You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR INTERTROCHANTER FEMUR

SINISTRA PADA Tn. C di RUANG ORTOPEDHI DI RSUD dr.R.


SOETRASNO REMBANG
Disusun oleh:

Elsa Okka Indah Sari


501829

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2018

LAPORAN PENFAHULUAN

A. PENGERTIAN

fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di antara
trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley,2010).

B. ETIOLOGI
1.Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan berlebihan
a.Trauma langsung: dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,pemuntiran,
atau penarikan, benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur padaempat tersebut.
Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempatyang terkena; jaringan
lunak juga pasti rusak
b.Trauma tidak langsung:
Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu,kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada
2.Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda lain,
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau
fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh
.
a.Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang
.
b. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat
menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)

C. PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksedusi plasma dan poliferasi menjadi edem local maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Pada umumnya pada
pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006: 1182).
.

KLASIFIKASI
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula Melalui kepala femur Hanya
dibawah kepala femur Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur
yang lebih besar atau yang lebih kecil atau pada daerah
intertrochanter. Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci dibawah trochanter kecil. Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah
berdasarkan stabilitas dari pola fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar)
dan fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse).
Fraktur intertrochanter
Pada fracture ini, garis fracture melintang dari trochanter mayor ke trochanter minor.
Tidak seperti fracture intracapsular, salah satu tipe fracture extracapsular ini dapat
menyatu dengan lebih baik. Resiko untuk terjadinya komplikasi non-union dan
nekrosis avaskular sangat kecil jika dibandingkan dengan resiko pada
Fractureintracapsular Fracture dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter
mayor atau akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan Twisting pada daerah
tersebut. Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fracture intertrochanteric dapat dibagi
menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen tulangnya. Fracture dikatakan
tidak stabil jika:
-Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.
-Terjadi force yang berlangsung terus menerus yang menyebabkan
displacedtulang menjadi semakin parah.
-Fracture disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

Menurut lokasi fraktur


-Colles’ fraktur : jarak bagian distal fraktur ±1 cm dari permukaan sendi.
-Articular fraktur : meliputi permukaan sendi.
-Extracapsular : fraktur dekat sendi tetapi tidak termasuk ke dalam kapsul sendi.
-Intracapsular : fraktur didalam kapsul sendi.
-Apiphyseal : fraktur terjadi kerusakan pada pusat ossifikasi

F.KOMPLIKASI
1.Komplikasi awal
a.Shock Hipovolemik/traumatic
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi, Lepuh dan luka akibat gips
b.Emboli lemak, Cedera saraf, Cedera visceral
c.Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest, Otot dan
Tendon,robek
d.Infeksi
Fraktur terbuka:
tulang kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik.
Sendi: Hemartrosis dan infeksi, Cedera ligament,Algodistrofi
e. Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
2. Komplikasi lambat
a. Tulang

Nekrosis avaskular:
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang

Delayed union:
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang
diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi.
Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.
Non union:
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. hal ini disebabkan
oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.
7 Mal-union:
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
perubahan bentuk)
b.Jaringan lunak
Ulkus dekubitus
Miositis osifikans
Tendinitis dan rupture tendon
Tekanan dan terjepitnya saraf
Kontraktur volkmann
c.Sendi
Ketidakstabilan
Kekakuan
Algodistrofi

Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko menderita penyakit


tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama halnya pada fraktur colum
femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-union minimal, karena suplai darah
yang baik pada regiofemur.

G. PEMERIKSAAN
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1.Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah jatuh tidak
dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada fraktur
collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat
kakinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak
b.Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan menguji sensasi
c.Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk menanyakan
apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera
. Kreatinin:
trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara anteroposterior
(AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul secara
lateral view Pada beberapa kasus,
CT scan
mungkin diperlukan untukmenentukanlokasi/luasnya fraktur/trauma Hitung darah
lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada traumamultiple). Peningkatan jumlah
SDP adalah respons stress normal setelah trauma.

H. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG


1. Tahap pembentukan hematoma
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area
fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi
jaringan granulasi sampai hari kelima.
2.Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang- benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen
dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan.
3.Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur.Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen
tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
4.Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang
melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai
tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5.Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang.Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklas,
kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
I. PRINSIP PENATALAKSANAAN
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian dirumah sakit.
a.Riwayat kecelakaan
b.Parah tidaknya luka
c.Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2.Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya.
Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a.Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips
b.Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan,
biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung
kedalam medula tulang.
c.Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankanfragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
d.Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan
pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program
pengobatanhasilnya kurang sempurna(latihan gerak dengan kruck).
J.TINDAKAN PEMBEDAHAN
1.ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)
a.Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjangbidanganatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
b.Fraktur diperiksa dan diteliti
c.Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d.Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e.Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik
berupa; pin,sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
a.Reduksi akurat
b.Stabilitas reduksi tinggi
c.Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d.Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e.Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat
f.Rawat inap lebih singkat
g.Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian :
a.Kemungkinan terjadi infeksi
b.Osteomielitis
2.EKSTERNAL FIKSASI
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada
ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal fiksasi, dianjurkan
penggunaangips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke
tulang Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.
Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
Observasi letak pen dan area
Observasi kemerahan, basah dan rembes
Observasi status neurovaskuler distal fraktur
Fiksasi eksternal Fiksasi Internal Pembidaian

