You are on page 1of 16

TUGAS SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN KONSERVASI

KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF

Disusun Oleh

Kelompok 2

Nurul Falah 150510160009

Irfan Alghifari 150510160047

Asty Nesya Rahmi 150510160061

Annisa Nadiah A 150510160109

Putri Artha Leide 150510160188

Kelas C

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2018
DAFTAR ISI

BAB I ........................................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
1.4 Kegunaan dan Manfaat ................................................................................................................. 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
2.1 Erosi............................................................................................................................................... 3
2.2 Konservasi Tanah .......................................................................................................................... 4
2.2.1 Konservasi Tanah Vegetatif ................................................................................................... 4
2.3 STUDI KASUS 1 .............................................................................................................................. 7
2.4 STUDI KASUS 2 ............................................................................................................................ 10
BAB III .................................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami atau dalam proses kerusakan
fisik, kimia atau biologi yang akhirnya dapat membahayakan fungsi hidrologi, gielogi,
produksi pertanian, pemukiman, dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan
pengaruhnya (Kuswanto,2005). Lahan kritis merupakan lahan yang tidak produktif yang
tidak memungkinkan dijadikan lahan pertanian tanpa merahabilitasi terlebih dahulu. Adapun
ciri-ciri lahan kritis yaitu telah terjadi erosi kuat, lapisan tanah erosi habis, kemiringan lereng
lebih besar dari 30%, tutupan lahan sangat kecil bahkan gundul.

Terjadinya lahan kritis disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian ke lahan
non pertanian yang terus bertambah setiap tahunya kurang lebih sebesar 2%. Lahan kritis
juga dapat disebabkan beberapa faktor seperti penebangan liar secara ilegal, perambahan
hutan, kebakaran hutan, pemanfaatan sumberdaya hutan yang tidak berdasarkan kelestarian
serta penggunaan lahan yang tidak konservatif. Akibat dari lahan kritis yaitu daya resap air
tanah terhadap air menurun sehingga kandungan air tanah berkurang yang mengakibatkan
kekeringan pada musim kemarau, terjadinya arus permukaan tanah pada waktu musim hujan
yang mengakibatkan bahaya banjir dan longsor, menurunnya kesuburan tanah dan daya
dukung lahan.

Maka akibat dari lahan kritis tersebut harus dilakukannya konservasi tanah.
Konservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai
dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Salah satu cara konservasi tanah yang dapat
dilakukan dengan metode konservasi vegetatif yaitu segala bentuk pemanfaatan tanaman
ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Salah satu teknik dari konservasi vegetatif
yaitu wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman pohonpohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman
komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian. Agroforesty ini
diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk menanggulangi masalah kritis lahan di
Indonesia.

1
1.2 Identifikasi Masalah
Dari Uraian latar belakang yang sudah diuraikan diatas, maka dapat

dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana teknik konservasi tanah secara vegetatif dengan teknik

agroforesty?

2. Apakah konservasi tanah secara vegetatif dengan teknik agroforesty dapat

berdampak menurunkan lahan kritis secara efektif?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui cara konservasi tanah secara vegetatif dengan teknik agroforesty.

2. Mengetahui dampak dari hasil konsrvasi tanah secara vegetatif dengan teknik

agroforesty terhadap lahan kritis.

1.4 Kegunaan dan Manfaat


Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

.Penelitian ini mampu memberikan informasi ilmiah mengenai konservasi tanah secara

vegetatif dan memberikan informasi mengenai pengaruh teknik agroforesty terhadap

lahan kritis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Erosi

Erosi tanah adalah peristiwa terangkutnya tanah dari satu tempat ke tempat
lain oleh air atau angin (Arsyad, 1976). Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu
pelepasan (detachment) partikel tanah, pengangkutan (transportation), dan pengendapan
(sedimentation). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara
yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Erosi yang disebabkan oleh air hujan
merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia.

