You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan lama ialah suatu persalinan yang sulit dan ditandai dengan
kemajuan persalinan yang lambat. Terdapat faktor-faktor yang berperan dalam
proses persalinan yaitu kekuatan mendorong janin keluar (power), yang meliputi
his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut, dan kontraksi diafragma.
Faktor lain adalah faktor janin (passanger), faktor jalan lahir (passage) dan faktor
penolong serta faktor psikis.1

Apabila semua faktor ini dalam keadaan baik, sehat dan seimbang, maka
proses persalinan akan berlangsung dengan baik. Namun apabila salah satu dari
faktor tersebut mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan his
tidak adekuat, kelainan pada bayi, kelainan jalan lahir, kelainan penolong ataupun
gangguan psikis maka persalinan tidak dapat berjalan secara baik. Persalinan yang
mengalami kesulitan untuk berjalan spontan normal juga dipengaruhi berbagai
faktor yang kompleks, misalnya ketidaktahuan akan bahaya persalinan,
keterampilan yang kurang, sarana yang tidak memadai, masih tebalnya
kepercayaan pada dukun serta rendahnya pendidikan dan rendahnya keadaan
sosial ekonomi rakyat.2

Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia. Berdasar hasil


Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010-2013 dilaporkan
bahwa partus lama / macet merupakan penyebab kematian ibu.3

1
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan lama merupakan persalinan abnormal atau sulit. Persalinan lama


(distosia) diartikan sebagai persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara.1

Penyebab kemacetan dapat disebabkan karena beberapa faktor, yaitu kelainan


power, passage, passanger dan faktor penolong :

a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan
kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan pada
fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat dan sering
serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat berupa inersia
uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik.1
Kontraksi uterus atau his secara normal terjadi pada awal persalinan
yakni pada kala 1, pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali
dalam 15 menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul
semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit
dengan kekuatan 50 sampai 100 detik.2
Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks tidak akan mengalami
pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi persalinan, dan
apabila tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio sesaria, namun
pada persalinan kala II apabila ibu mengalami kelelahan maka persalinan
dilakukan dengan menggunakan vacum ekstraksi.1,2,4

3
Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta belum
lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada kontraksi
uterus atau karena adanya perlengketan sehingga merangsang uterus maka di
berikan pemberian induksin dan melakukan massage uterus.4
b) Kelainan Passage
Kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan pada jalan lahir, jalan
lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras
atau tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan
ukuran panggul. Sedangkan jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena
adanya tumor ovarium yang menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada
jalan lahir yang dipaksakan..5
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu
bentuk panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid, android,
dan platipeloid. Terutama pada panggul android distosia sulit diatasi, selain
itu terdapat kelainan panggul yang disertai dengan perubahan bentuk karena
pertumbuhan intrauterine yaitu panggul Naegele, robert, split pelvis dan
panggul asimilasi. Perubahan bentuk panggul juga dapat terjadi karena adanya
penyakit seperti rakhitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrifi, karies,
nekrosis maupun penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
Penyakit tulang belakang seperti kifosis, skoliosis dan spondilolistesis serta
penyakit pada kaki seperti koksiis, luksasio koksa dan atrofi atau kelumpuhan
satu kaki merupakan termasuk penyulit dalam proses persalinan
pervaginam.2,5
c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun
bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan
kelainan posisi, pada kondisi normal, kepala memasuki pintu atas panggul
dengan sutura sagitalis dalam keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-
ubun kecil berada dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri belakang,
4
setelah kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III), kepala akan
memutar ke depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga ubun-ubun kecil
berada didepan (putaran paksi dalam), namun terkadang tidak terjadi putaran
sehingga ubun-ubun kecil tetap berada dibelakang atau melintang, keadaaan
ini disebut dengan deep transvere arrest, oksipitalis posterior persisten atau
oksipitalis transversus persisten, keadaan ini akan mempersulit persalinan.2
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis
presentasi muka berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba seperti
punggung, bagian belakang kepala berlawanan dengan bagian dada, dan
daerah dada ada bagian kecil denyut jantung janin terdengan jelas, dan
berdasarkan pemeriksaan dalam umumnya teraba mata, hidung, mulut dan
dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada umumnya merupakan
kedudukan sementara sehingga biasanya dapat menjadi presentasi belakang
kepala dan presentasi muka.4
Letak sungsang merupakan keadaan dimana letak janin memanjang
dengan kepala dibagian fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum uteri
hal ini pula merupakan penyulit dalam persalinan. Selain letak sungsang, letak
lintang pula cukup sering terjadi, presentasi ini merupakan presentasi yang
tidak baik sama sekali dan tidak mungkin dilahirkan pervaginam kecuali pada
keadaan janin yang sangat kecil atau telah mati dalam waktu yang cukup
lama.2
Beberapa kelainan dalam bentuk janin yaitu karena adanya
pertumbuhan janin yang berlebihan, berat neonatus pada umunya adalah 4000
gram, makrosomia atau bayi besar apabila lebih dari 4000 gram, umumnya
hal ini karena adanya faktor genetik, kehamilan dengan diabetes mellitus,
kehamilan post matur atau pada grande multipara. Hidrocephalus pula
merupakan kelainan bentuk janin, hal ini merupakan keadaan dimana cairan
serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala janin menjadi
besar dan keadaan ini dapat menyebabkan cephalo pelvic disproportion.6
5
Komplikasi yang terjadi akibat persalinan lama pada persalinan lama
dapat berupa komplikasi pada anak, komplikasi pada ibu, atau didapatkan
adanya infeksi intrauterin. Komplikasi pada anak dapat berupa kaput
suksedaneum yang besar, gawat janin yang ditandai adanya air ketuban
bercampur mekoneum, denyut jantung janin bradikardia, takikardia, atau
irregular, dan gerak anak yang berkurang. IUFD (intra uterine fetal death) juga
merupakan komplikasi partus lama pada anak. Komplikasi pada ibu dapat
berupa edema pada portio, vagina, ataupun vulva, ruptura uteri, febris, dan
dehidrasi. Sedangkan tanda-tanda infeksi intrauterin dapat dinilai berdasar
kriteria Gibbs yang meliputi temperatur rektal lebih dari 38 oC disertai dengan
2 atau lebih tanda-tanda berikut yaitu: takikardi maternal (denyut jantung
>100x/mnt), takikardi fetal (denyut jantung >160x/mnt), uterine tenderness,
cairan ketuban keruh dan berbau, atau leukositosis maternal yang ditandai
dengan leukosit >15.000 /mm3.2. 5

