You are on page 1of 89

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA INSISI


ANTARA OLESAN GEL LIDAH BUAYA (aloe vera) DAN
OLESAN EKSTRAK ETANOLIK RIMPANG KUNYIT
(curcuma longa linn.) PADA TIKUS PUTIH (rattus norvegicus)
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh
Yuri Sadewo
20100310027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013

i
PENGESAHAN KTI

PERBEDAAN KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA INSISI ANTARA


OLESAN GEL LIDAH BUAYA (aloe vera) DAN OLESAN EKSTRAK
ETANOL RIMPANG KUNYIT (curcuma longa linn.) PADA TIKUS PUTIH
(rattus norvegicus)

Disusun oleh:
Yuri Sadewo
20100310027

Telah diseminarkan pada tanggal 16 Januari 2014

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. Ardi Pramono, Sp.An.,M.Kes dr. Ratna Indriawati M.Kes

NIK. 19691213199807 173 031 NIK. 19720820200101 173 038

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes

NIK. 19711028199709 173 027

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yuri Sadewo

NIM : 20100310027

Program Studi : S. 1 Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Judul : Perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi antara olesan gel

lidah buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak etanol rimpang kunyit (curcuma longa

linn.) pada tikus putih (rattus norvegicus)

Menyatakan dengan ini sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang

penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka

di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, Januari 2014

Yang membuat pernyataan,

Yuri Sadewo

iii
HALAMAN MOTTO

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segunmpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan
Qalam. Dialah yang mengajar manusia segala yang belum diketahui”

(Q.S Al-‘Alaq 1-5).

“Hai anak Adam, infaklah (nafkahkanlah hartamu), niscaya Aku memberikan nafkah
kepadamu.”

(HR. MUSLIMIN)

“Setiap orang punya jatah gagal, Habiskan jatah gagalmu ketika kamu masih muda.”

(DAHLAN ISKAN)

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini penulis persembahkan dengan sepenuh cinta kepada:

Mama tersayang, Lasiyati


yang telah membesarkan penulis dengan segala cinta dan kasih saying serta
kesabaran, pengorbanan, dukungan, dan do’a untuk penulis.

Ayah tersayang, Rahmad Wahyudi


yang telah membesarkan penulis dengan segala cinta dan kasih saying serta
kesabaran, pengorbanan, dukungan, dan do’a untuk penulis.

Adik saya, Seno Adi Wicaksono & Devi Rahma Anggraeni


yang dengan cinta dan kasih sayangnya memberikan semangat untuk menjadi
lebih baik.

v
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rab segala pengetahuan atas berkat rahmat
dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyusun proposal karya tulis ilmiah
ini. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi
antara olesan gel lidah buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak etanol rimpang kunyit
(curcuma longa linn.) pada tikus putih (rattus norvegicus).”

Karya tulis ilmiah ini di kembangkan dalam rangka memenuhi salah satu
tugas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Selama penyusunan, pelaksanaan, penelitian, dan penyelesaian karya tulis


ini telah banyak melibatkan pihak-pihak yang berjasa, baik dalam bentuk
pengarahan, bimbingan, dorongan, semangat, bantuan moral dan material,
maupun do’a. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan Ridho, Rahmat, Taufik, dan Hidayah-
NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Pembimbing KTI yang dengan
penuh kesabaran telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi
dalam penyusunan dan pelaksanaan penelitian hingga dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. dr. Ratna Indriawati, M.Kes selaku Penguji Seminar Proposal Karya Tulis
Ilmiah dan Sidang Hasil Karya Tulis Ilmiah yang dengan penuh ketelitian
mengoreksi dan memberikan masukkan untuk Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi bekal ilmu kepada
penulis dan seluruh staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

vi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas bantuan yang diberikan
selama proses perkuliahan.
6. Pihak Laboratorium Penelitian FKIK UMY Yogyakarta, Mas Topan dan
Mbak Linggar atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan
penelitian.
7. Pihak Laboratorium Hewan Uji FKIK UMY Yogyakarta, Mas Eko atas
bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian.
8. Orang-orang tercinta dan tersayang penulis, Mama dan Ayah.
9. Seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan do’a, nasehat,
motivasi, cinta, dan kasih sayang yang tak henti-hentinya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
10. Teman-teman satu bimbingan, Wahid Nur Arifin, Rheza Tuzaka, Jovita
Desi, Ayu Mareta dan Nurul Alia atas kerja keras kita bersama selama ini
sehingga kita semua dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
11. Nurul Rohmawati, yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan
semangat ketika penulis lelah, serta mendengarkan setiap keluhan penulis
selama ini.
12. Seno Adi Wicaksono yang telah membantu penulis serta teman-teman lain
dalam pelaksanaan penelitian sehingga dapat terlaksana dengan baik dan
lancar.
13. Teman setia Arif kurniawan, Sadar santoso, Tika nur eka, Khofi khafizah,
& Nindya Puspita Tsani.
14. Teman-teman angkatan 2010, sebagai teman seperjuangan terimakasih
atas dukungan dan kebersamaannya.
15. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini yang
telah membantu sehingga terselesaikan karya tulis ilmiah ini.

Semoga Allah SWT selalu senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah


Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam Karya Tulis Ilmiah.

vii
Penulis dengan sepenuhnya menyadari, bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh
dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan baik dari segi isi ataupun
penulisannya, namun dengan segala kemampuan yang ada penulis berusaha
menyusun Karya Tulis Ilmiah ini dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua
dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama kedokteran.

Amin.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Yogyakarta, 2013

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv


HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
INTISARI............................................................................................................. xiii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 6
D. Manfaat penelitian .................................................................................................. 6
E. Keaslian penelitian .................................................................................................. 7
BAB II ................................................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 10
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 10
1. Luka .................................................................................................................. 10
2. Lidah buaya ....................................................................................................... 23
3. Kunyit (Curcuma Longa) .................................................................................. 30
B. Kerangka Konsep .................................................................................................. 35
C. Hipotesis ............................................................................................................... 35
BAB III ................................................................................................................. 36
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 36
A. Desain Penelitian .................................................................................................. 36
B. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................ 36
C. Lokasi dan Waktu penelitian................................................................................. 39
D. Variabel Penelitian ................................................................................................ 39

ix
E. Definisi operasional .............................................................................................. 39
F. Alat dan bahan penelitian...................................................................................... 42
G. Jalannya penelitian ................................................................................................ 42
H. Uji validitas dan reliabilitas .................................................................................. 48
I. Analisis data .......................................................................................................... 49
BAB IV ................................................................................................................. 50
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 50
A. Hasil Penelitian ..................................................................................................... 50
B. PEMBAHASAN ................................................................................................... 56
BAB V................................................................................................................... 64
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 64
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 64
B. Saran ................................................................................................................. 64
C. Kekuatan penelitian .......................................................................................... 65
D. Kelemahan penelitian ....................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN .......................................................................................................... 70

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan zat aktif lidah buaya (Hamman, 2008).......................28

Tabel 2. Rerata proses kesembuhan luka insisi....................................52

Tabel. 3 Waktu kesembuhan luka.......................................................56

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Tanaman lidah buaya (aloe vera)..................................................24

Gambar 2. Skema representasi dari struktur gel daun lidah buaya dan

komponennya................................................................................................27

Gambar 3. Struktur kimia kurkumin.............................................................33

Gambar 4. Grafik proses Penyembuhan Luka..................................... ........53

Gambar 5. Grafik tingkat kesembuhan luka berdasarkan wound base.........54

Gambar 6. Grafik tingkat kesembuhan luka berdasarkan luas luka.............55

xii
INTISARI

Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika
kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.
Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh
kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana
sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara
normal. Beberapa tumbuhan obat yang dapat digunakan dalam proses
penyembuhan luka seperti gel lidah buaya dan rimpang kunyit. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbedaan kecepatan kesembuhan pada luka insisi
yang diolesi gel lidah buaya, ekstrak etanolik rimpang kunyit dan povidone iodine
sebagai kelompok kontrol pada tikus putih.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental pada hewan coba
yaitu tikus putih sebanyak 15 ekor, usia 3-4 bulan dan berat 150-250 gram. Tikus
putih dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok gel lidah buaya, kelompok
ekstrak etanolik rimpang kunyit, dan kelompok kontrol. Luka insisi sepanjang 2
cm dan kedalaman 2 mm dibuat secara bersih mengunakan pisau bedah.
Pengamatan fase penyembuhan luka secara makroskopis dengan skoring untuk
mengetahui proses penyembuhan luka, di ukur menggunakan pengaris untuk
mengetahui luas luka. Hasil pengamatan dianalisis dengan uji statistic
nonparametic krusskal wallis dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan
dengan uji mann-whitney Test,
Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata waktu sembuh luka sayat
dengan olesan gel lidah buaya memiliki waktu sembuh paling cepat yaitu selama
10,60  0,894 hari, ekstrak etanolik rimpang kunyit 11,20  1,304 hari dan
kelompok kontrol13,00  0,707 hari. Hasil uji beda lama waktu kesembuhan
luka antara ketiga variable adalah 0,007 dan hasil man whitney tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok gel lidah buaya dan ekstrak etanolik
rimpang kunyit dengan nilai p=0,174. Berdasarkan hasil yang dicapai dapat
disimpulkan bahwa gel lidah buaya pada kesembuhan luka sayat lebih cepat
dibandingkan dengan kelompok ekstrak etanolik rimpang kunyit dan kelompok
kontrol.

Kata Kunci:Luka insisi, Lidah buaya, Rimpang kunyit, Fase penyembuhan.

xiii
Abstract

Wound is skin integrity damage that happened when the skin influenced by
temperature or pH, chemistry substance, rubbing, pressure trauma, and radiation.
Wound healing is influenced by cell regeneration until the body’s function back to
normal, it showed by cells response and sign, which have normal interaction so it
can do the jobs, and function normally. Some herbal medicine can used on wound
healing process such as aloevera gel and curcuma. The aim of this study is to
know the celerity difference in wound healing process in incision wound which
smeared by aloevera gel, curcuma etanolic extract, and povidone iodine as a
control group in white mice.
This study is a true experimental in 15 white mice, the age between 3-4
month and weight 150-250 gram, were randomly assigned into 3 groups, aloevera
gel group, curcuma etanolic extraxt group, and control group. Incision wound is
made by scalpel, the length was 2 cm and the depth was 2 mm. The macroscopical
observation of wound healing is using scoring system to know wound healing
process and measured by ruler to know the wound wide. The result will analized
by nonparametric statistic test krusskal wallis with 95% confidence interval and
continued by man whitney test.

The study shows that the fastest wound healing process is by aloevera gel,
10,60  0,894 days, curcuma etanolic extraxt is 11,20  1,304 days, and control
group is 13,00  0,707 days. The result of difference celerity in wound healing
process between all variable is 0,007 and man whitney shows there is an
insignificant difference between aloevera gel group and curcuma etanolic extract
(p=0,174). From the result above shows that aloevera gel group is faster than
curcuma etanolic extract group and control group in wound healing process

Keyword: Incision wound, Aloevera, curcuma, wound healing process

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang,

baik dengan tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka adalah

hilangnya atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat

disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. (Sjamsuhidajat &

Jong, 2004). Tembayong (2000) berpendapat bahwa luka adalah rusak

atau terputusnya keutuhan jaringan yang disebabkan cara fisik atau

mekanik. Setiap luka menimbulkan peradangan yang merupakan reaksi

tubuh terhadap cidera. Dengan banyaknya kejadian luka, pengetahuan

tentang penyembuhan dan manajemen luka menjadi sangat diperlukan

dalam praktik kedokteran.

