You are on page 1of 22

LABORATORIUM KESEHATAN KULIT & KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Januari 2019

UNIVERSITAS PATTIMURA

TUBERKULOSIS KUTIS

Disusun oleh:

Karel Josafat Romario Souhoka


NIM. 2017-84-035

Pembimbing:

dr. Rita Sugiono Tanamal, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD DR. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas

berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat

dengan judul “Tuberkulosis kutis” sebagai tugas kepaniteraan klinik dalam bagian

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan referat ini telah banyak

pihak yang turut membantu sehingga referat ini dapat deselesaikan dengan baik.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Rita Sugiono

Tanamal, Sp.KK selaku pembimbing dalam penysunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam referat ini, untuk

itu kritik dan saran penulis harapkan guna kesempurnaan referat ini kedepannya.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Sekian dan terima

kasih.

Ambon, Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2 Tujuan ……………………………………………………………. 2
BAB II: ISI
2.1 Definisi ………...………………………………………………… 3
2.2 Epidemiologi ……………………………...……………………... 3
2.3 Etiologi …………………………………………...……………… 3
2.4 Patogenesis ………………………….…………………...……… 5
2.5 Klasifikasi ………………..…………….………………………... 7
2.6 Menifestasi klinis dan diagnosis banding …….………………….. 7
2.7 Diagnosis …………………………...…………………………….. 13
2.8 Tatalaksana …………………………………………………….... 15
2.9 Prognosis …………………………………………………………. 16
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia hingga saat ini. Menurut laporan World Health Organization
(WHO) pada tahun 2017 diperkirakan insidens kasus TB mencapai 10 juta jiwa dan
1,3 juta orang meninggal akibat TB.1 Pada tahun 2011, Indonesia menempati urutan
keempat setelah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan 0,38-0,54 juta kasus TB.2

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi granulamatosa kronis yang


disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis, yang umumnya menyerang paru
dan seringkali dapat menyebabkan perubahan pada kulit.3 Umumnya jalan masuk
basil mikobakteria melalui inhalasi droplet infeksius kemudian berkembang menjadi
salah satunya tuberkulosis paru. Selain itu dikenal juga tuberkulosis ekstraparu yang
meliputi organ seperti pleura, kelenjar getah bening (KGB), abdomen, traktus
genitourinarius, tulang dan sendi, selaput otak, dan kulit.1,2

Tuberkulosis kutis terutama terdapat pada negara berkembang. Di negara


Amerika dan Eropa Utara, insidensi penyakit ini menurun dalam dekade terakhir,
sejalan dengan meningkatnya ketersediaan pengobatan antituberkulosis dan vaksin
BCG, tetapi bertolak belakang dengan pada negara berkembang yang setiap tahunnya
terjadi peningkatan jumlah kasus baru.1,4 Invasi kulit terjadi akibat inhalasi droplet
dan jarang disebabkan oleh inokulasi langsung di kulit.4 Presentasi klinis TB kulit
berupa lesi kronis, tidak nyeri, non-patognomonik, dapat berupa papula kecil dan
eritema hingga tuberkuloma besar.5 Gambaran TB kulit bevariasi tergantung dari rute
infeksi, status imun pasien, dan ada tidaknya infeksi atau sensitisasi kuman TB
sebelumnya. Meskipun morfologi lesi sangat bervariasi, terdapat beberapa temuan
khas yaitu gambaran scrofuloform, plak anular dengan batas verukosa pada lupus
vulgaris.3,5,6 Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan biakan sediaan biopsi. Terapi

1
standar tuberkulosis kutis ialah kombinasi beberapa obat yaitu isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, etambutol atau streptomisin (2RHZE/4RH) selama 6 bulan.4,5

Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh


Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tuberkulosis kutis merupakan
daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter. Kompetensi
tuberkulosis kutis bagi dokter umum adalah 3A, yang berarti dokter dapat mengenali
tanda klinis, mendiagnosis, menatalaksana awal dan melakukan perujukan sampai
menangai rujukan balik.7 Bertolak dari hal tersebut, referat ini dimaksudkan untuk
menambah pemahaman klinis mahasiswa tentang penyakit tuberkulosis kutis, mulai
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, hingga penatalaksanaan awal.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan menjelaskan tentang tuberkulosis kutis
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan apa itu tuberkulosis kutis
b. Menjelaskan epidemiologi tuberkulosis kutis
c. Menjelaskan etiologi tuberkulosis kutis
d. Menjelaskan patogenesis tuberkulosis kutis
e. Menjelaskan manifestasi klinis dan diagnosis banding dari tuberkulosis
kutis
f. Menjelaksan diagnosis tuberkulosis kutis
g. Menjelaskan tatalaksana tuberkulosis kutis
h. Menjelaskan prognosis tuberkulosis kutis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis kutis adalah penyakit tuberkulosis pada kulit yang disebabkan
oleh M. tuberculosis, M. bovis, dan pada keadaan tertentu oleh basil Calmette-Guerin
(BCG).8

2.2 Epidemiologi
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2017
diperkirakan insidens kasus TB mencapai 10 juta jiwa dan 1,3 juta orang meninggal
akibat TB.1
Jika diasumsikan1% dari keseluruhan kasus TB merupakan TB kutis, maka di
India dapat dijumpai 1.847.000 kasus baru selama tahun 1999, dan dapat diperkirakan
insidensi tahunan kasus TB kutis ialah 18.000.1,9
Hal ini berbanding terbalik dengan serial kasus yang dilaporkan dari berbagai
negara di dunia seperti: Farina (Spanyol) sekitar 11 kasus selama 14 tahun, Visser
(Afrika Selatan) sekitar 92 kasus dalam 12 tahun, Chong (Hongkong) sekitar 176
kasus dalam 10 tahun, dan Tincopa (peru) 32 kasus selama 2 tahun.9
Skrofuloderma dan lupus vulgaris merupakan bentuk paling sering terjadi
dengan diikuti peningkatan insidensi penemuan kasus tuberkulid dari Jepang.1,8,9

2.3 Etiologi
Etiologi dari tuberkulosis kutis adalah M. tuberculosis. Kuman ini disebut juga
basil dari Koch. Pada jaringan tubuh kuman berbentuk batang halus berukuran 3 x 0,5
µm, tidak berspora dan tidak bersimpai, immotil. Pertumbuhan secara aerob obligat,
pertumbuhan lambat, suhu optimum 37°C. Sebagian besar antigen kuman terdapat
pada dinding sel (komponen lemak) yang dapat menimbulkan hipersensitivitas tipe

3
lambat. Fraksi fosfatida pada kuman menyebabkan reaksi tuberkel dengan nekrosis
kaseosa pada jaringan. Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas:8-11
a. Mikroskopik