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian di amerika serikat, dari semua persalinan presentasi


kepala, 8 – 11% akan mengalami gangguan pada persalinan kala I. Persalinan
sectio caesar atas indikasi distosia adalah sekitar 60%. Morbiditas dan mortalitas
ibu dan anak meningkat pada kasus persalinan abnormal. Hal ini lebih merupakan
akibat dari hubungan akibat-akibat dibandingkan hubungan sebab-akibat.
Meskipun demikian, identifikasi persalinan abnormal dan pengambilan keputusan
yang cepat dan tepat akan menurunkan resiko tersebut. 7

Secara global, sekitar 8 – 11% ibu hamil mengalami abnormalitas kala 1


persalinan. Perlambatan persalinan pada fase aktif ditemukan pada 25% wanita
nulipara dan 15% wanita multipara. Sebuah studi di Swedia menemukan bahwa
23% pasien yang akan menjalani persalinan mengalami perlambatan kemajuan

6
pada fase laten. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa perlambatan
kemajuan lebih banyak ditemukan pada wanita nulipara dibandingkan multipara
(29,2% vs 17%). Data dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
menyebutkan bahwa partus lama menyebabkan 1 – 1,8% kematian ibu pada tahun
2010 – 2013.3,8

2.3 Etiologi

2.3.1 Faktor Kekuatan Ibu

1. Kelainan His

His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan
pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi
dapat megakibatkan kemacetan persalinan. His yang normal dimulai dari salah
satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh
korpus uteri dengan adanya dominasi kekutan pada fundus uteri, kemudian
mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh. Baik atau tidaknya his
dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu sendiri (frekuensinya,
lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum..2

Berikut adalah ringkasan his normal

1. Tonus otor Uterus diluar his tidak seberapa tinggi. Lalu meningkat pada
waktu his. Pada kala pembukaan serviks ada 2 fase; fase laten dan fase
aktif.
2. Kontraksi Uterus dimulai pada salah satu tanduk uterus, sebelah kanan atau
sebelah kiri, lalu menjalar ke seluruh otot Uterus.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama
dibandingkan bagian-bagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lambat,

7
lebih singkat dan tidak seadekuat kontraksi fundus uteri. Bagian bawah
(segmen bawah Uterus) teteap pasif dan berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his: lamanya, kuatnya, teraturnya, seringnya dan relaksasinya.1

Jenis-jenis kelainan his diantaranya inersia uteri, incoordinate uterine contraction.

a. Inersia Uteri

Pada kondisi ini, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada
bagian-bagian yang lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak pada
kontraksi uterus yang lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan
biasanya. Keadaan umum penderita baik dan biasanya nyeri tidak seberapa. Selama
ketuban masih utuh umumnya tidak banyak berbahaya, kecuali jika persalinan
berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini disebut inersi uteri primer. Inersia uteri
sekunder adalah timbulnya inersia uteri setelah sempat berlangsung his kuat untuk
waktu yang lama.9

b. Incoordinate Uterine Contraction


Pada keadaan ini sifat his berubah, tonus otot uterus terus meningkat, juga di
luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
diantara bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi pada kontraksi uterus bagian
atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa nyeri
yang lebih hebat dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin.5

2.3.2 Faktor Janin

a. Posisi Oksiput Posterior


8
Persisten Prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun tidak
berputar ke depan, tetapi tetap berada di belakang. Salah satu penyebab
terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran
panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul yang lembek pada
multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak ada paksaan
pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan..9

b. Presentasi Puncak Kepala


Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika melewati
jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada presentasi
puncak kepala, lingkaran kepala yang mealalui jalan kahir adalah sirkumfernsia
frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis adalah
glabella.4
c. Presentasi Muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi
maksimal, sehingga aksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan
bagian terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer
jika terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder jika baru terjadi pada
masa persalinan. Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah
keadaan-keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan yang
menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat
ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar. Multiparitas dan perut
gantung juga merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka.
Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher depan juga dapat
menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi muka dapat terjadi pada
kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah kehilangan tonusnya.9
d. Presentasi Dahi