Proses penyembuhan luka yang kemudian terjadi pada jaringan

yang rusak dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase poliferasi

dan fase penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodeling)

jaringan (Sjamsuhidajat & Jong, 2004). Wound healing (penyembuhan

luka) merupakan proses perbaikan atau rekonstitusi dari suatu defek pada

organ atau jaringan yang sangat kompleks dan dinamis serta tidak terbatas

hanya pada lokasi luka tersebut, tapi juga mempengaruhi keseluruhan

sistem organ dalam tubuh, baik dalam tingkatan fisik, seluler, maupun

1
2

molekuler (Barbul A et al.,2006). Trauma atau kausa lain yang

menyebabkan terjadinya luka akan mengaktivasi proses sistemik yang

merubah keadaan fisiologis tubuh, tanpa memperhatikan lokasi luka serta

menimbulkan proses metabolik dan seluler yang saling mempengaruhi.

Proses penyembuhan luka mengikuti suatu pola yang dapat dibagi

berdasarkan populasi seluler dan aktivitas biokimia menjadi: fase

inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling. Semua jenis luka perlu

melewati ketiga fase tersebut untuk dapat mengembalikan integritas

jaringan. Dari perspektif tersebut, respon terhadap jejas merupakan proses

fisiologis yang sangat kompleks dalam tubuh manusia. Pentingnya

penanganan luka secara optimal telah mendorong berkembang pesatnya

ilmu tentang luka, penyembuhan, dan penanganan luka (Galiano, et al.,

2007).

Penyembuhan luka sangat diperlukan untuk mendapatkan kembali

jaringan tubuh yang utuh. Beberapa faktor yang berperan dalam

mempercepat penyembuhan, yaitu faktor internal (dari dalam tubuh) dan

faktor eksternal (dari luar tubuh). Faktor eksternal yang dapat

mempercepat penyembuhan luka dan yaitu dengan cara irigasi luka

menggunakan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dan penggunaan obat-obatan

sintetik dan alami (Adam & Alexander, 2008).

Pada zaman modern, sudah banyak yang di pelajari tentang proses

penyembuhan luka dan beberapa faktor yang menghalanginya. Obat herbal

yang sering digunakan oleh masyarakat untuk menyembuhkan luka adalah


3

kunyit (curcuma longa). Obat tradisional adalah media pengobatan dengan

menggunakan bahan–bahan alamiah dari tumbuhan sebagai bahan baku

(Cruse dan Mc Phedran, 1995).

Kunyit (curcuma longa) merupakan salah satu tanaman obat yang

memiliki manfaat dan penggunaannya cukup banyak seperti pada

penyembuhan pada luka, pada sakit lambung (maag) dan obat herbal pada

kanker. Senyawa utama yang terkandung dalam rimpang kunyit adalah

minyak atsiri dan kurkuminoid. Minyak atsiri mengandung senyawa

seskuiterpen alcohol, turmeron, dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid

mengandung senyawa kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang

meliputi desmetoksi-kurkumin dan bidesmetoksi-kurkumin. Kurkumin

mempunyai efek antiinflamasi, anti tumor prometer, antioksidan,

antimikroba, antiradang dan antivirus. Selain itu kurkumin pada kunyit

juga berperan dalam meningkatkan sistem imunitas tubuh (Ide, 2011).

Hasil penelitian Baiq (2011), menunjukan bahwa luka yang diberi olesan

kunyit lebih cepat sembuh dari pada dengan menggunakan povidone

iodine.

Obat tradisional kembali populer dipilih sebagai obat untuk

menyembuhkan berbagai penyakit karena disamping harganya terjangkau,

tanpa efek samping juga khasiatnya cukup menjanjikan. Selain

menggunakan kunyit salah satu tanaman obat yang digunakan dalam

penyembuhan luka adalah aloe vera atau lazim disebut lidah buaya. Sejak

berabad-abad yang lampau orang sudah mengenal lidah buaya sebagai


4

obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, mulai dari obat untuk kulit,

penyubur rambut, dan pencahar (Setiani & Sar, 2010).

Firman Allah Swt yang terkandung dalam surat An Nahl ayat 11

menjelaskan mengenai tumbuhan yang bermanfaat :

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;

zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi

kaum yang memikirkan.” (Q.S. an Nahl : 11)

Berdasarkan ayat tersebut Shihab (2002) menjelaskan bahwa Allah Swt

telah menubuhkan tanaman tanaman dari yang cepat layu sampai dengan

yang paling panjang usianya dan paling banyak manfaatnya. Allah Swt

menumbuhkan zaitun yang paling panjang usianya demikian juga kurma

yang dapat dimakan mentah ataupun matang dan juga anggur yang dapat

dijadikan makanan yang halal atau minuman yang haram.

Tanaman lidah buaya (aloe vera) merupakan tanaman yang

ditumbuhkan dibumi dan mempunyai manfaat yang tidak semua orang

mengetahui sebagaimana yang telah tertera dalam ayat al quran tersebut.

Tanaman lidah buaya dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Obat itu

menjadi rahmat dan keutamaan dari-Nya untuk hamba-hamba-Nya baik


5

yang mukmin ataupun yang kafir (Mubarok,2007). Rasulullah SAW

bersabda : “Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian karena tidaklah

Allah Azza wa jalla menimpakan suatu macam penyakit kecuali dia

ciptakan obat untuknya, kecuali satu macam penyakit.” Meraka bertanya :

“Apa penyakit itu?” jawab beliau: “Penyakit tua (pikun)”. (H.R.Ahmad,

Ibnu Majah, Abu Daud & At-Tirmidzi). Lidah buaya (Aloe vera)

merupakan tanaman yang banyak dikembangkan dan digunakan untuk

pengobatan, salah satunya untuk penyembuhan luka (Kalangi & Sonny,

2007). Oleh karena itu, perlu penelitian pendukung agar potensinya bisa

digunakan untuk pengobatan. Lidah buaya memiliki beberapa nutrisi yang

ikut berperan dalam proses penyembuhan luka. Berdasarkan beberapa

hasil penelitian, Lidah buaya mengandung zat aktif manosa, glukomannan,

asam krisofandan Acetylated mannose (acemannan). Acemannan

berfungsi sebagai imunostimulator yang meningkatkan respon imun Th1

sebagai pertahanan terhadap patogen intraseluler seperti virus, bakteri dan

parasit yang berfungsi sebagai antibiotik (Wiedosari, 2007).

Cairan lidah buaya mengandung unsur utama, yaitu aloin, emodin,

gum dan unsur lain seperti minyak atsiri. Lidah buaya juga mengandung

aloin merupakan bahan aktif yang bersifat sebagai antiseptik dan

antibiotik. Senyawa aloin merupakan kondensasi dari aloe emodin dengan

glukosa. Senyawa aloin tersebut bermanfaat untuk mengatasi berbagai

macam penyakit seperti demam, sakit mata, tumor, penyakit kulit dan obat

pencahar (Setiabudi, 2009). Berkaitan dengan uraian di atas, mendorong


6

peneliti untuk mengetahui perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi

dengan olesan gel lidah buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak etanol

rimpang kunyit (curcuma longa linn.) pada tikus putih (rattus norvegicus).

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi

antara olesan gel lidah buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak etanol

rimpang kunyit (curcuma longa linn.) pada tikus putih (rattus norvegicus).

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diketahuinya perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi antara

olesan gel lidah buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak etanol rimpang

kunyit (curcuma longa linn.) pada tikus putih (rattus norvegicus).

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui waktu kesembuhan luka insisi kelompok tikus putih yang

diolesi gel lidah buaya (aloe vera) dan yang diolesi ekstrak etanol

rimpang kunyit (curcuma longa linn).

b. Diketahui perbedaan waktu kesembuhan luka insisi pada tikus putih

pada berbagai perlakuan atau kelompok.

D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Peneliti

Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang perbedaan kecepatan


7

proses perawatan luka dengan mengunakan olesan gel lidah buaya (aloe

vera) dengan ekstrak etanol rimpang kunyit (curcuma longa linn).

2. Praktek kedokteran

Mengembangkan ilmu kedokteran profesional khusunya dalam proses

perawatan luka insisi dengan mengunakan gel lidah buaya (aloe vera)

dan ekstrak etanol rimpang kunyit (curcuma longa linn).

3. Masyarakat atau pasien

Memberikan informasi tentang manfaat perbedaan tentang kecepatan

perawatan luka insisi dengan penggunaan gel lidah buaya (aloe vera)

dan ekstrak etanol rimpang kunyit (curcuma longa linn) dan sebagai

salah satu pengobatan alternatif dalam proses perawatan luka insisi.

4. Rumah sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan pertimbangan dalam

proses perawatan luka.

5. Penelitian lain

Menjadi bahan referensi untuk dapat dikembangkan dalam penelitian

selanjutnya.

E. Keaslian penelitian

Bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan, adapun penelitian yang

telah dilakukan adalah :

1. Tenny Setiani, et al. (2010) penelitian berjudul “Penerapan

penggunaan daun lidah buaya (aloe vera) untuk pengobatan


8

stomatitis aftosa (sariawan) di desa Ciburial Kecamatan

Cimenyan Kabupaten Bandung” menerangkan bahwa mengapa

lidah buaya dipercaya memiliki peran dalam mempercepat proses

penyembuhan stomatitis aphtous ini karena lidah buaya banyak

mengandung zat-zat yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan

stomatitis aphtous diantaranya enzyme bradykinase dan

karboxypeptidase sebagai anti virus, Aloctin A dan tannin sebagai

anti inflamasi, kemudian mengandung vitamin Bl, B2, B6, C,

mineral, asam amino, asam folat dan zat-zat lainnya yang penting

dalam proses penyembuhan lesi stomatitis aphtous yang bekerja

melakukan reepitelisasi.

2. Erlandha, (2011) penelitian berjudul “perbedaan waktu

penyembuhan luka insisi pada tikus putih antara perasan daun

lamtoro (leucaena leucocephala) dan betadin (povidone

iodine)”. Penelitian ini menggunakan intervensi olesan perasan

daun lamtoro yang dibandingkan dengan povidone iodine terhadap

luka pada tikus putih, dan dinilai perbedaan kecepatan

kesembuhannya terhadap luka yang dibuat pada tikus putih.

Hasilnya daun lamtoro terbukti lebih cepat dalam menyembuhkan

luka, dan terdapat perbedaan yang signifikan pada penelitian

tersebut. Persamaan dengan penelitian berjudul “Perbedaan

kecepatan kesembuhan luka insisi antara olesan gel lidah

buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak etanol rimpang kunyit


9

(curcuma longa linn.) pada tikus putih (rattus norvegicus)”

adalah jenis luka. Perbedaan adalah pada variable terkait yaitu

menggunkan daun lamtoro, sedangkan penelitian ini menggunakan

aloe vera.

3. Baiq, (2011) Penelitian berjudul “Perbedaan kecepatan

kesembuhan luka insisi dengan pemberian olesan kunyit

(curcuma longa) dan povidone iodine pada tikus putih”

Penelitian ini menggunakan intervensi olesan kunyit yang

dibandingkan dengan povidone iodine terhadap luka pada tikus

putih, dan dinilai perbedaan kecepatan kesembuhannya terhadap

luka yang dibuat pada tikus putih. Hasilnya kunyit terbukti lebih

cepat dalam menyembuhkan luka, dan terdapat perbedaan yang

signifikan pada penelitian tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Luka

a. Definisi Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang

disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat &

Jong, 2004). Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan (Barbul &

Efron, 2010). Menurut Fletcher (2008) bahwa luka dibagi dalam jenis

luka akut dan luka kronik. Luka akut merupakan kondisi rusaknya

jaringan oleh trauma. Penyebabnya mungkin disengaja, seperti pada luka

bedah, atau disebabkan karena kecelakaan, terkena benda tumpul,

proyektil, panas, listrik, bahan kimia atau gesekan. Luka akut diharapkan

mengalami penyembuhan melalui tahapan penyembuhan normal

(Fletcher, 2008). Luka kronis merupakan kondisi kegagalan jaringan

dalam menanggapi proses pengobatan yang diharapkan, sehingga

melebihi jangka waktu penyembuhan normal (4 minggu) dan terjebak

dalam fase inflamasi. Luka kronis dikaitkan dengan adanya faktor

intrinsik dan ekstrinsik termasuk obat-obatan, gizi buruk, penyakit

penyerta (Fletcher, 2008).

