You are on page 1of 39

1.

Pengertian, Batasan, dan Istilah Hukum Internasional

Bab ini akan menjelaskan pengertian Hukum Internasional, dimana penegasan pengertian yang
akan dirumuskan dalam suatu batasan (definition) mengenai Hukum Internasional, bukanlah
bermaksud menjelaskan sifat hakikat hukum internasional dalam sebuah kalimat melainkan
untuk dipergunakan sebagai pegangan dalam pembahasan selanjutnya.

Hukum Internasional: pengertian dan batasan

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur
dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan
individu.

Yang dimaksud dengan istilah Hukum Internasional dalam pembahasan ini adalah Hukum
Internasional Publik yang harus kita bedakan dari Hukum Perdata internasional.

Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum
perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional)
yang berlainan.

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.

Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya
(obyeknya).

Hukum Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara antara: (i) negara dengan negara; (ii) negara dengan subyek hukum
lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

Istilah Hukum Internasional

Banyaknya istilah lain yang digunakan selain istilah Hukum Internasional seperti istilah hukum
bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara terkadang dapat menyebabkan
kebingungan bagi penggunanya, oleh karena itu perlu dibahas lebih lanjut pengertian dari istilah-
istilah tersebut.

1
Istilah hukum bangsa-bangsa (law of nations, droit de gens, Voelkerrecht) berasal dari istilah
hukum Romawi Ius Gentium yang berarti kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
antara orang Romawi dengan orang bukan Romawi dan bukan Romawi satu sama lain.Kemudian
mulai dibedakan benar dengan hubungan antar individu dengan menggunakan istilah ius inter
gentes.Istilah terakhir inilah yang memiliki arti hukum antarbangsa yang kemudian menandakan
permulaan lahirnya hukum internasional sebagai suatu lapangan hukum tersendiri.

Istilah hukum antarbangsa (kerajaan) pada dasarnya sama dengan istilah hukum antarbangsa
(republik), sementara negara modern pada hakikatnya adalah negara kebangsaan (nation state)
sehingga istilah hukum internasional lebih tepat digunakan dalam pembahasan selanjutnya ,
selain itu istilah ini merupakan istilah yang paling mendekati kenyataan dilapangan baik dalam
sifat hubungan dan masalah yang menjadi objek bidang hukum ini.

Lebih lanjut dapat ditinjau perbedaan dari istilah-istilah yang digunakan antara lain sebagai
berikut:

Hukum Bangsa-bangsa akan dipergunakan untuk menunjuk pada kebiasaan dan aturan hukum
yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu, berdasarkan sifatnya hukum ini
belum dapat dikatakan mengatur hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa.

Hukum Antarbangsa atau Hukum Antarnegara akan dipergunakan untuk menunjuk pada
kompleksitas kaidah dan asas yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat bangsa-
bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak munculnya negara dalam bentuk modern
sebagai negara nasional (nation state).

Hukum Internasional (publik) selain mengatur hubungan antar negara, mengatur pula hubungan
antara negara dengan subjek hukum lainnya bukan negara dan antara subjek hukum bukan
negara satu sama lain.

Bentuk Perwujudan Khusus Hukum Internasional: Hukum Internasional Regional dan


Hukum Internasional Khusus (special)

Di dalam Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan
yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : (1) Hukum Internasional
Regional : Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti
Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental
Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the
sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
(2) Hukum Internasional Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaidah yang khusus
berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan
keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian

2
masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum
kebiasaan.

Hukum Internasional dan Hukum Dunia (World Law)

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas
sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu
tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota
masyarakat internasional yang sederajat. Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain.
Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan
semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara
hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan
suatu tertib hukum subordinasi.

Hukum Internasional merupakan tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat


internasional yang sederajat.Anggota masyarakat internasional tunduk kepada hukum
internasional sebagai tertib hukum yang mereka terima sebagai perangkat kaidah dan asas yang
mengikat dalam hubungan antar anggota masyarakat ijnternasional.

Hukum Dunia (Weltstatsrecht) merupakan negara dunia yang secara hirarki negara dunia berdiri
diatas negara-negara nasional, dimana tertib hukum dunia merupakan suatu tertib hukum
subordinasi.

Kedua tertib hukum diatas, baik koordinasi maupun subordinasi mempunyai kemungkinan
untuk dijalankan secara bersamaan. Hal ini dapat dilihat dari terwujudnya sekumpulan kaidah-
kaidah hukum perdagangan internasional yang bersumber pada Agreement Establishing the
World Trade Organization (WTO) pada tahun 1994.

Dengan adanya perjanjian ini, dapat dikatakan negara-negara di dunia telah menyerahkan
sebagian kedaulatan ekonominya mengenai perdaganganinternasional secara full compliance,
pada kaidah-kaidah hukum internasional sebagaimana diatur oleh WTO, termasuk penyelesaian
perselisihan perdagangan yang lebih efektif.

