You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spektrofotometer instrumental elektronik yang terdiri dari spectrometer dan

fotometer. Sebuah spektrofotometer adalah suatu instruen untuk mengukur

transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, dapat

juga dilakukan pengukuran sampel pada suatu panjang gelombang tunggal

(Muchlisyam dan Tuty, 2017).

Dalam bidang farmasi, pemeriksaan mutu obat mutlak diperlukann agar obat

mutlak diperlukan agar obat dapat sampai pada titik tangkapnya dengan kadar

yang tepat sehingga dapat memberikan efek terapi yang dikehendaki. Makna

tersebut akan bertambah penting apabila obat yang digunakan dalamm terapi

termasuk golongan antimikroba atau antibiotika. Hal ini disebabkan oleh karena

pemakaian antibiotika dengan kadar atau dosis yang tidak tepat dapat

menyebabkan bakteri atau mikroba menjadi resisten terhadap antibiotika tersebut

(Susidarti, 2008).

Radiasi infra-merah mempelopori transisi dalam sebuah molekul antara level

energy putaran dan getaran dalam keadaan energi terendah pada elektronik, dan

energy yang diserap dari sebuah pancaran radiasi sebagai hasil dari transisi

tersebut dan sesuai frekuensi atau panjang gelombang pada sebuah pita serapan,

dan terkait langsung dengan massa atom, kekuatan ikatan dan geometri spasial

dari molekul (Garratt, 1937).

Batas sensitivitas mata manusia adalah sinar tampak atau terlihat (visssible)

yaitu dengan panjang gelombang antara 4 x 10-7 m (400 nm) berupa cahaya

violet/ungu/lembayung sampai 8 x 10-7 m (800 nm) atau merah (Sitorus, 2009).

25
1.2 Tujuan Percobaan

 Untuk mengetahui kurva kalibrasi dan kurva absorbsi dari CTM,

Paracetamol dan Teofillin

 Untuk mengetahui persamaan regresi kurva kalibrasi CTM, Paracetamol

dan Teofilin

1.3 Manfaat Percobaan

 Agar praktikan dapat mengetahui kurva kalibrasi dan kurva absorbsi dari

CTM, Paracetamol dan Teofillin

 Agar praktikan dapat mengetahui persamaan regresi kurva kalibrasi CTM,

Paracetamol dan Teofilin.

25
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 CTM

Rumus Bangun :

Gambar 1. Struktur bangun CTM

Rumus Kimia : C16H19ClN2,C4H4O4

Kandungan : Klorfenifamin Maleat mengandung tidak kurang dari

98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C16H19ClN2,C4H4O4,

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit

Berat Molekul : 390,87 (Ditjen POM, 1979).

2.1.2 Paracetamol

Rumus Bangun :

Gambar 2. Struktur bangun Paracetamol

Rumus Kimia : C8H9NO2

25
Nama : Paracetamol

Nama Lain : Asetaminofen

Nama Kimia : N-asetil-4-aminofenol

Berat Molekul : 151.16

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)

P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P

dan dalam 9 bagian propilenglikol p, larut dalam larutan

alkali hidroksida.

Kandungan : Metampiron mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan

tidak lebih dari 101,0 % C13H16N3NaO4S, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1979).

2.1.3 Teofilin

Rumus Bangun :

Gambar 3. Struktur bangun Teofilin

Rumus Kimia : C7H8N4O2

Nama : Teofilin

Nama Kimia : 1,3-dimetilxantina

Berat Molekul : 198,18

25
Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, pahit, mantap di udara

Kelarutan :Larut dalam kurang lebih 180 bagian air, lebih mudah

larut dalam air panas, larut dalam lebih kurag 120 bagian

etanol 95% p, mudah larut dalam larutan alkali

hidroksida dan dalam ammonia encer P

(Ditjen POM, 1979).

2.2 Uraian Umum

Spektofotometer adalah instrumental elektronik yang terdiri dari

spektofotometer dan fotometer. Sebuah spektofotometer adalah suatu instrument

untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang

gelombang, dapat pula dilakukan pengukuran terhadap sederetan sampel pada

suatu panjang gelombang tunggal ( Muchlisyam, dan Tuty, 2017).

Pengukuran penyerapan cahaya pada ultra-violet atau wilayah yang terlihar

pada spektrum elektromagnetik adalah dasar dari teknik analisis kuantitatif yang

diterima. Dalam beberapa tahun pengukuran yang serupa dalam wilayah infra-

merah telah mapan sebagai alat komplementer bernilai sama dengan analisis.

Radiasi infra-merah mempelopori transisi dalam sebuah molekul antara level

energy putaran dan getaran dalam keadaan energy terendah pada elektronik, dan

energy yang diserap dari sebuah pancaran radiasi sebagai hasil dari transisi

tersebut dan sesuai frekuensi atau panjang gelombang pada sebuah pita serapan,

dan terkait langsung dengan massa atom, kekuatan ikatan dan geometri spasial

dari molekul (Garratt, 1937).

Spektofotometri serapan merupaka pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dan molekul atau aom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering

25
digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet,

cahaya tampak, inframerah, dan serapan atom (Muchlisyam, dan Tuty, 2017).

Jangkauan panjang gelombang untuk pengukuran membentang dari panjang

gelombang pendek ultraviolet sampai ke inframerah. Sinar ultraviolet memiliki

panjang gelombang antara 200-400 nm, sedangkan sinar tampak memiliki panjang

gelombang antara 400-800 nm (Muchlisyam, dan Tuty, 2017).

Spektrofotometer terdiri spectrometer dan fotometer. Spektrometer ialah alat

yang menghasilkan sinar dari spektrum dan panjang gelombang tertentu,

sedangkan fotometer filter adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

ditransmisikan atau yang diserapan. Jadi spektrofotometer adalah alat yang

digunakan untuk mengukur emerge secara relative jika energy tersebut

ditansmisikan, diefleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang

gelombang ( Muchlisyam, dan Tuty, 2017).