10
11

Menurut Brunner & suddarth (2001) ketika luka timbul, beberapa

efek akan muncul :

1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2) Respon stres simpatis

3) Perdarahan dan pembekuan darah

4) Kontaminasi bakteri

5) Kematian sel

b. Penyebab terjadinya luka

Menurut Karakata & Bachsinar (1995) ada beberapa penyebab

terjadinya luka pada kulit dan hal ini berpengaruh pada jenis luka, efek

yang ditimbulkan maupun cara pengobatanya. Luka dapat disebabkan

oleh berbagai hal yaitu:

1) Trauma mekanis yang desebabakan karena tergesek, terpotong,

terpukul, tertusuk, terbentur dan terjepit.

2) Trauma elektris dengan penyebab cedera karena listrik dan petir.

3) Trauma termis disebabkan oleh panas dan dingin.

4) Trauma kimia disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa

serta zat iritatif dan korosif lainya.

c. Jenis – jenis luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara

mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Brunner &

suddarth, 2001).

1) Berdasarkan tingkat kontaminasi


12

a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang

mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada

sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.

Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika

diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal: Jackson – Pratt).

Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi),

merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,

pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,

kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi

luka adalah 3% - 11%.

c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka

terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan

kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari

saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,

inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu

terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2) Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu

luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan

kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.


13

Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi,

blister atau lubang yang dangkal.

c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit

keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan

yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan

yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,

dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara

klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa

merusak jaringan sekitarnya.

d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan

otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang

luas.

3) Berdasarkan waktu penyembuhan :

a) Luka akut (Acute Wound) yaitu luka dengan masa penyembuhan

sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

b) Luka kronis (Chronic Wound) yaitu luka yang mengalami

kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor

eksogen dan endogen.

d. Mekanisme terjadinya luka :

Menurut Brunner & suddarth (2001) mekanisme luka terbagi sebagai

berikut:

1) Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen

yang tajam. Misalnya yang terjadi akibat pembedahan. Luka


14

bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh

pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).

2) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh

suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan

lunak, perdarahan dan bengkak.

3) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan

dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

4) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti

peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang

kecil.

5) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam

seperti oleh kaca atau oleh kawat.

6) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus

organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya

kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

7) Luka Bakar (Combustio)

e. Penyembuhan luka

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak adalah

penyembuhan luka (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).

1) Fase penyembuhan luka

Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2004) fase penyembuhan luka

terbagi dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, poliferasi dan


15

penyudahan yang merupakan perupaan kembali jaringan

(remodelling).

a) Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-

kira hari ke lima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan

menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha

menghentikannya dengan vasokontiksi, pengerutan ujung

pembuluh darah yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis.

Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh

darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang terbentuk,

membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan

histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

eksudasi, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan

pembengkakan.

Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit

menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka

karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik

yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan

monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan

kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase

leban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka

hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.


16

b) Fase poliferasi

Fase poliferasi atau juga disebut fase fibroplasia. Fase ini

berlangsung pada dari akhir fase inflamasi sampai kira kira akhir

minggu ketiga. Fibroblas berasal dari sel masenkim yang belum

berdiferensiasi, menghasikan mokupolisakarida, asam aminoglisin,

dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan

mempertautkan tepi luka.

Pada fase poliferasi, serat-serat dibentuk dan dihancurkan

kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang

cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil

miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada fase ini,

kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya,

dalam proses penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah

karena ikatan intramolekul dan antarmolekul.

Pada fase fibroplasia, luka dipenuhi sel radang, fibroblas, dan

kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan

permukaan yang berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi

luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah

mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru

yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke

arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah

epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.

Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan


17

pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah

proses pemtangan dalam fase penyudahan.

c) Fase penyudahan

Fase penyudahan terjadi proses pematangan yang terdiri atas

penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai

dengan gaya grafitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan

yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan

dan dinyatakan berakhir jika semua tanda radang sudah tidak

muncul. Udem dan sel radang diserap kembali, kolagen yang

berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan

yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat,

tipis, dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase

ini perupaan kulit mampu menahan regangan kira-kira 80%

kemampuan kulit normal.

2) Klasifikasi penyembuhan luka

Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2004) terbagi menjadi 2 klasifikasi

penyembuhan luka.

a) Penyembuhan sekunder (sanatio per secundam intentionem), yaitu

penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar dan prosenya

penyembuhan berjalan secara alamiah. Pada kondisi ini luka akan

terisi oleh jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.

Proses ini biasanya membutuhkan waktu cukup lama dalam proses


18

penyembuhan dan meninggalkan parut yang kurang baik terutama

pada luka yang lebar.

b) Penyembuhan primer (sanatio per primam intentionem), yaitu

penyembuhan luka yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut,

bisanya dengan bantuan jahitan. Pada kondisi ini parut yang terjadi

biasanya lebih halus dan kecil.

f. Perawatan dan penatalaksanaan luka.

Dasar dari perawatan luka adalah proses pembersihan dan

pembalutan (dressing). Luka mempunyai resiko sebagai tempat

berkembangbiak bakteri yang akhirnya akan membuat koloni, untuk

itulah pearawatan luka harus menggunakan teknik yang steril yang

berguna untuk mencegah terjadinya penyebaran koloni bakteri terhadap

pasien dengan luka maupun untuk mencegah terjadinya penyebaran

bakteri kepada orang lain, terutama tenaga medis yang merawat luka

tersebut (William & Wilkins, 2003).

Tujuan utama dari membersihkan luka adalah untuk mengangkat

debris dan zat kontaminan dari luka tanpa merusak jaringan sehat yang

baru terbentuk. Kuncinya adalah, selalu menjaga secara rutin dan benar-

benar bersih sebelum membalut luka tersebut. Fungsi dari membalut luka

antara lain untuk melindungi luka dari kontaminasi dan trauma, bisa

mengurangi terjadinya bengkak ataupun perdarahan, mengaplikasikan

proses pengobatan, menyerap drinase atau jaringan nekrotik yang lepas,

melindungi kulit disekitar luka (William & Wilkins, 2003).


19

g. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh faktor faktor yang

menghambat proses penyembuhan luka. Berdasarkan penyebabnya

gangguan yang mempengaruhi penyembuhan luka disebabkan oleh

dalam tubuh sendiri (endogen) atau oleh penyebab luar tubuh (eksogen)

(Sjamsuhidajat & Jong, 2004). Penyebab endogen adalah kuagolopati,

gangguan sistem imun, hipoksia lokal, gizi, malabsobsi, gangguan

metabolisme, neuropati, infeksi jamur, keganasan lokal, konsitusional,

keadaan umum kurang baik. Penyebab eksogen adalah pasca radiasi

(pengahambatan agiosintesis dan poliferasi), imunosupresi, infeksim

luka artifisial, jaringan mati, pendarahan kurang, infeksi berat.

Menurut Brunner & suddarth (2001) terdiri dari beberapa faktor

penyembuhan luka :

1) Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang

tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi

hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

2) Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh.

Penderita memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak,

vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Penderita kurang

nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka

setelah pembedahan jika mungkin. Pada penderita yang gemuk


20

meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena

supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

3) Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab

infeksi.

4) Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang

memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk

penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,

lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat

terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita

gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.

Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau

gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah

akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan

oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5) Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka

secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi

jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu

untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses

penyembuhan luka.
21

6) Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan

terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses

ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit, yang

membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah

(Pus).

7) Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai

darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal

ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat

juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada

pembuluh darah itu sendiri.

8) Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan

gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut

juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

9) Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas

penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10) Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti

neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan


22

antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap

infeksi luka.

h. Komplikasi Penyembuhan Luka

1) Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama

pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering

muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa

infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri,

kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan

peningkatan jumlah sel darah putih (Baririet, 2011).

2) Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit

membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah

oleh benda asing (drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda.

Sehingga balutan dan luka di bawah balutan jika mungkin harus sering

dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam

setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan

balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan

intervensi pembedahan mungkin diperlukan (Baririet, 2011).

3) Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling

serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.

Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan.


23

Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma,

gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,

mempertinggi resiko pasien mengalami dehiscence luka. Dehiscence

luka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di

daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera

ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal

saline. Pasien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah

luka (Baririet, 2011).

2. Lidah buaya
Tanaman lidah buaya (Aloe vera) lebih dikenal sebagai tanaman hias

dan banyak digunakan sebagai bahan dasar obat-obatan dan kosmetika, baik

secara langsung dalam keadaan segar atau diolah oleh perusahaan dan

dipadukan dengan bahan-bahan yang lain. Tanaman lidah buaya termasuk

keluarga liliaceae yang memiliki sekitar 200 spesies. Dikenal tiga spesies

lidah buaya yang dibudidayakan yakni Aloe sorocortin yang berasal dari

Zanzibar (Zanzibar aloe), Aloe barbadansis miller dan Aloe vulgaris. Pada

umumnya banyak ditanam di Indonesia adalah jenis barbadansis yang

memiliki sinonim Aloe vera linn. Jenis Aloe yang banyak dikenal hanya

beberapa antara lain adalah Aloe nobilis, Aloe variegata, Aloe vera (Aloe

barbadansis), Aloe feerox miller, Aloe arborescens dan Aloe schimperi

(Setiabudi, 2009).
24

Penelitian menunjukan bahwa lidah buaya memiliki berbagai

manfaat untuk kesehatan seperti dalam penyembuhan luka, iritasi kulit,

proses regenerasi sel, menyuburkan rambut, sebagai antianalgesik,

antibakteri, antiviral, antifugal, dan antiinflamasi, memperkuat imunitas

tubuh, anti oksidan bahkan sebagai antikanker. Hal ini merupakan suatu

evolusi lidah buaya, dimana penggobatan tidak lagi sebagai aplikasi

pengobatan tradisional, tetapi beralih menjadi fitoterapeutik, yang telah

terbukti secara alami (Kalangi, 2007).

Gambar 1.Tanaman lidah buaya (aloe vera)

a. Klasifikasi lidah buaya

Secara taksonomi lidah buaya diklasifikasinkan sebagai berikut

(Hutapea, 1993) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Liliales
25

Family : Liliaceae

Genus : Aloe

Spesies : Barbadensis

b. Morfologi lidah buaya

Tanaman lidah buaya sangat mudah dikenali. Tanaman

menyerupai kaktus tersebut merupakan jenis sukulen atau banyak

mengandung cairan. Lidah buaya merupakan tumbuhan yang dapat hidup

di tempat yang bersuhu tinggi atau ditanam di pekarangan rumah

sebagai tanaman hias. Ciri-ciri tanaman lidah buaya, antara lain

daunnya agak runcing berbentuk taji, tebal, getas, tepinya bergerigi atau

berduri kecil; permukaan berbintik-bintik dengan panjang 15-36 cm dan

lebar 2-6 cm (Setiabudi, 2009).

1) Batang Tanaman

Lidah buaya atau Aloe vera berbatang pendek dan kecil yang

dikelilingi oleh pelepah daun. Batangnya tidak terlihat karena tertutup

oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah.

Melalui batang ini akan muncul tunas-tunas yang selanjutnya

menjadikan anakan. Lidah buaya yang bertangkai panjang juga

muncul dari batang melalui celah-celah atau ketiak daun. Lidah

buaya tidak mempunyai cabang. Batang lidah buaya juga dapat

disetek untuk perbanyakan tanaman (Setiabudi, 2009).


26

2) Daun

Daun tanaman lidah buaya berbentuk pita dengan helaian yang

memanjang. Daun lidah buaya melekat dari bagian bawah batu satu

dengan yang lain berhadap-hadapan membentuk struktur khas yang

disebut roset. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna

hijau keabu-abuan, bersifat sukulen (banyak mengandung air) dan

banyak mengandung getah atau lendir (gel)yang biasanya

dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Bentuk daunnya menyerupai

pedang dengan ujung meruncing, permukaan daun dilapisi lilin,

dengan duri lemas dipinggirnya. Panjang daun dapat mencapai 50 –

75 cm, dengan berat 0,5 kg – 1 kg, daun melingkar rapat di sekeliling

batang bersaf-saf. Pada tepi daun terdapat duri yang tidak terlalu

keras, warna daunnya berwarna hijau, dan pada daun yang masih

muda terdapat bercak-bercak (Setiabudi, 2009).

