Professional Documents
Culture Documents
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
AGORAFOBIA
Oleh:
1610029014
Pembimbing:
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2017
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. T
Usia : 41 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Autoanamnesis
2
panik yang disertai dengan keringat dingin, jantung berdebar-debar, kepala
pusing, merasa mual namun tidak sampai muntah, kadang timbul nyeri dada
namun tidak pernah sampai pasien pingsan. Keluhan ini terus menerus pasien
rasakan apabila keluar sendirian dari rumah sejak enam tahun yang lalu, namun
keluhan ini tidak akan muncul apabila pasien berpergian keramaian bersama istri,
anak atau orang yang dikenalinya. Menurut pasien keluhan ini mulai dirasakan
pasien pada saat pasien keluar dari pintu rumah dan beberapa meter atau dalam
10-15 menit kemudian ia mulai merasakan keluhan tersebut. Pada saat serangan
panik tersebut muncul pasien berhenti dulu sebentar ditengah jalan untuk
meminum obat maagh, setelah meminum obat tersebut keluhannya mulai
berkurang dan pasien lanjutkan perjalanannya. Oleh karena keluhan ini muncul
akibat pasien memikirkan sakit maaghnya kambuh maka pasien telah rutin
berobat ke dokter spesialis penyakit dalam selama enam tahun ini untuk keluhan
sakit maaghnya namun keluhannya tidak kunjung berkurang. Pada tahun 2016
lalu, pasien dikonsulkan ke dokter spesialis kejiwaan karena keluhan tersebut dan
diberikan obat rutin No Pres dan resperidone. Selama meminum kedua obat ini
keluhan pasien telah berkurang dan pasien kini mampu keluar rumah sendiri.
Heteroanamnesis
Pasien mulai merasakan keluhan sering panik dikeramaian inni sejak 6 tahun
yang lalu. Menurut pasien awal dari keluhan ini adalah pada saat pasien mendapat
serangan sakit maagh hebat dirumah enam tahun yang lalu namun tiada keluarga
pasien di rumah sehingga pasien menahan sakit sendiir dirumah tanpa dapat
melakukan apapun, menurut pasien kondisinya saat itu snagat parah sehingga
pasien terfikir yang ia akan meninggal saat itu. Setelah kejadian tersebut, pasienn
sering membayangkan jika rasa sakit maagh yang berat akan muncul namun tidak
3
akan ada yang bantu dia pada saat dikeramaian nanti karrena tidak ada orang
yang dikenalinya.
Keluhan yang sama didalam keluarga disangkal namun adik kandung pasien
memiliki keluhan serinng mendengar bisikan-bisikan namun tidak pernah
dibawah berobat ke dokter psikiater.
Diduga karena adanya serangan maagh yang berat yang pernah dialami
pasien dan saat itu pasien sendirian di rumah.
Pasien memiliki riwayat bersosial yang baik dan ekonomi yang mencukupi
untuk keluarga
Tanda Vital :
4
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36, 8 OC
Mata
Gerakan : normal
5
Kesan umum : Pasien tampak rapi, kooperatif.
Psikomotor : normal
2.14 Penatalaksanaan
Psikofarmakologi:
1. No Pres 20 mg ½-0-0
2. Resperidone 2 mg 0-0-½
6
2.15 Prognosis
Jika rutin dalam melakukan terapi dan dukungan keluarga untuk sering
memberikan perhatian kepada pasien.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1 Definisi
Agorafobia adalah keadaan takut akan ruang terbuka serta aspek lainnya
seperti orang banyak dan adanya kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat
aman.1 Agorafobia dapat disertai ansietas umum, serangan panik
perasaan dizzisness dan unsteadiness serta sering ada depresi atau
depersonalisasi.
3.2 Epidemiologi
Agorafobia dapat muncul pada usia muda dengan rata-rata timbulnya adalah
pada usia dua puluh lima tahun. Kebanyakan penderita adalah wanita pada onset
usia muda. Angka kejadian atau prevalensi agorafobia selama masa kehidupan
adalah 2-6%.2 Pada penelitian yang dilakukan di lingkungan psikiatrik dilaporkan
sebanyak tiga perempat pasien yang terkena agorafobia juga menderita gangguan
panik. Hasil yang berbeda ditemukan pada lingkungan masyarakat di mana
separuh dari pasien yang menderita agorafobia tidak menderita gangguan panik.
