolik renal.

Ileus merupakan salah satu kegawatan abdominalis yang sering dijumpai dimana
terjadi hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristaltik usus. Gerak peristaltik seperti gerakan kontraksi bergelombang
merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti keadaan otot polos usus, sistem saraf simpatis, sistem saraf
parasimpatis, keseimbangan elektrolit, dan sebagainya.

Ileus diklasifikasikan menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.
Penanganan ileus dibedakan menjadi penanganan secara operatif dan konservatif. Operasi
juga sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu, ketersediaan sarana dan prasarana yang
sesuai, keterampilan dokter, dan kemampuan ekonomi pasien. Faktor-faktor tersebut juga
akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas
ileus.

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat
ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien
rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai
60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki
mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.

1
Karena itu, makalah mengenai ileus ini diharapkan agar para pembaca dapat mengerti
mengenai ileus baik ileus obstruktif maupun ileus paralitik dan juga perbedaan dari masing-
masing.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Usus


Sistem pencernaan manusia terdiri atas dua bagian, yaitu organ aksesoris
pencernaan dan juga traktus gastrointestinal. Organ aksesoris pencernaan yaitu
gigi, lidah, kelenjar ludah, hati, kantung empedu, dan pankreas. Traktus
gastrointestinal merupakan saluran yang menyambung dari mulut ke anus
melewati rongga toraks dan abdominopelvis. Organ traktus gastrointestinal terdiri
atas mulut, sebagian besar faring, esophagus, lambung, usus kecil, dan usus besar.

2.1.1 Usus halus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang


membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Usus ini mengisi bagian
tengah dan bawah abdomen. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai
dari pilorus sampai kepada jejenum. Kira-kira dua per lima dari sisa usus
halus adalah jejenum, dan tiga per lima terminalnya adalah ileum.

– Duodenum
Duodenum merupakan bagian paling pendek dari usus halus dan
letaknya retroperitoneal. Pendarahan duodenum berasal dari arteri celiac
dan superior mesenterik. Arteri celiac memberi cabang ke arteri
gastroduodenal dan arteri pancreaticoduodenal ke bagian descenden
duodenum. Arteri superior mesenterik melalui cabangnya arteri inferior
pancreaticoduodenal memperdarahi duodenum distal. Pendarahan balik
melalui vena mesenterik superior dan vena splenik ke vena porta
hepatik. Duodenum dipersyarafi oleh saraf vagus dan saraf celiac dan
pleksus mesenterik superior. Duodenum dan jejenum dibatasi oleh
ligamentum treitz, yang merupakan pita muskulofibrosa yang berorigo
pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada
perbatasan duodenum dan jejenum.
– Jejenum
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas
intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri

3
dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara
lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih
tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.
– Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m.
Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium
ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula
bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk
lagi ke dalam ileum.

Perdarahan jejunum dan ileum berasal dari arteri superior mesenterik


(SMA). SMA berasal dari aorta abdominal kemudian menyebar diantara
lapisan mesenteri dan bercabang ke jejunum dan ileum. Arteri tersebut
bersatu membentuk busur dan membetuk arteri yang lurus yaitu vasa
recta. Pembuluh darah balik jejunum dan ileum melalui vena superior
mesenterik. Vena superior mesenterik akan menyatu dengan vena splenik
membetuk vena porta hepatika. Serat saraf simpatis jejunum dan ileum
berasal dari segmen T8-T10 saraf tulang belakang dan mencapai pleksus
saraf mesenterik superior. Serat saraf parasimpatis berasal dari trunk
vagus posterior.

Gambar 1. Perdarahan Usus Halus

2.1.2 Usus besar

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Diameter usus besar
sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm),
tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Lapisan-lapisan usus besar dari

4
dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat.
Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus
dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna membentuk
tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut
dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus
dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang
peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml masuk dan total aliran
sebanyak 500 ml/hari.

Bagian-bagian usus besar terdiri dari :

a. Sekum
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal
apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi
jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum.
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum.
Kolon memiliki tiga divisi.
- Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di sebelah
kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
- Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung
sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah fleksura splenik.
- Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi
kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum
c. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm.
Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus

Kolon asenden dan transversum diperdarahi oleh arteri superior mesenterik dan
Perdarahan balik kolon asenden ke vena meseterik superior, ileokolik, dan vena kolon
kanan, sedangkan vena kolon transversus melalui superior mesenterik. Kolon
desenden dan sigmoid diperdarahi oleh arteri inferior mesenterik, pembuluh darah
balik melalui vena mesenteric inferior ke vena splenik dan vena porta hepatika.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesentericus superior.