9
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi
maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Pada umumnya, presentasi dahi bersifat sementara, dan sebagian besar akan
berubah menjadai presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Sebab
terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab terjadinya
presentasi muka karena semua presentasi muka biasanya melewati fase
presentasi dahi lebih dahulu.4
e. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri danbokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong, presentasi bokong
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna, dan presentasi kaki.
Diagnosis letak sungsang umunya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, kepala
teraba di fundus uteri, sementara pada bagian bawah uterus teraba bokong yang
tidak dapat digerakkan semudah kepala. Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis
juga dapat ditegakkan dari pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunang
seperti USG dan MRI.9
Faktor yang menyebabkan terjadinya letak sungsang adalah
multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, panggul
sempit, dan usia prematur. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak
lebih leluasa, sehingga janin dapat menempatkan diri pada presentasi kepala,
letal sungsang, atau letak lintang. Pada kehamilam triwulan akhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dan
kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa
untuk mengisi tempat yang lebih luas di fundus uteri, sedang kepala berada
pada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.10
f. Letak Lintang

10
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain.
Sebab tersering terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai dinding
uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion, dan
kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Kelainan bentuk
rahim seperti uterus arkuatus atau subseptus juga merupakan penyebab
terjadinya letak lintang. Adanya letak lintang dapat diduga hanya dengan
inspeksi. Uterus tampak melebar dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai
dengan usia kehamilannya. Pada palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin
berada di samping, dan diatas simfisis juga kosong .10
g. Presentasi Ganda
Presentasi ganda adalah presentasi dimana disamping kepala janin di
dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan
disamping bokong janin dijumpai tangan. Presentasi ganda terjadi karena pintu
atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada
seorang multipara dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin
kecil.4
h. Pertumbuhan Janin yang Berlebihan
Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi 4000 gram. Pada
janin besar, faktor keturunan memegang peran penting. Selain itu janin besar
juga dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, postmaturitas, dan
grande multipara.5
i. Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis
dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar dan terjadi pelebaran sutura
serta ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya berkisar
antara 500- 1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karen
akepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian bawah

11
uterus, maka sering ditemukan dalam keadaan sungsang. Bagaimanapun
letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvik dengan
segala akibatnya.9
j. Prolaps Funikuli
Prolaps funikuli adalah suatu keadaan dimana tali pusat berada di samping atau
melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Pada
presentasi kepala, prolaps funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap
saat atli pusat dapat terjepit diantara bagian terendah janin dengan jalan lahir
dengan akibat gangguan oksigenasi janin. Keadaan yang menyebabkan
gangguan adaptasi bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul
tidak tertututp oleh bagian bawah janin tersebut, merupakan predisposisi
turunnya tali pusat dan terjadinya prolaps funikuli. Dengan demikian prolaps
funikuli sering didapatkan pada letak sungsang dan letak lintang. Pada
presentasi kepala dapat dijumpai pada disproporsi sefalopelvik. Pada
kehamilam premature lebih sering dijumpai karena kepala anak yang kecil tidak
dapat menutup pintu atas panggul secara sempurna.9

2.3.3 Faktor Jalan Lahir

Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang


disebabkan oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul.
Menurut Caldwell dan Moloy bentuk panggul di bagi dalam empat jenis, yaitu 5
a) Panggul Ginekoid
Pintu panggul yang bundar dengan diameter transversa yang sedikit lebih
panjang daripada diameter anteroposterior dan panggul tengah serta pintu
bawah panggul yang cukup luas. Dinding samping panggul lurus, spina tidak
menonjol, dan diameter transversa spina ischiadika 10 cm atau lebih.
b) Panggul Antropoid

12
Panggul jenis ini memiliki diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit. Spina
ischiadika pada panggul jenis ini cenderung menonjol dan dinding samping
panggul cenderung berbentuk konvergen.
c) Panggul Android
Panggul android memiliki ciri pintu atas panggul berbentuk segitiga dengan
spina ischiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit. Dinding
samping biasanya konvergen, spina ischiadika menonjol, dan os sakrum tidak
melengkung tetapi lurus dan maju ke depan.
d) Panggul Platipelloid
Panggul dengan diameter anteroposterior yang lebih pendek daripada
diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Sudut panggul anterior sangat lebar dan kelengkungan os sakrum biasanya
cukup.

Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis panggul
dengan prognosa persalinan paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul lainnya
dapat menyebabkan terjadinya distosia persalinan.

13
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu
besar, atau kombinasi diantara keduanya. Setiap penyempitan pada diameter
panggul baik pintu atas panggul, pintu tengah panggul, maupun pintu bawah
panggul dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan.
a) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa terbesarnya kurang
dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala memiliki kemungkinan lebih besar
tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks uteri kurang mengalami
tekanan kepala.
b) Penyempitan pintu tengah panggul
Ukuran terpenting pada pintu tengah panggul adalah distansia interspinarum
kurang dari 9.5 cm, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran pada
persalinan jika diameter sagitalis posterior pendek pula
c) Penyempitan pintu bawah panggul

bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm,
maka sudut arkus pubis juga mengecil (<80 º) sehingga timbul kemacetan pada
kelahiran janin ukuran biasa.

