You are on page 1of 27

MANUSIA DALAM KONSEPSI ISLAM

KELOMPOK 1

DINDA IYANI RAMDHAN (4172121005)


HALIMATUS SAKDIAH (4173351007)
HERI SYAHPUTRA AZHAR PANJAITAN (4171121012)
IFFAH KHAIRIYAH ISMAYANTI (4172121023)

DOSEN PENGAMPU : NIKMAH DALIMUNTHE, S.Ag., M.Hum.


MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


JURUSAN FISIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN, 2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. atas izin – Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. beserta para sahabatnya dan
seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini bertujuan untUk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Pendidikan Agama Islam berjudul “Manusia dalam Konsepsi Islam”. Disamping itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis hingga terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Karenanya kami mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan makalah ini di masa
mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan
berbagai pihak.

Medan, 26 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Tentang Manusia.................................................................. 3
2.2 Eksistensi Manusia ............................................................................ 6
2.3 Dimensi-Dimensi Kemanusiaan ....................................................... 10
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ........................................................................................... 19
3.2 Saran .................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas
mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal
dari tanah. Kemudian dari setetes mani menjadi segumpal darah kemudian menjadi
segumpal daging yang kemudian di lengkapi dengan organ-organ yang membantunya
dalam menjalani kehidupan seperti tangan, tubuh yang kokoh, dan lain-lain. Dan kemudian
ditiupkan ruh dan diberikan akal serta nurani agar ia menjadi manusia yang berguna.
Manusia merupakan makhluk yang sempurna karena ia mempunyai jasad (fisik)
yang indah dan dilengkapi dengan jiwa/ruh (psikhis). Kesempurnaan manusia ini dapat
dilihat dari fungsi yang menyatu antara jasad dan ruh dalam tubuh manusia. Manusia
dikaruniai Allah suatu kualitas keutamaan yang membedakan kualitas dirinya dengan
makhluk lain. Dengan keutamaan itu manusia, berhak mendapatkan penghormatan dari
pada makhluk lain. Sebagai makhluk utama dan ciptaan terbaik Tuhan, serta dengan bekal
kemampuan yang dimiliki, manusia diberi tugas sebagai khalifatullah fil ard, yakni
menjadi wakil Allah di muka bumi. Agar mampu menyelesaikan tugasnya di muka bumi
sebagai khalifah, manusia diberi keistimewaan dan potensi yang telah tergambar dalam
kisah perjalanannya menuju tempat tugasnya. Keistimewaannya inilah yang dalam istilah
Islam disebut sebagai fitrah.
M Quraish Shihab salah seorang mufassir Indonesia yang berpendapat bahwa fitrah
manusia adalah kejadian sejak semula atau bawaan sejak lahir. Namun fitrah manusia itu
sendiri tidak hanya terbatas pada fitrah keagamaannya saja, meskipun kepercayaan akan
adanya Yang Maha Kuasa adalah fitri dalam jiwa dan akal manusia dan tidak dapat diganti
dengan yang lain. Manusia berjalan dengan kakinya adalah fitrah jasadiyah, manusia dapat
menarik kasimpulan dengan premis-premis adalah fitrah akliyah, dan senang apabila
mendapatkan kebahagiaan adalah fitrahnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai manusia dalam
konsepsi islam, baik dalam segi penyebutan manusia dalam Al-Qur’an, eksistensi manusia,
proses penciptaan manusia, manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dimensi-dimensi
yang dilalui oleh manusia.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan manusia?
2. Bagaimanakah pandangan umum tentang manusia?
3. Bagaimanakah konsep manusia dalam pandangan Al-Qur’an?
4. Bagaimanakah eksistensi manusia di muka bumi dalam Islam?
5. Apa saja dimensi-dimensi yang dilalui manusia dalam Islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam
2. Untuk mengetahui Pandangan Umum dan Al-Quran terhadap manusia
3. Untuk mengetahui eksistensi manusia dalam Islam
4. Untuk mengetahui dimensi-dimensi yang di lalui manusia dalam Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Tentang Manusia


Manusia adalah makhluk Tuhan yang multidimensi dan kompleks. Manusia
merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan makhluk hidup
lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini. Dibandingkan dengan bintang, manusia
memiliki fungsi tubuh dan biologis yang tidak berbeda. Namun dalam hal lainnya manusia
tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan kelebihan yang dimilikinya,
yakni akal yang tidak dimiliki oleh binatang.
Para ahli ilmu pengetahuan memiliki pendapat yang berbeda mengenai manusia.
Hal ini disebabkan karena adanya kekuatan dan peran multidimensional yang diperankan
oleh manusia.1 Misalnya Demokritos yang hidup sekitar tahun 460-360 S.M. di Abdera,
sebuah kota di pantai Trasia bagian Balkan. Ia berpendapat manusia adalah, salah satu
jenis hewan, namun yang membedakan manusia dengan hewan adalah “berfikir”.
Demikian juga Aristoteles yang lahir di Stageira yakni di semenanjung Kalkidike di Trasia
(Balkan) pada tahun 384 S.M. meninggal Kalkis pada tahun 322 S.M. Ia terkenal sebagai
“Bapak Logika”. Pandangan Aristoteles tentang manusia, ia mengatakan manusia adalah
“thinking animal‟ atau “hewan yang berfikir”.2
Para ahli juga memberikan sebutan yang berbeda-beda untuk manusia. Ada yang
menyebut manusia sebagai homo sapiens (binatang yang berpikir), homo volens (binatang
yang berkeinginan), homo mechanicus (binatang yang mekanis), and homo ludens
3
(binatang yang bermain). Hal ini mengakibatkan banyak orang terutama dari kalangan
Islam tidak sependapat dengan ide tersebut. Dalam Islam hewan dan manusia adalah dua
makhluk yang sangat berbeda. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk sempurna
dengan berbagai potensi yang tidak diberikan kepada hewan, seperti potensi akal dan
potensi agama. Jadi jelas bagaimanapun keadaannya, manusia tidak pernah sama dengan
hewan.
Munir Mursyi seorang ahli pendidikan Mesir mengatakan bahwa pendapat tentang
manusia sebagai animal rationale atau al-Insan Hayawan al-Natiq bersumber dari filsafat
1
Marzuki, Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta:
Ombak, 2012), hlm. 12.
2
Eka Kurniawati dan Nurhasanah Bakhtiar, “Manusia Menurut Konsep Al-Qur`an dan Sains”,
Journal of Natural Science and Integration. Vol. 1 No. 1, 2018, 80.
3
Ibid, Marzuki, Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama Islam…, hlm. 12

3
Yunani dan bukan dari ajaran Islam. Terkait dengan hal ini adalah gagalnya teori evolusi
Charles Darwin. Ternyata Darwin tak pernah bisa menjelaskan dan membuktikan mata
rantai yang dikatakannya terputus (the missing link) dalam proses transformasi primata
menjadi manusia. Jadi pada hakikatnya manusia tidak pernah berasal dari hewan
4
manapun, tetapi makhluk sempurna ciptaan Allah dengan berbagai potensinya.
Sebagaimana firman Allah swt.