Merupakan pemeriksaan yang termudah, tercepat, dan termurah. Bahan berupa

pus, jaringan kulit dan jaringan KGB. Sediaan diwarnai dengan pengecatan

salah satunya Ziehl-Neelsen. Bakteri tahan asam (BTA) positif bila tampak

gambaran batang basil tahan asam berwarna merah, bentu solid, fragmented,

atau granuler dengan susunan terpisah, seperti sapu lidi, atau bergerombol.8,11

Gambar 2.1 Basil tahan asam pada pengecatan Ziehl-Neelsen (ZN)10

Interpretasi hasil menurut standar International Union Against Tuberculosis

and Lung Disease (IUATLD):10

Tabel 1. Interpretasi pengecatan ZN menurut IUALTD10

Hasil Interpretasi

Tidak ditemukan BTA pada 100 lapang pandang Negatif

1-9 BTA/100 lapang pandang Hitung BTA

10-99/100 lapang pandang +

1-10/50 lapang pandang ++

>10/20 lapang pandang +++

4
b. Kultur

Kultur dilakukan pada media Lowenstein Jensen, pengeraman pada suhu 35-

37°C, jika positif koloni tumbuh dalam 4-6 minggu. Pada hasil kultur positif,

langsung dapat diperkirakan jenis BTA.11 Kuman Mycobacterium tuberculosis

tumbuh setelah 2-3 minggu dengan koloni yang timbul dari permukaan

berwarna kuning susu atau cream.10 Tidak semua kuman BTA yang

ditumbuhkan pada media tersebut adalah M. tuberculosis. Harus dapat

dilakukan identifikasi untuk membedakan spesies. Dasar dari pemeriksaan

identifikasi adalah waktu pertumbuhan, pembentukan pigmen, tes biokimia dan

suhu pertumbuhan.10

2.4 Patogenesis
Tuberkulosis kutis sebagian besar disebabkan oleh M. tuberculosis dan kadang-

kadang oleh M. bovis. Infeksi kuman biasanya melalui inhalasi droplet infeksius,

meskipun dapat pula melalui ingesti atau kontak langsung. Adanya kerusakan pada

integritas kulit atau membran mukosa menyebabkan jalan yang memudahkan

masuknya kuman sehingga dapat memicu terjadinya infeksi.5,11 Bakteri tuberkulosis

yang berukuran 1-5 µm dapat mencapai alveoli dan menyebabkan infeksi primer,

sebelum menyebar secara ekstrapulmoner, termasuk kulit. TB kutis dapat terjadi

melalui kontak langsung atau perkontinuitatum dari lesi jaringan kulit di bawahnya

seperti limfonodi, tulang, traktus digestivus dan paru.5,11

5
Infeksi tersebut mencetuskan respon imun seluler melalui hipereaktivitas tipe-

lambat yang memerlukan antara 2-10 minggu untuk terbentuknya imunitas seluler

spesifik dan menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan tuberkulin. Hanya 5%

individu yang terinfeksi menjadi sakit TB. Pada 10% kasus menjadi laten (TB post-

primer). Pasien yang berpotensial menyebarkan kuman tergantung dari jumlah kuman

dan frekuensi batuk atau bersin.5,8 Kemungkinan untuk terinfeksi dipengaruhi oleh

status imun pejamu dan frekuensi dan durasi paparan. Seseorang yang terinfeksi TB

paru menyebarkan kuman ke lingkungan melalui droplet infeksius, kondisi dengan

ventilasi buruk dan lembab menyebabkan bakteri tersuspensi di udara selama 3-5 hari

sehingga menyebabkan kemungkinan dihirup oleh orang lain besar. Transmisi TB

paru penting untuk diketahui mengingat beberapa kasus TB kutis terjadi bersamaan

atau adanya riwayat TB paru, karena jarang TB kutis terjadi secara primer. Bentuk

penyebaran TB kutis dapat melalui:5,11

a. Penjalaran langsung dari organ di bawah kulit yang terinfeksi tuberkulosis

(skrofuloderma)

b. Inokulasi pada kulit sekitar orifisium organ interna yang terkena tuberkulosis

(tuberkulosis kutis orifisialis)

c. Secara hematogen (tuberkulosis kutis miliaris)

d. Limfogen (lupus vulgaris)

e. Langsung masuk ke kulit jika terjadi kerusakan barier (tuberkulosis verukosa

kutis).

6
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi tuberkulosis kutis sebagai berikut:8,12

Tabel 2. Klasifikasi tuberkulosis kutis8,12

Status Imunitas
Penyakit
Pejamu
Eksogen Naïve Inokulasi tuberkulosis primer
Immune Tuberkulosis verukosa kutis
Endogen Tinggi Lupus vulgaris, skrofuloderma
Rendah Tuberkulosis milier akut, tuberkulosis orifisial, tuberkulosis
gumma
Tuberkulosis – Naïve Menyerupai kompleks primer normal, adenitis regional
BCG perforata, lupus vulgaris pasca vaksinasi
Tuberkulid Tidak jelas Tuberkulid: liken skrofulosorum, tuberkulid papulnekrotik
Tuberkulid fakultatif: Vaskulitis nodular, eritema nodosum

