You are on page 1of 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Haid

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai

pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohadjo, 1999). Menstruasi

merupakan aktivitas bersiklus yang melibatkan peluruhan sebagian endometrium

(Andrews, 2009).

Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan

mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama

siklus. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang

klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas. Rata-rata panjang siklus haid

pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada

usia 55 tahun 51,9 hari. Lamanya haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari

diikuti darah sedikit-sedikit, kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap

wanita biasanya lama haid itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 cc.

Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita

dengan anemia devisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih dari 80cc

dianggap patologik. Kebanyakan wanita tidak merasakan gejala-gejala pada waktu

haid, tetapi sebagian kecil merasa berat di panggul atau merasa nyeri

(dysmenorrhea). Usia gadis remaja pada waktu pertama kali mendapat haid

(menarche) bervariasi antara 10-16 tahun. Menarche terjadi di tengah-tengah

masa pubertas, wanita memasuki masa reproduksi, yaitu masa dimana ia dapat

Universitas Sumatera Utara


memperoleh keturunan. Masa reproduksi ini berlangsung 30-40 tahun dan

berakhir pada masa mati haid (menopause) (Prawirohadjo, 1999).

Siklus menstruasi dikendalikan oleh hipotalamus dan kelenjar hipofisis

anterior dengan jalur umpan balik antara otak dan ovarium yang melibatkan kadar

esterogen sirkulasi. Saat gonadotrophin releasing hormone (GnRH) dilepas dari

hipotalamus, hipofisis anterior terstimulasi untuk melepas follicle stimulating

hormone (FSH), kemudian lutenizing homone (LH). FSH memulai akitivitas pada

salah satu ovarium dan menstimulasi pematangan beberapa folikel yang

tersensitisasi. Esterogen dilepas dari folikel tersebut dan satu folikel dominan akan

matang, sementara folikel lain mengalami atresia (ini merupakan proses

degeneratif yang tejadi pada sebagian besar folikel ovarium). Mekanisme ini

sangat rumit, tetapi saat kadar esterogen mencapai puncak, kelenjar hipofisis

anteior melepas LH, yang menyebabkan folikel matur meluruh dan melepas

ovum. Ovulasi terjadi sekitar 30 jam setelah pelepasan LH. Beberapa wanita

mengalami nyeri tajam atau seperti kram. Nyeri ini dapat tetap terjadi selama satu

maupun dua hari dan terkadang nyeri berubah tumpul (Andrews, 2009).

Saat ovulasi, folikel kolap menjadi korpus luteum yang menyekresi

progesteron. Estrogen dan pogesteron bertanggung jawab atas perubahan yang

tejadi pada uterus selama sikus menstruasi :

a. Fase proliferasi atau fase folikular

b. Fase luteal atau sekresi

c. Menstruasi

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1 : Skema menstruasi dan ovulasi (dimodifikasi atas izin Scambler,

1993)

a. Fase Proliferasi

Selama fase proliferasi, stroma dan kelenjar di endometrium mengalami

regenerasi pada satu proses yaitu penebalan dari lapisan basal yang masih ada

Universitas Sumatera Utara


setelah menstruasi yang terakhir (ketebalannya lebih 0,5 mm). Biasanya

berlangsung 10-14 hari, lama fase proliferasi bervariasi jika siklus menstruasi

tidak teratur (Andrews, 2009).

b. Fase Luteal atau Sekresi

Fase sekretorik dan ovulasi ini terjadi berbarengan dengan periode

korpus luteum aktif secara fungsional dan menyekresikan progesteron dan

estrogen, dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Di bawah pengaruh hormon

progesteron dan estrogen, terutama progesteron, sel-sel pada struma

endometium menjadi edema, kelenjar-kelenjar berdilatasi dan menyekresi

lendir encer kaya glikogen dan arteri-arteri spiral ini mengalami dilatasi dan

kontraksi ritmik yang berada di bawah kendali hormon-hormon ovarium.

