Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENELITIAN
HIBAH BERSAING
Dibiayai dari Dana DIPA RM Universitas Udayana Tahun Anggaran 2012 dengan Surat
Perjanjian Kontrak No 21.17/UN14/LPPM/KONTRAK/2012 tanggal 19 Januari 2012
UNIVERSITAS UDAYANA
NOPEMBER 2012
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
(Ir. Anak Agung Gde Raka Dalem, MSc(Hons)) (Ir. Made Ria Defiani, MSc.(Hons))
NIP. NIP 196507081992031000 NIP. 196807071993032001
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana
iii
RINGKASAN
Penelitian ini merupakan bagian pertama dari dua bagian penelitian mengenai
mutagenesis pada cabai merah (Capsicum annuum L.). Penelitian tahun pertama ini
bertujuan meningkatkan keragaman genetik tanaman cabai merah melalui induksi mutasi
dengan EMS (Ethylmetane sulphonate).
Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi.
Cabai merah dimanfaatkan sebagai bumbu masakan serta bahan obat-obatan. Produktivitas
cabai merah dipengaruhi oleh ketersediaan lahan, cuaca serta serangan hama dan penyakit.
Keragaman genetik cabai merah sangat diperlukan sebagai bahan seleksi untuk
mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit dan hama serta memiliki produktivitas
yang tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah dengan
induksi mutasi yang dapat dilakukan menggunakan EMS.
Penelitian dibagi menjadi dua topik yaitu pengaruh EMS pada perkecambahan dan
pengaruh EMS pada penelitian lapangan. Perkecambahan dilakukan dalam petridish. Tahap
meliputi tahap perlakuan benih dengan EMS, persemaian, penanaman di lapang dan
pengamatan. Biji yang telah direndam dalam air selama 6 jam diberi perlakuan EMS pada
konsentrasi 0.5%, 0.75% dan 1% selama 6 jam. Biji-biji tersebut selanjutnya disemai dalam
oker kertas. Setelah bibit memiliki 2 daun, maka bibit dipindahkan ke lapang dengan disain
RAK 4 kali ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase perkecambahan serta
karakter morfologi yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah cabang; karakter reproduktif
yaitu umur 50% tanaman berbunga, viabilitas polen dan jumlah buah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penghambatan perkecambahan cabai
besar akibat pemberian EMS. Hal ini disebabkan terhambatnya proses fisiologis dan biologis
untuk perkecambahan biji yang meliputi aktivitas enzim katalase dan lipase, ketidakseimbangan
hormon dan terhambatnya proses mitosis. Panjang tunas dan akar juga dipengaruhi oleh EMS.
Semakin tinggi konsentrasi EMS, panjang tunas dan akar semakin kecil.
iv
Tinggi tanaman hasil perlakuan EMS setelah berumur 12 minggu dan 16 minggu
lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mengembangkan
adaptasi terhadap pengaruh EMS, sehingga dapat tumbuh menjadi lebih tinggi dibanding
tanaman kontrol. Jumlah cabang juga bertambah pada tanaman hasil perlakuan biji dengan
EMS, tetapi tidak ada perbedaan di antara konsentrasi EMS yang digunakan. Tanaman
dengan perlakuan EMS memiliki umur 50% tanaman berbunga yang lebih cepat disbanding
kontrol. Beberapa karakter yang ditunjukkan memiliki nilai positif yang dapat digunakan
dalam program penuliaan tanaman cabai besar.
v
SUMMARY
vi
between EMS concentrations used. The number of branch was higher in plant from EMS-
treated seeds than that in control plants. Plants with EMS treatments showed earlier time for
50% flowering as compared to control plants. Several characters that showed positive value
effect can be used for further study of C. annuum breeding program.