7
Kriteria diagnostic yang bervariasi serta beragamnya metode penelitian
menyebabkan terjadinya perbedaan pada hasil penelitian.2
3.3 Etiologi
Etiologi dari agorafobia belum diketahui secara pasti, tetapi patogenesis fobia
secara umum berhubungan dengan faktor-faktor biologis, genetik dan psikososial.
8
ada predisposisi konstitusional terhadap fobia memiliki temperamen inhibisi
perilaku terhadap yang tak dikenal dengan stres lingkungan yang kronis akan
mencetuskan timbulnya fobia, misalnya perpisahan dengan orang tua, kekerasan
dalam rumah tangga dapat mengaktivasi diathesis laten pada anak-anak yang
kemudian akan menjadi gejala yang nyata.2,3
Pada agorafobia maupun gangguan panik, terdapat dua teori yang
menjelaskan tentang pathogenesis terjadinya gangguan tersebut. Teori perilaku-
kognitif dan teori psikoanalitik merupakan dua buah teori yang menjelaskan
etiologi agorafobia dari segi psikososialnya.
Gejala depresif sering ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, dan
pada beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan
gangguan panik.
3.5 Diagnosis
10
Catatan: pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah
terbatas pada satu atau beberapa situasi spesifik atau penghindaran terbatas
pada situasi sosial.
B. Situasi dihindari (misalnya jarang berpergian) atau jika dilakukan dengan
penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan mendapat serangan panic atau
gejala panik atau perlu didampingi teman.
C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain seperti fobia sosial (misalnya penghindaran
terbatas pada situasi sosial karena takut dipermalukan), fobia spesifik
misalnya penghindaran terbatas situasi seperti lift, gangguan obsesif-
kompulsif misalnya menghidari kotoran pada seseorang dengan obsesi
tentang kontaminasi, gangguan stress pasca trauma misalnya menghindari
stimuli yang berhubungan dengan stressor yang berat, dan gangguan
cemas perpisahan misalnya menghindari meninggalkan rumah atau sanak
keluarga.
Catatan: Agorafobia bukanlah suatu gangguan yang diberi kode. Catatlah
diagnosis yang spesifik saat agorafobia terjadi misalnya gangguan panik
dengan agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.
11
Kriteria Diagnostik Gangguan Panik dengan Agorafobia
B. Setidaknya satu dari serangan diikuti oleh satu atu lebih gejala di bawah ini
selama 1 bulan :
D. Serangan panik tidak lebih baik dicatat sebagai gangguan mental lainnya,
seperti fobia sosial, fobia spesifik, OCD, PTSD atau gangguan cemas
perpisahan.
Gangguan medis
Tabel 1. Diagnosis banding ganguan medis pada gangguan panik3
12
Penyakit kardiovaskular Anemia
Gagal jantung kongestif
Hipertensi
Angina, Miokard infark
Penyakit paru Asma
Hiperventilasi
Emboli paru
Penyakit neurologis Epilepsi
Huntington disease
Penyakit meniere
Multiple sklerosis
Migrain, tumor, infeksi
Penyakit endokrin Hipertiroid
Diabetes
Intoksikasi obat Amfetamin
Kokain
Hallusinogen
Nikotin
Gejala putus zat Alkohol
Opiat dan opioid
Obat hipnotik sedatif
Kondisi lainnya Anafilaksis
Uremia
b. Skizofrenia
3.7 Penatalaksanaan
3.7.1 Farmakoterapi
Efek samping yang paling sering ditimbulkan SSRI antara lain adalah sakit
kepala, iritabel, mual serta gangguan gastrointestinal lainnya, insomnia, disfungsi
seksual, meningkatkan ansietas, rasa kantuk dan tremor. Pada SSRI penggunaan
dosis yang berlebihan lebih aman, efek pada fungsi kardiovaskular lebih sedikit
serta efek antikolinergik yang ditimbulkan lebih rendah.