Semua sulfanomid mempunyai spectra yang hampir sama pada daerah

ultraviolet, karena mempunyai gugus kromofor sama, p-anilin sulfonat. Oleh

karena itu, metode spektrofotometri ultraviolet tidak dapat digunakan pada

campuran sulfonamide atau menetapkan sulfonamide yang sebagian sudah terurai.

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah pengujian dengan kromatografi lapis

tipis apakah hanya menghasilkan satu bercak atau tidak. Jika hanya terdapat 1

bercak maka dilakukan analisis dengan metode spektrofotometri ultraviolet

(Sudjadi, dan Abdul, 2012).

Cara penetapan sulfadiazine dengan spektro UV (sulfadiazine dalam etanol

1%
pada panjang felombang 270 nm mempunyai harga E1𝑐𝑚 sebesar 844) adalah:

sebanyak 100 mg sulfadiazine ditimbang seksama, dilarutkan dalam 20mL etanol.

25
Larutan dimasukkan dalam labu takar 100mL dan ditambah etanol sampai batas

tanda. Sebanyak 0,5 mL larutan di atas diambil dan dimasukkan dalam labu takar

100mL, lalu ditambah etanol sampai batas tanda. Larutan dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang 270nm terhadap blanko yang berisi etanol, sehingga

akan didapatkan absorbansi baku (Ab). Untuk sampel dilakukan hal yang sama

sehingga didapatkan absorbansi sampel (As). Untuk perhitungan kadar sampel

digunakan rumus berikut ini:

𝐴𝑠
Kadar sulfadiazine = 𝐴𝑏x konsentrasi baku x faktor pengenceran.

Obat golongan sulfonamide juga dapat dianalisis secara spektrofotometri UV

setelah obat ini direaksikan dengan orto-ftaladehid (OPA) dengan adanya tiol

dalam lingkungan alkali. Reaksi antara gugus amin primer, OPA dengan adanya

tiol dan dalam lingkungan alkali akan menghasilkan suatu senyawa yang mampu

berfluorosensi. Senyawa fluoresens ini dapat dianalisis dengan spektroskopi UV

pada panjang gelombang eksitasinya, yakni 340 nm. Metode ini telah sukses

digunakan untuk analisis obat golongan sulfonamide seperti sulfadiazine,

sulfanilamide, dan sulfametoksazol (semuanya mengandung gugus amino primer)

(Sudjadi, dan Abdul, 2012).

Larutan OPA disiapkan dengan menimbang 134mg OPA secara seksama lalu

melrutkannya dalam 5,8mL etanol dan selanjutnya dibuat sampai batas tanda (100

mL) dengan akuades. Sebanyak 10,0 mL larutan ini diencerkan sampai 100mL

dengan akuades untuk memperoleh larutan OPA dengan konsentrasi 0,001 M.

Larutan tiol 0,4% (𝑏⁄𝑣 ) disiapkan dengan mencampur 0,4 mL tiol lalu

memasukkannya ke dalam labu takar 100 mL dan mengencerkannya sampai batas

tanda dengan akuades. Proses-proses ini dilakukan di lemari asam untuk

25
menghindari bau yang tidak enak. Buffer borat pH 10 dibuat dengan menimbang

4,8g boraks dan 0,8g NaOH lalu melarutkan keduanya dalam 900mL akuades, dan

diukur pH-nya. pH diatur sampai 10 dengan melakukan penambahan HCl atau

NaOH. Campuran dibuat sampai 1000 mL dengan akuades (Sudjadi, dan Abdul,

2012).

Untuk analisis tablet yang mengandung sulfadiazine: tablet yang setara dengan

500mg sulfadiazine ditimbang dan digerus. Serbuk selanjutnya ditambah dengan

3mL HCl untuk mengekstraksi sulfadiazine. Larutan disaring dan dilakukan

pengenceran, hingga kandungannya adalah 0,5mg/mL. Sejumlah volume (0,1 –

1,0 mL larutan hasil pengenceran ini) dimasukkan ke dalam labu takar 10mL, lalu

ditambah dengan OPA untuk memenuhi perbandingan mol obat-OPA (1:1).

Campuran ditambah dengan 1mL tiol dan 1mL buffer borat pH 10, digojog dan

diukur absorbansinya di panjang gelombang 340nm (Sudjadi, dan Abdul, 2012).

Spektra turunan orde ketiga dan orde keempat telah digunakan uuntuk

menetapkan kadar sulfatiazol, sulfanilamide, dan campuran keduanya. Metode ini

sesuai untuk sulfatiazol pada kisaran 1-22 µg/mL dan untuk menentukan kadar

sulfonilamid dalam sediaan farmasi. Spektra UV larutan sulfatiazol dan

sulfanilamide menunjukkan overlapping antar keduanya pada semua kisaran pH

yang disarankan; oleh karena itu, sangat sulit untuk memisahkan keduanya secara

spektofotometri UV orde 0. Meskipun demikian, teknik spketrofotometri

derivative ketiga dan keempat dapat memecahkan masalah ini dengan memuaskan

(Sudjadi, dan Abdul, 2012).

Sulfadiazin memiliki formula C10H10O2N4S dalam panas sedangkan pada

paracetamol memiliki formula C8H9O2N. Pada spektroskopi inframerah jumlah

25
absorsi cahaya diukur pada ultraviolet atau daerah visible dari spektrum

elektromagnetik, pada dasar dari teknik pengukuran kuantitatif yang diterima (

Garratt, 1937).

Pada spektrum absorbs inframerah yang memiliki derajat yang tinggi dari

speksifikasi dan tidak ada dua senyawa yang memiliki spektrum yang sama.

Sedikit perubahan pada hasil struktur biasanya menghasilkan perubahan yang

sangat signifikan pada spektrum dan pada kebanyakan pekerja menggunakan

teknik untuk mengidentifikasi material-material, dan kelompok analisis yang

fungsional (Garratt, 1937).

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa itensitas yang diteruskan oleh

larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.

Absorbandi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6

(Muchlisyam dan Tuty, 2017).

Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya monokromatik

melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (I), sebagian

dipantulkan (lr), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Aplikasi rumus tersebut

dalam pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara komparatif menggunakan

kurva kalibrasi dari hubungan konsentrasi deret larutan alat untuk analisa suatu

unsur yang berkadar rendah baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, pada

penentuan secara kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan spektrum

dari suatu unsur tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan

secara kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum

dengan adanya senyawa pengompleks sesuai unsur yang dianalisisnya. Adapun

yang melandasi pengukuran spektrofotometer ini dalam penggunaannya adalah

25
hukum Lambert-Beer yaitu bila suatu cahaya monokromatis dilewatkan melalui

suatu media yang transparan, maka intensitas cahaya yang ditransmisikan

sebanding dengan tebal dan kepekaan media larutan yang digunakan

(Yanlinastuti, 2016).

Dalam bidang farmasi, pemeriksaan mutu obat mutlak diperlukan agar

obat dapat sampai pada titik tangkapnya dengan kadar yang tepat, sehingga dapat

memberikan efek terapi yang dikehendaki. Makna tersebut akan bertambah

penting apabila obat yang digunakan dalam terapi termasuk golongan antibiotika.

Hal ini disebabkan karena pemakaian antibiotika dengan kadar atau dosis yang

tidak tepat dapat menyebabkan bakteri atau mikroba menjadi resisten terhadap

antibiotika tersebut (Susidarti, 2008).

Untuk menilai kesahihan metode analisis dengan melihat nilai hubungan

respon dari berbagai konsentrasi zat baku pada suatu kurva baku yang dilihat

sebagai nilai koefisien korelasi (r). Garis regresi (Gambar 4) dengan Y = 1,6063 X

+ 0,1634, r = 0,9932, p = 0,001 memiliki koefisien variasi fungsi Vxo = 9,7%

(Susidarti, 2008).

Limit deteksi (LOD) adalah konsentrasi analit terrendah yang masih dapat

ditentukan dengan metode yang digunakan. Limit deteksi dihitung berdasarkan

garis regresi linier dari kurva baku dan digunakan untuk mengetahui sensitivitas

suatu metode analisis. Dari hasil perhitungan didapat nilai limit deteksi metode

spektrofotometri visibel ini adalah.0,05 mg/mL (Susidarti, 2008).

Keterdekatan hasil analisis yang diperoleh menggunakan metode tersebut

dengan harga yang sebenarnya. Akurasi metode analisis biasanya dinyatakan

dengan persen perolehan kembali (% recovery) terhadap sampel yang kadarnya

telah diketahui pasti. Persyaratan perolehan kembali anjuran Food and Drugs

25
Administration (FDA) untuk suatu metode analisis adalah 80-120% dari kadar

tertera pada label. Rentang perolehan kembali yang dipersyaratkan FDA tersebut

cukup lebar sebab dimaksudkan untuk analisis kadar yang sangat rendah dan

melalui prosedur analisis yang cukup panjang (Susidarti, 2008).

Sulfadiazin merupakan obat dengan tipe antibacterial dengan koefisien partisi

dari senyawa yang tak terionisasi yaitu oktanol/ air 0,55. Dimana air pada pH 7,5.

Senyawa yang paling dekat adalah sulfadoxin, sulfametopirazin,

sulfakuinooksalin, sulfakloropiridazin, sulfametoksazol, sulfatiazol (Watson,

2017).

Keterdekatan hasil analisis yang diperoleh menggunakan metode tersebut

dengan harga yang sebenarnya. Akurasi metode analisis biasanya dinyatakan

dengan persen perolehan kembali (% recovery) terhadap sampel yang kadarnya

telah diketahui pasti. Persyaratan perolehan kembali anjuran Food and Drugs

Administration (FDA) untuk suatu metode analisis adalah 80-120% dari kadar

tertera pada label. Rentang perolehan kembali yang dipersyaratkan FDA tersebut

cukup lebar sebab dimaksudkan untuk analisis kadar yang sangat rendah dan

melalui prosedur analisis yang cukup panjang (Susidarti, 2008).

Penentuan waktu reaksi optimum sebanyak dapat digunakan dengan

ukuran volume sebanyak 1,0 mL larutan baku yang kemudian akan dimasukkan

ke dalam labu takar 25,0 mL, lalu kemudian sediaan tersebut akan ditambah

dengan larutan-larutan pereaksi. Setelah itu, larutan akan didiamkan selama selang

beberapa waktu, didinginkan dan diencerkan dengan akuades sampai tanda

(Susidarti, 2008).

Interaksi antara radiasi dan bahan ialah lokasi yang sangat vasinasi pada

umumnya. Kebanyakan molekul obat mengabsorbsi radiasi pada daerah

25
ultraviolet daripada spektrum, walaupun begitu beberapa diwarnai, dan radiasi

yang diabsorbsi pada daerah visible sperti zat-zat dengan warna biru pada daerah

yang berwarna merah pada spektrum. Abdsorbsi dari radiasi UV visible terjadi

pada eksinasi dari electron terhadap struktur molecular kepada tingkat energy

yang lebih tinggi (Watson, 2017).

Transisi ini terjadi dari bagian bawah tingkat getaran pada tingkat elektronik

dari molekul kepada siapapun dari tingkat getaran pada tingkat elektronik.

Transisi dari tingkat energy tunggal kepada satu dari angka dimana tingkat yang

diberikan yaitu luas dari spektrum UV. Struktur getaran yang baik dapat dilihat

walaupun ikatan tertindih; ikatan getaran sendiri memiliki luas pada transisi

perputaran yang menengah pada energy antara transisi getaran tersebut (Watson,

2017).

Radiasi pada daerah UV visible di absorbs melalui eksitasi electron-elektron

yang berkembang pada ikatan diantara atom-atom yang membentuk molekul

sehingga electron tersebut menggenggam atom-atom secara bersamaan yang

didistribusi ulang dan orbital-orbital diakupasi oleh ikatan electron tidak lagi

tertindih. Panjang gelombang pendek dari radiasi sinar UV dibawah 150 nm dapat

menyebabkan ikatan yang paling kuat pada molekul organik dapat terpecah dan

sangat membahayakan terhadap organisme yang hidup (Watson, 2017).