vii
PRAKATA
viii
DAFTAR ISI
RINGKASAN…………………………………………………………………… iii
SUMMARY……………………………………………………………………… v
PRAKATA………………………………………………………………………. vii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. x
PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 1
Latar Belakang……………………………………………………………………. 1
Tujuan Khusus……………………………………………………………………. 2
Urgensi Penelitian………………………………………………………………… 2
STUDI PUSTAKA……………………………………………………………….. 4
Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.)……………………………………. 4
Penyakit Layu Fusarium Pada Cabai Merah……………………………………… 4
Pemuliaan Mutasi…………………………………………………………………. 5
Pemuliaan Mutasi Dengan Ethyl Methanesulphonate…………………….. 6
Evaluasi Hasil Mutagenesis Tanaman....................................................................... 7
Penelitian Induksi Mutasi yang Telah Dilakukan………………………………….. 7
METODE PENELITIAN………………………………………………………….. 10
Waktu dan Tempat…………………………………………………………………. 10
Bahan………………………………………………………………………………. 10
Perlakuan Pemberian Mutagen…………………………………………………….. 10
Uji Perkecambahan………………………………………………………………… 10
Pemeriksaan karakter Morfologi…………………………………………………... 11
Analisis Data……………………………………………………………………… 11
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………….. 12
Pekecambahan…………………………………………………………………….. 12
Pengamatan di Lapang…………………………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 18
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 21
ix
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Jumlah Biji Berkecambah Akibat Pemberian Sodium Azida………… 8
2. Persentase Perkecambahan Akibat Pemberian EMS…………………. 12
3. Panjang Hipokotil dan Panjang Akar…………………………………. 13
4. Persentase Tanaman dengan Daun yang Menyatu……………………. 14
5. Rata-rata tinggi tanaman pada umur 6, 8, 12 dan 16 minggu setelah semai 15
6. Umur 50% Tanaman Berbunga dan Viabilitas Polen…………………. 16
7. Jumlah Cabang dan Jumlah Buah pada Umur 16 Minggu Setelah Semai 16
x
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Penampilan kecambah cabai merah yang berasal dari biji
yang direndam NaN3………………………………………………………………………. 8
2. Tanaman cabai dengan daun kimera yang diperoleh
pada perlakuan 5mM NaN3……………………………………….. 9
3. Perbandingan Penampilan Kecambah Kontrol dan Perlakuan…….. 13
4. Tanaman Dengan Daun yang Menyatu……………………………. 14
5. Beberapa variasi bentuk dan ukuran buah cabai besar…………….. 17
xi
BAB I. PENDAHULUAN
1
Induksi mutasi dapat dilakukan dengan perlakuan fisik menggunakan sinar gamma
atau secara kimia dengan menggunakan mutagen kimia atau menggunakan kombinasi antara
perlakuan fisik dengan kimia. Salah satu mutagen kimia yang sering digunakan untuk
menginduksi mutasi pada tanaman adalah ethyl methansulphonate (EMS). Mutagen kimia
ini bekerja dengan sangat efisien dan potensial pada tanaman (Natarajan, 2005). Pada
penelitian ini induksi mutasi pada cabai merah untuk mencari varian yang tahan layu
fusarium dilakukan menggunakan EMS.
2
- Dapat dikembangkan penanda molekuler pada cabai merah untuk sifat ketahanan
terhadap penyakit layu fusarium yang dapat digunakan untuk melakukan screening
karakter pada tahap pertumbuhan tanaman yang masih dini.
3
-
BAB II. STUDI PUSTAKA
fusarium mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan memblok transport air dan unsur
hara (Suryanto et al., 2010).
Penyakit layu fusarium pada cabai memiliki tanda-tanda menguningnya tulang daun
pada bagian luar daun-daun yang muda, diikuti dengan gugurnya daun yang lebih tua. Pada
tahap pembibitan, tanaman yang terinfeksi F. oxysporum akan layu dan segera mati setelah
tanda-tanda penyakit muncul. Pada tanaman yang lebih tua, menguningnya tulang daun,
gugurnya daun sering diikuti dengan menguningnya daun-daun yang lebih tua, layunya daun
dan cabang muda, nekrosis pada daun-daun yang masih ada dan akhirnya tanaman mati
(Sahi dan Khalid, 2007).
Tanaman yang sehat dapat menjadi terinfeksi oleh F. oxysporum jika tanah tempat
tumbuhnya terkontaminasi jamur Fusarium.