Tebal endometrium sekitar 5mm pada tahap ini (Everett, 2007).

c. Menstruasi

Setelah sekitar 12-14 hari, apabila pembuahan tidak juga terjadi, korpus

luteum mulai berdegenerasi dan sekresi hormon terhadap jaringan

endometrium terhenti, terjadi kehilangan air dan penurunan aliran darah ke

endometrium akibat spasme arteri-arteri spiral yang pada akhirnya

menyebabkan nekrosis endometrium. Namun endometrium berdilatasi

kembali, perdarahan terjadi pada stroma endometrium yang nekrosis. Dengan

demikian darah masuk ke dalam lumen uterus dan fase menstruasi mulai

terjadi. Endometrium menghasilkan proses prostaglandin dalam jumlah yang

banyak pada saat menstruasi. Kemungkinan prostaglandin terlibat dalam

permulaan menstruasi dan peluruhan endometrium (Everett, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2. Konsep dysmenorrhea

2.1 Pengertian

Dysmenorrhea adalah menstruasi yang sangat nyeri (Andrews, 2009).

Menurut Price (2001) depenisi dismenorrhea adalah nyeri selama menstruasi yang

disebabkan oleh kejang otot uterus.

Dari aspek penyebab nyeri, terdapat dua tipe yaitu dysmenorrhea pimer

dan dysmenorrhea sekunder (Liewellyn, 2001). Dalam penelitian ini

dysmenorrhea sekunder tidak menjadi fokus peneliti karena menyatakan kondisi

patologis yang menyebabkan bervariasi sementara dysmenorrhea primer adalah

nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genitalia yang nyata

(Pawirohardjo, 1999).

Dysmenorrhea primer adalah menstruasi yang sangat nyeri, tanpa

patologi pelvis yang dapat diidentifikasi, dapat terjadi pada waku menarche atau

segera setelahnya (Smeltzer, 2005).

2.2 Etiologi

Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab

dysmenorrhea primer, tetapi patofisiologisnya belum jelas dimengerti. Beberapa

faktor memegang peranan sebagai penyebab dysmenorrhea pimer, antara lain:

2.2.1 Faktor kejiwaan

Para gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika

mereka tidak dapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah

timbul dysmenorrhea.

2.2.2 Faktor obstruksi kanalis servikalis

Universitas Sumatera Utara


Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya

dismenorrhea primer ialah stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal

ini tidak dianggap faktor yang penting sebagai penyebab

dysmenorrhea.

2.2.3 Faktor endokrin

pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada

dysmenorrhea disebabkan oleh kontraksi uteus yang berlebihan.

Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan

kontaktilitas otot usus.

2.2.4 Faktor alergi

teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara

dysmenorrhea dengan utikaria, migraine, atau asma bronchiale

(Prawirihardjo, 1999).

2.2.5 Faktor prostaglandin

Ketika pogesteron disekresi setelah ovulasi, endometium yang telah

mengalami luteinisasi sanggup mensintesis prostaglandin. Jika ada

gangguan keseimbangan antara prostasiklin, yang menyebabkan

vasodilatasi dan relaksasi miometrium, prostaglandin F2α yang

menyebabkan vasokonstiksi dan kontraksi miometrium dan

prostaglandin E2 yang menyebabkan kontraksi miometrium dan

vasodilatasi, sehingga kerja PGF2α lebih menonjol, akan terjadi

iskemia miometrium (angina uteus) dan hiperkontraktilitas uterus. Di

samping itu, vasopresin meningkatkan sintesis prostaglandin dan

Universitas Sumatera Utara


dapat bekerja pada arteri-arteri uterus secara langsung (Liewellyn,

2001).

2.3 Tanda Dan Gejala

Gejala utama dysmenorrhea adalah rasa sakit terkonsentrasi di perut

bagian bawah, di daerah umbilikalis atau daerah suprapubik perut. Hal ini juga

biasanya dirasakan di perut kanan atau kiri. Mungkin menyebar ke paha dan

punggung bawah. Gejala lain mungkin termasuk mual dan muntah, diare atau

sembelit, sakit kepala, pusing, disorientasi, hipersensitivitas terhadap suara,

cahaya, bau dan sentuhan, pingsan, dan kelelahan. Gejala sering segera timbul

setelah ovulasi dan dapat berlangsung hingga akhir menstruasi. Hal ini karena

dysmenorrhea sering dikaitkan dengan perubahan kadar hormon dalam tubuh

yang terjadi dengan ovulasi. Penggunaan jenis tertentu pil KB dapat mencegah

gejala dysmenorrhea, karena pil KB menghentikan ovulasi yang terjadi (Permana,

2010).