‫س ِن ت َ ْق ِويْم‬ ِ ْ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا‬


َ ‫اْل ْن‬
َ ‫سانَ فِ ْْٓي ا َ ْح‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya”(QS, At-Tin (95) : 4)
Dalam Al-Qur’an, terdapat tiga terminologi yang menunjukkan tentang manusia,
yaitu a) al-insan, al-ins, unas, al-nas, anasiy dan insiy; b) al-basyar; dan c) bani adam
“anak adam” dan dzurriyat adam“keturunan adam”. Meskipun demikian, menurut Nawawi
untuk memahami secara mendasar tentang penyebutan manusia pada umumnya ada tiga
kata yang sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu insan atau
ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani adam atau dzurriyat adam.
Masing-masing dari ketiga termionologi tersebut secara khusus memiliki penekanan
pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari uraian berikut :
a. Kata Insan berasal dari kata uns, dinyatakan dalam Al-Quran sebanyak 73 kali dan
tersebar dalam 43 surat. Penggunaan kata insan dalam Al-Qur’an untuk
menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi
kedua aspek tersebut dengan berbagai potensi yang dimilikinya, mengantarkan
manusia sebagai makhluk Allah yang unik dan istimewa dan sebagai makhluk yang
dinamis sehingga mampu menyandang predikat sebagai khalifah Allah di muka
bumi.5 Disamping itu, manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai
makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain.6
Diantara ayat Al-Quran yang menyebut manusia dengan kata insan adalah QS. Al-
‘Alaq (96) ayat 2 dan 5 :

ِ ْ ‫علَّ َم‬
‫اْل ْنسٰ نَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ َ ... ‫علَق‬ ِ ْ َ‫َخلَق‬
َ ‫اْل ْنسٰ نَ ِم ْن‬

4
Siti Khasinah, “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam Dan Barat”, Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA. Vol. 13 No. 2, 2013, 297-298.
5
Tarmizi, Bimbingan Konseling Islam (Medan: Perdana Publishing, 2018), hlm. 116-117.
6
Ibid, Marzuki, Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama Islam…, hlm. 14

4
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah... Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS. Al-‘Alaq: 2 dan 5)

b. Penamaan manusia dengan kata al-basyar dinyatakan dalam Al-Quran sebanyak 36


kali dan tersebar dalam 26 surat.7 Kata basyar secara etimologis berarti ‘sesuatu
yang tampak baik dan indah’, ‘bergembira’, ‘menggembirakan’, ‘menguliti atau
mengupas (buah)’, atau ‘memperhatikan’ dan ‘mengurus sesuatu’. Kata ini dalam
Al-Qur’an digunakan dalam makna khusus untuk menggambarkan sosok tubuh
lahiriah manusia. Kata basyar juga selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis
manusia, seperti asal usulnnya manusia (QS. Al-Mu’minun [23]: 12-14), manusia
makan dan minum (QS. Al-Furqan [25]: 20), dan seterusnya. Diantara ayat Al-
Qur’an yang menyebut manusia basyar adalah QS. Al-Kahfi ayat 110 :

۟ ‫ى أَنَّ َما ْٓ إِ ٰلَ ُه ُك ْم إِ ٰلَهٌ ٰ َو ِحد ٌ َف َمن َكانَ يَ ْر ُج‬


‫وا ِلقَا ْٓ َء َربِِۦه فَ ْل َي ْع َم ْل‬ َّ َ‫قُ ْل إِنَّ َما ْٓ أَن َ۠ا بَش ٌَر ِمثْلُ ُك ْم يُو َح ٰ ْٓى إِل‬
‫ص ِل احا َو َْل يُ ْش ِر ْك ِب ِعبَادَةِ َربِ ِ ْٓهۦ أ َ َح ًۢداا‬ َ ٰ ‫ع َم اًل‬ َ
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya".(QS. Al-Kahfi : 110)

c. Kata banu atau bani adam atau dzurriyatu adam maksudnya adalah anak cucu atau
keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk menyebut manusia karena
dikaitkan dengan kata Adam, yakni sebagai manusia yang diciptakan Allah dan
mendapatkan penghormatan dari makhluk lainnya selain iblis. Secara umum kedua
istilah ini menunjukkan arti keturunan yang berasal dari Nabi Adam. Jika kata
dzurriyah dalam Al-Qur’an disandingkan dengan kata adam maka yang dimaksud
adalah keturunan adam yang menggambarkan asal dan sifat-sifat bawaan yang
dibawa sejak lahir. Sifat bawaan yang dimaksud adalah berupaya berkembang,

7
Ibid, Tarmizi, Bimbingan Konseling Islam…., hlm. 116

5
bersosialisasi dan berbudaya.8 Kata bani Adam disebutkan dalam Al-Quran
sebanyak 7 kali, salah satunya adalah dalam surat Al-A’raf ayat 31 yang berbunyi

َ‫يَا َبنِي آدَ َم ُخذُوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِل َمس ِْجد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َوْل تُس ِْرفُوا ِإنَّهُ ْل ي ُِحبُّ ْال ُمس ِْرفِين‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”(QS. Al-A’raf : 31)

Sedangkan dzurriyatu Adam hanya disebut sekali, yakni dalam surat Maryam (19)
ayat 58 yang berbunyi :9

....‫علَ ْي ِهم ِمنَ ٱلنَّ ِبي ِۦنَ ِمن ذ ُ ِريَّ ِة َءادَم‬ َّ ‫أ ۟و ٰلَْٓ ِئ َك ٱلَّذِينَ أ َ ْن َع َم‬
َ ُ‫ٱَّلل‬
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, Yaitu Para
Nabi dari keturunan Adam”. (QS. Maryam : 58)
Dengan demikian, makna manusia dalam Al-Quran dengan istilah al-basyar, insan,
dan bani adam atau dzurriyah adam mencerminkan karakteristik dan kesempurnaan
penciptaan manusia, bukan saja sebagai makhluk religius, makhluk sosial, makhluk
bermoral serta makhluk kultural yang kesemuanya mencerminkan kelebihan dan
keistimewaan manusia daripada makhluk lainnya.