5
maupun kombinasinya (Mondal et al., 2007). Beberapa mutagen kimia yang umum
digunakan adalah kolkisin, oryzalin untuk penggandaan kromosom. Kedua mutagen ini
merupakan senyawa yang bersifat anti-mikrotubul yang menyebabkan tidak terbentuknya
mikrotubul sehingga terjadi penggandaan kromosom dan terbentuk tanaman poliploid.
Tanaman poliploid biasanya memiliki karakter lebih besar, lebih kuat, lebih cepat tumbuh
dibandingkan tanaman normal diploid (Liu et al., 2009). Penggunaan kolkisin untuk
menghasilkan tanaman poliploid telah banyak dilaporkan antara lain pada kencur (Ajijah
dan Bermawie, 2003), anggrek (Sulistianingsih et al., 2004). Oryzalin bersifat kurang
beracun dibandingkan kolkisin dan lebih efektif menginduksi poliploid pada konsentrasi
yang lebih rendah dibandingkan kolkisin (Takamura et al., 2002). Mutagen kimia lain
adalah diethyl sulphonate (DES), ethyl methanesulphonate (EMS), dan kelompok azida.
EMS merupakan agen pengalkilasi yang menyebabkan perubahan pada sekuens nukleotida
(Van Harten, 1998).
2.4. Evaluasi Hasil Mutagenesis Tanaman
Variasi genetik yang dihasilkan dari induksi dengn mutagen baik secara in-vitro
maupun in-vivo dapat dievaluasi dengan beberapa cara. Cara yang paling sederhana adalah
dengan pengamatan morfologi. Variabel morfologi yang umumnya diamati adalah variasi
bentuk lamina daun, orientasi daun maupun multifoliation (Tah, 2006). Karakter lain yang
dapat diamati adalah panjang petiole, tinggi tanaman, luas daun maupun hasil (Tah, 2006).
Sedangkan karakter fisiologi yang data diamati dari pengaruh mutagen adalah kandungan
klorofil (Badr et al., 1995).
Untuk mengamati perubahan pada tingkat DNA, tanaman dievaluasi menggunakan
metode molekuler. Pendekatan molekuler telah banyak digunakan untuk mengevaluasi
keragaman dan keseragaman genetik yang dihasilkan oleh perlakuan mutagen. Sebagai
contoh, melalui analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ditemukan bahwa
EMS menyebabkan perubahan frekuensi maupun perubahan munculnya band-band tertentu
sebagi penanda DNA pada paprika (Kumar dan Ponnuswami, 2010).
Beberapa tanaman hortikultura yang diregenerasikan secara kultur jaringan telah
diuji keragaman somatiknya, seperti pada Asparagus dimana dihasilkan fenotipe, ploidi,
dan pembelahan meiosis serta profil molekuler AFLP (amplified fragment length
polymorphism) yang berbeda (Pontaroli dan Camadro, 2005). Juga pada tanaman kentang
yang berasal dari kalus, menunjukkan keragaman genetik yang tinggi yang terlihat dari
profil RAPD (Bordallo et al., 2004).
7
Tabel 1. Jumlah biji berkecambah akibat pemnerian sodium azida
kontro 05 1 mM
15 2 mM 25
3 mM 4 mM 4 mM
Gambar 1. Penampilan kecambah cabai merah yang berasal dari biji yang direndam NaN3
8
Gambar 2. Tanaman cabai dengan daun kimera yang diperoleh pada perlakuan 5mM
NaN3
Dari penelitian tersebut, variasi fenotipik (Gambar 2) yang dihasilkan sangat rendah
(hanya 1 tanaman yang menghasilkan daun kimera). Di samping itu terjadi kisaran variasi
pertumbuhan tanaman yang sangat besar baik pada tanaman perlakuan maupun tanaman
kontrol sehingga menyulitkan pengambilan kesimpulan. Tanaman kontrol memiliki variasi
tinggi tanaman kemungkinan akibat perendaman dalam buffer posfat dengan pH 3 yang
sangat rendah. Bufer posfat digunakan sebagai larutan perendam dalam kontrol karena
sodium azida dilarutkan dalam buffer posfat, sehingga diharapkan yang berpengaruh
hanyalah sodium azida saja.