2.4 Klasifikasi Karakteristik Gejala Dysmenorrhea

Ditinjau dari berat-ringannya rasa nyeri, dysmenorrhea dibagi menjadi:

2.4.1 Dysmenorrhea ringan, yaitu dysmenorrhea dengan rasa nyeri yang

berlangsung beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk

menghilangkan nyeri, tanpa disertai pemakaian obat.

2.4.2 Dysmenorrhea sedang, yaitu dysmenorrhea yang memerlukan obat

untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan

aktivitas sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara


2.4.3 Dysmenorrhea berat, yaitu dysmenorrhea yang memerlukan

istirahat sedemikian lama dengan akibat meninggalkan aktivitas

sehari-hari selama 1 hari atau lebih (Okaparasta, 2003).

2.5 Penanganan

2.5.1 Penerangan Dan Nasehat

Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dysmenorrhea adalah

gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan. Hendaknya

diadakan penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup , pekerjaan,

kegiatan dan lingkungan penderita.

2.5.2 Pemberian Obat Analgetik

Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgetik yang dapat

diberikan sebagai terapi simtomatik. Jika rasa nyeri berat,

diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas pada perut

bawah untuk mengurangi penderitaan. Obat analgetik yang sering

diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein.

Obat-obat yang beredar di pasaran ialah antara lain novalgin,

Ponstan, acet-aminophen dan sebagainya.

2.5.3 Terapi Hormonal

Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi. Tindakan ini

bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa

gangguan benar-benar dysmenorrhea primer, atau untuk

memungkinkan penderita melaksanakan pekerjaan penting pada

waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan

Universitas Sumatera Utara


pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi (Prawihardjo,

1999).

2.5.4 Nutrisi

Beberapa suplemen gizi telah diindikasikan sebagai efektif dalam

mengobati dysmenorhea, termasuk omega-3 fatty acid, magnesium,

vitamin E, seng, dan tiamin (vitamin B1). Penelitian menunjukkan

bahwa salah satu mekanisme yang mendasari dysmenorrhea adalah

terganggunya keseimbangan antara anti-inflamasi (vasodilator

eikosanoid) yang berasal dari omega-3 asam lemak, dengan

pencetus peradangan (vasokonstriktor eikosanoid) yang berasal dari

omega-6 fatty acid. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa

asupan omega-3 asam lemak dapat membalikkan gejala

dysmenorrhea, dengan mengurangi jumlah omega-6 FA di

membran sel. Adapun sumber makanan yang kaya omega-3 asam

lemak banyak ditemukan dalam minyak rami. Asupan magnesium

oral juga telah banyak membantu seperti telah melalui penelitian

dua double-blind, placebo-controlled studi yang menunjukkan efek

terapi positif magnesium pada dysmenorrhea. Penelitian A

randomized, double blind, controlled trial menunjukkan pula

bahwa asupan vitamin E oral mengurangi nyeri dysmenorrhea

primer dan mengurangi kehilangan darah. Sebuah kajian sejarah

kasus menunjukkan bahwa seng, dalam 1-330 miligram dosis

diberikan setiap hari selama satu sampai empat hari sebelum

Universitas Sumatera Utara


menstruasi, dapat mencegah penyebab utama timbulnya nyeri dari

haid dan semua kram menstruasi. Pengambilan tiamin (vitamin

B1) telah didemonstrasikan untuk memberikan efek "kuratif" pada

87% dari perempuan yang mengalami dysmenorrhea.

2.5.5 NSAID

Non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID) efektif dalam

meredakan nyeri dysmenorrhea primer. NSAID dapat berefek

samping seperti mual, muntah, nyeri ulu hati, gastritis atau diare.

Untuk yang kontraindikasi maka mungkin resep COX-2 inhibitor

dapat menggantikannya.

2.5.6 Hormon Kontrasepsi

Meskipun penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mengurangi

gejala dysmenorrhea primer tapi tinjauan sistematis tahun 2001

menemukan bahwa tidak ada pengobatan modern yang umum

digunakan dikombinasikan dengan dosis rendah pil kontrasepsi oral

untuk dysmenorrhea primer. Norplant dan Depo-provera juga

efektif, karena metode ini sering menyebabkan amenore. sehingga

berguna dalam mengurangi gejala-gejala dysmenorrhea.