2.4 Diagnosis

Diagnosis partus lama ditegakkan berdasarkan adanya partus lama yang


disertai tanda dan gejala klinis akibat partus lama. Gejala tersebut dapat berasal
dari ibu ataupun dari janin.
Kriteria diagnostik kelainan persalinan akibat persalinan lama
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan Lama (protraction disorders)

14
Pembukaan < 1,2 cm/jam < 1,5 cm/jam
Penurunan < 1,0 cm/jam < 2,0 cm/jam
Persalinan macet (arrest disorders)
Tidak ada pembukaan > 2 jam > 2 jam
Tidak ada penurunan > 1 jam > 1 jam

Sumber : The American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)

Gejala klinis yang tampak pada ibu meliputi:

 Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat dan lemah,
pernapasan cepat dan meteorismus
 cincin retraksi patologis, edema vulva, edema serviks, his hilang atau lemah.
 Cincin retraksi patologis Bandl sering timbul akibat persalinan yang terhambat
disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus, dan
menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.
 Pada persalinan lama dapat juga muncul tanda-tanda ruptur uteri yang berupa
perdarahan dari OUE, his menghilang, bagian janin mudah teraba dari luar, pada
pemeriksaan dalam didapatkan bagian terendah janin mudah didorong ke atas,
robekan dapat meluas sampai serviks dan vagina.10

Sementara gejala klinis yang nampak pada bayi meliputi:

 Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif


 air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
 Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput suksedaneum,
bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.
15
 Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain.
 Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).10

2.5 Patofisiologi
Persalinan normal rata-rata berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal
pembukaan sampai lahirnya anak. Apabila terjadi perpanjangan dari fase laten (primi
20 jam, multi 14jam) dan fase aktif (primi 1,2 cm per jam, multi 1,5 cm per jam) atau
kala pengeluaran (primi 2 jam dan multi 1 jam), maka kemungkinan akan timbul
partus lama.

Fase laten memanjang dapat disebabkan akibat oversedasi atau menegakkan


diagnosa inpartu terlampau dini dimana masih belum terdapat dilatasi dan
pendataran servik. Diagnosa adanya hambatan atau berhentinya kemajuan persalinan
pada fase aktif lebih mudah diotegakkan dan umumnya disebabkan oleh faktor
power, passage, dan passenger. Komponen power, frekuensi kontraksi uterus
mungkin memadai namun intensitas nya tidak memadai. Adanya gangguan hantaran
saraf untuk terjadinya kontraksi uterus misalnya adanya jaringan parut pada bekas
sectio caesar, miomektomi atau gangguan hantaran saraf lain dapat menyebabkan
kontraksi uterus berlangsung secara tidak efektif. Apapun penyebabnya, gangguan
ini akan menyebabkan kelainan kemajuan dilatasi dan pendataran sehingga keadaan
ini seringkali disebut sebagai distosia fungsionalis. Kekuatan kontraksi uterus dapat
diukur secara langsung dengan menggunakan kateter pengukur tekanan intrauterine
dan kekuatan kontraksi uterus dinayatakan dalam nilai MONTEVIDEO UNIT. Nilai
kekuatan kontraksi uterus yang adekwat adalah 200 MVU selama periode kontraksi
10 menit. Diagnosa arrest of dilatation hanya bisa ditegakkan bila persalinan sudah
dalam fase aktif dan tidak terdapat kemajuan selama 2 jam serta berlangsung dengan
kontraksi uterus yang adekwat ( > 200 MVU ).4

16
Passage (atau kapasitas panggul), kelainan pada kapasitas panggul (kelainan
bentuk, luas pelvik) dapat menyebabkan persalinan abnormal. Baik janin maupun
kapasitas panggul dapat menyebabkan persalinan abnormal akibat adanya obstruksi
mekanis sehingga seringkali dinamakan dengan distosia mekanis. Harus pula diingat
bahwa selain tulang panggul, organ sekitar jalan lahir dapat pula menyebabkan
hambatan persalinan (soft tissue dystocia akibat vesica urinaria atau rectum yang
penuh). Passanger (janin), kelainan besar dan bentuk janin serta kelainan letak,
presentasi dan posisi janin dapat menyebabkan hambatan kemajuan persalinan..4

Tujuan persalinan adalah untuk melahirkan janin dan kemudian plasenta, dan
untuk mengetahui apakah terdapat hambatan pada ibu. Uterus akan membutuhkan
energi untuk berkontraksi dan relaksasi. Kondisi metabolik ini dapat berlangsung
jika energi ibu cukup, dan aktivitas ini dipertahankan selama berjam-jam. Namun,
jika kondisi ini berlangsung terlalu lama lebih dari 24 jam, akan menimbulkan
terjadinya komplikasi. Pertama-tama, akan timbul gangguan emosi dan kelelahan
pada ibu yang mengakibatkan cadangan glikogen pada uterus akan berkurang,
sehingga ATP yang dihasilkan juga akan berkurang. Selain itu juga dapat terjadi
asidifikasi karena timbunan asam laktat untuk memenuhi kebutuhan ATP.
Timbunan asam laktat ini bisa mengurangi kemampuan uterus untuk berkontraksi.
Oleh karena itu, kontraksi uterus akan melemah jika bekerja berkepanjangan
karena alasan fisiologis dan biokimia. 11

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kontraktilitas uterus yang


berkurang mengakibatkan kesulitan persalinan pada primigravida. Hal ini
mungkin disebabkan oleh uterus yang berhenti berkontraksi karena miometrium
yang mengalami asidifikasi. Asidifikasi ini disebabkan oleh penurunan energi
miometrium, metabolisme anaerob, dan ketosis sistemik. Pada multigravida,
kemungkinan miometrium tolerans terhadap efek asidifikasi yang mekanismenya
belum diketahui, sehingga kontraksi uterus tidak berhenti. Kontraksi yang terus-
menerus pada miometrium yang mengalami deplesi energi dan hipoksia akan
17
mengakibatkan edema miometrium dan nekrosis yang yang dapat menimbulkan
ruptur uteri.11

2.6 Penatalaksanaan

1. Penanganan Umum

Dalam menangani persalinan lama, keadaan ibu perlu diawasi. Tekanan


darah diukur tiap 4 jam. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam
kala I dan lebih sering dalam kala II. Ibu puasa karena mungkin akan dilakukan
tindakan dalam narkose. Diberikan infus larutan glukosa 5 % dan larutan NaCl
isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat
diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat
diberikan 10 mg morfin. Pantau pembukaan dengan pemeriksaan dalam. Apabila
persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti perlu diadakan
penilaian yang seksama.