2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Banding


Tabel 3. Manifestasi klinis dan diagnosis banding tuberkulosis kutis

DIAGNOSIS
NO BENTUK DESKRIPSI GAMBARAN KLINIS
BANDING

Tuberkulosis Kutis Sejati (akibat infeksi M.tuberkulosis)


1. Primary Merupakan hasil Lesi awal terjadi dalam 2-4 Sifilis,
Inoculation dari inokulasi M. minggu dapat berupa papul tularemia,
Tuberculous tuberculosis ke kecoklatan, nodul atau ulkus bartonellosis,
(PIT) kulit pada individu indolen (chancre), dinding sporotrichosis,
Tuberculous tanpa imunitas bergaung, dasar granula hemoragik Mycobacteriose
chancre, alamiah/didapat. sampai pembentukan krusta. s lain
Tuberculous Lesi dini Predileksi di wajah, tangan,
primary mengandung tungkai bawah (lokasi traumatik).
complex banyak organisme Penyembuhan luka dapat menutupi
(multibacillary), lesi aktif di bawahnya sehingga
dan dapat menjadi menyebabkan pembentukan cold

7
paucibacillary jika abscess  terbentuk sinus.
imunitas terbentuk. Limfadenopati regional terjadi
Lebih banyak pada setelah 4-8 minggu (tuberkulin
anak-anak seropositif). Demam (+/-),
paronikia yang tidak nyeri (+/-)

Gambar 2.2 TBC inokulasi primer. Terdapat chancre tuberkulosis pada


limfadenopati di inguinal dan regional. Reaksi tuberkulin positif pada
lengan.8
2. Tuberculosis Bentuk Inokulasi : luka minor, predileksi Kutil atau
Veruccosa paucibacillary tempat trauma seperti tungkai keratosis, lupus
Cutis (TVC) yang disebabkan bawah dan kaki, tangan. vulgaris
Warty reinfeksi Lesi kulit dapat berupa papul atau hiperkeratotik,
tuberculosis (inokulasi) eksogen pustul dengan halo inflamasi blastomikosis,
pada individu keunguan yang menjadi chromomycosis,
dengan imunitas hiperkeratotik (sering disalah sifilis tersier
tinggi yang pernah artikan dengan kutil) kemudian
tersensitisasi berkembang menjadi plak
sebelumnya. verukosa dengan tepi ireguler.
terutama terjadi Dapat berbentuk bulan sabit akibat
pada dewasa, anak- penjalaran serpiginosa.
anak. Limfadenopati jarang terjadi.

8
Gambar 2.3 Tuberkulosis veruka kutis pada punggung tangan.8
3. Lupus Vulgaris Bentuk TB kutis Lesi awal berupa makula/papula Sarkoidosis,
(LV) kronis, progresif, menjadi plak anular, gelatinosa, limphocytoma,
post-primer, kecil, merah- kecoklatan, pada LE diskoid,
paucibacillary, diaskopi  apple-jelly nodule. sifilis tersier,
pada individu Lesi mengalami peninggian bentuk lepra
dengan imunitas diskoid dengan area atrofi. Adapun
sedang dan 5 bentuk LV yaitu : Plaque form,
sensitivitas ulcerative and mutilating form,
tuberkulin tinggi. vegetating form, tumor-like form,
Wanita >>. Cara papular and nodular form.
infeksi bisa Predileksi pada wajah dan
eksogen dan ekstremitas
endogen melalui
hematogen,
limfatik, atau
penularan dari
bagian tubuh lain