Oleh karena itu, pada penelitian ini induksi mutasi akan dilakukan dengan
menggunakan mutagen yang lebih umum dan lebih banyak digunakan dalam induksi mutasi
tanaman yaitu EMS.
9
BAB III. METODE PENELITIAN
3.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah biji tanaman cabai besar kultivar ’SMART”
(Capsicum annum L.) yang diperoleh dari toko pertanian di Denpasar, tanah subur, urea,
gandasil, insektisida.
Perlakuan pemberian EMS dilakukan terhadap biji berdasarkan metode dari Jabeen
dan Mirza (2004). Biji direndam dalam air selama 6 jam, selanjutnya direndam dalam EMS
dengan konsentrasi yang berbeda (0%, 0.5%, 0.75%, dan 1%) dalam buffer fosfat pH 7
selama 6 jam. Perlakuan dilakukan pada temperatur ruang. Sebagai kontrol adalah biji yang
direndam dalam buffer fosfat pH 7 (EMS 0%). Biji selanjutnya dibilas dengan akuades
untuk menghilangkan sisa-sisa mutagen.
10
3.5. Pemeriksaan Karakter Morfologi
Biji yang telah diberi perlakuan kemudian disemaikan. Bibit yang dihasilkan
selanjutnya ditanam di lapang pada areal sawah seluas 2 are. Rancangan percobaan dalam
penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK). Areal percobaan
dibagi ke dalam 4 kelompok atau ulangan, masing-masing kelompok terdiri dari 4 petak
percobaan sesuai dengan perlakuan (kontrol, 0.5% EMS, 0.75% EMS dan 1% EMS), dan
masing-masing petak percobaan terdiri dari 20 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap
beberapa karakter morfologi yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang (karakter sifat vegetatif),
dan umur 50% tanaman berbunga. Karakter lain yang diamati adalah bentuk, warna dan
jumlah bunga, bentuk, warna dan jumlah buah.
11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Perkecambahan
Penelitian pengaruh EMS terhadap perkecambahan dilakukan dalam petridish.
Konsentrasi EMS yang digunakan adalah 0%, 0.5%, 0.75% dan 1%. Persentase
perkecambahan dapat dilihat pada Tabel 2.
12
perkecambahan. Pada konsentrasi EMS yang lebih tinggi, kecambah yang muncul lebih
lambat, akibatnya panjang tunas dan akar lebih kecil dibanding kontrol. Berat tunas dan
berat akar semakin menurun dengan semakin tingginya konsentrasi EMS yang diberikan.
Hal ini disebabkan terhambatnya proses mitosis oleh mutagen, sehingga jumlah sel lebih
sedikit dibandingkan kontrol.
Gambar 3. Perbandingan Penampilan Kecambah Kontrol dan Perlakuan. Atas dari kiri ke
kanan: kontrol, 0/1%, 0.3%, 0.5%; bawah 0.75%, 1% dan 1.2%
13
4.2.Pengamatan di Lapang
Set penelitian lain yang dilakukan adalah penelitian di lapang dengan menanam bibit
cabai baik kontrol maupun perlakuan dalam rancangan RAK dengan 4 kali ulangan. Tiap
ulangan ditanam 30 tanaman, dan dari 30 tanaman diamati 6 tanaman.
4.2.1.Pengamatan morfologi
Pengamatan terhadap morfologi menunjukkan bahwa terbentuk daun yang menyatu
pada tanaman hasil perlakuan (Gambar 4). Jumlah tanaman dengan daun yang menyatu
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi (Tabel 4).
Kontrol 0
0.5% 3.3
0.75% 5
1% 11.2
14
Tinggi tanaman pada umur 6 minggu, 8 minggu, 12 minggu dan 16 minggu
ditampilkan pada Tabel 5. Tanaman hasil perlakuan dengan konsentrasi EMS 1% pada umur
6 minggu terlihat lebih pendek dibanding tanaman dengan perlakuan lainnya. Tetapi pada
umur 8 minggu, tidak terdapat perbedaan antara tinggi tanaman (Tabel 4)
Tabel 5. Rata-rata tinggi tanaman pada umur 6, 8, 12 dan 16 minggu setelah semai.