2. Penanganan Khusus

A. Kelainan his

1. Inersia Uteri

Setelah diagnosis inersia uteri ditegakan, harus diperiksa keadaan serviks,


presentasi serta posisi janin, turunan kepala janin dalam panggul, dan keadaan panggul.
Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lambat. Bila ada
disproporsi sefalopelvik yang bermakna, sebaiknya diambil keputusan untuk
melakukan seksio sesaria. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan
dapat diambil sikap lain.Keadaan umum penderita sementara diperbaiki dan kandung
kemih dan rektum dikosongkan. Bila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam

18
panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan ini dapat menyebabkan his
menjadi kuat dan diharapkan persalinan menjadi lancar. Pada waktu pemeriksaan
dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang setelah tindakan ini persalinan tidak boleh
berlangsung terlalu lama. Namun, tindakan tersebut dapat dibenarkan karena dapat
merangsang his sehingga mempercepat jalannya persalinan.7

Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan dalam larutan


glukosa 5% dan diberikan drip intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit
dan perlahan dapat dinaikan sampai sekitar 50 tetes per menit, tergantung pada
hasilnya. Jika 50 tetes tidak memberikan hasil yang diharapkan maka tidak banyak
gunanya memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infus oksitosin
diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan.5

Kekuatan dan kecepatan his dan keadaan denyut jantung janin harus
diperhatikan dengan teliti. Infus harus diberhentikan bila kontraksi uterus berlangsung
lebih dari 60 detik atau bila dneyut jantung janin menjadi cepat atau lambat.
Menghentikan infus umumnya akan segera memperbaiki keadaan. Sangat berbahaya
memberikan oksitosin pada panggul sempit dan adanya regangan segmen bawah rahim.
Oksitosin tidak boleh diberikan pada grande multipara dan kepada penderita yang
pernah mengalami seksio sesaria atau miomektomi karena memudahkan terjadinya
ruptur uteri. Pada penderita dengan partus lamadan gejala dehidrasi dan asidosis,
disamping dengan pemberian oksitosin drip, gejala tersebut perlu diatasi.5

Maksud pemberian oksitosin adalah memperbaiki his sehingga serviks dapat


membuka. Onset oksitosin yang cepat menghasilkan efek yang tampak dalam waktu
singkat. Oleh karena itu, tidak ada gunanya memberikan oksitosin berlarut-larut.
Sebaiknya oksitosin diberikan dalam beberapa jam saja. Kalau ternyata tidak ada
kemajuan, pemberiannya dihentikan supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian
dicoba lagi untuk beberapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan
seksio sesaria. Oksitosin yang diberikan IM dapat menimbulkan incoordinate uterine

19
action. Akan tetapi, ada kalanya, terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit
penambah kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Seringkali digunakan 0,5
satuan oksitosin IM sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oksitosin
merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus dalam
dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi yang terlalu kuat dan
lama dan dapat pula menyebabkan timbulnya ruptur uteri. Pemberian oksitosin drip
memungkinkan oksitosin masuk sedikit demi sedikit terbukti lebih aman dengan
indikasi, pelaksanaan, dan pengawasan secara tepat.5

2. His terlalu kuat

Pada partus presipatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena biasanya bayi
sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang ibu pernah mengalami
partus presipatus, kemungkinan kejadian ini akan terulang lagi. Oleh karena itu,
sebaiknya ibu tersebut dirawat sebelum persalinan sehingga pengawasan dapat
dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan ibu diawasi dengan cermat dan
episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya ruptur
perineum derajat 3. Bila his kuat dan ada sumbatan jalan lahir, dapat timbul lingkaran
retraksi patologis yang merupakan tanda bahaya akan terjadinya ruptur uteri. Daam
keadaan ini, janin harus dilahirkan dengan cara memberikan trauma minimal bagi ibu
dan anak.5

3. Incoordinate Uterine Action

Kelainan ini hanya dapat diobati secara simptomatis karena belum ada obat
yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha
yang dapat dilakukan adalah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan
penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetik seperti morfin dan

20
petidin. Akan tetapi, pesalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi bila
ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap, perlu
dipertimbangkan seksio sesaria. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak
diketahui, kecuali jika lingkaran ini terdapt dibawah kepala janin sehingga dapat
diaraba melalui kanalis servikalis.5

Jika diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat, persalinan harus
diselesaikan dengan seksio sesaria. Biasanya lingkaran konsriksi dalam kala II baru
diketahui setelah usaha melahirkan dengan cunam gagal. Dengan tangan yang
dimasukan ke dalam kavum uteri untuk mengetahui penyebab kegagalan cunam ,
lingkaran konstriksi mungkin dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut
kadang-kadang dihilangkan dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila
tindakan gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesaria. Pada distosia
servikalis primer diambil sikap seperti pada incoordinate uterine action. Pada distosia
servikalis sekunder harus dilakukan seksio sesaria sebelum jaringan parut serviks
robek, yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah rahim.5

B. Faktor Janin

1. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten (POPP)

Bila dengan presentasi kepala dan panggung longgar, maka dapat dilahirkan
dengan spontan namun dengan proses yang lama sehingga perlu adanya pengawasan
ketat dengan harapan janin dapat dilahirkan spontan pervaginam. Tindakan baru
dilakukan apabila kala II terlalu lama atau adanya tanda-tanda kegawatan pada janin.