Pada produk farmasetika, konsentrasi dan jumlah biasanya ditunjukkan dalam

gram atau milligram daripada mol dan dengan tujuan dari analisis produk tersebut.

Persamaan Beer-Lambert dapat ditulis sebagai berikut A= A(1%, 1cm) bc dimana

A ialah jumlah absorbansi, sehingga A (1%, 1cm) merupakan absorbansi dari 1%

25
berat per volume larutan pada bagian 1cm sel, B ialah jejak panjang yang

biasanya pada centimeter, dan C ialah konsentrasi sampel pada gram per 100mL

(Watson, 2017).

Bahkan dengan tanpa jumlah kromatografi dengan jumlah dari

fenilpropanolamin yang kecil pada formulasi dapat diregardasi. Tablet yang

menggunakan ekstrak haruslah di dilusi untuk membawanya terhadap jarak

detector pada UV (Watson, 2017).

Pada umumnya asam-asam anorganik berupa cairan pekat; ada yang berasap,

atau bersifat korosif. Zat cair organik umumnya bersifat mudah menguap dan

mudah terbakar. Asam-asam anorganik dan beberapa cairan organik, sering harus

disiapkan sebagai sediaan berupa larutannya yang lebih encer dalam suatu pelarut

(Watson, 2006).

Identifikasi klorfeniramin maleat dapat dilakukan dengan menggunakan

spektruk serapan ultraviolet larutan 0,002% b/v dalam asam sulfat 0,1 N setebal 2

cm pada daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350 nm menunjukkan

maksimum hanya pada 265 nm; serapan pada 265 nm lebih kurang 0,85 (Ditjen

POM, 1979).

Identifikasi CTM juga daoat dilakukan dengan kromatografi lapisan tipis yag

tertera pada kromatografi, menggunakan silikagel sebagai zat jerap, panaskan

lempeng pada suhu 105º selama 30 menit. Sebagai fasa gerak digunakan

campuran 5 bagian volume etilsalisilat 3 bagian volume methanol p dan 2 bafian

volume asam asetat encer p. totolkan terpisah mesing-masing 2 ul larutan dalam

kloroform P yang mengandung (1) 0,5 % b/v zat uji dan (2) 0,5 % b/v

klorfeniramina maleat PK. Angkat lempeng, biarkan kering di udara, amati

25
dengan lampu ultraviolet 254 nm. Dua bercak utama yang diperoleh dengan

larutan (1) sesuai dengan bercak yang diperoleh dengan larutan (2) (Ditjen POM,

1979).

Dapat juga dilakukan identifikasi dengan cara dilarutkan 500 mg dalam 5 ml

air, tambahkan 2 ml ammonia p, sari 3 kali, tiap kali dengan 5 ml kloroform p.

uapkan lapisan air hingga kering, tambahkan 0,2 ml asam sulfat encer p dan 5 ml

air. Sari 4 kali, tiap kali dengan 25 ml eter p. uapkan kumpulan sari eter dengan

mengalirkan udara panas; suhu lebur sisa lebih kurang 120º (Ditjen POM, 1979).

Pada radiasi yang terdapat pada daerah UV visible di absorbs melalui eksitasi

electron-elektron yang berkembang pada ikatan diantara atom-atom yang

membentuk molekul sehingga electron tersebut menggenggam atom-atom secara

bersamaan yang didistribusi ulang dan orbital-orbital diakupasi oleh ikatan

electron tidak lagi tertindih. Panjang gelombang pendek dari radiasi sinar UV

dibawah 150 nm dapat menyebabkan ikatan yang paling kuat pada molekul

organik dapat terpecah dan sangat membahayakan terhadap organisme yang hidup

(Watson, 2017).

Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya

monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut

diserap (I), sebagian dipantulkan (lr), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Aplikasi

rumus tersebut dalam pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara

komparatif menggunakan kurva kalibrasi dari hubungan konsentrasi deret larutan

alat untuk analisa suatu unsur yang berkadar rendah baik secara kuantitatif

maupun secara kualitatif, pada penentuan secara kualitatif berdasarkan puncak-

puncak yang dihasilkan spektrum dari suatu unsur tertentu pada panjang

25
gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif berdasarkan nilai

absorbansi yang dihasilkan dari spektrum dengan adanya senyawa pengompleks

sesuai unsur yang dianalisisnya. Adapun yang melandasi pengukuran

spektrofotometer ini dalam penggunaannya adalah hukum Lambert-Beer yaitu

bila suatu cahaya monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang transparan,

maka intensitas cahaya yang ditransmisikan sebanding dengan tebal dan kepekaan

media larutan (Yanlinastuti, 2016).

Demikian pula terdapat sejumlah metode-metode seperti

spektrofotometri (Shirkhedkar et al., 2011; Dewani et al, 2011),

spektrofluorometri (Jasmin Shah et al, 2011), RP-HPLC (Arun K Sanapala et al,

2010; Mahwish et al, 2010), voltametrik (Ferreira et al, 2005) adalah dilaporkan

untuk estimasi moxifloxacin dari formulasinya atau cairan biologis. Makalah ini

merupakan kelanjutan dari pekerjaan kami, (Kalyankar et al, 2013; Wadher et al,

2013; Lokhande et al, 2012; Mohan Raj et al., 2007) tempat kami mempelajari

spektrofotometri metode untuk obat tunggal atau multikomponen. Tidak ada yang

pertama memesan metode sectrophotometric derivatif dilaporkan untuk estimasi

simultan dari sefiksim dan moksifloksasin dari bentuk dosis gabungan

(Pekamwar, 2015).

Secara teknis dan juga secara ekonomis, maka dalam hal penelitian

ketersediaan hayati sangatlah dibatasi oleh penggandaan dan juga dengan cara

pencapaian tujuan penelitian secara tepat dan bermanfaat. Penyempurnaan pada

sediaan obat tidak hanya tergantung pada percobaan yang disebut sebagai in vivo,

setidaknya pada tahap awal. Pengembangan penelitian tentang pelarutan atau

penyerapan secara in vitro berkaitan dengan sulitnya metoda pembakuan sekunder

tentang ketersediaanhayati, misalnya seperti dalam hal penyempurnaan bentuk

sediaan yang baru atau untuk pengawasan mutu obat (Pekamwar, 2015).

