You are on page 1of 5

Cinta Bu Nur

Cipt oleh: Pradeo Putra

Langit mulai berubah sedikit jingga kala itu, bau udara segar menyusup
melalui lubang hidung. Seorang anak perempuan berumur kira-kira 20 tahun
bersalaman dengan ibunya bersiap-siap mengawali hari barunya. Sang ibu dengan
pakaian dinas kebanggaannya sudah siap berangkat memenuhi tugasnya.
Pahlawan tanpa jasa begitu orang-orang menyebut profesinya.

“Ibu hati-hati ya, bawa sepedanya yang benar jangan sampai jatuh, Rina
berangkat kerja jam 9, lagipula ini baru jam 6 pagi bu, cepat sekali ibu sudah mau
berangkat?” Tanya perempuan muda itu.

“Iya Rin, ibu pasti akan berhati-hati, kamu bekerja juga hati-hati ya nak, ibu
berangkat jam segini agar bisa datang ke sekolah lebih pagi dan menyapa murid-
murid di pintu gerbang, bukan hanya murid saja yang harus teladan Rin, guru pun
harus, yasudah ibu pamit dulu Assalamualaikum.” Jawab sang ibu sambal mulai
naik ke atas sepedanya.

“Waalaikumussalam, hati-hati bu.” Kata Rina sambal melambaikan tangannya.

Wanita paruh baya itu bernama Nurmala, dia biasa dipanggil Bu Nur di
sekolahnya. Dia mengajar pelajaran Bahasa Indonesia di sebuah Sekolah
Menengah Atas Garuda. Dia dikenal sebagai guru yang murah senyum dan sangat
baik pada murid-muridnya. Dia sangat disenangi oleh para murid, seperti pagi ini
saat ia baru tiba di sekolah dan memarkirkan sepedanya di parkiran sudah banyak
murid-murid yang menghampiri dan menyalaminya.

“Selamat pagi Bu Nur, ibu nampak gembira hari ini.” Ucap Indira seraya
tersenyum dan menyalami gurunya Bahasa Indonesia favoritnya itu.
“Pagi juga Indira, ibu kan memang selalu tersenyum setiap hari, kamu nampak
cantik sekali hari ini.” Jawab Bu Nur dengan bibir terangkat hingga matanya
tampak sipit.

“Wah, ibu bisa saja memujiku, terima kasih Bu Nur cantik.” Ucap Indira seraya
melambaikan tangannya dan berjalan menjauh.

“Indira tunggu dulu ibu ingin bertanya.” Ucap Bu Nur sedikit berteriak.

“Iya bu ada apa?” Tanya Indira penasaran.

“Apa kamu melihat Lano beberapa hari ini? Ibu tidak melihatnya di kelas
seminggu ini.” Jawab Bu Nur seraya bertanya.

“Emm, sebenarnya saya juga tidak tahu kemana anak itu pergi bu, tapi sepertinya
dia akan masuk hari ini karena saya melihatnya berjalan di gerbang tadi.” Jawab
Indira sambal mengembangkan senyum khasnya.

“Baiklah kalau begitu masuklah ke kelas sebentar lagi bel masuk! ibu akan
berada di kelas 5 menit setelah bel.” Perintah Bu Nur sambal membenahi barang-
barang bawaannya.

“Siap wali kelasku yang cantik.” Jawab Indira sambil beranjak ke kelasnya.

Samar-samar suara Pak Marno sedang marah-marah terdengar di tahtanya,


ya Ruang BK. Pak Marno adalah guru Bimbingan Konseling SMA Garuda yang
ditakuti para murid karena tatapan tajamnya. Tapi tidak dengan Lano, dimarahi
Pak Marno merupakan hal yang Ia anggap sebagai makanan sehari-hari. Seperti
hari ini, lagi-lagi dia dimarahi Pak Marno karena tidak memasukkan baju, sepatu
berwarna merah menyala, dan absennya yang sudah bolong 6 hari bulan ini.

“Derlano, lagi-lagi kamu, baju dikeluarkan, sepatu merah menyala seperti artis
ftv tidak laku, sudah bosan saya mengingatkan kamu, apa masih kurang jelas
papan peraturan di depan matamu itu kalau sekolah baju harus dimasukkan dan
sepatu berwarna hitam?” Ucap Pak Marno panjang lebar.

“Iya pak saya juga bisa membaca.” Jawab Lano setengah hati.
“Kalau begitu kenapa masih melanggar? Oh ya, kemana saja kamu 1 minggu ini?
baru minggu kedua bulan ini, absenmu sudah bolong 6 hari.”

“Sudahlah pak, Bapak buang-buang waktu.” Jawab Lano seraya melangkah


pergi.

“Hei Derlano, kembali kamu bapak belum selesai bicara.” Perintah Pak Marno sambil
geleng-geleng kepala.

Namun, Lano tetaplah Lano dia tidak bergeming sedikit pun dan tetap melanjutka
langkahnya menuju kelas.

Suasana kelas sudah ramai saat itu, Derlano dengan langkah angkuhnya
melangkah menuju bangkunya. Semua mata tertuju padanya namun, Derlano
tetaplah Derlano dia tidak peduli dengan kondisi sekelilingnya dan memilih sibuk
dengan pikirannya sendiri. Kelas mendadak sepi setelah Bu Nur mengucap salam
dan dibalas semangat oleh murid-muridnya.