Tanah yang hilang akibat proses erosi tersebut terangkut oleh air sehingga
menyebabkan pendangkalan saluran drainase termasuk parit, sungai, dan danau. Erosi yang
telah berlanjut menyebabkan rusaknya ekosistem sehingga penanganannya akan memakan
waktu lama dan biaya yang mahal.

3
2.2 Konservasi Tanah
Konservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat
yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Pemakaian istilah konservasi tanah sering
diikuti dengan istilah konservasi air. Sasaran konservasi tanah meliputi keseluruhan sumber
daya lahan, yang mencakup kelestarian produktivitas tanah dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan mendukung keseimbangan ekosistem.

Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu
perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan
penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material
tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).

2.2.1 Konservasi Tanah Vegetatif


Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk pemanfaatan
tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman ataupun sisa-sisa
tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun
terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke
dalam tanah.

Usaha pengendalian erosi dengan cara vegetatif didasarkan pada peran tanaman untuk
mengurangi erosi seperti menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan ke permukaan
tanah, mengurangi kecepatan aliran di permukaan tanah dan memperbesar kapasitas infiltrasi.
Berbagai jenis vegetasi dan penggunaan tanah mempunyai efisiensi yang berlainan dalam
konservasi tanah. Efisiensi relatif tinggi jika digunakan vegetasi permanen, seperti hutan
lebat dengan semaksemak.

Kanopi berfungsi menahan laju butiran air hujan dan mengurangi tenaga kinetik
butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi. Air
yang masuk di sela-sela kanopi (interception) sebagian akan kembali ke atmosfer akibat
evaporasi. Fungsi perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir air hujan merupakan
hal yang sangat penting karena erosi yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air
hujan. Semakin rapat penutupannya akan semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh
pukulan butiran air hujan.

4
Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan
aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi
kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran
permukaan. Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut materialnya
juga berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk meresapkan air.

Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya mampu
membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang ikut bersama
aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang dan lama-kelamaan akan membentuk
bidang penahan aliran permukaan yang lebih stabil.

Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan oleh
penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme dalam tanah,
sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya cengkeram terhadap tanah
(Foth, 1995, Killham, 1994, Agus et al., 2002). Perakaran tanaman juga membantu
mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan, memantapkan agregasi tanah sehingga lebih
mendukung pertumbuhan tanaman dan mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut
akibat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.

Vegetasi dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki beberapa
manfaat yang mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan. Vegetasi memeliki beberapa
manfaat yang merupakan ciri pertanian berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

5
Salah satu teknik konservasi tanah secara vegetatif yaitu dengan agroforestry :

Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman pohonpohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman
komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian. Penggunaan tanaman
tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian
khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif
lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam
bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak
erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan
dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.
Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman
tahunan maupun dari tanaman semusim. Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam
atau agak curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah,
dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim.

Secara umum proporsi tanaman tahunan makin banyak pada lereng yang semakin
curam demikian juga sebaliknya. Tanaman semusim memerlukan pengolahan tanah dan
pemeliharaan tanaman yang lebih intensif dibandingkan dengan tanaman tahunan.
Pengolahan tanah pada tanaman semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul,
mengaduk tanah, maupun cara lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga
tanah mudah tererosi. Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat
pengolahan tanah juga semakin besar.

Penanaman tanaman tahunan tidak memerlukan pengolahan tanah secara intensif.


Perakaran yang dalam dan penutupan tanah yang rapat mampu melindungi tanah dari erosi.
Tanaman tahunan yang dipilih sebaiknya dari jenis yang dapat memberikan nilai tambah bagi
petani dari hasil buah maupun kayunya. Selain dapat menghasilkan keuntungan dengan lebih
cepat dan lebih besar, wanatani ini juga merupakan sistem yang sangat baik dalam mencegah
erosi tanah. Sistem wanatani telah lama dikenal di masyarakat Indonesia dan berkembang
menjadi beberapa macam, yaitu pertanaman sela, pertanaman lorong, talun hutan rakyat,
kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung/multistrata, dan silvipastura.