9
Gambar 2.4 A) Plak kecoklatan sedikit meninggi pada lupus vulgaris. B)
Plak besar lupus vulgaris selama 10 tahun yang melibatkan pipi, rahang, dan
telinga.8
4. Scrofuloderma Merupakan Awalnya terbentuk limfadenitis Limfadenitis
Tuberculosis tuberkulosis tuberkulosis atau bentukan nodul bakterial non-
colliquativa subkutan, sekunder biru-kemerahan (non-inflamatori) tuberkulosis,
cutis terjadi secara pada kelenjar/sendi yang infeksi M.
perkontinuitatum terinfeksi periadenitis  scrofulaceum,
dari jaringan perlekatan KGB ke jaringan sekitar hidradenitis
dibawahnya yang  pembentukan abses dingin supurativa
terinfeksi TB (perlunakan tidak serentak,
(KGB, sendi, konsistensi kenyal dan lunak) 
tulang. Anak-anak fistel  ulkus (memanjang, tidak
& dewasa >> teratur, livid, dinding bergaung,
jaringan granulasi tertutup pus
seropurulen krusta kekuningan
atau sikatriks bahkan skin bridge.
Predileksi : parotis, submandibular,
supraklavikula

10
Gambar 2.5 Skrofuloderma pada regio klavikula. Adanya pembentukan
abses, ulkus, dan nanah serta material kaseosa.8
5. Metastatic Bentuk penjalaran Kelainan kulit berupa nodul Gumma sifilis,
Tuberculous hematogen dari subkutan, batas tegas atau abses. leishmaniasis,
Abcscess fokus primer Kadang dapat dijumpai adanya dermatofitosis
Tuberculous (biasanya paru)  ulser profunda
gumma lesi Predileksi : ekstremitas>>badan
tunggal/multiple.
Umumnya pada
anak kurang gizi,
kondisi
imunosupresi, atau
penyakit dasar
limfoma

Gambar 2.6 Tuberkulosis guma pada kaki kanan. Terdapat nodul subkutan
berbatas tegas

11
6. Orificial Infeksi Nodul kekuningan atau kemerahan, Lesi sifilis
Tuberculosis tuberkulosis pada dapat menjadi ulkus dengan (tidak nyeri),
Tuberculosis mukosa atau tampakan punched-out tipikal, ulkus aphthous,
ulcerosa cutis et sekitar orifisium sirkuler, tepi tidak rata, mukosa karsinoma sel
mucosae akibat disekitar edema. Dasar ulkus skuamosa
autoinokulasi tampak sebagai tuberkel
mikobakteria dari kekuningan multiple dan mudah
progresivitas berdarah. Nyeri (+), disfagia (+)
tuberkulosis organ
internal seperti
paru, intestinal,
kadang
genitourinari.
Bentuk
multibacillary.
Laki-laki >>

Gambar 2.7 Tuberkulosis orifisial pada Tuberkulosis paru cavitas lanjutan.8


7. Acute Millary Berhubungan Lesi kulit berupa eritema berbatas -
Tuberculosis dengan TB milier, tegas, papul, vesikel, pustul atau
Tuberculosis penyebaran lesi hemoragik pada pasien yang
cutis miliaris hematogen, sudah memiliki penyakit
disseminata mikobakteria sebelumnya.
menyebar dari
fokus infeksi di

12
paru/meningen ke
kulit. Terjadi pada
anak/status
imunokompromais
(HIV/campak).
Reaksi tuberkulin
(-)

Gambar 2.8 Tuberkulosis milier atau diseminated TB. Tampak gambaran


vesikel berukuran milier.11

2.7 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis kutis ditegakkan berdasarkan 4 paramater yaitu:

anamnesis dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologis, dikonfirmasi dengan

kultur M. tuberculosis, atau PCR.8

Penegakkan diagnosis tuberkulosis kutis juga dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut:14

a. Kriteria absolut

Kultur ialah satu-satunya kriteria absolut yang digunakan sebagai diagnosis

baku emas tuberkulosis kutis dengan nilai positif dari kultur M. tuberculosis dari

biopsi pada media berbasis telur Lowenstein Jensen. Namun, hasil kultur baru dapat