2.2 Eksistensi Manusia

Manusia adalah makhluk Tuhan yang multidimensi dan kompleks. Sejak sejarah
peradaban umat manusia ditulis, ia selalu dijadikan objek kajian yang tidak pernah habis
untuk ditelaah. Pengarang Man the Unknown mengakui bahwa pengetahuan tentang
manusia belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang kajian
lainnya.10
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas

8
Ibid, Tarmizi, Bimbingan Konseling Islam…., hlm. 118
9
Ibid, Marzuki, Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama Islam…, hlm. 15-16
10
Tokoh yang dimaksud ialah Dr. A. Carrel. Dikutip dari M. Quraish Shihab, Wawasan Al – Quran;
Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1999), h.277

6
mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Al – Quran menerangkan bahwa manusia
berasal dari tanah.11
Dalam Islam, dideskripsikan bahwa Allah menciptakan Adam berdasarkan
kehendak dan kekuasaan –Nya tanpa melalui proses biologis sebagaimana lazimnya
manusia – manusia keturunannya, yakni keterlibatan ayah dan ibu sebagai sebab natural
terlahirnya manusia. Penjelasam tentang penciptaan manusia tersebut diwakili dari firman
Allah kepada malaikat bahwa Dia akan menjadikan manusia dari tanah liat kering yang
berasal dari lumpur hitam dan diberi bentuk menjadi tubuh yang sempurna. Selanjutnya
Allah meniupkan ruh-Nya ke dalam diri Adam (al – Hijr; 28 – 29), maka jadilah Adam
sebagai manusia pertama.
Allah berfirman :

ْٓ ٰ
َ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َرب َُّك ِل ْل َملَ ِئ َك ِة ِإ ِنى ٰ َخ ِل ًۢ ٌق َبش اَرا ِمن‬
َ ٰ ‫ص ْل‬
)٢٨( ‫صل ِم ْن َح َمإ َّم ْسنُون‬
)٢٩( َ‫س ِجدِين‬ ۟ ُ‫وحى فَقَع‬
َ ٰ ُ‫وا لَ ۥه‬ ِ ‫س َّو ْيت ُ ۥهُ َونَ َف ْختُ ِفي ِه ِمن ُّر‬ َ ‫فَإِذَا‬
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kalian kepadanya dengan
bersujud.”(QS. Al-Hijr : 28-29)
Setelah kejadian Adam, Allah menyuruh malaikat untuk bersujud kepada Allah.
Sebagaimana disampaikan pada surah Shad; 71-72.

)٧١( ‫إِ ْذ قَا َل َرب َُّك ِل ْل َم ًَلئِ َك ِة إِنِي خَا ِل ٌق بَش اَرا ِم ْن ِطين‬
)٧٢( ‫اج ِدين‬
ِ ‫س‬َ ُ‫وحي فَقَعُوا لَه‬
ِ ‫س َّو ْيتُهُ َونَ َف ْختُ ِفي ِه ِم ْن ُر‬
َ ‫فَإِذَا‬
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepadanya".(QS. Shad : 71-72)

11
Konsep Manusia Menurut Islam, St. Rahmatiah, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, Vol 2
(Makassar,2015) hal. 93

7
Sujud kepada Adam merupakan suatu apresiasi dan sekaligus pengabdian makhluk
terhadap zat-Nya yang telah menciptakan manusia. Adam sebagai bapak manusia dan
merupakan makhluk terbaik dan ideal yang diciptakan Allah.
Ia mempercayakan Adam dan keturunannya untuk memimpin dan mengelola bumi
yang disebut Al – quran dengan istilah “Khalifah” dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat
30 yang berbunyi :

ُ‫ض َخ ِليفَةا قَالُوا أَت َ ْج َع ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِسد ُ فِي َها َويَ ْس ِفك‬ ْ ‫َوإِ ْذ قَا َل َرب َُّك ِل ْل َمًل ِئ َك ِة إِ ِني َجا ِع ٌل فِي‬
ِ ‫األر‬
)٣٠( ‫س لَ َك قَا َل ِإ ِني أ َ ْعلَ ُم َما ْل ت َ ْع َل ُمون‬
ُ ‫ِك َونُقَ ِد‬ َ ُ‫ال ِد َما َء َون َْح ُن ن‬
َ ‫س ِب ُح ِب َح ْمد‬
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat, "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami
bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? " Dia berfirman, "Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah : 31)
Ayat 30 diatas jika dilihat dimulai dengan penyampaian keputusan Allah kepada
para malaikat tentang rencana – Nya menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada
mereka penting, karena malaikat akan dibebani sekian tugas menyangkut manusia; ada
yang bertugas mencatat amal amal manusia, ada yang bertugas membimbingnya, ada yan
bertugas memeliharanya dan sebagainya. Penyampaian itu juga, kelak ketika diketahui
oleh manusia, akan mengantarnya bersyukur kepada Allah. Dalam dialog Allah dengan
para malaikat “Sesungguhnya aku akan menciptakan Khalifah di dunia” demikian
penyampaian Allah SWT. Penyampaian ini bisa jadi setelah proses penciptaan alam raya
dan kesiapannya untuk dihuni manusia pertama (Adam) dengan nyaman. Mendengar
rencana tersebut, para malaikat bertanya tentang makna penciptaan tersebut. Mereka
menduga bahwa khalifah ini akan merusak dan menumpahkan darah. Dugaan ini mungkin
berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, dimana ada makhluk yang
berlaku demikian, atau juga berdasar asumsi bahwa yang akan ditugaskan menjadi khalifah
bukanlah malaikat, maka pasti makhluk itu berbeda dengan mereka yang bertasbih
menyucikan Allah SWT. Pernyataan mereka juga bisa lahir dari penamaan Allah terhadap
makhluk yang dicipta itu dengan Khalifah.12