14
Dosis pemberian obat SSRI sebaiknya diturunkan secara perlahan
(tapering) apabila pengobatan akan dihentikan, minimal 7 sampai 10 hari sebelum
menghentikan pengobatan. Terapi SSRI yang dihentikan secara tiba-tiba dapat
menyebabkan discontinuation syndrome8 pada sistem neurosensorik (parestesia,
shock-like reaction, mialgia), neuromotorik (tremor, gangguan keseimbangan
motorik, gangguan visual), gastrointestinal (mual, diare), neurophsyciatric
(cemas, iritabel), vasomotor (berkeringat) dan berbagai manifestasi lainnya seperti
insomnia, pusing, sakit kepala serta rasa lelah. Apabila terjadi gejala
diskontinuitas tersebut, maka terapi SSRI diberikan kembali sesuai dengan dosis
yang terakhir diberikan selama beberapa hari diikuti penurunan dosis secara
perlahan.8
a) Paroksetin
Paroksetin memiliki efek sedatif dan membuat pasien lebih tenang.
Pemberian dimulai pada dosis kecil dan dititrasi meningkat secara perlahan.
Pemberian awal 5 sampai 10 mg per hari selama 1 sampai 2 minggu pertama
kemudian dosisnya ditingkatkan 10 mg setiap 1 sampai 2 minggu hingga dosis
maksimum 60 mg.2 Apabila sedasi tidak dapat ditoleransi, dosis diturunkan
kembali hingga 10 mg per hari dan digantii fluoxetine pada 10 mg per hari dan
dititrasi meningkat.
Pendekatan konservatif adalah dengan memulai paroksetin, sentralin
(Zoloft) atau fluvoxamin (Luvox) pada gangguan panik terisolasi.3 Dosis rumatan
20-40 mg/hari.8 Mekanisme aksi terhadap neutransmiter lain terbatas, termasuk
pada reseptor muskarinik. Konsentrasi plasma dicapai setelah 5 jam. Metabolisme
di hati dan di ekskresi melalui urin dan feses dalam bentuk metabolit.10
b) Fluoxetine
Merupakan serotonin selektif reuptake inhibitor yang potensial. Fluoxetine
tidak berikatan dengan adrenoreseptor atau histamine, GABA-B atau reseptor
muskarinik. Konsentrasi plasma dicapai setelah 6-8 jam. Penggunaan jangka
panjang fluoxetin (Prozac) adalah obat yang efektif untuk panik yang bersamaan
dengan depresi, efek samping awalnya dapat menyerupai gejala panik selama
beberapa minggu.3 Dosis rumatan 20-40 mg/hari.
15
c) Fluvoxamin
Fluvoxamin merupakan derivat alkylketone, bekerja dalam mencegah
pengambilan (reuptake) serotonin di neuron otak. Diabsorbsi secara oral pada
traktus gastrointestinal. Metabolisme di hati menjadi bentuk inaktif melalui proses
oksidasi demetilasi dan deaminasi, ikatan protein plasma 70%. Ekskresi melalui
urin. Dosis efektif 100-300 mg/hari4,5,8
b. Benzodiazepin
Awitan kerja paling cepat, sering pada minggu pertama dapat digunakan
untuk waktu yang lama tanpa timbul toleransi terhadap efek antipanik.
Alprazolam yang paling luas digunakan untuk gangguan panik. Lorazepam
(ativan) dan klonazepam (klonopin) juga menunjukkan efektifitas yang sama.
Benzodiazepin dapat digunakan awal bersama serotonergik dan dosis dititrasi
hingga dosis terapeutik hingga 4-12 minggu dosis dapat dirunkan minggu dan
obat serotonergik (SSRI) diteruskan. Pemberian singkat aprazolam bersamaan
dengan SSRI dapat digunakan pada keadaan yang berat, diikuti dengan penurunan
dosis secara perlahan.3 Benzodiazepin dapat menyebabkan ketergantungan,
gangguan kognitif terutama penggunaan jangka panjang. Penghentian
benzodiazepin dapat menimbulkan gejala putus zat dan meningkatkan angka
kekambuhan pada gangguan panik. Berikut ini adalah beberapa golongan
benzodiazepine yang digunakan pada terapi gangguan panik:
a) Alprazolam
b) Lorazepam
16
melalui intravena dicapai dalam 5-20 menit, sedangkan onset peroral adalah 30-60
menit.10
c) Clonazepam
(Stein, MB et al. Practice Guideline for The Treatment of Patients With Panic Disorder,
Second Edition, 2009)
3.7.2 Psikoterapi
Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat secara relatif cepat untuk meredakan serangan panik
dan memenangkan individu. Tujuan terapi relaksasi adalah memberikan pasien
rasa kendali mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. Teknik dasar menggunakan
terapi relaksasi otot dan membayangkan situasi yang membuat santai, sehingga
pasien menguasai teknik yang dapat membantu saat terjadi serangan panik.1,4
Individu diperkenalkan kepada sensasi ketegangan dan sesudah itu sensai relaks.