13
terlihat antara 4-6 minggu.14 Media cair dapat mempercepat pertumbuhan dan dapat

mendeteksi pertumbuhan dalam 3 sampai 7 hari. Spesimen biopsi dapat dibiakkan

jika disimpan dalam larutan salin dan idealnya diambil sebelum OAT diberikan.14

Biakan sampel kulit terutama diperlukan untuk diagnosis pada pasien dengan

AIDS atau imunokompromais karena manifestasi kulit dan lesi histopatologis

biasanya tidak khas. Biakan hanya positif pada 6% kasus lupus vulgaris. Di sisi lain

kejadian true positive dari kultur untuk tuberkulosis kutis relatif rendah, dan

umumnya diagnosis ditegakkan dengan kriteria relatif.14

b. Kriteria relatif

Apabila hasil kultur dinyatakan negatif, maka kriteria relatif dapat digunakan

sebagai penegakkan diagnosis seperti berikut:14

i. Adanya bukti atau riwayat TB aktif pada berbagai tempat

ii. Riwayat untuk TB dan tampilan klinis yang mendukung

iii. Keberadaan bakteri tahan asam (BTA) melalui pengecatan gram

iv. Adanya granuloma tuberkulosa pada pemeriksaan histologi

v. Tes Mantoux positif

vi. Respons baik pada OAT

c. Polymerase chain reaction (PCR)

Polymerase chain reaction dapat membantu menegakkan diagnosis berbagai


bentuk tuberkulosis kutis, termasuk diantaranya inokulasi tuberkulosis primer, lupus
vulgaris, dan skrofuloderma. Namun, pada beberapa kasus paucibacillary seperti
lupus vulgaris dan tuberkulosis verukosa kutis, PCR tidak selalu menunjukkan hasil
positif. Meskipun PCR tidak dapat membedakan infeksi sekarang dan terdahulu,

14
pemeriksaan ini dapat membedakan antara DNA M. tuberculosis dan DNA
mikobakteria atipikal.14

2.8 Tatalaksana
Tujuan pemberian terapi antituberkulosis adalah eradikasi mikobakteria viabel

yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Basil ekstraseluler yang bebas membelah

b. Basil dorman dalam sel dan jaringan kaseosa

c. Basil dalam makrofag dan lesi inflamatif yang lambat membelah

Pada umumnya, penatalaksanaan tuberkulosis kutis serupa dengan tuberkulosis

pada organ lainnya khususnya tuberkulosis paru dengan memakai standar regimen

2HRZE/4HR selama 6 bulan. Berikut tabel pengobatan infeksi M. tuberculosis :

Tabel 4. Terapi kombinasi pada tuberkulosis kutis8

Dosis Rekomendasi
Obat Anti TB Harian 3x/minggu
(OAT) Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 300 mg/hari 10 900
Rifampisin (R) 10 450-600 mg/hari 10 600
Pirazinamid (Z) 30 15 mg/kgBB/hari 35 -
Etambutol (E) 15 1.5-2 g/hari 30 -
Streptomisin (S)* 15 500-700 mg/hari 15 1000
Rekomendasi terapi ialah 2HRZE/4HR yang jarang menimbulkan resistensi dibandingkan terapi
alternatif 2HRZE/4H3R3.

Terapi tuberkulosis kutis (sama dengan tuberkulosis paru) dibagi menjadi 2

fase, yaitu:14

15
a. Fase I: eradikasi basil yang cepat membelah dan merupakan fase intensif

dengan kombinasi beberapa obat selama 2 bulan

b. Fase II: langsung membunuh basil dorman dan merupakan fase lanjutan

yang tediri dari isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.

Pertimbangan khusus dalam pemberian terapi dengan OAT:8

- Pada tuberkulosis verukosa kutis dan lupus vulgaris tanpa bukti adanya

keterlibatan tuberkulosis internal dapat diterapi tunggal dengan isoniazid

selama 12 bulan (dosis maksimum 80-140 g) dan dapat diteruskan sampai 2

bulan pasca involusi lesi. Pada lesi kecil dapat dilakukan eksisi namun

pemberian tuberkulostatik tetap dilakukan.

- Pertimbangan intervensi bedah pada skrofuloderma karena dapat

mengurangi morbiditas dan memperpendek waktu pengobatan.