M. Quraish Shihab. Tafsir al – Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Quran, vol 1 (Jakarta:
12

Lentera Hati, 2006) hal. 140 -141

8
Manusia dalam konteks penciptaannya disamakan dengan penyebutan tugas yang
diembannya. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara wujud manusia dan
eksistensinya. Penobatan manusia sebagai khalifah di atas bumi merupakan suatu
kehormatan sekaligus kepercayaan terbesar dari allah yang tiada tara.
Khalifah dapat berarti pengganti. Jadi, manusia adalah pengganti makhluk
sebelumnya di bumi yang gagal memakmurkan bumi. Khalifah juga pengganti atau wakil,
yakni manusia sebagai pengganti Allah untuk memakmurkan dan mensejahterakan bumi-
Nya. Kedudukan manusia tersebut tentunya berhubungan dengan eksistensi dan
kepribadian yang harus ia aktualisasikan sesuai dengan kehendak zat yang digantikannya.
Khalifah seyogyanya mengikuti kehendak dan sifat – sifat zat yang mengangkatnya.
Maka idealisasi khalifah Allah adalah idealisme kehendak dan sifat–sifat
kemuliaannya tersebut. Dengan kata lain, jika Allah dipahami bersifat rahman (pengasih),
maka manusia haruslah memiliki sifat kasih terhadap semua makhluk Allah. Jika Allah
memiliki sifat rahim (penyayang), maka manusia haruslah memiliki sifat penyayang
terhadap sesamanya dengan mengajak mereka kepada jalan Allah dan mempercayai Hari
pembalasan. Jika Allah memiliki sifat ‘adl (adil), maka manusia haruslah menegakkan
keadilan di muka bumi ini secara merata sesuai dengan tuntutan syariat. Demikianlah
dengan sifat – sifat kesempurnaan Allah lainnya secara niscaya seyogyanya dimiliki oleh
khalifah Allah untuk menjalankan misi dan tugasnya tersebut.
Manifestasi dari kehendak Allah dapat dipahami secara sederhana dari wujud
realitas yang ditemukan secara internal pada diri manusia itu sendiri dan secara eksternal
pada setiap sesuatu di luar dirinya, baik itu yang bersifat material maupun immaterial.
Segala wijud yang ada harus dipahami sebagai kehendakNya. Tidak jarang ia dapat
tertangkap oleh kemampuan dan kecakapan intelektualitas manusia, kendatipun hanya
terbatas pada hasil ta’alluq – nya. Namun demikian hal ini sangat membantu tugas
manusia untuk menjalankan misi ke khalifah-annya.
Pengetahuan diatas tertangkap dari perwujudan sifat kehendak Allah ketika ta’alluq
secara berulang – ulang dan meyakinkan intelektualitas manusia. Hal ini oleh kalangan
ulama tauhid diberi istilah dengan sunnatullah. Dengan kata lain, manusia dapat
memahami kehendak Allah dari sunnah-nya tersebut.
Selain kecakapan intelektual yang diberikan Allah untuk mewujudkan atribut –
atribut kemuliaan dan kehendak Nya, manusia juga diberi bimbingan wahyu. Wahyu Allah

9
merupakan pedoman hidup (hidayah) bagi manusia untuk meraih kebahagian material dan
spiritual dalam hidupnya.

2.3 Dimensi – Dimensi Kemanusiaan


Untuk memahami secara integral di seputar eksistensi manusia dari pespektif
agama tersebut, maka perlu dikemukakan secara spesifik dimensi – dimensi yang dimiliki
manusia. Ada beberapa istilah yang terkait dengan dimensi manusia yang ditelaah dari
perspektif ini. Dimensi – dimensi tersebut saling berhubungan secara fungsional dan
substansial dalam diri manusia itu sendiri. Hal yang terpenting dari sejumlah dimensi itu
adalah al-jasad, al-ruh, dan al-nafs. Dalam pembahasan berikut akan diuraikan seperlunya.
1. Al- Jasad
Dalam bahasa Indonesia disebut tubuh, badan atau jasad merupakan salah satu
dimensi yang dapat dijelaskan secara saintifik, karena terdiri dari unsur – unsur material
yang dapat disaksikan oleh panca indera. Oleh sebab itu, penjelasan tentang al-jasad tidak
terlalu menarik perhatian kalangan agamawan karena dapat dideskripsikanmelaui kajian
lainnya yang lebih spesifik dan akurat, yakni ilmu (sainfik).
Asal – usul kejadian manusia menurut ajaran islam berbeda dengan pendapat para
ahli filsafat dan antropologi, terutama Darwin dan pengikut teori evolusinya. Manusia yang
hidup dimana pun dibelahan dunia berasal dari satu keturunan, yaitu Adam as. Dari anak
cucu Adam lah manusia berkembang biak da bertebaran ke seluruh pelosok bumi.
Sebagaimana terdapat dalam firman Allah:

‫ث ِم ْن ُه َما ِر َج ااْل‬ ِ ‫اس اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْفس َو‬


َّ ‫احدَة َو َخ َلقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َو َب‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
﴾١:‫علَ ْي ُك ْم َر ِقيباا ﴿النساء‬ َّ ‫ام ِإ َّن‬
َ َ‫َّللاَ َكان‬ َ َ ‫َّللاَ الَّذِي ت‬
َ ‫سا َءلُونَ ِب ِه َو ْاأل َ ْر َح‬ َّ ‫سا اء َواتَّقُوا‬ ‫َك ِث ا‬
َ ‫ير َو ِن‬

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan


kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (an – Nisa’:1)
Dari ayat ini jelaslah ahwa manusia yang beraneka ragamwarna kulit, bahasa, dan
budaya itu merupakan satu keturunan. Oleh sebab itu, seluruh manusia pada dasarnya

10
merupakan saudara biologis yang disebut degan istilah ikhwah basariyah. Karena mereka
bersaudara maka mereka diperintahkan untuk memelihara kasih sayang diantara
sesamanya. Tali persaudaraan itu akan semakin kokoh apabila persaudaraan itu diikat
dnegan ikatan yang kuat, yaitu ikatan Islam untuk sama – sama beribadah dan mematuhi
syariat penciptanya.
Didalam Alquran dijelaskan bahwa pada awalnya manusia diciptakan dari tanah.
Hal itu tidak sukar bagi Allah untuk melakukannya. Allah berfirman dalam surah ash-
Shaffat ayat 11:

(37 :11﴿ ‫شدُّ خ َۡلقاا ا َ ۡم َّم ۡن َخلَ ۡقنَاؕ اِنَّا َخلَ ۡق ٰن ُه ۡم ِم ۡن ِط ۡين َّْل ِزب‬
َ َ ‫است َ ۡفتِ ِه ۡم ا َ ُه ۡم ا‬
ۡ َ‫ف‬
Artinya: Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah mereka yang lebih
kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?" Sesungguhnya Kami telah
menciptakan mereka dari tanah liat.
Dari proses kejadian manusia pertama, Adam as., maka penciptaan manusia masih
tetap memiliki hubungan tidak langsung dengan tanah, sebagaimana firman Allah dalam
ayat berikut ini:

‫علَقَۃ ث ُ َّم‬ َ ‫ث فَ ِانَّا َخلَ ۡق ٰن ُک ۡم ِم ۡن ت ُ َراب ث ُ َّم ِم ۡن نُّ ۡطفَۃ ث ُ َّم ِم ۡن‬ ِ ۡ‫اس ا ِۡن ُک ۡنت ُ ۡم فِ ۡی َر ۡيب ِمنَ ۡالبَع‬ ُ َّ‫ٰٰۤياَيُّ َہا الن‬
ٰۤ
‫س ًّمی ث ُ َّم‬ َ ‫شا ْٓ ُء ا ِٰلی ا َ َجل ُّم‬
َ َ‫ک ۡمؕ َو نُ ِق ُّر فِی ۡاْلَ ۡر َح ِام َما ن‬ ُ َ‫ضغَۃ ُّمخَلَّقَۃ َّو غ َۡي ِر ُمخَلَّقَۃ ِلنُبَيِنَ ل‬ ۡ ‫ِم ۡن ُّم‬
ٰۤ
‫ک ۡم َّم ۡن يُّت َ َوفّٰی َو ِم ۡن ُک ۡم َّم ۡن ي َُّردُّ ا ِٰلی اَ ۡرذَ ِل ۡالعُ ُم ِر ِلک َۡي ًَل‬ ُ َ ‫ک ۡم ِط ۡف اًل ث ُ َّم ِلتَ ۡبلُغُ ٰۡۤوا ا‬
ُ ‫شدَّ ُک ۡم ۚ َو ِم ۡن‬ ُ ‫نُ ۡخ ِر ُج‬
ؕ‫َيعۡ لَ َم ِم ًۡۢن َبعۡ ِد ِع ۡلم ش َۡيئاا‬ ‫علَ ۡي َہا ۡال َما ْٓ َء ا ۡہت َ َّز ۡت َو َر َب ۡت َو‬
َ ‫امدَة ا فَ ِاذَ ٰۤا ا َ ۡنزَ ۡلنَا‬
ِ َ‫ض ہ‬ َ ‫َو ت َ َری ۡاْلَ ۡر‬
‫ا َ ًۡۢن َبت َ ۡت ِم ۡن ُک ِل زَ ۡو ٍۭج َب ِہ ۡيج‬
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka
(ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes
mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami
tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan,
kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur)
kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah..

11
Dalam Alquran dijelaskan bahwa manusia berasal dari sperma dan ovum,
kemudian secara bertahap menjadi darah, daging, tulang-tulang dan akhirnya menjadi
manusia yang utuh dan memiliki bentuk terbaik. Allah berfirman di dalam surah al-
Mu’min ayat 12 – 14:

‫طفَةا فِي َولَقَ ْد‬ ْ ُ‫)ث ُ َّم َج َع ْلنَاهُ ن‬١٢( ‫سًللَة ِم ْن ِطين‬ ُ ‫سانَ ِم ْن‬ َ ‫)ث ُ َّم َخلَ ْقنَا َخلَ ْقنَا اْل ْن‬١٣( ‫قَ َرار َم ِكين‬
َ‫علَقَةا فَ َخلَ ْقنَا ْال َعلَقَة‬
َ َ‫طفَة‬ ْ ُّ‫ام لَ ْح اما ث ُ َّم أ َ ْنشَأْنَاهُ الن‬
َ ‫ظ‬َ ‫س ْونَا ْال ِع‬ َ ‫ضغَةَ ِع‬
َ ‫ظا اما فَ َك‬ ْ ‫ضغَةا فَ َخلَ ْقنَا ْال ُم‬ْ ‫خ َْلقاا ُم‬
)١٤( َ‫س ُن ْالخَا ِلقِين‬ َ ‫َّللاُ أ َ ْح‬ َ َ‫آخ ََر َفتَب‬
َّ ‫ار َك‬
“ Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian
Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta
yang paling baik.” (QS Al – Mu’minun:12 – 14)
QS. al-Mu’minun ini menerangkan tentang proses penciptaan manusia yang sangat
unik. Proses penciptaan manusia diuraikan mulai unsur pertamanya, proses perkembangan
dan pertumbuhannya di dalam rahim, sehingga menjadi makhluk yang sempurna dan siap
lahir menjadi seorang anak manusia. Pada ayat 12, Allah Swt. menjelaskan bahwa manusia
diciptakan dari sari pati yang berasal dari tanah ( ‫س ٰلَلَة ِمن ِطين‬
ُ ). Selanjutnya, pada ayat 13,
dengan kekuasaan-Nya saripati yang berasal dari tanah itu dijadikan-Nya menjadi nuthfah
(air mani).
Dalam istilah biologi, air mani seorang laki-laki disebut sel sperma dan air mani
wanita disebut sel telur (ovum). Ketika keduanya bertemu dalam proses konsepsi atau
pembuahan, maka kemudian tersimpan dalam tempat yang kokoh yaitu rahim seorang
wanita.
Selanjutnya, pada ayat 14 dijelaskan ketika berada di dalam rahim seorang wanita
tersebut, selama kurun waktu tertentu (40 hari) nuthfah tersebut berkembang menjadi
’alaqah (segumpal darah), kemudian dalam kurun waktu tertentu pula (40 hari) ’alaqah
berubah menjadi mudghah (segumpal daging), lalu selama kurun waktu tertentu (40 hari)
berubah menjadi tulang-belulang yang terbungkus daging, dan akhirnya tumbuh dan