18
Individu harus bisa membedakan antara sensasi saat panik dengan sensasi relaks.
Lazarus menggabungkan teknik terapi relaksasi dengan pernapasan.11
Hiperventilasi dianggap berhubungan dengan serangan panik yang mungkin
berkaitan dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, pendekatan
langsung adalah melatih pasien untuk melakukan hiperventilasi. Lazarus juga
mengatakan bahwa terapi hipnosis dapat digunakan untuk menginduksi relaksasi.
Pajanan in Vivo
Teknik ini meliputi pemajanan terhadap stimulus yang ditakuti dan semakin lama
semakin berat. Dengan demikian pasien akan mengalami desensitisasi terhadap
stimulus yang ditakuti.4 Saat ini selain digunakan stimulus eksternal yang ditakuti,
juga digunakan stimulus atau pajanan internal yang ditakuti oleh individu seperti
pernafasan yang cepat dan rasa takut mengalami rasa panik.
Psikoterapi dinamik
19
dengan mekanisme yang dirancang untuk mengurangi kecemasan. Mekanisme
tersebut berkembang dalam kehidupan dewasa dan menghasilkan gejala
psikologis atau kurangnya kemampuan untuk pertumbuhan dan pemenuhan
personal. Keluarga individu dan hubungan pribadi sebelumnya dapat bermakna
dalam mencapai tujuan psikoterapi itu sendiri, yaitu pemahaman dan perubahan
pada individu. Pada sebuah penelitian, penerapan psikotereapi dinamik dengan
pemberian Clomipramine menunjukkan bahwa angka kekambuhan berkurang
dibandingkan dengan terapi clomipramine itu sendiri (Wilborg and Dahl 1996).5
Terapi Keluarga
3.8 Prognosis
20
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori Fakta
Anamnesis Anamnesis
Istilah Agorafobia pertama kali Sering panik jika berada dikeramaian.
dipakai pada tahun 1871 untuk Keluhan ini sudah dirasakan oleh
menggambarkan kondisi pasien yang pasien sejak tahun 2011 yang lalu.
takut pergi ketempat-tempat umum Pada awal sebelum serangan panik
sendirian. Berasal dari bahasa Yunani muncul timbul perasaan was-was dari
yaitu Agora dan Phobos yang berarti pikiran pasien bahwa jika maaghnya
takut terhadap situasi/suasana pasar. kambuh atau terjadi sesuatu pada
Agorafobia ditandai dengan ketakutan pasien di keramaian tersebut tidak akan
hebat yang membuat tidak berdaya ada yang membantunya sehingga
akan tempat atau situasi yang sulit timbul perasaan cemas dan panik yang
untuk meloloskan diri atau sulit untuk disertai dengan keringat dingin, jantung
mendapatkan pertolongan apabila berdebar-debar, kepala pusing, merasa
terjadi serangan cemas. mual namun tidak sampai muntah,
kadang timbul nyeri dada namun tidak
Manifestasi klinis dari pasien pernah sampai pasien pingsan. Keluhan
dengan agorafobia adalah memiliki ini terus menerus pasien rasakan
kecenderungan untuk menghindari apabila keluar sendirian dari rumah
situasi yang sulit untuk mendapatkan sejak enam tahun yang lalu, namun
bantuan. Pasien dengan agorafobia keluhan ini tidak akan muncul apabila
lebih memilih untuk ditemani oleh pasien berpergian keramaian bersama
orang lain seperti teman dan anggota istri, anak atau orang yang dikenalinya.
keluarganya di jalan yang ramai, toko Menurut pasien keluhan ini mulai
yang padat, ruang tertutup dan dirasakan pasien pada saat pasien
kendaraan tertutup.2 keluar dari pintu rumah dan beberapa
meter atau dalam 10-15 menit
kemudian ia mulai merasakan keluhan
tersebut. Pada saat serangan panik
tersebut muncul pasien berhenti dulu
sebentar ditengah jalan untuk
meminum obat maagh, setelah
meminum obat tersebut keluhannya
mulai berkurang dan pasien lanjutkan
perjalanannya.