2.5.7 Terapi Non Obat

Beberapa terapi non-obat untuk dysmenorrhea telah dipelajari,

termasuk perilaku, akupunktur, akupresur, perawatan chiropractic,

dan penggunaan TENS unit. Terapi perilaku mengasumsikan

bahwa proses fisiologis yang mendasari dysmenorrhea dipengaruhi

Universitas Sumatera Utara


oleh lingkungan dan faktor-faktor psikologis, dan bahwa

dysmenorrhea dapat diobati secara efektif dengan prosedur fisik

dan kognitif yang berfokus pada strategi-strategi untuk mengatasi

gejala-gejala bukan pada perubahan proses yang mendasari. Sebuah

review sistematik 2007 menemukan bukti ilmiah bahwa intervensi

perilaku mungkin efektif, tetapi hasilnya harus dilihat dengan hati-

hati karena buruknya kualitas data. Akupunktur dan akupresur

digunakan untuk mengobati dismenorrhea. Dikutip dari 4 empat

penelitian, dua diantaranya adalah pasien-buta, menunjukkan

bahwa akupunktur dan akupresur dapat mengobati dysmenorrhea

yang efektif. Dinyatakan bahwa perawatan muncul "menjanjikan"

untuk dysmenorrhea, tetapi para peneliti menggangap perlu

penelitian lebih lanjut untuk dapat dibenarkan. Studi lain

menunjukkan bahwa akupuntur "mengurangi persepsi subjektif

dysmenorrhea ", Yang lainnya menambahkan bahwa akupunktur

pada pasien dengan dysmenorrhea dikaitkan dengan kesakitan dan

dalam upaya perbaikan kualitas hidup (Permana, 2010).

Universitas Sumatera Utara


3. Aktivitas Kerja Perawat

3.1 Defenisi Aktivitas Kerja Perawat

Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam

praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi

kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan

secara professional sesuai dengan kode etik professional (Bangfad, 2008).

3.2 Elemen Peran

Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat

professional antara lain : care provider, client advocate, conselor, educator,

collaborator, coordinator change agent, dan consultant.

3.2.1 Care provider (pemberi perawatan) :

Pada peran ini perawat diharapkan mampu

a. Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien/keluarga , kelompok

atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari

masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.

b. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien,

perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan

dari klien.

3.2.2 Client Advocate (Pembela Klien)

Tugas perawat :

a. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan

dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil

Universitas Sumatera Utara


persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang

diberikan kepadanya.

b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan

karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi

dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim

kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan

perawat harus mampu membela hak-hak klien.

3.2.3 Conselor

Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan

mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun

hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan

perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional

dan intelektual.

Peran perawat :

a. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan

sehat sakitnya.

b. Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan

metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.

c. Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu

atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan

pengalaman yang lalu.

d. Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


3.2.4 Educator

Peran ini dilakukan untuk:

a. Meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien

mengatasi kesehatanya

b. Perawat memberi informasi dan meningkatkan perubahan perilaku

klien perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti dari

perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau

ketrampilan secara teknis (Bangfad, 2008).

3.2.5 Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga

pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

kebutuhan klien. Tujuan Perawat sebagi kordinator adalah :

a. Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan

menguntungkan klien.

b. Pengaturan waktu dan seluruh aktifitas asuhan keperawatan atau

penanganan pada klien.

c. Menggunakan keterampilan perawat untuk: merencanakan,

mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol.

3.2.6 Kolaborator

Perawat berkomunikasi dengan tenaga medis lainnya. Hal tersebut

dilakukan dikarenakan perawat bekerja bersama tim kesehatan yang

terdiri dari dokter fisioterapi, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya

Universitas Sumatera Utara


mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk

diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan

selanjutnya.

3.2.7 Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah pasien

atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini

dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan

pelayanan keperawatan yang diberikan.

3.2.8 Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai

dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Peran perawat sebagai pembeharu dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya :

a. Kemajuan teknologi

b. Perubahan Lisensi-regulasi

c. Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan

d. Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

You might also like