12
berkembang menjadi anak manusia, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut
(”kemudian Kami menjadikan dia makhluk yang berbentuk lain”).
Dalam teori biologi, dijelaskan bahwa manusia berasal dari pertemuan antara
sperma seorang laki-laki dengan sel telur (ovum) seorang wanita yang berlangsung di
dalam saluran oviduc pada saat ovulasi pada tubuh seorang wanita yang kemudian disebut
dengan pembuahan. Kemudian akan dihasilkan zygot yang bergerak ke dalam rahim lalu
menempel pada dinding rahim. Di dalam rahim, zygot akan berkembang menjadi embrio
kemudian menjadi janin. Dalam perkembangan berikutnya, janin siap lahir setelah melalui
masa tertentu. Selama di dalam rahim sampai lahir, asupan makanan diperoleh melalui
saluran yang menempel pada dinding rahim yang disebut plasenta. Gambaran yang
demikian telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut. Sebagai penguatan terhadap penjelasan
tersebut, Rasulullah Saw.
Dalam sebuah hadis beliau menjelaskan :

َّ ِ‫ع َّز َو َج َّل َو َّك َل ب‬


‫الر ِح ِم‬ َ َّ ‫سلَّ َم قَا َل إِ َّن‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ع ْن النَّبِي‬َ ‫ع ْن أَن َِس ب ِْن َما ِلك‬
َ
‫ي خ َْلقَهُ قَا َل أَذَ َك ٌر أ َ ْم‬َ ‫ض‬ ِ ‫ضغَةٌ فَإِذَا أ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْق‬ ْ ‫ب ُم‬ ِ ‫علَقَةٌ يَا َر‬ َ ‫ب‬ ِ ‫طفَةٌ يَا َر‬ْ ُ‫ب ن‬
ِ ‫َملَ اكا يَقُو ُل يَا َر‬
‫ط ِن أ ُ ِم ِه‬
ْ ‫ب ِفي َب‬ ُ َ ‫الر ْز ُق َو ْاأل َ َج ُل َفيُ ْكت‬ َ ‫ي أ َ ْم‬
ِ ‫س ِعيد ٌ َف َما‬ َ ‫أ ُ ْنثَى‬
ٌّ ‫ش ِق‬
Dari Anas bin Malik dari Nabi saw., beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala
menugaskan satu Malaikat dalam rahim seseorang. Malaikat itu berkata, ‘Ya Rabb,
(sekarang baru) sperma. Ya Rabb, segumpal darah!, Ya Rabb, segumpal daging! ‘ Maka
apabila Allah berkehendak menetapkan ciptaan-Nya, Malaikat itu bertanya, ‘Apakah laki-
laki atau wanita, celaka atau bahagia, bagaimana dengan rizki dan ajalnya? ‘ Maka
ditetapkanlah ketentuan takdirnya selagi berada dalam perut ibunya.”(HR. Bukhari)
Yang menjadi sangat menakjubkan adalah bahwa ketika al-Qur’an diturunkan,
pemahaman manusia terhadap proses kejadian manusia masih belum sampai pada
penggambaran yang sangat detail seperti yang digambarkan ayat-ayat tersebut. Namun, al-
Qur’an menggambarkannya dengan sedemikian detail dan gamblang. Bahkan Rasulullah
Saw. yang dikenal sebagai seorang Nabi yang ummi, justru bisa menjelaskan dalam hadis
di atas. Dan dalam era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua yang
digambarkan dalam ayat al-Qur’an dan kemudian dijelaskan lebih detail lagi oleh Nabi
Muhammad Saw. ternyata semuanya terbukti benar. Ini menunjukkan bahwa al-Qur’an
adalah benar-benar wahyu Allah Swt. Apa yang dikandung di dalamnya adalah kebenaran
hakiki dan bersifat mutlak (absolut). (Kemenag, 2014).

13
2. Al-ruh
Ruh adalah sesuatu yang tidak dapat didefinisikan dengan memuaskan, karena ruh
tidak terindera, bersifat spritual dan gaib. Allah mengatakan bahwa ruh manusia berasal
dari ruh – Nya (QS. al-Hijr; 29) yang tidak mungkin bisa diraba dengan akal pikiran,
walaupun akal memiliki potensi yang luar biasa. Oleh sebab itu manusia tidak akan pernah
bisa menjawab secara tepat apa substansi ruh dan dimana tempatnya bersemayam dalam
diri manusia. Ruh adalah sesuatu yang gaib yang mengandung kehidupan , sumber
petunjuk bagi jiwa, dan sumber keasadaran akal pikiran. Ia merupakan salah satu tanda
keagungan Allah yang paling besar. Ia merupakan misteri terbesar dalam kehidupan
manusia. Sesungguhnya ruh itu merupakan urusan Allah bukan kajian manusia, sebab ilmu
dan kapasitas akal tidak akan mampu memahami danmenjelaskannya dengan baik dan
memuaskan. Allah berfirman di dalam surah al – Isra’ ayat 85:

﴾٨٥﴿ ‫الرو ُح ِم ْن أَ ْم ِر َربِي َو َما أُوتِيتُم ِمن ْال ِع ْل ِم إِْلَّ قَ ِليًلا‬


ُّ ‫وح قُ ِل‬
ِ ‫الر‬ َ ‫َويَسْأَلُون ََك‬
ُّ ‫ع ِن‬
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".(QS. Al-Isra’ :
85)
Di dalam memahami sifat-sifat ruh, ada beberapa ulama dan para sarjana muslim
yang mencoba memahaminya dengan berpijak pada disiplin ilmunya masing-masing,
mereka di antaranya sebagai berikut: Al-Qayyim, dan Al-Razy dan Hadi berpendapat
bahwa ruh adalah suatu jisim (benda) yang sifatnya sangat halus dan tidak dapat diraba.
Ruh merupakan jisim nurani yang tinggi dan ringan, hidup dan selalu bergerak menembus
dan menjalar ke dalam setiap anggota tubuh bagaikan menjalarnya air dalam bunga mawar.
(Alqayyim, 1991)
3. Al – ‘aql
Akal dan hati adalah dimensi yang terpenting bagi manusia sesuatu yang paling
menonjol membedakan manusia dari makhluk lainnya adalah akal dan daya untuk
memahami. Diantara fungsi akal yang terpenting adalah alat untuk berfikir merupakan
karakteristik manusia yang paling khas. Dengan kemampuan itu manusia tidak hanya dapat
memahami pengalamannnya tetapi juga pengalaman orang lain serta memproyeksikan dan
menganalisa semua keinginan dan rencananya sebelum melakukan sesuatu.
Berpikir dan menganalisa adalah dua unsur yang inheren bagi akal manusia. akal
punya potensi besar untuk berpikir secara objektif, memecahkan segala problema,