25
BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

3.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah batang pengaduk,

Beaker Glass 5L (Iwaki Pyrex) dan 250 ml (Pyrex), bola karet, corong,erlenmeyer

250 ml (Pyrex), gelas ukur 1000 ml (Iwaki Pyrex) dan 100 ml (Pyrex) karet, label

nama, labu tentukur 100 ml (Pyrex) dan 10 ml (Pyrex), neraca analitik (Boeco

BBL31),pipet tetes, pipet volume, plastik, spatula, spektrofotometer UV-Visible

(Shimadzu Mini 1240), spidol, tempat pereaksi (dirigent), dan tisu 250 sheet

(NICE)

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah aquadest, asam

klorida pekat, CTM serbuk, paracetamol serbuk, kalium dihidrogen fosfat serbuk,

natrium hidroksida, natrium klorida 0,9% dan teofilin serbuk

3.3 Hewan Percobaan

3.4 Prosedur

3.4.1 Pembuatan Aquadest bebas CO2

Didihkan aquadest kuat-kuat dalam beaker glass selama 5 menit atau lebih

dan diamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap CO2 dari udara

3.4.2 Pembuatan pereaksi NaOH 0,2 N 5L

Larutkan 44 gram NaOH dalam aquadest bebas CO2, diaduk, hingga semua

larut dan ditambahkan aquadest bebas CO2 sampai 5000 ml.

25
3.4.3 Pembuatan cairan lambung buatan 5L

Dilarutkan 10 gram natrium klorida dan dilakukan dengan 35 ml HCl (p)

dan air secukupnya hingga 5000 ml

3.4.4 Pembuatan dapar fosfat 7,4 sebanyak 5 L

Dilarutkan 34,02 kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dengan dengan akuades

secukupnya dan dicampurkan dengan larutan NaOH 977,5 ml lalu dicukupkan

dengan akuades hingga 5 L

3.4.5 Pembuatan 5L NaCl 0,9%

Dilarutkan 45 g NaCl ke dalam aquadest bebas CO2 sebanyak 5L

3.4.6 Pembuatan Kurva Absorpsi dan Kurva Kalibrasi

3.4.6.1 Kurva absorpsi dan pembuatan kurva Kalibrasi untuk CTM dalam

medium lambung buatan PH 1,2

Ditimbang 250 mg CTM dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000

ml. Kemudian dicukupkan dengan cairan lambung buatan sampai garis tanda.

Dipipet 20 ml dari LIB I encerkan sampai 100 ml (C = 250 ppm). Dari larutan

tersebut di pipet 4,5,6,7,8,9 dan 10 ml dan diencerkan dengan cairan lambung

buatan pH 1,2 sampai 10 ml dengan konsentrasi pengukuran 0,8; 1; 1,2; 1,4;

1,6; 1,8; dan 2 ppm. Larutan diukur serapan dengan alat spektrofotometer

ultraviolet pada panjang gelombang maksimum 254 nm.

3.4.6.2 Kurva absorpi dan kurva Kalibrasi untuk Paracetamol dan Teofilin

dalam medium dapar fosfat PH 7,4

Ditimbang 250 mg Paracetamol. Dilarutkan dengan medium dan

diencerkan sampai 1000 ml (C=250 ppm). Dipipet 20 ml dari larutan LIB 1

diencerkan sampai 100 ml (C=50 ppm) kemudian dipipet 4,5,6,7,8, dan 9 ml

25
dari larutan 10 ppm. Encerkan sampai 10 ml dengan kosentrasi pengukuran 0,8;

1; 1,2; 1,4; 1,6; 1,8; dan 2 ppm. Larutan diukur serapan dengan alat

spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang maksimum 257 nm

(Paracetamol) dan 275 nm (Teofilin).

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Data Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi CTM Dalam Medium

Lambung pH 1,2

No Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1 4 0,061
2 5 0,038
3 6 0,100
4 7 0,120
5 8 0,133
6 9 0,155
7 10 0,180
r = 0,9655

4.1.2 Data Hasil Pengukuran Kurva Absorbsi CTM Dalam Medium

Lambung Buatan pH 1,2

No Panjang Gelombang (nm) Absorbansi


1 263 0,161
2 263 0,233
3 263 0,273

4.1.3 Data Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi Paracetamol Dalam Medium

Dapar Fosfat pH 7,4

No Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1 4 0,238
2 5 0,384
3 6 0,415

25
4 7 0,897
5 8 0,572
6 9 0,696
7 10 0,781
r = 0,8896

4.1.4 Data Hasil Pengukuran Kurva Absorbsi Parasetamol Dalam Medium

Dapar Fosfat pH 7,4

No Panjang Gelombang (nm) Absorbansi


1 243 0.383
2 243 0,686
3 243 0,916

4.1.5 Data Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi Teofilin Dalam Medium

Dapar Fosfat pH 7,4

No Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1 4 0,327
2 5 0,465
3 6 0,500
4 7 0,582
5 8 0,677
6 9 0,756
7 10 0,772
8 0 0,103
r = 0,9937

4.1.6 Data Hasil Pengukuran Kurva Absorbsi Teofilin Dalam Medium

Dapar Fosfat pH 7,4

No Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

25
1 272 0.340
2 278 0,620
3 272 0,783

4.1.7 Data Hasil Persamaan Garis Regresi CTM

No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 y2 Xy


1 0 0,000 0 0 0
2 4 0,061 16 0,0037 0,244
3 5 0,038 25 0,0014 1,9
4 6 0,100 36 0,01 0,6
5 7 0,120 49 0,0144 0,84
6 8 0,133 64 0,0176 1,064
7 9 0,155 81 0,0240 1,395
8 10 0,180 100 0,0324 1,8
∑ 49 0,787 371 0,1035 6,133
x = 6,125 y = 0,098375