“Baiklah anak-anak hari ini kalian harus bercerita tentang keluarga kalian di
depan kelas, ceritakan dalam bentuk teks cerpen masing-masing ibu beri waktu 1
jam pelajaran untuk menulis setelah itu maju satu per satu kedepan.” Perintah Bu
Nur yang dijawab anggukan oleh murid-muridnya.

Derlano masih saja sibuk dengan pikirannya sendiri, baginya segala sesuatu yang
berhubungan dengan keluarga adalah sesuatu yang tidak berguna. Dia sama sekali
tidak berniat untuk satu coretan pun di kelas putih bergaris miliknya. Bu Nur yang
menyadari gelagat aneh Derlano pun segera menghampirinya.

“Derlano, ada apa nak? Kertasmu belum tersentuh sedikit pun.” Tanya Bu Nur
dengan senyuman khasnya.

“Bolehkah saya ke UKS bu? Saya merasa mual dan kepala saya pusing.” Bohong
Lano karena bosan berada di kelas.

“Baiklah kalau begitu, temui ibu di kantor guru jam istirahat nanti ada yang ingin
ibu bicarakan denganmu.” Jawab Bu Nur dengan senyum yang belum
menghilang.
Bel istirahat nyaring berbunyi, Lano beranjang dari ranjang menuju ruang
guru. Dengan langkah mantap dia masuk dan menghampiri Bu Nur di tempat
duduknya.

“Permisi bu, apa yang ingin ibu bicarakan?” Tanya Derlano dengan sopan.

“Oh iya Derlano silahkan ambil bangku itu dan duduklah”

Derlano segera mengangguk mengambil kursi dan duduk dengan tenang


dihadapan Bu Nur.

“Begini nak, apa kamu punya masalah? Ibu lihat beberapa hari ini kamu terlihat
sering melamun, berceritalah pada ibu, siapa tau bisa membantumu.” Tanya Bu
Nur dengan tutur kata yang sangat lembut.

Dengan sedikit keraguan Derlano pun mulai bercerita.

“Jadi begini bu, orang tua saya sibuk bekerja, saya merasa tidak diperhatikan di
rumah, saya pun jadi tidak berniat sekolah karena orang tua saya yang jarang
berada di rumah. Saya di rumah dengan Bi Rum pembantu rumah tangga saya.
Rumah saya terasa sepi, kakak saya kuliah di luar kota.” Jelas Derlano panjang
lebar.

“Ibu turut bersedih mendengar ceritamu, kalau begitu ibu akan membantumu
berbicara dengan ayah dan ibumu, bel akan berbunyi sebentar lagi sebaiknya
kamu kembali ke kelas sekarang, ibu tau kamu tadi tidak sakit, kamu hanya malas
membuat cerpen tentang keluargamu yang kamu anggap membosankan.”

“Baiklah bu terima kasih.” Jawab Derlano dengan senyum mengembang dan


langkah semangat.

Langit sudah gelap sekarang Bu Nur sudah bersiap akan solat maghrib, ia
segera mengambil wudhu dan mulai melaksanakan solat. Di akhir solatnya ia pun
berdoa dan tak lupa mendoakan Derlano agar kembali bersemangat pergi ke
sekolah. Setelah merapikan peralatan solatnya Bu Nur pun segera mengambil
ponselnya berniat menelepon orang tua Derlano.
“Semoga Bapak dan Ibunya sedang tidak sibuk sekarang.” Batin Bu Nur dalam
hati.

Ia segera memencet tombol hijau pada handphonenya dan terdengar suara tuut
tuut tanda menyambungkan di seberang sana. Tak lama telepon pun diangkat
terdengar suara ramah wanita di seberang sana.

“Assalamualaikum ini siapa ya?” Tanya Shinta ibu Derlano.

“Waalaikumussalam ibu Shinta ini saya Bu Nur wali kelas Derlano. Maaf
menelepon malam-malam saya punya sesuatu yang ingin disampaikan” Jawab Bu
Nur ramah.

“Oh Bu Nur, ada apa ya Bu? Apa Derlano berulah lagi? Benar-benar ya anak itu
sudah saya peringatkan berkali-kali.”

Bu Nur pun menjelaskan semua yang Derlano jelaskan padanya siang tadi. Sang
Ibu pun menyesal terlalu sibuk bekerja dan lalai mengurus Derlano dan
meninggalkannya di rumah dengan Bi Rum.

Sebulan berlalu, Derlano sudah sekolah seperti biasa, tidak ada lagi
Derlano dengan absen yang bolong, tidak ada lagi Derlano yang urakan,
sepatunya pun berwarna hitam sekarang. Dia juga sudah bersemangat sekolah
sekarang. Sebentar lagi Ujian Akhir Semester akan berlangsung, dia pun rajin
belajar. Ini semua berkat Bu Nur, dia membangkitkan semangat seorang Derlano
untuk menjalani hari-harinya lebih bersemangat. Ia pun rutin berkonsultasi dengan
Bu Nur tentang nilainya, ia ingin orang tuanya bangga padanya.

“Terima kasih bu, berkat ibu saya sudah bersemangat sekolah sekarang, tanpa ibu
mungkin saya sudah putus asa sekarang.” Ucap Derlano dengan senyuman penuh
arti.

“Sama-sama nak, teruslah menjadi Derlano yang membanggakan orang tuamu,


belajarlah yang rajin untuk masa depanmu nanti. Ibu akan mendoakanmu.”

You might also like