5
Kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus
superior dan inferior. Serabut saraf nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga
proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus.

Kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf


mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis
menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter
rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

Gambar 2. Perdarahan Usus Besar

2.2 Histologi Usus

2.2.1 Usus Halus


Dinding usus halus memiliki empat lapisan :

 Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tidak lengkap di atas
duodenum dan hampir lengkap di dalam mesenterica usus halus.
 Tunica Muscularis. Merupakan dua selubung otot polos tak bergaris dan
selubung otot ini membentuk tunica muscularis usus halus. Merupakan lapisan
paling tebal dalam duodenum dan semakin ke distal, ketebalannya berkurang.
Lapisan luarnya adalah stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum
circulare. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara
dua lapisan otot.
 Tela Submucosa. Tela submucosa merupakan jaringan ikat longgar yang terletak
diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang

6
berada di bawah mukosa. Dalam ruangan ini merupakan tempat berjalannya
pembuluh darah halus dan pembuluh limfe, juga ditemukan neuroplexus meissner.
 Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus (kecuali pars superior duodenum)
tersusun di dalam lipatan sirkular, saling tumpang tindih dan berinterdigitasi
secara transversa. Tiap lipatan ini ditutupi oleh tonjolan, villi.

Gambar 3. Histologi usus halus

Terdapat tiga struktur yang menambah luas permukaan dan membantu fungsi
absorpsi yang merupakan fungsi utama usus halus:
 Lapisan mukosa dan submukosa berbentuk lipatan sirkular yang atau disebut
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3
ampai 10 mm. Lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan mulai
menghilang pada pertengahan ileum. Lipatan ini menyerupai bulu pada
pemeriksaan radiogram.
 Vili merupakan tonjolan seperti jari di mukosa yang memiliki jumlah sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1
mm (dapat dilihat dengan mata telanjang), gambaran mukosa menyerupai beludru.
 Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari dengan panjang sekitar 1 μ pada
permukaan luar setiap villus, terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.

Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah
sekitar 2.00 cm². Luas permukaan absorbsi bertambah sampai 2 juta cm²
merupakan peran dari valvula koniventes, vili dan mikrovili.

2.2.2 Usus besar

7
Memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya tetapi juga
memiliki beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja, seperti lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal , tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet,
lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita
yang dinamakan taenia koli. Taenia akan menyatu pada sigmoid distal, dengan
demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang
taenia lebih pendek daripada usus sehingga menyebabkan usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia.

2.3 Fisiologi
Fungsi pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air merupakan dua fungsi
utama usus halus. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin,
asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam
duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam
sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja
enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase
pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu
ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinyu isi lambung.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri
dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama
berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal.
Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi

8
secara lokal. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Gerakan ini
berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus
ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit
dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme
transpor aktif dan pasif.
Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, pencernaan, dan
penyerapan.

1. Motilitas

Merupakan kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna,
otot polos di saluran cerna mempertahankan suatu kontraksi (tonus). Tonus penting
untuk mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran cerna untuk mencegah
dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi.

Pada aktivitas tonus yang tetap ini terdapat 2 tipe dasar motilitas saluran cerna:
gerakan mendorong (propulsive) mendorong maju isi saluran cerna, dengan kecepatan
pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian
saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang
dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Sebagai contoh, transit makanan
melalui esophagus berlangsung cepat, yang sesuai karena struktur ini hanya berfungsi
sebagai saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perbandingan, di usus halus, tempat
utama pencernaan dan penyerapan, isi bergerak maju dengan lambat, menyediakan
waktu untuk penguraian dan penyerapan makanan.

Gerakan mencampur mempunyai fungsi ganda, yaitu dengan tercampurnya makanan


dengan getah pencernaan, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan
memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna.

Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi akibat kontraksi otot
polos di dinding organ pencernaan. Pada ujung saluran mulut di bagian pangkal
esophagus dan sfringter ani eksternus di akhir motilitas lebih melibatkan otot rangka
daripada aktivitas otot polos. Karena itu, tindakan mengunyah, menelan, dan defekasi

9
merupakan komponen volunteer karena otot rangka berada dibawah kontrol sadar.
Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran lainnya dilaksanakan oleh otot polos yang
dikontrol oleh mekanisme involunter.