3) Bunga

Bunga lidah buaya berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa

yang mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunganya berukuran

kecil, tersusun dalam rangkaian berbentuk tandan, dan panjangnya

bisa mencapai 1 meter. Bunga lidah buaya biasanya muncul bila

ditanam di pegunungan (Setiabudi, 2009).

4) Akar

Akar tanaman lidah buaya berupa akar serabut yang

pendekmenyebar ke samping di bagian bawah tanaman.


27

Panjang akar berkisar antara 50–100 cm. Untuk

pertumbuhannya tanaman menghendaki tanah yang subur dan

gembur di bagian atasnya (Setiabudi, 2009).

Tiga komponen struktural gel daun lidah buaya adalah cell

wall, degenerated organelles dan liquid gel yang terkandung di dalam

sel. Ketiga komponen gel daun lidah buaya telah terbukti menjadi

berbeda dari satu sama lain baik dari segi morfologi dan komposisi

gula seperti yang ditunjukkan gambar 2 (Hamman, 2008).

Gambar 2. Skema representasi dari struktur gel daun lidah buaya dan

komponennya.

c. Kandungan lidah buaya

Pada jaringan parenkim lidah buaya atau pulpa telah terbukti

mengandung protein, lipid, asam amino, vitamin, enzim, senyawa

anorganik dan senyawa organik kecil (Hamman, 2008).


28

Tabel 1. Kandungan zat aktif lidah buaya (Hamman, 2008).

Zat Komponen dan fungsi

Antrakuinon Terdiri dari Aloe-emodin, asam aloetik, anthranol,


atau anthrones aloin A dan B barbaloin, isobarbaloin, emodin, ester
dari cinnamic acid. Berperan dalam analgesik,
antifungi, antibakteri, dan antivirus.

Karbohidrat Terdiri dari Pure mannan, acetylated mannan,


acetylated glucomannan, glucogalactomannan,
galactan, galactogalacturan, arabinogalactan,
galactoglucoarabinomannan, pectic substance,
xylan, cellulose.

Chromones Terdiri dari 8-C-glucosyl-(2’-O-cinnamoyl)-7-O-


methylaloediol A, 8-C-glucosyl-(S)-aloesol, 8-C-
glucosyl-7-O-methyl-(S)-aloesol, 8-C-glucosyl-7-O-
methylaloediol,8-C-glucosyl-noreugenin, isoaloeresin
D, isorabaichromone, neoaloesin A

Enzim Terdiri dari Alkaline phosphatase, amylase,


carboxypeptidase, catalase, cyclooxidase,
cyclooxygenase, lipase, oxidase, phosphoenolpyruvate
carboxylase, superoxide dismutase. Membantu
pemecahan gula dan lemak dalam pencernaan dan
meningkatkan penyerapan nutrisi

Komponen Calcium, chlorine, chromium, copper, iron,


inorganik magnesium, manganese, potassium, phosphorous,
sodium, zinc

Non-essential Terdiri dari Alanine, arginine, aspartic acid, glutamic


and essential acid, glycine, histidine, hydroxyproline, isoleucine,
amino acids leucine, lysine, methionine, phenylalanine, proline,
threonine, tyrosine, valine. Asam amino menyediakan
protein untuk memproduksi jaringan otot.

Protein Terdiri dari Lectins, lectin-like substance

Gula Terdiri dari Mannose, glucose, L-rhamnose,


29

(Saccharides) aldopentose. Berperan dalam aksi antiinflamsi, anti


virus, dan modulasi imun.

Vitamins Terdiri dari B1, B2, B6, C, β-carotene, choline, folic


acid, α-tocopherol. Berguna sebgai anti oksidan untuk
menetralisir radikal bebas.

Hormon Terdiri dari auksin dan giberelin. Berfungsi untuk


penyembuhan luka dan anti inflamasi.

d. Manfaat lidah buaya

Menurut Fumawanthi (2004) bahwa manfaat lidah buaya adalah

1) Sebagai bahan kosmetik

Sebagai bahan kosmetika, lidah buaya digunakan untuk

membuat produk- produk seperti krim cukur, formula pelindung

sinar matahari (sun protectin formula), pelembab kulit, pembersih

muka, penyegar, masker, lipstik, deodoran, shampoo, dan kondisioner

rambut.

2) Sebagai bahan industri farmasi

Bagi kegiatan indutri di bidang farmasi, lidah buaya merupakan bahan

untuk membuat antibiotik, antiinflamasi dan obat pencahar.

3) Sebagai bahan pengobatan tradisional

Dalam ilmu pengobatan tradisional, banyak ramuan menggunakan

bahan lidah buaya yang digunakan untuk mengobati berbagai

macam penyakit. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

menyebutkan bahwa lidah buaya dapat dijadikan sebagai obat


30

cacing, luka bakar, bisul, luka bermasalah, amandel, sakit mata, dan

keseleo.

4) Mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh

Di antara ke-72 zat yang dibutuhkan tubuh itu terdapat 18 macam

asam amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, enzim,

hormon, dan zat golongan obat. Antara lain antibiotik, antiseptik, anti

bakteri,anti kanker, anti virus, anti jamur, anti infeksi, anti

peradangan, anti pembengkakan, anti parkinson, anti aterosklerosis,

serta anti virus yang resisten terhadap anti biotik. Dengan segudang

kandungan di dalam lidah buaya, bukan cuma berguna untuk

menjaga kesehatan, tetapi juga mampu mengatasi berbagai macam

penyakit, seperti menurunkan gula darah pada penderita diabetes

dan menurunkan tingginya kolesterol dalam tubuh.

3. Kunyit (Curcuma Longa)


a. Pengertian

Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak

memiliki manfaat dan banyak ditemukan diwilayah Indonesia. Kunyit

termasuk jenis rumput-rumputan, tingginya sekitar 1 meter dan bunganya

muncul dari puncuk batang semu dengan panjang sekitar 10-15 cm dan

berwarna putih. Umbi akaranya berwarna kuning tua, berbau wangi

aromatis dan rasanya agak manis. Bagian utama dari tanaman adalah

rimpangnya yang berada didalam tanah. Rimpangnya memiliki banyak

cabang dan tumbuh menjalar, rimpang induk biasanya berbentuk elips


31

dengan kulit luarnya berwarna jingga kecoklatan. Buah daging rimpang

kunyit berwarna merah jingga kekuning-kuningan (kardarron, 2010).

b. Taksonomi kunyit

Dalam taksonomi tumbuhan, kunyit dikelompokan sebgai berikut:

Kingdom : Plantea

Division : Spermatophyta

Sub-Divisio : Angiospermae

Class : Monocotyledone

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma longa Linn.

(Winarto, 2005)

c. Kandungan dan khasiat kunyit

Senyawa Kimia utama yang terkandung dalam rimpang kunyit

adalah zat warna kurkuminioid yang merupakan suatu senyawa

diarilheptanoid 3-4% yang terdiri dari kurkumin, dihidrokurkumin,

desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin. Minyak atsiri 2-5%

yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (aril-

turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton,

bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen. Selain

itu terdapat juga arabinaso, fruktosa, glukosa, pati tannin dan dammar

serta kandungan mineral yaitu magnesium besi, mangan, kalsium,


32

natrium, kalium, timble, seng, kobalt, alumunium dan bismuth.

(Sudarsono, 1996). Dari komponen-komponen kimia tersebut, ternyata

curcumin merupakan yang paling sering diperhatikan karena

kandunganya (Ide, 2011)

Kurkuminoid merupakan komponen yang dapat memberikan

warna, dan zat ini digunakan baik dalam industri pangan maupun

kosmetik. Salah satu fraksi yang terdapat dalam kurkuminoid adalah

kurkumin ( Sembiring et al., 2006). Kurkumin bermanfaat sebagai

antioksidan, antimikroba, antifungi, dan juga antiinflamasi. Selain itu

kurkumin juga diyakini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker

dan memacu apoptosisi sel kanker. Bahan warna kurkumin dapat juga

digunakan untuk memecah penggumpalan darah di otak seperti yang

terjadi pada pasien penyakit alzheimer (Deni, 2007). Menurut Purwanti

cit Kurniati (2008), kandungan kurkumin dalam kunyit adalah 2,38 % per

100 gram kunyit.

Partikel kurkumin memiliki bagian dalam yang bersifat

hidrofobik dan bagian luar yang bersifat hidrofilik (Deni 2007).

Gambar Secara kimia, kurkumin dapat digambarkan sebagai

berikut:
33

Gambar 3. Struktur kimia kurkumin (1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-

diena-3,5-dion)

d. Kunyit untuk luka

Berdasarkan farmakope china, umbi akar kunyit dipakai sebagai

obat sakit dada dan perut, lengan sakit, sakit pada saat haid, luka-luka

dan borok. Kunyit dianggap sangat mujarab untuk menyembuhkan haid

yang tidak teratur, melancarkan aliran darah, melarutkan gumpalan darah

dan dijadikan reserp untuk mengobati sakit perut, dada dan punggung.

Kunyit digunakan dalam pengobatan luka untuk mencegah infeksi pada

luka dan goresan dengan cara diparut dan dioleskan pada bagian yang

sakit (Kardarron, 2010).

Sifat sifat kunyit yang dapat menyembuhkan luka sudah

dilaporkan sejak tahun 1953. Hasil penelitian menunjukan, dengan kunyit

laju penyembuhan luka meningkat 23,3% pada kelinci dan 24,4% pada

tikus. (Anonim cit Baiq, 2011).

Ekstrak kunyit sangat aman digunakan untuk dosis terapi.

Rimpang kunyit yang diberikan secara oral tidak memberikan efek

teratogenik. Sedangkan berdasarkan penelitian uji toksisitas ditemukan

bahwa kunyit baru memberikan efek toksik terhadap tubuh manusia jika

dikonsumsi sebanyak 50 kali dosis yang biasa digunakan manusia setiap


34

hari. Oleh karena itu, untuk penggunaan sehari-hari tidak masalah

karena memiliki ambang batas yang sangat lebar (Ide, 2011).


35

B. Kerangka Konsep

C. Hipotesis
Bedasarakan referensi diatas, terdapat perbedaan kecepatan kesembuhan

luka insisi antara olesan gel lidah buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak

etanol rimpang kunyit (curcuma longa linn.) pada tikus putih (rattus

norvegicus).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Menurut Sudigdo & Ismael (2002), desain penelitian merupakan

rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntut

peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian.

Sudigdo & Ismael (2002), juga menyebutkan bahwa desain penelitian

merupakan alat penelitian untuk mengontrol atau mengendalikan berbagai

variabel yang berpengaruh pada suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan

desain penelitan True Experiment Design dengan post test control group,

karena dalam penelitian ini menggunakan kelompok experiment dan

kelompok kontrol.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (2006), Populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang

diteliti. Dalam penelitian ini populasi dan sample yang digunakan adalah

tikus putih yang berjumlah 15 ekor yang dibagi menjadi 3 kelompok,yaitu:

1. 5 ekor tikus putih diberi perlakuan dengan olesan gel lidah buaya (aloe

vera).

2. 5 ekor tikus putih diberi perlakuan dengan olesan ekstrak etanol rimpang

kunyit (curcuma longa linn).

36
37

3. 5 ekor tikus putih diberi perlakuan povidone iodine sebagai kelompok

kontrol.

Jumlah tikus berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erlandha, (2011).

a. Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive quota

sampling. Kemudian untuk pengelompokanya mengunakan simple

ramdom sampling

b. Kriteria Sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk

menghindari bias hasil penelitian (Sudigdo & Ismael, 2002).