Angka menunjukkan rata-rata tinggi ±SE
Konsentrasi Tinggi
6 minggu 8 minggu 12 minggu 16 minggu
15
Tabel 6. Umur 50% Tanaman Berbunga dan Viabilitas Polen
Jumlah cabang dan jumlah buah yang diamati pada umur 16 minggu ditampilkan
pada Tabel 7. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman hasil perlakuan biji dengan
EMS memiliki jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan tanaman kontrol, tetapi tidak
ada perbedaan jumlah cabang antar perlakuan EMS. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Singh dan Chaturvedi (1990) yang menemukan bahwa perlakuan mutagen menyebabkan
meningkatnya jumlah rata-rata cabang pada Lathyrus sativus.
Jumlah buah meningkat akibat perlakuan EMS, tetapi tidak ada perbedaan antar
perlakuan EMS. Jumlah buah yang meningkat pada perlakuan EMS 1% juga ditemukan
pada Jatropa curcas, sedangkan penggunaan EMS diatas 1% menyebabkan penurunan
jumlah buah pada tanaman tersebut (Bolbhat et al., 2012). Jumlah buah dan jumlah cabang
terlihat berkorelasi. Jumlah cabang tertinggi terdapat pada perlakuan 0.5% dan jumlah buah
terbanyak juga terdapat pada perlakuan 0.5%.
Tabel 7. Jumlah Cabang dan Jumlah Buah pada Umur 16 Minggu Setelah Semai
16
Dari pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah buah, terlihat
bahwa EMS memberikan pengaruh positif. Konsentrasi EMS 0.5%, 0.75% dan 1% yang
digunakan pada penelitian ini menunjukkan efek yang menstimulasi pertumbuhan setelah
fase kecambah. Tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buah yg lebih tinggi dari kontrol
juga ditemukan pada perlakuan EMS pada Lycopersicum esculentum (Saba dan Mirza,
2002).
Morfologi buah menunjukkan variasi seperti ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Beberapa variasi bentuk dan ukuran buah cabai besar. Atas dari kiri ke kanan:
1%EMS, 1%EMS, 1%EMS, 1%EMS, kontrol. Bawah: 0.75% EMS, 0.75% EMS,
0.75%EMS, 0.5%EMS, 0.5%EMS.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ajijah N, Bermawie, N. 2003. Pengaruh kolkisin terhadap pertumbuhan dan produksi dua
tipe kencur (Kaempferia galanga Linn.). Buletin TRO 14:46-55
Adamu, A. K., Clung, S. S. and Abubakar, S. 2004. Effects of ionizing radiation (gamma-
rays) on tomato (Lycopersicon esculentum). Nigeria Journal of Experimental and
Applied Biology 5: 185-193.
Al-Qurainy, F., Khan, S. 2009. Mutagenic Effects of Sodium Azide and its Application in
Crop Improvement. World Applied Sciences Journal 6(12): 1589-1601.
Ashok, Y.P., P. Sharma, A. Yadav. 1995. Effect of different ethyl methane sulfonate
treatments on pollen viability and fruit rot incidence in bell pepper. Annal of
Agricultural. Research 16:442-444.
Badr, M., Abdel-Maksoud, B. A., Omar, S. S. 1995. Growth, flowering and induced
variability in Gomphrena globosa, L. plant grown from dry and water-soaked seeds
treated with gamma-rays. Alexandria Journal of Agricultural Research 2: 1-6
Badan Pusat Statistik. 2011. Laporan ringkas studi cabai. Laporan bulanan data sosial
ekonomi. Edisi 9. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Bordallo, P.N.; Silva, D.H.; Maria, J.; Cruz, C.D.; Fontes, E.P. 2004. Somaclonal variation
on in vitro callus culture potato cultivars. Horticultura Brasileira 22: 300-304.