21
Pada persalinan dapat terjadi robekan perineum yang teratur atau ekstensi dari
episiotomi karena mekanisme persalinan pervaginam pada POPP yaitu ketika kepala
sudah sampai pada dasar panggul, ubun-ubun besar dibawah symphisis sebagai
hipomoklion oksiput lahir melewati perineum, jalan lahir dengan Sirkum Farensia
Frontooksipitalis lebih besar dari Sirkum Suboksipito Bregmatika sehingga kerusakan
perineum atau vagina lebih luas.5
Sebelumnya periksa ketuban pasien, apabila masih intake maka pecahkan
terlebih dahulu ketubannya, apabila penurunan kepala sudah lebih dari 3/5 diatas PAP
atau diatas 2 maka sebaiknya dilakukan seksio sesaria, apabila pembukaan serviks
belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi maka diberikan oksitosin drip, bila
pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, dipastikan kembali
tidak adanya obstruksi kemudian apabila tidak ada tanda obstruksi diberikan oksitosin
drip, namun bila pembukaan lengkap dan kepala masuk tidak kurang dari 1/5 PAP atau
pada kala II bila kepala turun sampai dengan Hodge III dan atau UUK lintang sudah
dipimpin namun tak ada kemajuan sehingga menyebabkan deep transvered arrest maka
dilakukan vacum ekstraksi atau forceps, namun apabila ada tanda obstruksi serta gawat
janin maka akhiri kehamilan dengan seksio sesara5
Prognosis persalinan dengan POPP ini persalinan menjadi lebih lama dan
kerusakan jalan lahir lebih besar, selain itu kematian perinatal lebih besar pada POPP
dari pada presentasi kepala dengan UUK di bagian depan. 5

2. Presentasi Puncak Kepala

Presentasi puncak kepala dapat ditunggu hingga memungkinkan kelahiran


spontan, namun bila 1 jam dipimpin mengejan bayi tidak lahir dan kepala bayi sudah
didasar panggul maka dilakukan ekstraksi forceps, umunya persalinan pada presentasi
puncak kepala dilakukan episiotomy. Prognosis pada persalinan ini cukup baik baik
22
bagi ibu maupun bagi janin meskipun sedikit lebih lama dan lebih sukar daripada
persalinan normal. Umumnya terjadi fleksi dan melanjut ke persalinan normal.6

3. Presentasi Muka

Proses persalinan presentasi muka kepala turun dengan sirkumfarensia trakelo


parietalis dengan dagu lintang atau miring, setelah muka sampai dasar panggul terjadi
putaran paksi dalam, dagu ke depan di bawah arkus pubis, kemudian dengan
submentum menjadi hipomoklion kepala lahir dengan fleksi sampai dahi, UUB,
belakang kepala lewati perineum, kemudian putaran paksi luar dan badan lahir.
Terkadang dagu tidak dapat diputar ke depan, posisi ini merupakan mentoposterior
persistens maka pada situasi ini dilakukan seksio sesaria6
Pada kondisi dagu belakang prognosis persalinan kurang baik dan tidak dapat
pervaginam, kematian perinatal pada presentasi muka pencapai 2,5 hingga 5%. Apabila
pada kondisi presentasi muka tidak disertai CPD dan posisi dagu depan maka
dilahirkan secara spontan. Dagu belakang memiliki kesempatan berputar menjadi dagu
depan bila kala II posisi mentoposterior persistens, dagu diputar kedepan, bila berhasil
maka lahirkan secara spontan dan apabila gagal maka dilakukan seksio sesaria.6
Presentasi muka dapat dicoba diubah menjadi prsentasi belakang kepala dengan
cara tangan dimasukkan ke vagina, tekan bagian muka dan dagu keatas, apabila tidak
berhasil lakukan dengan perasat THORN, bagian belakang kepala dipegang dengan
tangan yang masuk vagina kemudian tarik kebawah tangan yang lain tekan dada dari
luar. Hal ini dilakukan dengan syarat dagu belakang dan kepala belum turun. Indikasi
persalinan dengan seksio sesaria pada presentasi muka yaitu posisi mentoposterior
persistence dan panggul sempit.2

4. Presentasi Dahi

23
Persalinan pada presentasi dahi, apabila terjadi defleksi lagi dan berubah
menjadi presentasi muka maka persalinan menjadi lama dan hanya 15% lewat
persalinan spontan. Kematian perinatal pada presentasi muka sebesar 20%.5

Prognosis persalinan dengan presentasi dahi ditentukan oleh janinnya, jika


janin kecil maka persalinan mungkin terjadi spontan karena bisa jadi janin berubah
menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka, namun jika janin berat atau
besarnya normal maka persalinan tidak dapat pervaginam sehingga dilakukan seksio
sesaria oleh karena sirkumfarensia maksilo parietalis lebih besar dari lingkaran pintu
atas panggul. Pada kala I persalinan dilakukan prasat THORN, apabila gagal maka
janin tetap dilahirkan perabdominam yaitu seksio sesaria.5.6