2. Sekresi

Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh kelenjar
eksokrin di sepanjang perjalanan, masing-masing dengan produk sekretorik spesifik.
Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit , dan konstituen organic spesifik
yang penting dalam proses pencernaan, misalnya enzim, garam empedu, atau mucus.
Sel-sel sekretorik mengekstraksi dari plasma sejumlah besar air dan bahan mentah
yang diperlukan untuk menghasilkan sekresi tertentu tersebut. Sekresi semua getah
pencernaan memerlukan energy, baik untuk transport aktif sebagian bahan mentah ke
dalam sel (yang lain berdifusi secara pasif) maupun sintesis produk sekretorik oleh
reticulum endoplasma. Pada rangsangan saraf atau hormon yang sesuai, sekresi
dibebaskan ke dalam lumen saluran cerna. Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan
direabsorbsi dalam suatu bentuk kembali ke darah setelah ikut serta dalam proses
pencernaan. Kegagalan reabsorbsi ini (misalnya karena muntah atau diare)
menyebabkan hilang cairan yang “dipinjam” dari plasma ini.

Selain itu, sel-sel endokrin yang terletak di dinding saluran cerna mensekresikan
hormone pencernaan ke dalam darah yang membantu pengontrolan motilitas
pencernaan dan sekresi kelenjar eksokrin.

3. Pencernaan

Manusia mengkonsumsi tiga kategori biokimiawi bahan makanan kaya energy:


karbohidrat, protein, lemak. Molekul molekul besar ini tidak dapat melewati
membrane plasma utuh untuk dierap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau
limfe. Kata pencernaan (digestion) merujuk kepada penguraian biokimiawi struktur
kompleks makanan menjadi satuansatuan yang lebih kecil dan dapat diserap, oleh
enzim enzim yang diproduksi di dalam sistem pencernaan.

Sewaktu bergerak melalui saluran cerna, makanan menjadi subjek berbagai enzim,
yang masing-masing menguraikan molekul makanan lebih besar diubah menjadi nit-
unit kecil yang dapat diserap melalui proses bertahap progresif, seperti jalur perakitan
yang berjalan terbalik, seiring dengan terdorong majunya isi saluran cerna.

10
4. Penyerapan

Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan. Melalui
proses penyerapan, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang dihasilkan oleh
pencernaan, bersama dengan air, vitamin dan elektrolit, dipindahkan dari lumen
saluran cerna ke dalam darah atau limfe.

2.4 Ileus
Ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus
terdiri dari 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.

2.4.1 Ileus Obstruktif


2.4.1.1 Definisi
Ileus Obstruktif disebut juga Ileus Mekanis (Ileus Dinamik). Suatu penyebab
fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik sebahagian
maupun total. Ileus obstruktif merupakan jenis ileus yang paling sering
dijumpai.

2.4.2 Ileus Paralitik


2.4.2.1 Definisi
Ileus paralitik adalah suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat dari kegagalan
neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa ada obstruksi secara mekanik.
2.4.2.2 Etiologi
Etiologi dari ileus paralitik adalah:
1. Pasca operasi abdomen, biasanya berlangsug selama 24-72 jam. Beratnya
ileus tergantung dari durasi operasi dan seringnya manipulasi usus dan
lamanya usus kontak dengan dunia luar.
2. Inflamasi peritoneal atau retroperitoneal, seperti appendisitis, divertikulitis,
dan lain sebagianya.
3. Ganguan metabolik, yaitu hipokalemia, uremia, komplikasi DM, penyakit
sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
4. Obat-obatan, seperti obat antikolinergik, opioid, dan sebagianya.
5. Iskemia usus

Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan


seperti yang tercantum dibawah ini:

11
a. Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.
b. Hormonal
Kolesistokinin:
Kolesistokinin disekresikan oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam
lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin berefek dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu
kedalam usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting
dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan
diabsorpsi.
Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh
karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan
kandung empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari
lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak
di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga
memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan
sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat asam
lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.
c. Inflamasi
Makrofag melepaskan sitokin proinflamasi (NO). - prostaglandin yang akan
menginhibisi kontraksi otot polos usus.
d. Obat-obatan
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan
menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan
propulsi. Opioid memiliki efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang
mempersarafi otot polos usus.