Chrispeeds, M.J., Varner, J.E., 1976. Gibberelic Acid Induced Synthesis and Release of α-
Amylase and Ribonuclease by Isolated Barley Aleurons Layers. Plant Physiology
42:346-406
Chopra., V.L. 2005. Mutagenesis: Investigating the process and processing the outcome for
crop improvement. Current Science 89; 353-359
Gunckel J.K. and A.H. Sparrow, 1961, Ionizing radiations: biochemical, physiological and
morphological aspects of their effects on plants. Encycl. Plant Physiology 16:. 555-
611.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia Jilid III. Yayasan Sarana Wana Jaya,
Jakarta
Khan, S., Goyan, S. 2009. Improvement of mungbean varieties through induced
Mutations. African Journal of Plant Science, 3 :174-180
Liu, X.Z., Lin,H., Mo, X. Y., Long, T., Zhang, H. Y.. 2009. Genetic variation in
colchicine-treated regenerated plants of Eucalyptus globulus Labill. Journal of
Genetics, Vol. 88: 345-348
Mondal,S., Badigannavar, A.M., Kale, D.M., Murty, G.S.S. 2007. Induction of genetic
variability in a disease-resistant groundnut breeding line. BARC Newsletter
258:237-247
Natarajan, A. T. 2005. Chemical mutagenesis: from plants to human. Current Science 89:
312-317
Pharmawati, M., Defiani, M.R. 2009. Perubahan genetik tanaman pacar air (Impatiens
balsamina, L) dengan pemberian kafein. Universitas Udayana. Laporan penelitian
Fundamental.
Priyono, Susilo, A.W. 2002. Respons regenerasi in vitro eksplant sisik mikro kerk Lily
(Lilium longiflorum) terhadap Ethyl Methane Sulfonate (EMS). Jurnal Ilmu Dasar 3:
74-79
Sahi, I.Y., Khalid, A.N. 2007. In vito biological control of Fusarium oxysporum-
causing wilt in Capsicum annuum. Mycopath 5: 85-88
Stoskopf, N.C.D., D.T. Tomes and B.R. Christie. 1993. Plant Breeding, Theory and
Practice. Westview Press, Oxford
19
Sulistianingsih, R., Suyanto, ZA., Noer, AE. 2004. Peningkatan kualitas anggrek
Dendrobium hibrida dengan pemberian kolkhisin. Ilmu Pertanian 11: 13-21
Suryanto, D., Patonah, S., Munir, R. 2010. Control of Fusarium Wilt of Chili With
Chitinolytic Bacteria. HAYATI Journal of Biosciences 17 : 5-8
Tah, RR. 2006. Induced macromutation in mungbean (Vigna radiata (L). Wilczek).
International Journal of Botany 2: 219-228
Ura, T, Lim, K.B. Van Tuyl, J.M. 2002. Effect of a new compound on the mitotic
polyploidization of Lilium longiflorum and ornamental hybrid lilies, Acta Hort. 572:
37-42
Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding: Theory and Practical Application.
Cambridge University Press, New York.
Wardani, N., Ratnawilis. 2002. Ketahanan beberapa varietas tanaman cabai terhadap
penyakit antraknosa (Colletrotichum sp). Jurnal Agrotropika7: 25-31
Zaka R., Chenal, C., Misset, M.T. 2004, Effect of low doses of short-term gamma radiation
on growth and development through two generations of Pisum sativum. Science of
the Total
Environment 320: 121-129.
Zhu, X.D., Chen, H.Q. and Shan, J.X. 2006. Nuclear Techniques for Rice Improvement
and Mutant Induction in China National Rice Research Institute. Plant Mutation
Reports, 1: 7-10
20
LAMPIRAN
Gambar Lampiran 1. Bedengan tanaman cabai di lahan sawah di Desa Penasan, Klungkung
Gambar Lampiran 2. Tanaman berumur 7 minggu. Tanda panah menunjukkan daun yang
menyatu pada perlakuan EMS 1%
21
Gambar Lampiran 3. Tanaman cabai umur 16 minggu setelah tanam hasil perlakuan dengan
1% EMS
Gambar Lampiran 4. Tanaman cabai umur 16 minggu setelah tanam hasil perlakuan dengan
0.75% EMS
22
Gambar Lampiran 5. Tanaman cabai umur 16 minggu setelah tanam hasil perlakuan dengan
0.5% EMS
23