4.1.8 Data Hasil Persamaan Garis Regresi Paracetamol

No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 y2 xy


1 0 - 0,000 0 0 0
2 4 0,338 16 0,056644 0,952
3 5 0384 25 0,147456 1,920
4 6 0,415 36 0,172225 2,490
5 7 0,897 49 0,804609 6,2790
6 8 0,572 64 0,327184 4,576
7 9 0,696 81 0,484416 6,264
8 10 0,781 100 0,609901 7,810
∑ 49 3,983 371 2,602445 30,291

x = 6,125 y = 0,497875

25
4.1.9 Data Hasil Persamaan Garis Regresi Teofilin

No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 y2 Xy


1 0 0,103 0 0 0,0106
2 4 0,327 16 0,056644 0,952
3 5 0463 25 0,147456 1,920
4 6 0,500 36 0,172225 2,490
5 7 0,582 49 0,804609 6,2790
6 8 0,677 64 0,327184 4,576
7 9 0,756 81 0,484416 6,264
8 10 0,772 100 0,609901 7,810
∑ 49 4,18 371 2,602445 30,291

x = 6,125 y = 0,5225

4.2 Pembahasan

Identifikasi spektrum serapan ultraviolet larutan 0,002 % b/v dalam asam

sulfat 0,1 N setebal 2 cm pada daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350

nm menunjukkan maksimum hanya pada 265 nm; serapan pada 265 nm lebih

kurang 0,85 (Ditjen POM, 1979).

Dari hasil percobaan didapat panjang geombang CTM sebesar 243 nm,

dengan persamaan regresi CTM adalah y = 0,1852 x – 0,01506 dengan koefisien

korelasi 0,9655. Hasil panjang gelombang yang didapat pada percobaan telah

memenuhi persyaratan dimana secara teoritis panjang gelombang CTM dalam

suasana asam menunjukkan maksimum hanya pada 265 nm.

Spektrum UV dalam asam panjang gelombang maksimumnya pada 245 nm,

dalam basah 257 nm (Masfria, dkk, 2018).

Dari hasil percobaan didapat panjang gelombang Paracetamol sebesar 243 nm

dengan persamaan regresi Paracetamol adalah y = 0,083182 x – 0,01160 dengan

25
koefisien korelasi 0,9937. Sedangkan secara teoritis panjang gelombang

paracetamol dalam basa adalah 257 nm.

Spektrum UV: dala n asam panjang gelombang maksimum pada 270 nm,

dalam basa pada 275 nm (Masfria, dkk, 2018).

Hasil panjang gelombang Teofilin yang didapat dari percobaan telah

memenuhi persyaratan yang tertera pada literatur yaitu sebesar 272 nm dengan

percamaan regresi Teofilin adalah y = 0,0710x+0,0816 dengan koefisien korelasi

0,9937.

Kualitas data absorbansi sangat tergantung pada cara pemakaian dan

pemeliharaan sel. Sidjik jari, lemak atau pengendapan zat pengotor pada dinding

sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus bersih sekali sebelum dipakai

(Triyati, 1985).

Nilai regresi yang sempurna adalah mencekati 1. CTM dan Teofilin telah

memenuhi persyaratan sedangkan Paracetamol tidak. Hal ini menunjukkan bahwa

hasil yang didapat tidak sesuai menurut Susidarti (2008), dimana data hasil teoritis

adalah 0,9998. Menurut Triyati, hal ini dikarenakan terjadinya kesalahan manual

pada proses pengerjaan dan kurangnya kebersihan dalam membersihkan kuvet.

25
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Dari hasil pengukuran kurva kalibrasi dan kurva absorbansi CTM,

didapatkan koefisien regresi (r) = 0,9655. Hal ini menunjukkan bahwa

hasil yang didapat tidak sesuai menurut Susidarti (2008), dimana data hasil

teoritis adalah 0,9998. Hasil pengukuran kurva kalibrasi dan kurva

absorbansi Paracetamol, didapatkan koefisien regresi (r) = 0,8896. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil yang didapat tidak sesuai menurut Susidarti

(2008), dimana data hasil teoritis adalah 0,9998. Sedangkan pada hasil

pengukuran kurva kalibrasi dan kurva absorbansi Teofilin, didapatkan

koefisien regresi (r) = 0,9937. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang

didapat tidak sesuai menurut Susidarti (2008), dimana data hasil teoritis

adalah 0,9998

- Dari hasil percobaan diatas, didapatkan persamaan regresi untuk CTM y =


0,1852 x – 0,01506; untuk parasetamol y = 0,083182 x – 0,01160 dan
untuk y = 0,0710 x+ 0,0816.

5.2. Saran

- Sebaiknya untuk percobaan berikutnya menggunakan sampel dengan jenis

obat yang lain seperti Sulfamerazin,furosemida,dll

- Sebaiknya untuk percobaan berikutnya menggunakan pereaksi lain seperti

asam mineral encer, aseton, dll

25
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman 37, 153.

Garratt, D. C. (1964). The Quantitative Analysis of Drugs. Japan: Chapman &


Hall LTD. Halaman 610, 703, 881.

HAM, M. (2006). Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Penerbit


Bumi Aksara. Halaman 25, 29.

Masfria, dkk. (2018). Kimia Analisis 1. Medan: USU Press. Halaman 185-186,
212-213.

Muchlisyam dan Tuty R.P. (2016). Spektrofotometri dan Analisis Multikomponen


Obat. Medan: USU Press. Halaman 7-21.

Pekamwar, dkk. (2015). Validated UV-Visible Spectrophotometric method for


simultaneous estimation of Cefixime and Moxifloxacin in
Pharmaceutical Dosage Form. Journal of Applied Pharmaceutical
Science. Vol 5 (1). Halaman 38.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Halaman 222.

Sitorus, M. (2009). Spektroskopi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 7 – 10.

Sudjadi dan Abdul R. (2012). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Halaman 117 – 119.

Susidarti, R.A., Andrih R. Dan Sudibyo M. (2008). Penetapan Kadar Sefadroxil


Secara Spektrofotometri Visibel Meggunakan Pereaksi Etil Asetoasetat
Dan Formaldehid. Majalah Farmasi Indonesia. Vol. 19(1). Halaman 45.