6
2.3 STUDI KASUS 1

UPAYA KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN AGROFORESTRI DI SUBANG


SELATAN

Subang Selatan memiliki sumber daya alam yang sangat potensial sehingga harus
diupayakan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2006
kecamatan di Subang Selatan yang paling luas dan rawan terdapat lahan kritis adalah
Kecamatan Cijambe. Serta kecamatan lain di Subang yang rawan terdapat lahan kritis adalah
Jalancagak, Sagalaherang, Ciater, Cisalak, dan Tanjung Siang.

Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data


karakteristik tanah, topografim dan tutupan lahan di Kecamatan Jalancagak, Sagalaherang,
Ciater, Cisalak, Tanjungsiang dan Cijambe. Diharapkan dengan mendapatkan beberapa data
tersebut dapat menunjang keberhasilan usaha konservasi untuk mengatasi kekritisan lahan di
kawasan Subang Selatan.

Metodologi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan melalui beberapa tahap,
yaitu pengumpulan data sekunder, peta-peta tematik serta analisis data, Survei lapangan
berupa pengumpulan data primer terdiri dari ground check (pengamatan, pengukuran) dan
pengambilan sampel tanah, dan Kegiatan di studio berupa pengolahan data serta analisis
berbagai peta tematik. Setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut akan diperoleh data yang
akan dianalisis untuk melihat kekritisan tanah dan selanjutnya dapat diketahui teknik
konservasi yang cocok untuk diterapkan pada daerah yang diteliti.

Data curah hujan yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode aritmatik yang
kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode Kurva Massa. Dilihat dari data
curah hujan tahun 2000 – 2009 dapat disimpulkan bahwa curah hujan di Subang Selatan
relatif tinggi. Nilai curah hujan rata-rata bulanan adalah 280 mm/bulan dan rata-rata tahunan

7
adalah 2129 mm/tahun. Nilai curah hujan diatas 2000mm memiliki potensi besar untuk
menyebabkan erosi, terutama di wilayah pegunungan.

Gambar 1. Grafik Pola Curah Hujan Tahun 2000 - 2009

Jika dilihat dari aspek topografi, daerah Subang Selatan memiliki topografi yang
beragam. Mulai dari kemiringan lereng landau (3 – 8%) hingga kemiringan lereng sangat
curam (>25%). Jenis tanah yang terdapat di daerah ini adalah asosiasi Andisol dan Entisol.
Karakteristik tanah andisol memiliki unsur hara yang cukup tinggi sehingga sangat subur dan
cocok untuk ditanami, sedangkan karakteristik tanah entisol memiliki kandungan unsur hara
yang rendah serta peka terhadap erosi.

Jenis tanah dari dua ordo tersebu dapat ditemui pada ketinggian diatas 1.000 mdpl dan
ordo Inceptisol dapat ditemukan pada ketinggian 700 – 1.000 mdpl. Sifat fisik tanah cukup
baik, memiliki struktur tanah remah dengan kedalaman tanah yang dalam, memiliki porositas
tinggi dan aerasi baik. Lahan-lahan tersebut berada pada topografi yang berlereng dan dengan
curah hujan yang tinggi, serta budidaya yang intensif menyebabkan kepekaan terhadap erosi
cukup tinggi.

Penggunaakn lahan di daerah Subang Selatan sangat beragam. Data penggunaan lahan
diperoleh dari peta RBI tahun 2004 dan hasil interpretasi visual citra ALOS tahun 2009. Data
ini menunjukkan lahan digunakan untuk kawasan konservasi, budidaya serta kawasan sosial.
Dari tahun 1999 hingga 2009 terjadi beberapa perubahan penggunaan penutup lahan yang
cukup signifikan.