KONSEP ASUHAN KEPERWATAN


A.PENGKAJIAN
1.Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan
terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
menggunakan helm)
.
2.Keluhan utama
,
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii
3.Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
4.Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan
luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5.Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
6.Riwayat psikososial spiritual Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
7.Pemeriksaan Fisik
a.Pre Operasi
B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasantidak mengalami gangguan
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan
darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh
karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka
B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem ini
.B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola defekasi tidak
ada kelainan
B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.
b.Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadipenurunan
akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat general anastesi, RR
meningkat karena nyeri
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan
darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh
karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi
, nyeri akibat pembedahan
B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL


1.Gangguan rasa nyaman nyeri
2.Hambatan Mobilitas Fisik
3.Ansietas
4.Resiko tinggi infeksi
5.Resiko tinggi cedera

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
a.Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera
neuromuskular, trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder
.
Tujuan dan kriteria hasil : nyeri berkurang, hilang atau teratasi
1)Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik,
termasuk intensitas (skala 0-10)
Rasional : nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan
skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
2)Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang
yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada daerah paha
3)klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional : nyeri dipengaruhi factor kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung
kemih, dan berbaring lama
4)Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional : mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yangmenyenangkan
5)Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisiyang
nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil
Rasional : istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan
6)Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyerinonfarmakologi dan
nonpasif
Rasional : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmkologi
lainnyaefektif dalam mengurangi nyeri
7)Tingkatkan pngetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungandengan berapa
lama nyeri akan berlangsung
Rasional : pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi nyeri,hal ini
dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencanaterapeutik
8)Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional : analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
b.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri
sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi.
Tujuan dan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai
dengankemampuan.
1)Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara
teratur fungsi motorik.
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2)Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang
yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha
3)Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif apa ektremitas yang tidak sakit.
Rasional : gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
4) Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
5)Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi.
c.Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunankekuatan paha.
Tujuan dan kriteria hasil : klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
1)Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukanaktifitas
hidup sehari-hari
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan untuk
kebutuhan individual
2)Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Rasional : hal ini dilakukan untuk menceegah frustasi dan menjaga harga diri klien
3)Ajarkan klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya.Berikan
klien motivasi dan izikan klien melakukan tugas, dan berikan umpan balik positif atas
usahanya
Rasional : klien memerlukan empati. Perawat perlu mengetahui perawatan yang
konsisten dalam menangani klien
.
4)Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi paha yang
sakit,seperti tempatkan makanan dan peralatan dekat dengan klien.
Rasional : klien akan lebih muda mengambi peralatan yang diperlukan karenalebih
dekat dengan paha yang sakit
5)Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan latihan
Rasional : meningkatkan laihan dapat membantu mencegah konstipasi
d.Resiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik dan
pemasangan traksi
Tujuan dan kreria hasil : resiko trauma tidak terjadi dan klien mau berpartisipasi
dalam pencegahan trauma
1)Pertahankan imobilisasi pada daerah paha
Rasional : meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekan antara fragmen
tulangdengan jaringan lunak di sekitarnya
2)Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut
untukmempertahankan posisi yang netral
Rasional : mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankankenyamanan dan
keamanan
3)Keadaan kontratraksi
Rasional : kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif. Umumnyaberat
badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikankontratraksi
e.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi pada paha
Tujuan dan kriteria hasil : infeksi tidak terjadi selama perawatan
1)Kaji dan pantau luka operasi setiap hari
Rasional : mendeteksi secara dini gejala-gejala inlamasi yang mungkin timbul
sekunder akibat adanya luka pasca operasi
2)Lakukan perawatan luka secara steril
Rasional : teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi kuman
f.Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status
ekonomi dan perubahan fungsi peran
Tujuan dan kiteria hasil : ansietas hilang atau berkurang
1) Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas, dampingi klien dan lakukan tindakanbila
klien menunjukan perilaku merusak
Rasional : reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dangelisah
2) Hindari konfrontasi
Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama,
dan mungkin memperlambat penyembuhan
3) Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang
tenangdan suasana yang penuh istirahat
Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
4)Tingkatkan kontrol sensasi klien
Rasional : kontrol sensasi klien ( dalam mengurangi ketakutan) dengan
caramemberikan informasi tentang keadaan klien, membantu latihan relaksasi
danteknik-teknik pengalihan, serta memberikan umpan balik yang positif
5) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktfitas yang
diharapkan
Rasional : oreentasi tahap-tahap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.
DAFTAR PUSTAKA
-
Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for
positiveoutcomes. 7th edition. United States: Elsevier
-
Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal, Hal 203-222.
Tahun 2009
-
Carpenito, L.J. 2000.Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,Edisi 6
Jakarta:EGC
-
Evans, P.J., B.J McGrory. (2001)Fracture of The Proximal Femur. ME: Orthopaedic
Associates of Portland.
-
Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan.Jakarta : EGC.
-
Johnson, M.,et all.2000.Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition New
Jersey:Upper Saddle River
-
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3).Jakarta : Media
Aesculapius.

You might also like