Watson, D. G. (2017). Pharmaceutical Analysis. London: Elsevier. Halaman 53,


89-92.

Yanlinastuti dan Syamsul F. (2015). Pengaruh Konsentrasi Pelarut Untuk


Menentukan Kadar Zirkonium Dalam Paduan U-Zr Dengan Menggunakan
Metode Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal BATAN. Vol 9 (17). Halaman
24.

25
LAMPIRAN

Lampiran 1. Flowsheet

Pembuatan Pereaksi Aquadest Bebas CO2

Aquadest
Dimasukkan kedalam ceret listrik

Dipanaskan dalam kondisi tertutup

hingga mendidih

Dibuka penutup ceret dan dibiarkan

mendidih selama 5 menit

Didiamkan sampai dingin dan tidak

menyerap CO2
Hasil

Pembuatan 5L NaOH 0,2 N

NaOH
Ditimbang NaOH 44 gram

Dilarutkan 44 gram NaOH dalam

aquadest bebas CO2

Dicukupkan dengan aquadest hingga 5L

kedalam jerigen (setelah NaOH larut

dalam aquadest bebas CO2).


Hasil

25
Pembuatan 5L NaCl 0,9 %
NaCl

Ditimbang 45 gram NaCl

Dilarutkan 45 gram NaCl ke dalam

aquadest 5 L
Hasil

Pembuatan Medium Dapar Fosfat pH 7,4 untuk 5L

Kalium dihidrogen fosfat

Dimasukkan 34,02 gr kalium

dihidrogen posfat ke dalam beaker

glass

Dilarutkan dengan NaOH 0,2N dan

dicukupkan ke dalam aquadest bebas

CO2 5L
Hasil

Pembuatan 5 L Cairan Lambung Buatan pH 1,2


NaCl

Dilarutkan 10 gram NaCl dan 16g

pepsin dalam 35 ml HCl (p)

Dicukupkan dengan aquadest hingga

5L

Hasil

25
Pembuatan Kurva Kalibrasi CTM

CTM
Ditimbang 250 mg

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000

ml

Di cukupkan dengan cairan lambung

sampai garis tanda

Larutan CTM

Dipipet sebanyak 20 ml

Diencerkan sampai 100 ml dengan cairan

lambung buatan pH 1,2 (LIB I)

Dipipet lagi dari LIB I 4, 5,6,7,8,9,10 ml

Diencerkan sampai 10 ml dengan cairan

lambung buatan pH 1,2

Diukur absorbansinya
Hasil

25
Penentuan kurva kalibrasi paracetamol

Paracetamol

Ditimbang 250 mg

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml

Diencerkan denga medium dapar fosfat pH

7,4 sampai garis tanda


Larutan Paracetamol

Dipipet 20 ml encerkan dengan medium

sampai 100 ml (LIB I)

Dipipet kembali dari LIB I 4,5,6,7,8,9,10

ml dan encerkan 10ml denga medium

Diukur dengan alat spektrofotometer uv

pada panjang gelombang 257 nm


Hasil

25
Penentuan kurva kalibrasi Teofilin

Teofilin

Ditimbang 250 mg

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml

Diencerkan denga medium dapar fosfat pH

7,4 sampai garis tanda


Larutan Teofilin

Dipipet 20 ml encerkan dengan medium

sampai 100 ml (LIB I)

Dipipet kembali dari LIB I 4,5,6,7,8,9,10

ml dan encerkan 10ml denga medium

Diukur dengan alat spektrofotometer uv

pada panjang gelombang 275 nm


Hasil

25
Lampiran 2. Perhitungan

Pembuatan Natrium Hidroksida 0,2 N (5000 ml)


𝑚 1000
N = x
𝐵𝐸 𝑉 (𝑚𝑙)

𝑚 1000
0,2 = x 5000
40

m = 40 gram

Dilebihkan 10% = 10% x 40 g = 4 gram

Maka, Natrium hidroksida yang ditimbang = 40 + 4 g = 44 gram

Aquadest bebas karbon dioksida ad. 5000 ml.

Pembuatan Cairan Lambung Buatan pH 1,2 (5000 ml)

Natrium klorida = 2 gram x 5 L = 10 gram

Asam Klorida (p) = 7 ml x 5 L = 35 ml

Pepsin = 3,2 gram x 5 L = 16 gram

Aquadest ad. 5000 ml

Pembuatan Natrium Klorida 0,9% ( 5000 ml)


Natrium klorida 0,9 % = 0,9 % x 5000 ml

= 45 gram.

Aquadest bebas karbon dioksida ad. 5000 ml

Pembuatan Dapar Fosfat pH 7,4 (5000 ml)


Kalium dihidrogen fosfat 50 ml → 200 ml

x ml → 5000 ml

50 200
= 5000
𝑥

x = 1250 ml

25
Kalium Dihidrogen Fosfat yang ditimbang

𝑁𝑥𝐵𝑀𝑥𝑉 0,2 𝑥 136,09 𝑥 1250


= = = 34,02 gram
1000 1000

Natrium Hidroksida 0,2 N = 39,1 x 5L = 977,5 ml

Perhitungan Konsentrasi CTM

i. LIB I

C = 250 mg/ 1000 ml = 250 mcg/ml

ii. Yang dipipet dari LIB I

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 250 ppm = 100 ml . 50 ppm

V1 = 20 ml

iii. Konsentrasi 4

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 4 ppm

V1 = 0,8 ml

iv. Konsentrasi 5

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 5 ppm

V1 = 1 ml

v. Konsentrasi 6

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 6 ppm

V1 = 1,2 ml

vi. Konsentrasi 7

V1 . C1 = V2 . C2

25
V1 . 50 ppm = 10 ml . 7 ppm

V1 = 1,4 ml

vii. Konsentrasi 8

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 8 ppm

V1 = 1.6 ml

viii. Konsentrasi 9
V1 . C1 = V2 . C2
V1. 50 ppm = 10 ml . 9 ppm
V1 = 1.8 ml
ix. Konsentrasi 10
V1 . C1 = V2 . C2
V1. 50 ppm = 10 ml . 10 ppm
V1 = 2 ml
x. Konsentrasi 0 (blanko)
V1 . C1 = V2 . C2
V1. 20 ppm = 10 ml . 0 ppm
V1 = 0 ml