14
mengambil hikmah dan sebagainya. Akal juga punya ptensi untuk mengantisipasi
hubungan antara problema dengan hikmah yang terkandung yang bersifat positif dan
negatif bagi kehidupan. Akal selalu aktif terhadap informasi yang diterimanya dan dapat
menganalisa informasi yang akurat dan tidak akurat. Akal adalah sentral kontrol manusia
yang paling penting dan berpengaruh. Tanpa akal manusia bukanlah manusia sebenarnya.
Dalam Islam, akal diakui sebagai salah satu sarana yang sangat penting bagi
manusia, bahkan diakui merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Alquran dan
Hadis yang diistilahkan dengan ijtihad. Meskipun akal mempunyai kedudukan dan posisi
yang sangat penting, namun akal bukan merupakan faktor utama yang dapat menjadikan
manusia menjadi makhluk yang paling baik dan mulia, sebab akal tidak dapat menentukan
dan menetapkan kebenaran tanpa adanya bimbingan syari’at (hukum agama) dan iman
yang bersumber dari hati (qalb). Akal mampu untuk mengetahui bahwa Tuhan itu ada,
namun akal tidak mampu mengantar manusia untuk merasa dekat dengan Tuhannya, yang
mampu mendekati Tuhan adalah rasa yang menggunakan qalb sebagai sarananya. Di
sampig itu, kebenaran yang diperoleh dari akal bersifat nisbi atau relatif sebagaimana yang
diakui oleh para ilmuwan dan filosof.
Ciri-ciri akal yaitu:
a. Secara Jasmaniyyah berkedudukan di otak (al-dimagh)
b. Daya yang dominan adalah kognisi (cipta) sehingga adanya intelektual
c. Mengikuti antara natur roh dan jasad
d. Potensinya bersifat istidhlaliyyah (argumentatif) dan aqliyah (logis) yang bersifat
rasional
e. Berkedudukan pada alam kesadaran manusia
f. Intinya isme-isme seperti : humanisme, kapitalisme, dan lain-lain.
g. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud jiwa yang labil (Nafs Allawwamah)
Qalbu (hati) merupakan perdana menteri dari sistem nafsani. Dialah yang
memimpin kerja jiwa manusia. Ia bisa memahami realita, ketika akal mengalami kesulitan.
Di dalam Qalbu ada berbagai kekuatan dan penyakit, seperti iman, cinta, dengki,
keberanian, kemarahan, kesombongan, kedamaian, kekufuran dan sebagainya. Qalbu
memiliki otoritas memutuskan suatu tindakan. Oleh karena itu, sesuatu yang disadari oleh
qalbu berimplikasi kepada pahala dan dosa. Sesuai dengan namanya, qalbu sering tidak
konsisten.

15
Menurut Ahmad dan Mujib, qalb adalah istilah dari al-nafs al-mutma’innah yang
digunakan di dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan salah satu unsur potensi rohani yang
dimiliki oleh manusia. Istilah qalb dapat dijumpai antara lain di dalam Al-Qur’an surah al-
Hajj/22: 46 sebagai berikut:

ٌ َ‫وب َي ْع ِقلُونَ ِب َها أ َ ْو آذ‬


‫ان َي ْس َمعُونَ ِب َها فَإِنَّ َها َْل‬ ٌ ُ‫ض فَت َ ُكونَ لَ ُه ْم قُل‬
ِ ‫األر‬ ْ ‫ِيروا فِي‬ ُ ‫أَفَلَ ْم َيس‬
)46(‫ُور‬ ِ ‫صد‬ ُّ ‫وب الَّتِي فِي ال‬ ُ ُ‫ار َولَ ِك ْن ت َ ْع َمى ْالقُل‬
ُ ‫ص‬َ ‫ت َ ْع َمى األ ْب‬
Artinya: “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. al-Hajj : 46).
Di samping Al-Qur’an surah al-Hajj ayat 46 di atas dapat pula dijumpai pada Hadis
Rasulullah saw sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:

‫فى الجسد مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله اْل وهي القلب‬
‫ان‬
Artinya:
"Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik
maka baik pula semua tubuhnya, dan jika ia rusak maka rusak pula semua tubuhnya,
ingatlah! Itulah yang dinamakan hati atau al-qalb"
Kata Qalb ditransfer kedalam Bahasa Indonesia menjadi kalbu yang berarti
hatinurani. Kata qalb secara harfiah berarti berubah-rubah atau berbolak-balik, disebut
demikian karena ia berpotensi untuk berbolak-balik, umpamanya dari perasaan senang
menjadi susah, cinta menjadi benci, dari menerima menjadi menolak, dan sebagainya. Qalb
mempunyai nama-nama lain sesuai dengan aktivitasnya, ia dinamakan pula sebagai dhomir
karena sifatnya yang tersembunyi, dinamakan fu’ad karena merupakan tumpuan tanggung
jawab manusia, dan dinamakan siir karena bertempat pada tempat yang rahasia dan
sebagai muara bagi rahasia manusia. ( Al irsyad al nafs, 2015)
4. Al – nafs
Nafsu adalah sesuatu yang sukar untuk dijelaskan dengan memuaskan. Alquran
sendiri sangat beragam memberikan informasi tentang nafsu. Misalnya, nafsu dikatakan
sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku.