1) Kriteria Inklusi

Menurut Sudigdo & Ismael (2002), Kriteria inklusi

merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek

agar dapat diikut sertakan ke dalam penelitian. Dalam penelitian ini

kriteria inklusi yang ditetapkan untuk diteliti adalah tikus putih

jantan galur wistar karena Tikus Wistar lebih aktif daripada jenis

lain seperti tikus Sprague dawley (Institut Wistar, 1906). yang

berumur antara 3-4 bulan atau yang cukup umur dengan berat

badan 250-300 gram, dalam keadaan sehat, aktif bergerak dan tidak

mempunyai kelainan genetik.

a) Jenis kelamin tikus putih

Proses penelitian ini menggunkan tikus putih jantan galur

wistar karena terakit dengan aktifitas tikus putih yang


38

kemungkinan berbeda antara jantan dan betina, serta agar tidak

terjadi bias dalam hasil penelitian.

b) Berat dan Usia

Tikus putih digunakan adalah berusia 3-4 bulan dengan berat

rata rata 250-300 gram, karena pada usia dan berat ini tikus

sudah cukup mature, karena salah satu faktor penyembuhan

luka adalah berat dan usia.

c) Pergerakan dan kesehatan

Tikus putih harus dengan tingkat kesehatan dan pergerakan

yang baik, karena tikus putih yang tidak sehat, tidak aktif dan

mengalami kelainan genetik tidak bisa dijadikan subjek

penelitian dan hal ini sangat berpegaruh pada saat dan hasil

penelitian.

2) Kriteria Eksklusi

Menurut Sudigdo & Ismael (2002), Kriteria eksklusi adalah

keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi

tidak dapat dikutsertakan penelitian. Dalam penelitian ini kriteria

eksklusi adalah tikus putih yang sakit atau mati pada saat proses

penelitian berlangsung.
39

C. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013, yang

bertempat di laboratorium Hewan Uji Fakultas Kedokteran dan Ilmu

kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Perawatan luka insisi dengan diberi olesan gel lidah

buaya (aloe vera), ekstrak etanol rimpang kunyit (curcuma longa linn),

atau tanpa perlakuan pada tikus putih.

2. Variabel terikat: Waktu kesembuhan luka insisi pada tikus putih yang

diolesi gel lidah buaya (aloe vera), ekstrak etanol rimpang kunyit

(curcuma longa lin, atau tanpa perlakuan.

3. Variabel penggangu:

a. Oksigenisasi: dikendalikan dengan penempatan kandang

dilingkungan yang sama.

b. Jenis luka yang dibuat: dikendalikan dengan pembuatan luka yang

sama yaitu sepanjang ±2 cm dan kedalaman 2 mm.

c. Status nutrisi: dikendalikan dengan cara pemberian makan yang

sama sesuai kebutuhan tikus putih.

d. Aktifitas tikus putih: dikendalikan dengan cara membatasi ruang

gerak tikus putih.

E. Definisi operasional

1. Luka Insisi
40

Luka insisi adalah luka yang dibuat dengan cara menyayat

punggung tikus putih menggunakan pisau bedah steril. Sayatan sepanjang

2 cm, kedalaman 2 mm dengan hati- hati menggunakan pisau bedah

steril yang diberi batas untuk mendapatkan hasil sayatan yang sama.

2. Perawatan luka

Perawatanan luka adalah pembeiran perlakuan pada luka sesuai

dengan prinsip steril dan tahapan perawatan luka yaitu pembersihan

menggunakan Nacl fisiologis, debridemen apabila diperlukan, kemudian

yaitu dengan olesan gel lidah buaya, ekstrak etanol rimpang kunyit atau

membiarkan luka tanpa perlakuan. Perawatan luka pada penelitian ini

menggunakan perawatan luka terbuka karena memiliki beberapa

keuntungan diantaranya : lebih praktis dan efisien, mudah diobservasi

apabila terjadi infeksi dan waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan

lebih singkat.

a. Perawatan luka dengan olesan gel lidah buaya

Lidah buaya yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

gel lidah buaya yang didapat dari tanaman hias. Gel lidah buaya

didapat dengan cara proses pengambilan gel yang diambil dari bagian

daging lidah buaya kemudian diblender, disaring dan dipanaskan

sehingga didapatkan gel lidah buaya yang siap pakai. Gel lidah buaya

yang sudah jadi diambil secukupnya kemudian dioleskan ke seluruh

bagian luka yang sudah dibersihkan dengan menggunakan kassa steril.


41

b. Perawatan luka dengan ekstrak etanol rimpang kunyit

Kunyit yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang

kunyit yang dibeli dari pemasok kunyit yang ada dipasaran. Kemudian

rimpang kunyit tersebut diolah menjadi simplisia (serbuk) rimpang

kunyit. Dan di lakukan ekstraksi menggunakan metode maserasi.

Kunyit yang sudah menjadi ekstrak kental diambil secukupnya

kemudian dioleskan ke seluruh bagian luka yang sudah dibersihkan

dengan menggunakan kassa steril.

c. Perawatan luka tanpa perlakuan

Perawatan luka insisi tanpa perlakuan adalah perawatan luka

insisi tetap dibersihkan menggunakan Nacl 0,9% fisiologis dan tanpa

diberikan tambahan apapun dalam proses perawatannya.

3. Kesembuhan luka insisi

Kesembuhan luka adalah kembalinya jaringan ke kondisi semula

seperti sebelum terjadinya luka. Kesembuhan luka insisi dinilai dari

waktu yang diperlukan sampai luka sembuh 100% dan proses

perkembangan luka dengan kriteria meliputi ukuran luka, terdapat tanda

infeksi atau tidak, adanya eksudat, edema, granulasi dan epitelisasi luka.

Luka dikatakan sembuh 100% apabila ukuran luka 0 cm, tidak ada tanda

infeksi, tidak terdapat eksudasi, tidak ada edema, granulasi 100% dan

terdapat epitelisasi atau terbentuknya jaringan baru. Selama proses

pengamatan diamati menggunakan loup dan didokumentasi secara visual

dengan kamera. Kesembuhan luka insisi diamati selama 24 hari sesuai


42

dengan proses penyembuhan luka secara normal pada fase infalamsi

sampai dengan fase maturasi. Proses kesembuhan luka diberikan skor

sesuai kriteria kesembuhan setiap hari dan dinilai sesuai dengan kriteria

kemudian skor dijumlahkan. Kriteria sesuai dengan tabel checklist skor

proses kesembuhan luka di lampiran.

F. Alat dan bahan penelitian

1. Alat penelitian

a) Pisau bedah/scaplle dengan pembatasan kedalaman luka.

b) Kasa steril i) Pinset anatomis

c) Kamera j) Pinset cirurgis

d) Pengerok bulu k) Bak instrumen

e) Sarung tangan l) Bengkok

f) Kandang m) Gunting

g) Kom steril n) Lup

h) Penggaris

2. Bahan penelitian

a) Lidah buaya (aloe vera)

b) Kunyit (curcuma longa linn)

c) Nacl 0,9 %

d) Eter

G. Jalannya penelitian

1. Bahan

a. Persiapan gel lidah buaya


43

1) Pembuatan gel Aloe vera diawali dengan sortasi daun lidah

buaya. Sortasi dilakukan berdasarkan penampakan fisik, antara

lain tingkat kematangan yang dapat dilihat dari warna daun yang

masih hijau, ukuran daun, ada tidaknya kerusakan pada jaringan

luar daun.

2) Daun lidah buaya hasil sortasi kemudian dicuci pada air

mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada

permukaan daun.

3) Kemudian diambil bagian gelnya yang bagian dalam sehingga

masih bersih dan dapat digunakan sebagai bahan pengobatan

luka.

b. Persiapan ekstraksi etanolik rimpang kunyit

1) Kunyit yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang

kunyit yang dibeli dari pemasok kunyit yang ada dipasaran.

2) Kunyit dibersihkan dengan cara dicuci dengan air.

3) Kunyit dipotong kecil dan tipis, kemudian keringakan dengan

dijemur sinar matahari sampai kering/ dikeringkan

mengunakan oven.

4) Kunyit yang sudah kering dihaluskan untuk dibuat serbuk

menggunakan mesin pengiling stelah jadi dalam bentuk bubuk

kemuadian di lakukan tahap ektraksi dengan metode maserasi.


44

5) Serbuk kunyit (simplisia) yang didapatkan dari rimpang

kunyit,dimasukkan ke dalam wadah, setelah itu ditambahkan

pelarut etanol (alkohol 96%) dengan perbandingan 10 : 1.

6) Kemudian direndam selama 24 jam dengan melakukan

pengadukan secara berkala.

7) Setelah itu dilakukan penampungan filtrat

8) Ampas yang didapatkan dari penyaringan kemudian direndam

kembali dengan menggunakan etanol 96%. Prosedur ini

dilakukan sebanyak 3 kali.

9) Setelah filtrat didapatkan maka dilakukanlah evaporasi dengan

menggunakan evaporator hingga dihasilkan ekstrak semi padat

etanol rimpang kunyit.

10) Kemudian keringkan dalam kompor bersuhu 40º C hingga

didapatkan ekstrak kental etanol rimpang kunyit.

c. Pemilihan tikus putih

Tikus putih diperoleh dari unit pemeliharaan hewan coba

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY, dalam percobaan

ini digunakan tikus putih jantan galur wistar yang sehat (tidak ada

kelainan genetik, tidak cacat, mata jernih dengan bulu lebat dan

tumbuh merata, serta tidak digunakan untuk penelitian lain)

sebanyak 15 ekor dengan usia antara 3-4 bulan dengan berat

badan 250-300 gram.


45

2. Pembagian kelompok perlakuan

Tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 15

ekor, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a. 5 ekor tikus putih diberi perlakuan dengan olesan gel lidah buaya

(aloe vera).

b. 5 ekor tikus putih diberi perlakuan dengan olesan ekstrak rimpang

kunyit.

c. 5 ekor tikus putih tidak diberi perlakuan sebagai kelompok kontrol.

3. Pemberian Perlakuan

a. Pembuatan luka insisi

Cara kerja pembuatan luka insisi adalah :

1) Menentukan lokasi pada daerah punggung tikus putih

2) Menghilangkan bulu dengan cara mencukurnya sampai sekitar

 3 cm – 5cm disekitar area kulit yanga akan di insisi.

Kemudian disterilkan bagian tersebut dengan alkohol 70%.

3) Pasang perlak dan alasnya di bawah tubuh tikus putih yang

akan di insisi

4) Cuci tangan

5) Memakai sarung tangan bersih

6) Lakukan anestesi menggunkan eter

7) Lakukan penyayatan kulit dengan menggunakan pisau bedah

steril dengan panjang luka 2 cm dan kedalaman luka  2 mm.


46

8) Melakukan pembersihan terhadap darah yang keluar dengan

cara dialiri dengan Nacl 0,9 % fisiologis menggunakan spuit 5

ml sampai perdarahan berhenti.

9) Mengeringkan luka dengan menggunakan kasa kering dengan

gerakan sirkulet dari dalam keluar.

10) Melepas sarung tangan bersih kemudian menggunakan sarung

tangan steril.

11) Melakukan perawatan luka dengan menggunakan gel lidah

buaya, ekstrak etanol rimpang kunyit dan kelompok kontrol

dibersihkan menggunakan Nacl 0,9 % fisiologis.

12) Luka diperlakukan membuka karena untuk melihat proses

penyembuhan luka.

b. Perawatan luka

Setiap kelompok sampel dilakukan perawatan luka dengan

intensitas yang sama yaitu tiap hari sekali pada waktu pagi hari jam

10.00 WIB. Cara kerjanya adalah sebagai berikut:

1) Cuci tangan

2) Pakai sarung tangan bersih

3) Atur posisi tikus putih senyaman mungkin sehingga

memudahkan perawatan tindakan.

4) Tempatkan bengkok dan plastic terbuka di dekat luka yang

akan dirawat.
47

5) Mengkaji kondisi luka, warna luka, ukuran luka, adanya

cairan/ pus pada luka, adanya edema pada luka.