2.4.2.3 Patofisiologi
Pada ileus paralitik fungsi peristaltik usus dihambat atau sudah menurun dari
awal permulaan penyakit. Sedangkan ileus paralitik yang diakibatkan oleh
gangguan non-mekanik seperti gangguan elektrolit maupun obat-obatan, seperti
narkotik dan opioid, yang merangsang saraf simpatis dengan kuat sehingga

12
aktivitas traktus gastrointestinal dihambat dengan menyebabkan penurunan
gerak peristaltik usus. Semakin lama feses, cairan , gas, dan bakteri pun akan
terjebak dalam usus sama seperti mekanisme terjadinya ileus obstruksi.
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.
Sistem simpatis berpengaruh melalui dua cara:
a. Pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada
otot polos (kecuali tunika muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya)
b. Pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin
pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat
pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui
traktus gastrointestinal.

c. Hambatan pada
sistem saraf
parasimpatis di
dalam sistem saraf
enterik akan
d. menyebabkan
terhambatnya
pergerakan
makanan pada

13
traktus
gastrointestinal,
e. namun tidak
semua pleksus
mienterikus yang
dipersarafi serat
saraf parasimpatis
f.bersifat
eksitatorik,
beberapa neuron
bersifat
inhibitorik, ujung
seratnya
g. Hambatan pada
sistem saraf
parasimpatis di
14
dalam sistem saraf
enterik akan
h. menyebabkan
terhambatnya
pergerakan
makanan pada
traktus
gastrointestinal,
i.namun tidak
semua pleksus
mienterikus yang
dipersarafi serat
saraf parasimpatis
j.bersifat
eksitatorik,
beberapa neuron
15
bersifat
inhibitorik, ujung
seratnya
k. Hambatan pada
sistem saraf
parasimpatis di
dalam sistem saraf
enterik akan
l.menyebabkan
terhambatnya
pergerakan
makanan pada
traktus
gastrointestinal,
m. namun tidak
semua pleksus
16
mienterikus yang
dipersarafi serat
saraf parasimpatis
n. bersifat
eksitatorik,
beberapa neuron
bersifat
inhibitorik, ujung
seratnya
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf
parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
2.4.2.4 Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan ileus paralitik akan mengeluh perutnya terasa kembung
(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin dapat
terjadi dan mungkin juga tidak. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik
perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Dimana
pada pasien ileus paralitik, tidak disertai dengan adanya keluhan nyeri kolik
abdomen yang paroksismal.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada penyakit yang mendasarinya.

17
Pada inspeksi didapati adanya distensi abdomen, perkusi timpani dan dengan
bising usus yang lemah atau jarang bahkan tidak terdengar sama sekali pada
pemeriksaan auskultasi. Pada pemeriksaan palpasi, tidak ditemukan adanya
reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif).
Pada ileus paralitik dengan penyakit primer peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah seperti pemeriksaan
amilase, lipase, kadar kalium serum dan kadar gula darah.
- Pemeriksaan Radiologis
1.Foto polos abdomen

Gambar 4. Foto BNO normal


Hal-hal yang harus dinilai pada foto BNO adalah:
1. BNO-supine
a. Dinding abdomen: preperitoneal fat kanan dan kiri baik atau
menghilang.
b. Psoas line kanan dan kiri: baik, menghilang atau bulging.
c. Batu radioopak, kalsifikasi atau benda asing radioopak.
d. Kontur ginjal kanan dan kiri.
e. Gambaran udara usus: normal, pelebaran dari usus, keadaan dinding
usus.
2. BNO-erect
Gambaran udara bebas di bawah diafragma
3. BNO-LLD
Gambaran udara bebas antara hati dengan dinding abdomen

Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis ileus.


Untuk radiologi ileus perlu diperhatikan beberapa hal, seperti:
1. Posisi terlentang (supine)
Pada foto BNO posisi supine dapat diperoleh adanya gambaran
pelebaran atau dilatasi usus di proksimal dari daerah obstruksi,

18
penebalan dinding usus sehingga membentuk gambaran seperti duri
ikan (herring bone appearance). Gambaran tersebut terjadi akibat dari
pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar.

Gambar 5 . Pada ileus paralitik tampak adanya air fluid level yang panjang-panjang
dan sejajar, distribusi udara diseluruh bagian usus disertai distensi bagian usus.

Gambar 6. Foto BNO supine tampak adanya


gambaran herring bone appearance

2. Posisi setengah duduk (erect)


Pada foto BNO posisi erect didapatkan adanya gambaran air fluid level
dan step ladder pattern.

Gambar 7 . tampak adanya gambaran step ladder pattern

3. Posisi LLD (Left Lateral Decubitus)


Pada foto BNO posisi LLD didapatkan adanya gambaran multiple air
fluid level.