5. Letak Sungsang

Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan Andros telah
membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan dapat dilahirkan
pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama dengan 3 dilakukan
persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi kembali secara cermat,
khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam, jika nilai
lebih dari 5 dilahirkan pervaginam6. ALARM memberikan kriteria seleksi untuk partus
pervaginam yaitu jenis letak sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus
tidak hiperekstensi dan taksiran berat janin 2500-3600 gram serta tindakan augmentasi
dan induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang8

0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida

24
Umur >39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Kehamilan
Taksiran >3630 gr 3629 gr -3176 gr < 3176 gr
berat janin
Pernah Tidak 1x >2x
letak
sungsang
Pembukaan <2 cm 3 cm >4cm
serviks
Station <3 <2 1 atau lebih
rendah

Arti nilai :

< 3 : persalinan perabdomen

4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila

nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam

> 5 : dilahirkan pervaginam

6. Letak Lintang

Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang benar-benar


lengkap pada letak lintang seperti halnya pembukaan lengkap pada letak memanjang.
Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran pembukaan itu mudah dilalui
oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan pada pembukaan yang belum lengkap,
kepalan tangan pemeriksa sukar untuk memasuki lingkaran tersebut. Lain halnya
dengan letak memanjang, pada letak lintang setelah pembukaan lengkap, karena his
dan tenaga mengejan, badan anak tidak dapat dikeluarkan dari rongga uterus, akan

25
tetapi sebagian besar masih di dalam uterus, meskipun tubuh anak menjadi semakin
membengkok.. Jika ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi suatu letak lintang
kasep, dimana tubuh anak tidak dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi
bukanlah karena lamanya persalinan, namun faktor yang penting ialah karena faktor
kuatnya his. Pada letak lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang disebabkan
karena kompresi pada tali pusat, perdarahan pada plasenta, ataupun cedera organ dalam
karena tubuh anak terkompresi dan membengkok. 6

7. Kehamilan Multipel

Penyulit dalam persalinan pada kehamilan kembar diantaranya persalinan


preterm, disfungsi uterus, kelainan presentasi, prolaps tali pusat, dan perdarahan post
partum. Sepanjang persalinan pasien harus sudah diberikan infus dengan cairan RL,
penyediaan transfusi darah, ampisilin 2 gram untuk pencegahan infeksi, dan
disiapkannya alat USG untuk mengevaluasi setelah janin pertama lahir. Sebagian besar
janin kembar dalam presentasi kepala-kepala, kepala-bokong, bokong-bokong, kepala-
melintang, dan lain-lain.

Presentasi kepala-kepala merupakan presentasi paling stabil selama persalinan


dan memungkinkan untuk terjadinya persalinan pervaginam. Apabila presentasi janin
pertama bokong , dapat menyebabkan terjadinya penyulit dalam persalinan apabila
janin terlalu besar, janin terlalu kecil, adanya prolapsus tali pusat. Apabila ditemui
keadaan seperti ini sebaiknya dilakukan persalinan per abdominam5

8. Makrosomia (distosia bahu)

Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM“ (Ask


for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder disimpaction, Rotation of
posterior shoulder, Manual remover posterior arm).
26
1) Ask for help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
2) Lift the legs and buttocks
Melakukan manuver McRoberts yang dimulai dengan memposisikan ibu
dalam posisi McRoberts yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha
sehingga posisi lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan
merotasikan kedua kaki ke arah luar. Manuver ini dapat menyebabkan
terjadinya pelurusan relatif dari sakrum terhadap vertebra lumbal disertai
dengan rotasi simphisis phubis ke arah kepala ibu serta pengurangan sudut
kemiringan panggul. Mintalah asisten untuk melakukan penekanan
suprasimphisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangan (Manuver
Massanti). Penekanan ini bertujuan untuk menekan bahu anterior agar mau
masuk ke simphisis. Sementara itu lakukanlah tarikan pada kepala janin ke
arah posterokaudal.4

3) Anterior shoulder disimpaction


Melakukan disimpaksi bahu depan dengan menggunakan dua cara yaitu
eksternal dan internal. Disimpaksi bahu depan secara eksternal dapat
dilakukan dengan menggunakan manuver massanti, sedangkan disimpaksi
27
bahu depan secara internal dapat dilakukan dengan menggunakan manuver
rubin. Manuver Rubin dilakukan dengan cara (masih dalam manuver
McRoberts) masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah
daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi obliq atau
transversa dan dengan bantuan penekanan simphisis maka akan membuat
bahu bayi semakin abduksi sehingga diameternya mengecil.4

4) Rotation of posterior shoulder


Melakukan rotasi bahu belakang dengan manuver Woods. Manuver ini
dilakukan dengan cara memasukkan tangan penolong sesuai dengan
punggung bayi (jika punggung kanan gunakan tangan kanan, dan
sebaliknya) ke vagina dan diletakkan di belakang bahu janin. Bahu
kemudian diputar 180 derajat ke anterior dengan gerakan seperti membuka
tutup botol.4

5) Manual remover posterior arm

28
Pelahiran bahu belakang secara manual dapat dilakukan dengan
menggunakan manuver Shwartz. Manuver ini dilakukan dengan cara
memasukkan tangan ke vagina sepanjang humerus posterior janin yang
dipisahkan ketika lengan disapukan ke arah dada, namun tetap terfleksi
pada siku. Tangan janin digenggam dan ditarik sepanjang sisi wajah dan
kemudian lengan belakang dilahirkan dari vagina (Cunningham, 2005).