Pada tabel dapat dilihat bahawa perubahan yang sangat signifikan terkadi pada
kawasan konservasi (hutan) menjadi kawasan perkebunan. Luas lahan yang digunkanan
sebagai kawasan konservasi berkurang 6.05% dan luas lahan perkebunan bertambahn 22,79%

8
Gambar 2. Grafik Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 1999 - 2009

Setelah memperoleh data curah hujan, kondisi topografi, jenis tanah, dan penggunaan
lahan salah satu teknik konservasi yang dapat diterapkan di daerah Subang Selatan adalah
secara vegetatif dengan menggunakan metode agroforesti. Agroforesti adalah usaha
konservasi dengan memadukan polatanam dan kolaborasi berbagai macam kegiatan ekonomi
untuk mendapatkan manfaat multi fungsi.

Agroforesti menerapkan sistem pola tanam yang memadukan berbagai jenis pohon
dengan tanaman semusim. Agroforestri memiliki peranan untuk mengatasi kekritisan lahan di
Sumedang Selatan, yatu mencegah banjir di hilir, mengurangi laju evaportranspirasi,
meningkatkan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah, menjaga baseflow di musim
kemarau, memberikan perlindungan terhadap ekologi daerah hulu, dan mengurangi erosi
tanah,

Untuk daerah Subang Selatan tanaman yang cocok digunakan untuk menerapkan
metode konservasi vegetatif dengan agroforestri adalah beberapa jenis tanaman hutan dan
tanaman tahunan yang dipilih berdasarkan data iklim dan topografi. Pemilihan tanaman ini
diharapkan selain dapat mencegah terjadinya erosi, dapat mengembalikan kesuburan tanah
dan porositas tanah, serta dapat membantu masyarakat sekitar dalam segi sosial ekonomi.

9
2.4 STUDI KASUS 2

Perubahan hutan primer menjadi hutan sekunder diakibatkan adanya


pemanenan kayu dengan siklus pendek ataupun perubahan menjadi lahan pertanian
konvensional. Hal tersebut membuat lahan menjadi marjinal dan hanya ditumbuhi
alang-alang. Oleh karena itu di aplikasikan metode konservasi agroforestry untuk
dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat namun tetap mengedapankan ekologi
juga memberi keuntungan bagi masyarakat.

Luasnya lahan marjinal yang ada di Lampung Utara diperlukan rencana yang
sangat matang. Langkah awal yang harus dilakukan adalah penelitian tentang
identifikasi pola agroforestri yang ada agar dapat menentukan langkah-langkah yang
sesuai serta sesuai dengan keinginan masyarakat. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi pola-pola agroforestri berbasis pohon dan tanaman pangan atau
tanaman jenis lainnya yang diaplikasikan oleh masyarakat pada lahan marjinal atau
daerah bekas alang-alang.

10
Para petani di area benchmark ASB Lampung Utara (Noordwjik et al., 1998)
telah menunjukkan kesungguhannya dalam mengembangkan tanaman berkayu
sebagai sistem produksi terbaik. Mereka mengkombinasikan pohon dengan tanaman
pangan pada lahannya seperti Nepheliumlappaceum dan Tectona grandis .

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2007 di Kabupaten


Lampung Utara meliputi desa-desa Karang Sari, Karang Sakti, Karang Mulya, dan
SPI. Sampel yang diambil sebanyak 40 orang petani ysng tinggsl di sekitar lahan
marjinal atau lahan bekas alang-alang. Sampel dipilih secara purposive (terencana)
dan berdasarkan hasil konsultasi dengan tokoh masyarakat atau Ketua Kelompok Tani
dan atau melalui observasi lapangan. Observasi lapangan dimaksudkan untuk
mencari/menemukan ladang yang ditanami dengan sistem wanatani baru kemudian
pemiliknya dihubungi (diwawancarai).

Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik umum responden; faktor-faktor


sosial ekonomi (seperti pekerjaan, pendapatan, pamilikan lahan dan sistem usaha
tani), aspek agronomi dan silvikultur wanatani; pengetahuan lokal (indigenous; local
knowledge, sejarah pembukaan lahan, spesies pohon dan tanaman pangan/hortikultur
yang mereka tanaman beserta dengan latar belakang pemilihannya).

Data fisik seperti iklim dan kondisi tanah, karakteristik biologis pohon dan
tanaman pangan/hortikultura diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari pustaka
atau instansi terkait seperti ICRAF, dan laporan-laporan penelitian Biological
Management of Soil Fertility (BSMF) - Universitas Brawijaya.