19
Gambar 8. Pada foto BNO posisi LLD didapati air fluid level (panah putih)

Ileus paralitik terlokalisir akan menghasilkan gambaran sentinel loop,


dimana gambaranya dapat menyerupai obstruksi pada usus halus, maka
perlu diketahui keadaan klinisnya dan pemantauan lebih lanjut, dimana
letak sentinel loop sering menggambarkan letak kelainan yang mendasari
timbulnya ileus.

Gambar 9 . Ileus yang terlokalisir membentuk gambaran sentinel loops

2.CT-Scan Abdomen
Pemeriksaan dengan CT-Scan terutama diperlukan untuk membedakan
ileus dengan penyebab lain dari nyeri abdomen akut non-traumatik.

Gambar 10. CT-Scan pada ileus paralitik menunjukan


distensi usus halus dan rektum
2.4.2.5 Diagnosis Banding

20
Diagnosis banding dari ileus paraltik adalah penyebab akut abdomen non-
traumatik lain seperti ischemic bowel disease, divertikulitis, diseksi aorta,
inflammatory bowel disease yang berat, pankreatitis, dan kolik renal atau kolik
bilier. Beberapa penyakit di atas dapat berkembang menjadi ileus sehingga
membuat pemeriksaan fisik menjadi rancu.

2.4.2.6 Tatalaksana
Tatalaksana ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif, berupa dekompresi,
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati penyebab dan penyakit
primer serta pemberian nutrisi yang adekuat.
Untuk dekompresi, dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (NGT). Pemberian
cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral diberikan sesuai
dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi parenteral.
Beberapa obat yang dapat dicoba untuk diberikan, seperti metoklopramid untuk
gastroparesis, sisaprid untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin untuk
mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif digunakan
pada kasus ileus yang tidak membaik dengan terapi konservatif.
a. Terapi konservatif :
- Pasien dirawat di Rumah Sakit
- Pasien dipuasakan
- Kontrol status airway, breathing dan circulation
- Dekompresi dengan NGT
- Pemberian cairan intravena dan elektrolit
- Pemasangan kateter urine untuk menghitung balance cairan
b. Terapi farmakologis :
- Antibiotik spektrum luas untuk bakteri aerob dan anaerob
- Analgetik bila terdapat keluhan nyeri
- Prokinetik : metaklopramid, cisaprid
- Stimulasi parasimpatik : bethanecol, neostigmin
- Blokade simpatik : α-2 adrenergik antagonis
c. Terapi operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan tindakan operatif kecuali bila disertain dengan
adanya peritonitis. Tindakan operatif dilakukan setelah pasien di rehidrasi dan di
dekompresi dengan NGT untuk mencegah terjadinya sepsis sekunder atau ruptur
usus.

21
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusuk dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil dari ekplorasi laparotomi.

2.4.2.7 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat ileus paralitik
yang tidak diatasi, seperti:
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus
c. Sepsis
d. Syok hipovolemia
e. Gangguan elektrolit

2.4.2.8 Prognosis
Prognosis dari ileus paralitik bergantung dari penyebab ileus itu sendiri. Pada
ileus akibat dari operasi intraabdomen, ileus biasanya hanya bersifat sementara
sekitar 24-72 jam. Prognosis akan lebih buruk pada kasus-kasus tertentu yang
terdapat kematian dari jaringan usus, operasi perlu dilakukan untuk membuang
jaringan-jaringan yang telah nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus dengan
cepat ditangani, maka prognosis nya juga akan menjadi lebih baik.

22
BAB III
KESIMPULAN

Ileus dibedakan menjadi dua macam, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus
lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Penyebab terbanyak dari
Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti hernia, keganasan, dan volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri abdomen
(kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan
takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut. Salah
satu pemeriksaan penunjang yang penting dalam mendiagnosa ileus adalah pemeriksaan
radiologi foto BNO 3 posisi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam lumen usus
yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran herring bone
appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis
ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah M, Firmansyah MA. Diagnostic Approach and Management of Acute


Abdominal Pain. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2012;44:4.
2. Guyton A.C, Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9 th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005
3. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New
York
4. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.).
(D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
5. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta.
EGC
6. Ansari P. Intestinal Obstruction [Internet]. Merck Manuals Professional Edition. 2014.
Available from: http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal-
disorders/acute-abdomen-and-surgical-gastroenterology/intestinal-obstruction.
7. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.
8. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya,
Caroline, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.
9. Guyton A.C, Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005
10. Daffner, Richard H. Clinical Radiology the Essentials. 4th edition. Wolter Kruwer.
2014.
11. Chen, Michael. Basic Radiology. 2nd edition. Mc-Graw Hill. 2013.

24

You might also like