25
2.1.1.1 Perhitungan Persamaan Garis Regresi CTM

No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 y2 xy

1 0,000 0,000 0 0,000 0,000

2 4 0.061 16 0.0037 0.244

3 5 0.038 25 0.0014 0.190

4 6 0.100 36 0.0100 0.600

5 7 0.120 49 0.0144 0.840

6 8 0.133 64 0.0176 1.064

7 9 0.155 81 0.0240 1.395

8 10 1.800 100 0.0324 1.800

∑ 49 0.0787 371 0.1035 6.133

6.125 0.098375

a
 XY  ( X )( Y / n) = (6.133)  [(49)(0.787 / 8)
 X  ( x) / n
2 2
371  (49) / 8 2

= 0,01852

r 
 XY  ( X . Y ) / n
[ X ( X ) /( n)  ( X ) )][  Y )  ( Y )
2 2 2 2 2
/ n)] )

(6.133)  (49)(0.787/8)
r
[371  ((49) 2 / 8)]  [0.1305  ((0.787) 2 / 8)]

r = 0,95655

Persamaan regresi :
y = ax + b
0,098375 = 0,01852 . 6,125 + b
b = -0.01506

25
y = 0.1852 x + 0.01506

2.1.2 Perhitungan Paracetamol Menggunakan Medium Dapar Fosfat pH 7,4

2.2.2.1 Perhitungan Konsentrasi Paracetamol

i. LIB I

C = 250 mg/ 1000 ml = 250 mcg/ml

ii. Yang dipipet dari LIB I

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 250 ppm = 100 ml . 50 ppm

V1 = 20 ml

iii. Konsentrasi 4

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 4 ppm

V1 = 0.8 ml

iv. Konsentrasi 5

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 5 ppm

V1 = 1 ml

v. Konsentrasi 6

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 6 ppm

V1 = 1.2 ml

vi. Konsentrasi 7

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 7 ppm

25
V1 = 1.4 ml

vii. Konsentrasi 8

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 8 ppm

V1 = 1.6 ml

viii. Konsentrasi 9

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 9 ppm

V1 = 1.8ml

ix. Konsentrasi 10

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 10 ppm

V1 = 2 ml

x. Konsentrasi 0 (blanko)

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 0 ppm

V1 = 0 ml

25
2.2.2.2 Perhitungan Persamaan Garis Regresi Paracetamol

No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 y2 xy

1 0,000 - 0,000 0 0,000 0,000

2 4 0.338 16 0.056644 0.952

3 5 0.384 25 0.147456 1.920

4 6 0.415 36 0.172225 2.490

5 7 0.897 49 0.804609 6.2790

6 8 0.572 64 0.327184 4.576

7 9 0.696 81 0.484416 6.264

8 10 0.781 100 0.609901 7.810

∑ 49 3.983 371 2.602445 30.291

6.125 0.497875

a
 XY  ( X )( Y / n) = (30.291)  [(49)(3.989 / 8)
 X  ( x) / n
2 2
371  (49) / 8 2

= 0,08318

r 
 XY  ( X . Y ) / n
[ X ( X ) /( n)  ( X ) )][  Y )  ( Y )
2 2 2 2 2
/ n)] )

(30.291)  (49)(3.983/8)
r
[371  ((49) 2 / 8)]  [2.602445  ((3.893) 2 / 8)]

r = 0,8896

Persamaan regresi :
y = ax + b
0.497875 = 0.08318 . 6,125 + b
b = -0.01160
y = 0.08318 x + 0.01160

25
Perhitungan Konsentrasi Teofillin

i. LIB I

C = 250 mg/ 1000 ml = 250 mcg/ml

ii. Yang dipipet dari LIB I

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 250 ppm = 100 ml . 50 ppm

V1 = 20 ml

iii. Konsentrasi 4

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 4 ppm

V1 = 0.8 ml

iv. Konsentrasi 5

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 5 ppm

V1 = 1 ml

v. Konsentrasi 6

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 6 ppm

V1 = 1.2 ml

vi. Konsentrasi 7

V1 . C1 = V2 . C2

V1 . 50 ppm = 10 ml . 7 ppm

V1 = 1.4 ml

vii. Konsentrasi 8

25
V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 8 ppm

V1 = 1.6 ml

viii. Konsentrasi 9

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 9 ppm

V1 = 1.8ml

ix. Konsentrasi 10

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 10 ppm

V1 = 2 ml

x. Konsentrasi 0 (blanko)

V1 . C1 = V2 . C2

V1. 50 ppm = 10 ml . 0 ppm

V1 = 0 ml

25
2.2.2.3 Perhitungan Persamaan Garis Regresi Teofillin

No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 y2 xy

1 0,000 0.103 0 0.0106 0,000

2 4 0.327 16 0.1069 1.308

3 5 0.463 25 0.2143 2.315

4 6 0.500 36 0.2501 3.000

5 7 0.582 49 0.3387 4.074

6 8 0.677 64 0.4583 5.416

7 9 0.756 81 0.5715 6.804

8 10 0.772 100 0.5959 7.720

∑ 49 4.18 371 2.5462 30.637

6.125 0.5225

a
 XY  ( X )( Y / n) = (30.637)  [(49)(4.18 / 8)
 X  ( x) / n
2 2
371  (49) / 8 2

= 0,0710

r 
 XY  ( X . Y ) / n
[ X ( X ) /( n)  ( X ) )][  Y )  ( Y )
2 2 2 2 2
/ n)] )

(30.637)  (49)( 4.18/8)


r
[371  ((49) 2 / 8)]  [2.5462  (( 4.18) 2 / 8)]

r = 0,9937

Persamaan regresi :
y = ax + b
0.5225 = 0.0710 . 6,125 + b
b = 0.0876
y = 0.0710 x + 0.0816

25

You might also like