2.9 Prognosis
Pada umumnya semua jenis tuberkulosis kutan mulai berespons terhadap
pengobatan pada minggu keenam. Kegagalan respon dalam periode ini terkait dengan
diagnosis, kepatuhan minum obat, dan adanya resistensi obat.12

16
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
a. Tuberkulosis kutis adalah penyakit tuberkulosis pada kulit yang disebabkan
oleh M. tuberculosis.
b. Sebanyak 1% dari keseluruhan kasus TB merupakan TB kutis, dan
diperkirakan insidensi tahunan kasus TB kutis ialah 18.000.
c. Kuman TB dapat diligat pada pemeriksaan mikroskopik yang diwarnai
dengan pengecatan Ziehl-Neelsen, serta dengan kultur pada media
Lowenstein Jensen.
d. Bentuk penyebaran TB kutis dapat melalui penjalaran langsung dari organ di
bawah kulit yang terinfeksi tuberkulosis (skrofuloderma), inokulasi pada
kulit sekitar orifisium organ interna yang terkena tuberkulosis (tuberkulosis
kutis orifisialis), secara hematogen (tuberkulosis kutis miliaris), limfogen
(lupus vulgaris), atau langsung masuk ke kulit jika terjadi kerusakan barier
(tuberkulosis verukosa kutis).
e. Tuberkulosis kytis dapat dibagi menjadi yang berasal dari esksogen,
endogen, tuberkulosis BCG dan tuberkulid.
f. Penegakkan diagnosis tuberkulosis kutis dilakukan berdasarkan kriteria
absolut, kriteria relatif, dan ditunjang dengan emeriksaan PCR.
g. Rekomendasi terapi untuk tuberkulosis kutis ialah 2HRZE/4HR yang jarang
menimbulkan resistensi dibandingkan terapi alternatif 2HRZE/4H3R3.
h. Pada umumnya semua jenis tuberkulosis kutan mulai berespons terhadap
pengobatan pada minggu keenam

17
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global tuberculosis report. WHO: Paris; 2018.


2. Kementrian Kesehatan RI. Rencana aksi nasional: Public private mix
pengendalian TB Indonesia: 2011- 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2014.
3. Burgdorf W.H.C, Pewig G, Wolf H.H, Lanthaler M. Braun-Falco’s
Dermatology. Ed. 3. Italy: Springer Medizine Verlag Heidelberg; 2009.
4. Dwari BC, Ghosh A, Paudel R, Kishore P. A clinicoepidemiological study of 50
cases of cutaneous tuberculosis in a tertiary care teaching hospital in Pokhara,
Nepal. Indian J Dermatol. 2010;55(3):233-7.
5. Almaguer CJ, Ocampo CJ, Rendon A. Current panorama in the diagnosis of
cutaneous tuberculosis. Actas Dermosifiliogr. 2009;100 (7):562-70.
6. Turan E, Yurt N, Yesilova Y, Celik OI. Lupus vulgaris diagnosed after 37
years: A case of delayed diagnosis. Dermatol Online J. 2012;18(5):13.
7. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta;
KKI. 2012.

8. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Jeffell DJ.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Ed. 7. Chapter 184:
Tuberculosis and Infection with Atypical Mycobacteria. New York: McGraw-
Hill; 2008.
9. Francisco GB, Eduardo G. Cutaneous tuberculosis. ClinDermatol. 2007; 25,
p.173-180.
10. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Technical guid:
Sputum examination for tuberculosis by direct microscopy in low income
countries. Ed. 5. New York: International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease; 2000.

18
11. Amylynne F, CArolin P, Jason E. Cutaneous tuberculosis : A practical case
report and review for the dermatologist. JClin Aesthetic
Dermatol.2009;2(10):19–27.
12. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ diseases of thr skin. Clinical
Dermatology. Ed. 12. China: Elsevier; 2016.
13. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths. Rook’s textbook of dermatology.
Chapter 3 : Mycobacterial Infection. Willey-Blackwell; 2010
14. Ho SCK. Cutaneous tuberculosis: Clinical features, diagnosis, and
management. HK Dermatol. Venereol. Bull. 2003; 11: 130-38.

19

You might also like