Dari hasil peneltian dapat dilihat pada Tabel 1. Hairiah e t al., (1995)
menyatakan bahwa semua sistem yang berbasis pada pohon akan lestari secara
agronomi (baik agroforestry, sistem tanam monokulturnya petani, dan termasuk juga
untuk lahan yang luas seperti perkebunan).

Keberlanjutan agronomi pada setiap sistem agroforestry berhubungan dengan


cara budidayanya mulai dari pemupukan,penyiangan gulma dan jenis hama dan
penyakit. Aplikasi pupuk dengan dosis tinggi menunjukkan keretanan sistem dan akan
menjadi masalah lingkungan dan ketergantungan petani pada pupuk buatan.
Banyaknya jenis hama dan penyakit yang dikeluhkan petani menunjukkan kerentanan
sistem tersebut.

11
Penyiangan gulma yang intensif dapat menyebabkan terjadinya erosi dan
menurunkan produktifitas lahan(Handaryanto et al., 1995). Pemanfaatan pohon
pelindung ataupun cover crop dapat dimanfaatkan sebagai tanaman untuk
memperbaiki lahan (Noordijwk et al 1995).

Pada tabel 1 diketahui bahwa pola agrofrestri hutan karet – P . lobatum


(jengkol) mempunyai potensi karon yang paling tinggi yaitu 116 Mg/ha dan juga
keanekaragaman yang paling tinggi karena ditemukan adanya 60 spesies di area
tersebut. Tabel tersebut disusun berdasarkan hasil penelitian ASB Phase II. Adapan
pola yang mempunyai potensi karbon paling rendah sebesar 78 Mg/ha adalah pola
kombinasi agroforestri jati dengan tanaman pangan. Sedangkan potensi
keanekaragaman terendah adalah pada pola karet klonal monokultur dan kelapa sawit
monokultur (dengan jumlah yang ditermuakan adalah 25 jenis spesies).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu
perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan
penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material
tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).
Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk pemanfaatan
tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman ataupun sisa-sisa
tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun
terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke
dalam tanah. Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah
yang menggabungkan antara tanaman pohonpohonan, atau tanaman tahunan dengan
tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian.
Penerapan dan pengelolaan agroforestri dapat mengatasi alih fungsi lahan sekaligus
masalah ketersediaan pangan. Dengan penerapan agroforestri mampu mengembalikan
fungsi konservasi tanah dan air sebagai sistem penyangga, sehingga dapat mengatasi
permasalahan penurunan kualitas lahan dan peningkatan perekonomian masyarakat.
Konservasi lahan merupakan upaya mempertahankan keaslian serta kelestarian lahan,
serta untuk mendapatkan keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan
tanah tetap dibawah ambang batas.
Pola agroforestri Hutan Karet – Jengkol mempunyai potensi karbon dan
keanekaragaman tertinggi dibandingkan pola lainnya. Dengan demikian pola ini patut
dipertimbangkan untuk dikembangkan di lahan-lahan marjinal di Kabupaten Lampung
Utara. Selain itu pola ini mempunyai waktu rotasi sebesar 40 tahun jadi masyarakat akan
lebih efisien dalam menggunakan dananya karena tidak perlu menganggarkan biaya
permudaan setiap 5 atau 10 tahun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Maria, R., Hilda L., dan Asep M. 2012. Upaya Konservasi Tanah dan Air Dengan
Agroforestri di Subang Selatan.

Marwanto, S. (2017). Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif.

Studi, P., Sipil, T., & Teknik, F. (2014). Teknologi Pengendalian Erosi Lahan (Technology of
Land Erosion Management ) Teguh Marhendi, 15(1), 50–64.

Susila.2005.Definisi Lahan Kritis.

Wulandari C.2009. Identifikasi Pola Agroforestri Yang Iimplementasikan Masyarakat Pada


Lahan Marjinal Di Lampung Utara.Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.

14

You might also like