6) Mengambil gambar luka sayat pada tikus putih dengan

menggunakan kamera sebagai dokumentasi perkembangan

pemulihan luka.

7) Membersihkan luka dengan dialiri menggunakan NaCL

0,9% fisiologis. Menggunakan spuit 5 ml.

8) Melepas sarung tangan bersih kemudian menggunakan

sarung tangan steril.

9) Melakukan debridement jika ada nekrotik dan slough.

Kemudian setelah didebridement luka dibersihkan lagi

dengan menggunakan NaCl 0,9% fisiologis.

10) Menggeringkan luka dengan menggunakan kasa kering

dengan gerakan sirkulet dari dalam keluar.

11) Mengoleskan lidah buaya untuk perlakuan luka sayat yang

dirawat dengan lidah buaya, begitu pula pada kelompok

perlakuan yang diberi untuk kelompok kontrol hanya

dibersihkan NaCl 0,9% dalam proses perawatannya.

12) Melepaskan sarung tangan.

13) Rapikan alat dan cuci tangan.


48

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada ketiga kelompok tikus putih

setiap sore harinya, pada saat dilakukan perawatan setelah

perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan cara makroskopik

dengan menggunakan penggaris untuk mengukur panjang luka.

Kemudian menggunakan loup dan difoto untuk mengetahui

perkembangan penyembuhan luka sayat.

d. Penelitian

Penelitian kesembuhan luka dengan memperhatikan criteria

kesembuhan luka sayat dengan pencatatan menggunaka check list

atau lembar observasi kesembuhan luka. Pencatatan dilakukan

setiap sore hari. Setiap kriteria diberi skor kemudian dijumlahkan.

Kriteria kesembuhan luka meliputi: ada tidaknya tanda-tanda

infeksi (eksudat, pus, darah, warna luka, dan lain-lain), ukuran

luka, Wound base (granulasi, epitelisasi, slough dan nekrotik),

kedalaman luka, jumlah eksudat, tepi luka dan bau.

H. Uji validitas dan reliabilitas

Fase kesembuhan luka sayat yang dinilai berdasarkan Check list

yang telah diuji validitasnya dan reabilitasnya di AMC (Asri Medical

Center) oleh peneliti Agriyanto (2012) pada dua pasien dan dua observer,

serta pada pasien home care dengan 4 observer dengan hasil reliabilitas

α=0,910 yang berarti sudah reliabel.


49

I. Analisis data

Pengelolahan data dilakukan dengan bantuan komputerisasi. Hasil

penilaian tanda-tanda penyembuhan luka sayat yang didapatkan dari

penelitian data rata-rata lama penyembuhan luka sayat dalam hitungan

hari. Analisis data yang digunakan adalah skala data numeric dengan

pengujian terlebih dahulu data normalitasnya dengan menggunakan

metode analitik Shapiro-wilk tes karena sampel kecil yaitu kurang ≤50.

Diketahui sebaran data tidak normal, maka dilakukan analisis dengan

metode krusskal-Wallis semua kelompok penelitian. Kemudian

dilanjutkan dengan Man-Whitney tes untuk mengetahui kelompok mana

yang berbeda dan kelompk mana yang tidak berbeda.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi antara

olesan gel lidah buaya (Aloe vera) dan olesan ekstrak etanol rimpang

kunyit (Curcuma Longa Linn.) dan dengan perlakuan Povidone iodine

sebagai kontrol telah dilakukan di laboratorium hewan uji FKIK UMY

pada tanggal 2 juli – 16 juli 2013. Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimental dengan menggunakan hewan coba yaitu tikus putih jantan

yang berumur antara 3-4 bulan atau yang cukup umur dengan berat badan

250-300 gram, sebanyak 15 ekor dan dibagi menjadi 3 kelompok. Setiap

kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih. Kandang tikus memiliki

pertukaran udara yang tetap terjaga dan ditempatkan di lingkungan yang

sama dengan pemberian makan yang sama. Selama proses penelitian tidak

ada tikus yang mati.

1. Proses Kesembuhan Luka Insisi pada Tikus Putih

Kriteria kesembuhan luka di nilai berdasarkan proses kesembuhan

luka dalam bentuk checklist perawatan luka yang sudah di validitas dan

terbukti valid. Kriteria dari checklist adalah wound base, ukuran luka,

50
51

tanda infeksi, kedalaman luka, jumlah eksudat dan tepi luka.

Kesembuhan luka tersebut kemudian di scoring dan ditotal setiap

penilaian luka. Tabel 2 memperlihatkan rerata skor yang diperoleh

masing-masing kelompok penelitian setiap hari. Skor yang diperoleh

akan menggambarkan bagaimana perkembangan luka Insisi bahwa

semakin tinggi skor maka semakin lama proses penyembuhan luka dan

semakin rendah skor maka semakin cepat proses penyembuhan luka.

Tabel 2. Rerata proses kesembuhan luka insisi


HARI Rerata proses kesembuhan luka insisi pada tikus putih
Perlakuan Perlakuan Perlakuan
kontrol Ekstrak Kunyit Gel lidah buaya
Povidone iodine
2 13,80 11,4 11,6
3 13,00 11,2 10,2
4 11,8 10,00 9,00
5 9,8 8,8 7,4
6 8,4 7,4 5,6
7 8,2 7,2 5,4
8 6,00 5,8 4,6
9 5,4 4,2 3,8
10 4,2 2,8 2,4
11 2,8 0,8 0,8
12 1,4 0,6 0
13 0,8 0 0
14 0,2 0 0
52

Pada hari ke 1 tidak di nilai skor nya karena proses insisi tikus dan

pemberian pertama olesan perlakuan pada semua kelompok tikus. Pada

hari ke 2 semua kelompok mengalami penurunan skor sampai hari ke

14. Pada kelompok povidone iodine mengalami penurunan sampai hari

ke 14 dan tidak mencapai skor 0, pada kelompok ekstrak kunyit

mengalami penurunan sampai hari ke 13 dan mencapai skor 0,dan pada

kelompok gel lidah buaya mengalami penurunan sampai hari ke 12 dan

mencapi skor 0.

SKOR

16

14

12

10
Kontrol Povidone
8
Ekstrak kunyit
6 Gel lidah buaya

0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 WAKTU

Keterangan : Jumlah skor kesembuhan luka (Vertikal), hari pengamatam


luka (Horisontal)

Gambar 4. Grafik proses Penyembuhan Luka

Gambar 4 menunjukan tingkat kecepatan proses penyembuhan

luka pada ketiga kelompok. Pada hari ke 2 semua kelompok mengalami


53

penurunan skor sampai hari ke 14. Pada kelompok Povidone iodine

mengalami penurunan sampai hari ke 14 dan mencapai kesembuhan,

pada kelompok ekstrak kunyit mengalami penurunan sampai hari ke 13

dan mencapai kesembuhan dan pada kelompok gel lidah buaya

mengalami penurunan sampai hari ke 12 dan mencapi kesembuhan.

a. Wound base

Perkembangan luka insisi dapat dilihat dari perkembangan luka

berdasarkan wound base luka. Skor yang sudah didapat bisa

memperlihatkan peningkatan atau penurunan luka.

SKOR
4.5
4
3.5
3
2.5 Kontrol Povidone
2 Ekstrak Kunyit
1.5 Gel lidah buaya
1
0.5
0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 WAKTU

Gambar 5. Grafik tingkat kesembuhan luka berdasarkan wound base

Keterangan : rerata skor wound base (Vertikal), Hari pengamatan luka


(Horizontal)

Pada gambar 5 terlihat semua kelompok mengalami penurunan

skor. Penuruanan skor pada penelitian ini berarti penurunan pada proses

wound base yang berarti tingkat kesembuhan semakin meningkat. Pada


54

wound base sebagaiama yang dinilai adalah epitelializer, epitelisasi,

epithelial bridging, granulasi, slough dan nekrotik. Penurunan skor

terendah terdapat pada kelompok perlakuan gel lidah buaya kemudian

disusul oleh kelompok perlakuan ekstrak kunyit dan yang tertingi adalah

kelompok kontrol povidone iodone.

b. Luas luka

Selain bisa terlihat dari wound base perkembagan luka sayat juga tampak

pada ukuran luka.

SKOR
4.5
4
3.5
3
2.5 Kontrol Povidone

2 Ekstrak kunyit

1.5 Gel lidah buaya

1
0.5
0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 WAKTU

Gambar 6. Grafik tingkat kesembuhan luka berdasarkan luas luka.

Keterangan : rerata skor wound base (Vertikal), Hari pengamatan luka


(Horizontal)
55

Dari gambar diatas terlihat pada hari ke 3 semua kelompok

memiliki skor 4 sebagi skor tertinggi yaitu luas luka dengan panjang 1,5-

1,99 sentimeter. Berangsur angsur semua kelompok perlakuan akan

mengalami penurunan setiap harinya. Kelompok perlakuan gel lidah buaya

memiliki waktu sembuh penutupan luka yang lebih singkat yaitu pada hari

ke 13 (menutup sempurna). Sedangkan pada kelompok ekstrak kunyit

mengalami penyembuhan pada hari ke 14 (munutup sempurna) demikian

juga pada kelompok kontrol Povidone iodine.

2. Waktu sembuh Luka

Rerata waktu penyembuhan luka insisi dalam hari pada kelompok

penelitian ditunjukan pada tabel :

Tabel. 3 Waktu kesembuhan luka.

NO Kelompok penelitian Waktu Krusskall-wallis


kesembuhan
(hari)
1 Povidone iodine 13,00  0,707 p=0,007 bermakna
2 Ekstrak Kunyit 11,20  1,304 (signifikan)

3 Gel lidah buaya 10,60  0,894 p<0,05

Table 3 menunjukan bahwa kelompok tikus putih yang diberi olesan gel

lidah buaya (10,60  0,894) memiliki rerata waktu kesembuhan luka paling cepat

dibanding kelompok yang lain. Berikutnya kelompok perlakuan ekstrak kunyit


56

(11,20  1,304) dan kontrol (13,00  0,707 ) memiliki waktu kesembuhan paling

lambat dengan derajat kemaknaan semua kelompok p=0,007 bermakna.

Selanjutnya dilakukan uji beda masing masing kelompok dengan Mann-

Witney untuk mengetahui masa sembuh luka masing masing pasangan. Perbedann

waktu kesembuhan luka terdapat perbedaan yang bermakna pada masing masing

pasangan kelompok gel aloe vera dengan kontrol (povidone iodine) (p=0,006).

Kelompok kunyit dengan kontrol (povidone iodine) (p=0,016) juga terdapat

perbedaan yang bermakna sedangakan pada Kelompok kunyit dan kelompok gel

aloe vera tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,174).

B. PEMBAHASAN

Pada Tabel 2 dan gambar 4 memperlihatkan jumlah skor yang

diperoleh masing-masing kelompok penelitian. Pada hari ke 2 semua

kelompok mengalami penurunan skor sampai hari ke 14 terjadinya

penurunan skor ini karena sudah mengalami proses penyebuhan luka yang

dimulai dari fase infamasi, fase proliferasi dan fase maturasi.

Pada gambar 4 menunjukan proses perkembangan kesembuhan

luka, pada hari pertama sampai hari ke 7 terjadi fase inflamasi. Setelah

cedera respon inflamasi terjadi. Kelompok gel aloe vera , kelompok kunyit

dan kelompok kontrol pada fase inflamasi terlihat seperti tanda dan gejala

klinis fase inflamasi berupa warna kemerahan (rubor) karena kapiler

melebar, rasa hangat (kalor) karena meningkatnya perfusi, Nyeri (dolor)


57

karena akumulasi eksudat dan pembengkakan (tumor) (Nagori & Solanki,

2011)

Penurunan skor bisa terjadi karena penyempitan luas luka,

kedalaman luka yang membaik dan keadaan wound base yang

memperlihatkan fase menuju ke kesembuhan luka misalnya terlihat

granulasi hingga berkembang menjadi epitelisasi. Perbaikan luka yang

ditunjukan oleh penurunan skor ini memperlihatkan luka berada pada fase

proliferasi. Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 2 minggu.