9. Hidrosefalus

Persalinan pada janin dengan hidrosefalus upaya yang pertama kali dilakukan
adalah pengecilan ukuran kepala bayi dengan menggunakan sefalosintesis sehingga
bayi dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominam. Namun, sefalosintesis dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan intrakranial pada janin sehingga sebaiknya
teknik ini digunakan pada janin dengan kelainan yang sudah cukup parah. Pada

29
kehamilan dengan janin hidrosefalus sebaiknya dilakukan pelahiran secara
perabdominan.4

1. Faktor Jalan Lahir

Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau


kelainan bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui perabdominam. Persalinan
pervaginam dapat dilakukan tetapi memiliki resiko kegagalan yang cukup besar dan
dapat menimbulkan terjadinya cedera pada kepala janin5

2.7. Komplikasi

Komplikasi pada persalinan lama dapat terjadi pada ibu maupun pada bayi. Pada
persalinan lama dapat terjadi infeksi sampai sepsis. Infeksi adalah bahaya serius yang
mengancam ibu dan janinnya, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam
cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.

Selain itu dapat terjadi dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ, robekan
jalan lahir, ruptur uteri. Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan
bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat bedah sesar. Robekan serta pembentukan fistula pada buli-buli,
vagina, uterus dan rektum. Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas
panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang
terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan berlebihan. Karena
gangguan sirkulasi, maka dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari
setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini terjadi setelah persalinan kala
dua yang sangat berkepanjangan.

30
Komplikasi yang terjadi pada janin akibat persalinan lama adalah gawat janin
dalam uterus sampai meninggal. Juga dapat terjadi kelahiran janin dalam asfiksia berat
sehingga menimbulkan cacat otak menetap. Trauma persalinan merupakan akibat lain
dari persalinan lama. Selain itu dapat terjadi patah tulang dada, lengan, kaki, kepala
karena pertolongan persalinan dengan tindakan.

2.8 Prognosis

Prognosis pada persalinan lama baik bila gejala terjadinya persalinan lama
diketahui dengan cepat dan juga ditangani dengan cepat sesuai dengan indikasi dan
prosedur.

BAB III

KESIMPULAN

Persalinan lama merupakan persalinan abnormal atau sulit. Persalinan


lama (distosia) diartikan sebagai persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Terjadinya partus macet
dan lama disebabkan oleh berbagai faktor yang telah dijelaskan mendetail
diatas seperti kelainan pada tenaga power/ibu, kelainan pada jalan lahir,
kelainan pada bayi, gangguan psikologi ibu dan kesalahan dari penolong
persalinan.

Diagnosis persalinan lama didasarkan pada keadaan persalinan yang


telah berlangsung lama yang telah mengakibatkan komplikasi terhadap ibu,
janin maupun keduanya dimana ditemukan gejala-gejala klinis yang khas.
31
Penanganan pada persalinan lama harus secepatnya dilakukan, diantarannya
memperbaiki keadaan umum ibu, mempercepat persalinan dan melakukan
terminasi kehamilan.

Persalinan lama yang tidak secepatnya ditangani akan menyebabkan


komplikasi kepada ibu maupun bayi. Seperti infeksi, sampai sepsis, syok,
rupture uteri, trauma pada janin, gawat janin sampai kematian janin. Prognosis
pada persalinan lama baik bila gejala terjadinya persalinan lama diketahui
dengan cepat dan juga ditangani dengan cepat sesuai dengan indikasi dan
prosedur.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Muchtar R. 2002. Kelainan dalam Persalinan. Dalam. Sinopsis Obseteri: Obstetri

Fisiologis, Obstetri Patologi Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal 308-384

2. Manuamba I B G. 2007 Persalinan Distosia dalam Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit

Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal: 735 – 800

3. Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. InfoDatin.

2014. Available from: http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin

/infodatin/infodatin-ibu.pdf]

4. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al. 2010.

Abnormal Labor. In. Williams Obstetrics 22rd Edition. Thw Mc Graw-Hill Companies,

New York. Hal: 415-434

5. Mose, C, Johanes. Alamsyah, Muhammad. 2010. Persalinan lama. Dalam. Ilmu

Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. Hal 562-580

6. Heriani. 2016. Cendekia Medika: faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian partus lama

di ruang kebidanan Rsud ibnu sutowo baturaja Tahun 2015. STIKES Al-Ma’arif Baturaja.

1: 1:8-10

7. Olsen S N, abnormal labor. Medscape. Diunduh dari URL :

https://emedicine.medscape.com/article/273053-overview#a6. diunduh pada 9

maret 2019

8. Ness A, Goldberg J, Berghella V. Abnormalities of the first and second stages of


labor. Obstet Gynecol Clin North Am. 2005 Jun;32(2):201-20

33
9. Winkjosastro, Hanifa. Saifudin, A, Bari.2010. Jalan Lahir, Objek persalinan, Tenaga

persalian dan Mekanisme Persalinan. dalam. Ilmu bedah Kebidanan. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. Hal 1-29.

10. Pernoll, M. L. 2001. Nonvertex Presentation, Dystocia Shoulder and Cord Accidents. In.

Benson & Penroll’s handbook of obstetrics and gynecology. Tenth editon. New York. Hal.

403- 422

11. Neilson. J.P, Lavender,T.et al, Obstructed Labour: reducing maternal death and disability

during pregnancy. 2003. british medical bulletin, vol 67. www.bmb.oxforddjournals.org

34

You might also like