16
Manusia memiliki potensi nafu untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Sebagaimana
firman Allah dalam surah berikut:

َ ‫) فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬7( ‫س َّواهَا‬


)8( ‫ورهَا َوت َ ْق َواهَا‬ َ ‫َونَ ْفس َو َما‬
“Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaanny”. (Q. S. al-Syams [91]: 7-8).
Namun demikian, secara umum dapat digeneralisasikan bahwa nafsu dalam
konteks pembicaraan manusia menunjuk kepada dimensi batin yang berpotensi untuk
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan sekaligus. Nafsu al-lawwamah
adalah nafsu yang menyesal disebabkan keburukan yang dilakukannya didunia. Dalam
nafsu ini bergumul antara kebaikan dan kejahatan yang saling menghimpit mengalahkan.
Pada suatu saat ia melakukan kebaikan, tetapi pada saat yang lain ia mengerjakan
kejahatan. Nafsu ini terus mengalami pergolakan antara dua sisi, baik dan buruk yang
akhirnya di Hari Akhirat ia termasuk nafsu yang frustasi.
Al-Nafs al-ammarah merupakan karakter nafsu yang sangat lemah, ia diliputi oleh
hal – hal yang bersifat negatif dan keburukan-keburukan seperti suka kepada duniawi
secara ekstrim, kesombongan, kemurkaan, egois, dan sifat – sifat tercela lainnya.
Sementara itu al-nafs al-mutma’innah adalah nafsu yang cenderung kepada hal-hal yang
baik dan positif dengan memperlihatkan gejala – gejala normal terkendali pada perilaku
yang diekspresikan manusia. Nafsu ini senantiasa berusaha untuk mencapai derajat yang
tinggi dan mulia yang diridhai Allah. Inilah nafsu ideal khalifah Allah mengelola bumi.

َ ‫س ْم ِع ِه َوقَ ْلبِ ِه َو َجعَ َل‬


َ َ‫علَى ب‬
‫ص ِر ِه‬ َ ‫علَى ِع ْلم َو َخت َ َم‬
َ ‫علَى‬ َّ ُ‫ضلَّه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ َ ‫ْت َم ِن ات َّ َخذَ إِلَ َههُ ه ََواهُ َوأ‬ َ ‫أَفَ َرأَي‬
)23( َ‫َّللاِ أَفًَل تَذَ َّك ُرون‬
َّ ‫َاوة ا فَ َم ْن َي ْهدِي ِه ِم ْن َب ْع ِد‬
َ ‫ِغش‬

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. al-Jaatsiyah/45: 23)
Surah al-Jaatsiyah ayat 23 di atas menjelaskan bahwa jika seseorang selalu
memperturutkan hawa nafsunya, maka mata hatinya (qalb) serta penglihatannya (‘aql)
akan tertutup, orang tersebut akan tersesat karena tidak mampu lagi membedakan antara

17
yang baik dan yang buruk, atau antara yang benar dan yang salah. Keterangan lain yang
menyatakan bahwa nafsu cenderung membawa dan mendorong manusia kedalam
kesesatan dapat dilihat antara lain pada surah Maryam ayat 59, surah Thaha ayat 16, surah
al Qashash ayat 50, dan surah Shaad ayat 26.
Ciri-ciri hawa nafsu yaitu:
a. Secara jasmaniyyah terdapat di perut dan alat kelamin
b. Daya yang dominan adalah konarsi (karsa) atau psikomotorik
c. Mengikuti natur ajsad yang hayawaniyyah baik jinak maupun buas (bahimiyyah
dan subu‟iyyah)
d. Bersifat hisiyyah (indrawi) yang sifatnya empiris
e. Kedudukannya terdapat pada alam pra/bawah sadar manusia
f. Intinya adalah produktivitas, kreativitas dan komsumtif
g. Apabila mendominasi jiwa maka akan terwujud nafs al-ammarah.48

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Terdapat empat dimensi kemanusiaan yang yaitu al – jasad, al-ruh, al-‘aql dan al-
nafs. Dalam Al-Qur’an terdapat 4 kata atau istilah yang digunakan untuk menunjukkan
manusia. Pertama, kata ins yang kemudian membentuk kata insan dan unas. Kata “insan”
diambil dari kata “uns” yang mempunyai arti jinak, tidak liar, senang hati, tampak atau
terlihat. Substansi manusia terdiri atas jasad dan ruh, tanpa memasukkan nafs. Masing-
masing yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan jasad tanpa ruh
merupakan substansi yang mati, sedang ruh tanpa jasad tidak dapat teraktualisasi.
Karena saling membutuhkan maka diperlukan yang dapat menampung kedua natur
yang berlawanan, yang dalam terminology psikologi Islam disebut dengan nafs. Al-Qur’an
mengisyaratkan pergulatan psikologis yang dialami oleh manusia, yakni antara
kecenderungan pada kesenangan-kesenangan jasmani dan kecenderungan pada godaan-
godaan kehidupan duniawi. Jadi, sangat alamiah bahwa pembawaan manusia tersebut
terkandung adanya pergulatan antara kebaikan dan keburukan, antara keutamaan dan
kehinaan, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi pergulatan antara aspek material dan
aspek spiritual pada manusia tersebut dibutuhkan solusi yang baik, yakni dengan
menciptakan keselarasan di antara keduanya.

3.2 Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Irsyad Al-Nafs, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam Volume 2, Nomor 1 Desember

2015 : 93-115

Al-Qayyim, Ruh. Terjemahan Syed Ahmad Semait. (Singapore: Pustaka Nasional Ltd,

1991).

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989).

Kemenag. 2014. Al-Quran dan Hadist Untuk Kelas X SMA. Jakarta : Kemenag

Khasinah, Siti. (2013). Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat. Jurnal

Ilmiah DIDAKTIKA. 13 (2): 296-317

Kurniawati, Eka dan Nurhasanah Bakhtiar. (2018). Manusia Menurut Konsep Al-Qur`an

dan Sains. Journal of Natural Science and Integration. 1(1) : 78-94

Marzuki. 2012. Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama Islam.

Yogyakarta: Ombak

Mujib, A. 1999. Fitrah & Kepribadian Islam: Sebuah pendekatan psikologis. Jakarta:

Darul Falah

Tarmizi. 2018. Bimbingan Konseling Islam. Medan: Perdana Publishing

Shihab, M. Quraish, 2006, Tafsir Al – Misbah, pesan kesan dan keserasian Al – Quran,

Volume 1. Jakarta:Lentera Hati

Shihab, M. Quraish. 1999. Wawasan Al – Quran; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai

Persoalan Umat. Bandung : Mizan

St. Rahmatiah, 2015, Konsep Manusia Menurut Islam, Volume 2, Nomor 1. Makassar

You might also like