Diagnosis
Pasien menunjukkan gejala panik apabila
berada dikeramaian saat berpergian
22
Diagnosis sendiri namun tidak merasakan adanya
keluhan saat pasien berpergian dengan
Kriteria diagnostik agorafobia keluarga atau orang yang dikenalinya.
berdasarkan PPDGJ III dan DSM-IV-
Pada awal sebelum serangan panik
TR menggolongkan agorafobia
muncul timbul perasaan was-was dari
sebagai akibat dari gangguan panik
pikiran pasien bahwa jika maaghnya
(saling berkaitan). Berdasarkan
kambuh atau terjadi sesuatu pada pasien
penggolongan kriteria diagnostic
di keramaian tersebut tidak akan ada
DSM-V yang terbaru dikatakan bahwa
yang membantunya sehingga timbul
agorafobia merupakan diagnosa yang
perasaan cemas dan panik yang disertai
independent dan tidak memiliki
dengan keringat dingin, jantung
keterkaitan dengan gangguan panik.7
berdebar-debar, kepala pusing, merasa
Kriteria Diagnostik Menurut mual namun tidak sampai muntah,
PPDGJ III kadang timbul nyeri dada namun tidak
pernah sampai pasien pingsan. Keluhan
Menurut Pedoman Penggolongan ini terus menerus pasien rasakan apabila
Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke keluar sendirian dari rumah sejak enam
III (PPDGJ-III), diagnosis pasti tahun yang lalu.
agorafobia harus memenuhi semua
kriteria dengan adanya gejala ansietas Status Psikiatri Pasien:
yang terbatas pada kondisi yang
Kesan umum: Pasien tampak rapi,
spesifik yang harus dihindari oleh
kooperatif.
penderita.
Semua kriteria dibawah ini harus Kontak: kontak verbal baik, kontak
dipenuhi untuk kriteria pasti: visual baik
1. Gejala psikologis perilaku atau
otonomik yang timbul harus Kesadaran: komposmentis, atensi baik,
merupakan manifestasi primer dari orientasi tempat, waktu dan ruang baik,
ansietasnya dan bukan sekunder Daya ingat baik
dari gejala-gejala lain seperti Emosi / afek : stabil, afek sesuai
misalnya waham atau pikiran
obsesif Proses berpikir: Koheren, linear,
2. Ansietas yang timbul harus terbatas waham (-)
pada (terutama harus terjadi dalam Intelegensi: cukup (pasien merupakan
hubungan dengan) setidaknya dua lulusan S1 Guru)
dari situasi berikut banyak
orang/keramaian, tempat umum, Persepsi: halusinasi auditori (-),
berpergian keluar rumah, dan halusinasi visual (-), ilusi (-)
berpergian sendiri, dan
Kemauan: ADL Mandiri
3. Menghindari situasi fobik harus
atau sudah merupakan gejala yang Psikomotor: normal
menonjol.
Penatalaksanaan
23
dan psikoterapi.2 Penatalaksanaan
Terapi Farmakoterapi Farmakoterapi :
- SSRI - No Pres 20 mg ½-0-0
- Benzodiazepin - Resperidone 2 mg 0-0-½
Terapi Fisioterapi
- Terapi Kognitif dan Perilaku
- Terapi Relaksasi
- Terapi Pajanan In Vivo
- Terapi Keluarga
- Psikoterapi Dinamik
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
25
7. Wittchen, Hans-Ulrich et al. Agorafobia: A Review of The Diagnostik
Classificatory Positionand Criteria. 2010. Diunduh dari: http:/dsm5.org/
8. Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic
Disorder. Second Edition. American Psychiatric Association: 2009. Diunduh
dari: http://psychiatryonline.org/content.aspx?bookid=28§ionid=1680635
9. Manjula M, Kumariah, V et al. Cognitive behavior therapy in the treatment of
panic disorder. Indian Journal of Psychiatry. 2009 Apr-Jun; 51(2): 108-116.
Diunduh dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2755166/
10. Antidepressan, Anxyolitics Drugs. Diunduh dari:
www.mims.com/Indonesia/drug/search/
11. Elvira SD. Psikoterapi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FK UI. Jakarta: 2013. Hal
390-405
26