Fibroblast (sel jaringan penyambung) berfungsi untuk menghasilkan

produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi

jaringan baru (Tawi, 2008). Fibroblast secara cepat mensistesis kolagen

dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapisan perbaikan luka.

Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan aliran

darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka

(kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan adanya

pembuluh darah, kemrahan dan mudah berdarah (Ismail, 2008).

Pada tabel 3, ditunjukan bahwa lidah buaya mempunyai angka

rata-rata lebih cepat (10,60  0,894 hari ) dari pada kelompok lain. Ini

memeperlihatkan bahwa kelompok lidah buaya memiliki proses

kesembuhan luka yang cepat dan efektif setiap harinya. Keadaan ini tidak

terlepas dari kandungan gel lidah buaya yang memepengaruhi kesembuhan

luka. Adapun kandungan gel lidah buaya berdasarkan pada penelitian In

vivo telah menunjukkan bahwa gel aloe vera dapat menyembuhan luka
58

dengan langsung merangsang aktivitas makrofag dan fibroblas (Davis,

2010). Aktivasi fibroblast oleh gel aloe vera telah dilaporkan dapat

digunakan untuk meningkatkan kolagen dan sintesis proteoglikan,

sehingga dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang rusak (Davis,

2010). Beberapa bukti menyatakan bahwa polisakarida terdiri dari

beberapa komponen monosakarida, terutama mannose dan dari penelitian

sebelumnya telah mengemukakan bahwa mannose 6 - fosfat , merupakan

komponen gula utama dari gel Aloe vera. Mannose 6 - fosfat mungkin

bertanggung jawab atas prose penyembuhan luka. Mannose 6 - fosfat

dapat mengikat reseptor faktor pertumbuhan pada permukaan fibroblas

dan dengan demikian dapat meningkatkan aktivitas proses penyembuhan

luka (Hart, 2011).

Selanjutnya , acemannan dan karbohidrat kompleks yang diisolasi

dari daun Aloe, telah menunjukan bahwa dapat dingunakan untuk

mempercepat penyembuhan luka dan mengurangi reaksi kulit

radiationinduced. Mekanisme kerja dari acemannan adalah yang Pertama

acemannan adalah makrofag sehingga mengaktifkan agen potensial

sehingga dapat merangsang pelepasan sitokin fibrogenik dan yang kedua

sebagai faktor pertumbuhan dapat mengikat langsung ke acemannan

digunakan untuk stabilitas dan memperpanjang stimulasi jaringan

granulasi (Hamman, 2008).

Efek terapeutik gel Aloe vera juga mencakup untuk pencegahan

iskemia dermal progresif yang disebabkan oleh luka bakar, luka listrik dan
59

penyalahgunaan narkoba intraarterial . Dalam analisis vivo dari cedera ini

menunjukkan bahwa Aloe vera Gel bertindak sebagai inhibitor dari

tromboksan A2 ,sebagai mediator kerusakan jaringan progresif. Beberapa

mekanisme lain telah diusulkan untuk menjelaskan tentang aktivitas gel

Aloe vera , termasuk stimulasi pelengkap terkait dengan polisakarida, serta

hydrating, isolasi, dan sifat pelindung gel (Hamman, 2008).

Pada kelompok kunyit mengalami proses penyembuhan lebih

lambat dari kelompok gel lidah buaya akan tetapi lebih cepat dari

kelompok kontrol (povidone). Kunyit memiliki efek yang membantu

proses penyembuhan luka dengan mempercepat fase infalamasi serta

mencegah terjadinya infeksi karena efek dari kurkumin sebagai salah satu

bahan aktif kunyit yang dapat menghambat pembentukan prostaglandin

dan menekan aktifitas enzim siklooksiginase (Sudjarwo, 2004).

Keunggulan lain dari kunyit adalah kemampuan sebagai anti radang dan

penggumpal darah. Hal ini dipengaruhi oleh pembentukan ecosanoids, zat

kimia yang dapat mengatur penggumpalan darah, tekanan darah dan

kekebalan tubuh. Selain itu kurkumin juga bersifat antibakteria dan

antiinflamasi, menghabat atau membunuh mikroba serta berkhasiat

mengatasi masalah peradangan jaringan (Jamitra, 2008).

Fase terakhir dari proses penyembuhan luka adalah fase maturasi,

fase ini biasanya dimulai pada hari ke 24 samapai bertahun tahun setelah

terjadinya luka tergantung dari kondisi luka. Luka yang tidak terlalu parah

seperti pada luka insisi yang dilakukan dalam penelitian, fase maturasi
60

dapat terjadi lebih cepat dan pertumbuhan kolagen dapat mencapi

puncaknya bahkan sebelum minggu kedua (Potter & Perry, 2006).

Kelompok penelitian lidah buaya mengalami penyembuhan total luka

paling paling cepat hari ke 9 dan paling lambat pada hari ke 11, pada

kelompok kunyit penyembuhan total tercepat terjadi pada hari ke 9 dan

paling lambat hari ke 12, sedangkan pada kelompok kontrol povidone

iodine mengalami penyembuhan total mulai hari 12 ke sampai hari ke 14.

Hasil uji Kruskal-Wallis Test menunjukan adanya perbedaan pada

hari ke 13 dengan nilai p=0,006. Hal ini menunjukan bahwa selain

mempercepat fase inflamasi dan fase proliferasi gel aloe vera juga

mempercepat fase maturasi luka pada penelitian. Hal ini sesuai dengan

penelitian (Haritha et.al, 2012) yang menunjukan bahwa olesan gel aloe

vera dapat mempercepat proses kesembuhan luka pada hewan.

Grafik wound base bahwa ketiga kelompok memiliki proses

peyembuhan yang berbeda-beda. Kelompok perlakuan gel lidah buaya

mengalami proses penyembuhan paling cepat, meskipun pada awal proses

penyembuhan wound base dan luas luka tidak jauh berbeda dengan

kelompok perlakuan lain. Hal ini memperlihatkan fase inflamasi pada

kelompok gel lidah buaya berjalan efektif dan cepat. Tinggi rendahnya

skor pada wound base dipengaruhi oleh ke munculan nekrotik dan slough.

Luka nekrotik berisikan jaringan yang telah mati. Luka akan tampak keras

kering dan hitam yang menandakan kesembuhan luka yang terhambat.

Sedangkan slough di luka juga menandakan terjadinya perlambatan


61

kesembuhan luka (Ashton et.al., 2010). Nekrotik dan slough merupakan

jaringan mati yang dijadikan tempat hidup atau tempat berkembangnya

bakteri.

Grafik luas luka menunjukkan bahwa kelompok gel lidah buaya

penurunan ukuran luka secara normal dimulai dari fase proliferasi hingga

berakhir setelah tertutupnya permukaan luka, epitel dermis dan lapisan

kolagen terbentuk yaitu pada hari ke 21 (Sjamsuhidajat & jong, 2004).

Luas luka berkaitan langsung dengan pertumbuhanjaringan baru pada

luka. Semakin cepat jaringan itu tumbuh maka semakin cepat pula luka

akan menutup. Jika berbicara tentang pembentukan jaringan baru, maka

tanda kesembuhan ini masuk ke dalam fase proliferasi. Glucose-6-

phosphate dan mannose-6-phospahte, pada gel lidah buaya merupakan

senyawa penting dalam kecepatan fase proliferasi. Kandungan Glucose-6-

phosphate dan mannose-6-phospahte juga berperan dalam peremajaan sel,

meregenerasi sel yang rusak serta meningkatkan kerja sel. Adanya

kandungan Glucose-6-phosphate dan mannose-6-phospahte dalam gel

lidah buaya dapat meregnerasi sel yang rusak akibat luka sehingga luka

dapat sembuh (Haritha et.al, 2012).

Tabel 3 memperlihatkan bahwa kelompok perlakuan yang diberi

olesan gel lidah buaya membutuhkan waktu tercepat yaitu rata-rata 10,60

 0,894 hari waktu sembuh. Luka insisi dengan olesan kunyit rata rata

selama 11,20  1,304 hari waktu sembuh, sedangkan luka insisi kelompok

kontrol membutuhakan waktu terlama yaitu rata-rata 13,00  0,707 hari.


62

Uji beda waktu kesembuhan luka memperlihatkan ada beda yang

signifikan pada semua kelompok (p=0,007) yang artinya menujukkan

bahwa adanya perbedaan waktu kesembuhan antara ketiga kelompok. Hal

ini terjadi karena memang fase kesembuhan selain terjadi karena proses

fisiologis juga terjadi percepatan kesembuhan dikarenakaan oleh faktor

eksternal terutama pada pengobatan yang diberikan. Sehingga dapat

dikatakan bahwa proses penyembuhan yang baik karena tidak ada delay

atau keterlambatan dalam penyembuhan luka. Pada uji Kelompok kunyit

dan kelompok gel aloe vera tidak terdapat perbedaan yang bermakna

(p=0,174) ini menunjukan bahwa H0 diterima, tidak adanya perbedaan

kecepatan kesembuhan dikarena waktu sembuh kedua variabel hampir

dalam waktu yang sama dikarenakan bahwa pada gel aloe vera dan ekstrak

kunyit mengandung unsur kandungan yang hampir mirip dapat

mempengaruhi kesembuhan luka. Pada gel aloe vera menggandung

Glucose-6-phosphate, mannose-6-phospahte & acemannan. Dan kunyit

mempunyai kandungan seperti curcumin.

Pada penelitian ini terdapat variabel pengganggu yang ditemukan

meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang

menyebabkan perlambatan kesembuhan luka adalah aktifitas tikus yang

tidak dapat dikontrol sehingga membuat proses penyembuhan luka

menjadi tidak efektif. Selain itu aktifitas tikus yang berlebihan ini

menyebabkan antara tikus dalam satu kelompok saling bersinggungan.

Faktor ekstrinsik yang menggangu berupa faktor lingkungan dan kadang


63

tidak dapat dikontrol kebersihannya tiap waktu. Pada kelompok aloe vera

dipengaruhi oleh ke tidak pastian kadar gel aloe vera, pada setiap

perlakuan tikus putih. Pada kelompok kunyit dipengaruhi oleh proses

pembuatan ekstraknya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa berdasarkan uji siginifikasi tidak

terdapat perbedaan yang bermakna antara olesan gel lidah buaya dengan olesan

ekstrak etanolik rimpang kunyit dan berdasarkan hasil rerata proses penyembuhan

gel lidah buaya memiliki waktu paling cepat yaitu selama 10,60  0,894 hari

sedangkan kelompok olesan ekstrak etanolik rimpang kunyit memiliki waktu

sembuh 11,20  1,304 hari.

B. Saran

1. Bagi institusi pendidikan dokter

Perlu dikembangkan penelitian-penelitian tentang lidah buaya

sebagai alternatif perwatan luka dan juga sebagai terapi komplementer,

untuk dapat dijadikan referensi dibidang praktek kedokteran.

2. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

pengobatan alternatif penyembuhan luka insisi rumah tangga, sehingga

dari segi ekonomi lebih efisien dan praktis.

64
65

3. Bagi rumah sakit

Perlu diadakan promosi kesehatan bahwa gel aloe vera dapat

digunakan sebagai bahan olesan penyembuha luka insisi.

4. Bagi peneliti lain

a. Perlu di uji cobakan pada manusia sebagai obat penyembuhan luka

alaternatif.

b. Perlu dilakukan penelitian lanjut dengan karekteristik luka yang

berbeda seperti luka gangrene atau luka bakar.

c. Perlunya data mengenai perbedaan perbedaan kecepatan kesembuhan

luka insisi antara olesan gel lidah buaya (aloe vera) dan olesan ekstrak

etanol rimpang kunyit (curcuma longa linn.) pada tikus putih dengan

pemeriksaan kultur jaringan untuk melihat perkembangan kesembuhan

luka pada lapisan dermis. Sehingga penelitian ini lebih diketahui

keefektifannya dalam bidang perawatan luka.

d. Perlu dilakukan pemilihan sediaan gel lidah buaya yang efektif dalam

perawatan luka.

C. Kekuatan penelitian

1. Penelitian ini mempunyai lebih dari dua variabel yang diteliti.

2. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian dilakukan

secara lagsung pada hewan coba, metodologinya lebih akurat dan kuat, dan

dapat dikembangkan oleh peneliti lain.

3. Penelitian ini menganalisis variabel bebas dan terkaitnya


66

4. Jumlah sample pada penelitian ini sudah cukup mewakili yaitu 5 tikus

putih tiap kelompok.

5. Pembuatan bahan uji menggunakan tekhik maserasi pada pembuatan

ekstrak kunyit.

D. Kelemahan penelitian

1. Aktifitas tikus putih tidak bisa dikontrol dan lingkungan tikus putih tidak

bisa dijaga kestreilan dan kebersihanya.

2. Pengamatan dilakukan secara makroskopis sehingga hasil yang didapatkan

berupa konsisi umum luka, tidak didapatkan hasil yang lebih detail seperti

kondidi del dam mikroskopis luka.

3. Penggunaan gel lidah buaya yang secara langsung tanpa proses apapun

sebagai bahan penelitian ini kurang maksimal .


67

DAFTAR PUSTAKA

Adam JS, & Alexander BD. (2008) Current management of acute cutaneous
wound. N Engl J Med. 2008 Sep 4;359:1037-46

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


PT.Rineka Cipta

Ashton, J. Morton, N beswick, D banker, V blackburn, & F Wringh. (2010).


Wound Care Guideline. Bolton primary care.

Baiq, H. (2009). Perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi dengan pemberian


olesan kunyit (curcuma longa) dan povidone iodine pada tikus putih”
Makalah. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Barbul A. (2006). Schwartz's Manual of Surgery. 8th ed. Wound Healing. New
York: McGraw-Hill; 2006. p. 165-82.

Barbul, A and Efron, D. (2010). Wound Healing in Schwartz principle of surgery


9th ed. New York.: McGrawHill. p.210 – 219.

Baririet, B.D. (2011). Konsep luka. Basic Nursing Department UMM, Artikel.
Diakses 07 april 2013, dari http://s1
keperawatan.umm.ac.id/files/file/konsep%20luka.pdf

Brunner & suddarth. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 vol 1.
Jakarta: EGC

Cruse P.J, & McPhedran NT. (1995). Wound healing and management. In:
Sabiston DC (ed) Essentials of surgery. Saunders: Philadelphia

Davis RH et al. Anti-inflammatory and wound healing of growth substance


in Aloe vera. Journal of the American Pediatric Medical Association, 1994,
84:77–81.

Deni, R. (2007). Menyembuhkan kanker dengan kunyit. Bogor: Jurnal Nasional.

Febrian, D. (2009). Perbedaan kecepatan kesembuhan luka sayat dengan olesan


teh hijau dan povidone iodine pada tikus putih. Makalah. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta
68

Fletcher, J. (2008). Differences between acute and chronic wounds and the role of
wound bed preparation. Nursing Standard. 22, 24, 62-68. Diakses 07 April
2013, dari http://nursingstandard.rcnpublishing.co.uk/archive/article-
differences-between-acute-andchronic-wounds-and-the-role-ofwound-bed-
preparation

Fumawanthi, I. (2004). Khasiat & Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib.


Jakarta :Agro Media Pustaka

Galiano, R.D.. 2007. Topical vascular endothelial growth factor accelerates


wound healing through increased angiogenesis and by mobilizing and
recruiting bone marrow–derived cells. Am. J. Pathol. 164:1935-1947.

Hamman, Josias H. (2008, 8 Agustus). Composition and Applications of Aloe


vera Leaf Gel, Molecules Department of Pharmaceutical Sciences. Diakses
1 April 2013, dari http://www.mdpi.com/1420-3049/13/8/1599/pdf

Haritha, K.C., Yadav, J. Ravi Kumar, S. Ilias Basha, G.R.Deshmukh, Ravi


Gujjula And B.Santhamma. (2012). Wound Healing Activity of Topical
Application of Aloe Vera Gel In Experimental Animal Models.
International Journal Of Pharma And Bio Sciences. Vol 3. 63-72

Hart LA et al. (2011) An anti-complementary polysaccharide with immunological


adjuvant activity from the leaf of Aloe vera. Planta medica, , 55:509–511.

Hutapea, J. R. (1993). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Departemen


Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Ide, P.(2011). Health secret of tumeric (kunyit). Jakarta : PT elex media


Komputindo

Jamitra. (2008). Kunyit curcuma domestica. Artikel. diakses pada tanggal 13


November 2013 dari http:jamitra.com/kunyit.html

Kardarron, D. (2010). Kunyit (curcumae damastica val). Artikel. Diakses pada 22


april 2013 dari
http://www.asiamaya.com/jamu/isi/kunyit_curcumaedomestica.htm

Kalangi, & Sonny J.R. (2007). Khasiat Aloe Vera pada Penyembuhan Luka. BIK
Biomed (serial di internet). diakses 6 April 2011. dari :
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3307108111.pdf
69

Lu L, & Galiano RD. (2007). Wound Healing and Principles of Wound Care. In:
Kryger ZB, Sisco M, editors. Practical Plastic Surgery. Austine, Texas:
Landes Bioscience; p. 1-3.

Nagori, B.P & Solakin,R. (2011). Role of medicinal plant in wound healing.
Research Journal of medecine plants. 5 (4) :392-405.

Potter & Perry, (2006) Buku Ajar Fundamentak Keperawatan. Jakarta : EGC

Purwanti,S. (2008). Kajian Efektivitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang


Putih, dan Mineral Zink Terhadap Perfoma, Kadar Lemak, Kolesterol dan
Status Kesehatan Broiler. Tesis. Pascasarjana IPB. Bogor.

Sastroasmoro, S & Ismael, S. (2002). Dasar-dasar Metologi Penelitian Klinis.


Jakarta: Sagung seto.

Sembiring, Mamun, & Ginting. (2006). Pengaruh Kehalusan dan Lama Ekstraksi
Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak ( Curcuma xantorhiza,Roxb).17:53-58.

Setiabudi,W.A. (2009). Lidah buaya. Artikel. Diakses 28 maret 2013, dari


http://soulkeeper28.files.wordpress.com/2009/01/artikel-lidah-buaya.pdf

Sjamsuhidajat,R & Nim de jong. (2004). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC

Sudjarwo, S, A. (2004) The signal tranduction of curcumin as anti infalamatory


agent in cultured fibroblast. Jurnal kedokteran yarsi. Vol 12,

Tembayong, J. (2000) . Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC

Wiedosari, E. Peran. (2007). Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem


Imunitas Seluler dan Humoral. (serial di internet). diakses 6 April 2013.
dari: http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/217_8.pdf

William & Wilkins, L. (2003). Wound care made incredibly easy. A walters
kluwer company. London

Winarto, WP. (2005). Khasiat & manfaat kunyit, Jakarta : Agro Media Pustaka.
70

LAMPIRAN
Tabel . checklist perawatan luka

Hari ke-
SKOR Karakteristik
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Wound base
0 Epitelializer
1 Epitelisasi
2 Epithelial bridging
3 Granulasi
4 Slough
5 Nekrotik
Ukuran luka (PxL)
0 Menutup Sempurna
1 <0,5 cm
2 0,5-0,99cm
3 1 cm - 1,49 cm
4 1,5 - 1,99cm
5 >2 Cm
Tanda Infeksi
Tidak ada tanda
0 infeksi
1 Terdapat sebagian
2 Infeksi lokal
3 Infeksi sistemik
Kedalaman
0 Intake
1 Epidermis
2 Dermis
3 Subkutan
Lemak, Tendon dan
4 Tulang
Jumlah Eksudat
0 Tidak ada
1 Ringan
2 Sedang
3 Berat
4 Sangat berat
Tepi Luka
0 Tidak ada edema
1 Ada edema
2 Kemerahan
3 Maserasi

Total
71

Hasil Uji Signifikasi

Hari Uji beda Signifikasi per pasangan kelompok


proses antara Povidone Povidone Gel lidah
3 kelompok iodine – iodine- buaya -
(P) Gel Lidah Ekstrak Ekstrak
buaya Kunyit Kunyit
2 0,005 0,006 0,006 0,549
3 0,004 0,007 0,009 0,093
4 0,025 0,009 0,054 0,443
5 0,027 0,017 0,228 0,049
6 0,027 0,022 0,180 0,045
7 0,014 0,012 0,230 0,021
8 0,225 0,083 0,911 0,237
9 0,107 0,101 0,055 0,905
10 0,101 0,045 0,095 0,650
11 0,044 0,042 0,042 1,000
12 0,007 0,005 0,058 0,050
13 0,006 0,014 0,014 1.000
14 0,368 0,317 0,317 1.000
72

UJI BEDA Proses penyembuhan luka

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Masapenyebuhan Kontrol Povidone ,300 5 ,161 ,883 5 ,325
Lidah Buaya ,473 5 ,001 ,552 5 ,000
Ekstrak Kunyit ,330 5 ,079 ,735 5 ,021
a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Perlakuan Statistic Std. Error


Masapenyebuhan Kontrol Povidone Mean 13,00 ,316
95% Confidence Lower Bound 12,12
Interval for Mean Upper Bound
13,88

5% Trimmed Mean 13,00


Median 13,00
Variance ,500
Std. Deviation ,707
Minimum 12
Maximum 14
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness ,000 ,913
Kurtos is 2,000 2,000
Lidah Buaya Mean 10,60 ,400
95% Confidence Lower Bound 9,49
Interval for Mean Upper Bound
11,71

5% Trimmed Mean 10,67


Median 11,00
Variance ,800
Std. Deviation ,894
Minimum 9
Maximum 11
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -2,236 ,913
Kurtos is 5,000 2,000
Ekstrak Kunyit Mean 11,20 ,583
95% Confidence Lower Bound 9,58
Interval for Mean Upper Bound
12,82

5% Trimmed Mean 11,28


Median 12,00
Variance 1,700
Std. Deviation 1,304
Minimum 9
Maximum 12
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness -1,714 ,913
Kurtos is 2,664 2,000
73

Test of Homogeneity of Variance

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Masapenyebuhan Based on Mean 1,042 2 12 ,383
Based on Median ,286 2 12 ,756
Based on Median and
,286 2 8,663 ,758
with adjusted df
Based on trimmed mean ,911 2 12 ,428

NPar Tests

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Perlakuan N Mean Rank


Masapenyebuhan Kontrol Povidone 5 12,70
Lidah Buaya 5 4,30
Ekstrak Kunyit 5 7,00
Total 15

Te st Statisticsa,b

Masapen
yebuhan
Chi-Square 9,808
df 2
As ymp. Sig. ,007
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Perlakuan

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks


Masapenyebuhan Kontrol Povidone 5 8,00 40,00
Lidah Buaya 5 3,00 15,00
Total 10
74

Te st Statisticsb

Masapen
yebuhan
Mann-W hit ney U ,000
W ilcox on W 15,000
Z -2, 730
As ymp. Sig. (2-tailed) ,006
Ex act Sig. [2*(1-tailed a
,008
Sig.)]
a. Not correct ed for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks


Masapenyebuhan Kontrol Povidone 5 7,70 38,50
Ekstrak Kunyit 5 3,30 16,50
Total 10

Te st Statisticsb

Masapen
yebuhan
Mann-W hit ney U 1,500
W ilcox on W 16,500
Z -2, 402
As ymp. Sig. (2-tailed) ,016
Ex act Sig. [2*(1-tailed a
,016
Sig.)]
a. Not correct ed for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks


Masapenyebuhan Lidah Buaya 5 4,30 21,50
Ekstrak Kunyit 5 6,70 33,50
Total 10
75

Te st Statisticsb

Masapen
yebuhan
Mann-W hit ney U 6,500
W ilcox on W 21,500
Z -1, 361
As ymp. Sig. (2-tailed) ,174
Ex act Sig. [2*(1-tailed a
,222
Sig.)]
a. Not correct ed for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan

You might also like