Lebih dari 125 negara telah menjadi anggota WTO, Indonesia pada 2 November 1994 telah
menyetujui menjadi negara peserta pada Perjanjian Pembentukan WTO Dengan Undang-undang
No.7 Tahun 1994.

2. Masyarakat dan Hukum Internasional

Hukum Internasional terbentuk dari adanya suatu masyarakat internasional yang diatur oleh
tertib hukum tersebut, dapat pula dikatakan bahwa landasan sosiologis bidang hukum ini adalah
adanya masyarakat internasional.

3
Masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis Hukum Internasional

Masyarakat Internasional pada hakikatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia secara
kompleks yang terdiri dari berbagai ragam masyarakat yang terjalin dengan erat.

Syarat terbentuknya Masyarakat Internasional adalah adanya sejumlah negara dan kebutuhan
negara-negara itu untuk mengadakan hubungan satu sama lain.

Pertanyaan yang timbul sekarang adalah mengapa diantara adanya hubungan antar manusia atau
antar kelompok manusia ini, hubungan resmi antar negara-negaralah yang menonjol dan yang
menjadi urusan utama Hukum Internasional ?Hal ini karena secara politis-yuridis, negara dengan
kekuasaan teritorialnya yang mutlak dan monopoli dalam penggunaan kekuasaan, merupakan
pelaku primer dalam masyarakat internasional.

Unsur –unsur dalam masyarakat internasional diantaranya adalah adanya asas kesamaan hukum
antara bangsa-bangsa di dunia, adanya asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradab yang merupakan penjelmaan dari hukum alami(natuurrecht) yang mengharuskan
bangsa-bangsa di dunia untuk hidup berdampingan secara damai sesuai dengan akal manusia
(ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya (instinct for survival).

Sebagai contoh, adanya perbedaan kepentingan yang berdasarkan pada pandangan falsafah
politik yang berlainan antara negara demokrasi barat dan negara sosialis timur bukanlah
penghalang bagi kedua negara untuk bias hidup berdampingan secara damai.

Hakikat dan Fungsi Kedaulatan Negara dalam Masyarakat Internasional

Kedaulatan merupakan suatu sifat dan ciri yang hakiki dari suatu negara.

Kedaulatan (Souvereignity) berasal dari kata latin superanus yang berarti yang teratas.

Negara dikatakan berdaulat atau souvereign karena negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi,
negara tidak mengakui adanya kekuasaan tertinggi lainnya, negara mempunyai monopoli
kekuasaan.

Pengertian kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi kemudian menimbulkan banyak


kesalahan persepsi sehingga timbul pendapat bahwa kedaulatan negara adalah penghalang bagi
pertumbuhan masyarakat internasional dan bagi perkembangan hukum internasional yang
mengatur kehidupan masyarakat internasional.

Pendapat seperti itu dapat dikatakan benar apabila masyarakat internasional atau hukum yang
mengaturnya merupakan masyarakat atau negara dunia yang tunduk kepada pemerintahan dunia.
Namun pada kenyataannya masyarakat internasional yang terbentuk sekarang ini adalah
masyarakat internasional yang berasal dari negara-negara di dunia yang bebas satu dari lainnya.

4
Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi memiliki batasan-batasan penting yang mengikat yaitu
kekuasaan terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu dan kekuasaan itu
berakhir dimanan kekuasaan suatu negara lain dimulai.

Bahwa kedaulatan suatu negara terbatas dan bahwa batas ini terdapat dalam kedaulatan negara
lain merupakan konsekuensi yang logis dari paham kedaulatan itu sendiri.

Paham Kedaulatan tidak perlu bertentangan dengan keberadaan masyarakat internasional yang
terdiri dari negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri atau merdeka, demikian juga
halnya dengan hukum unternasional yang mengatur masyarakat internsional tersebut.

Sebagai suatu akibat dari paham kedaulatan yang terbatas adalah adanya kemerdekaan
(independence) yang berarti negara berdaulat itu adalah negara yang merdeka satu dari yang
lainnya dan adanya paham persamaan derajat (equlity) yang berarti antar negara memiliki
kesamaan derajat satu dari yang lainnya. Sehingga ketiga konsep tersebut yaitu kedaulatan,
kemerdekaan, dan persamaan derajat dapat berjalan bersama tanpa saling bertentangan, bahkan
kemerdekaan dan persamman derajat negara merupakan perwujudan dan pelaksanaan dari
pengertian kedaulatan dalam arti yang wajar.

Tunduknya suatu negara yang berdaulat atau tunduknya paham kedaulatan pada kebutuhan
pergaulan masyarakat internasional merupakan syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat
internasional yang teratur. Bahwa kehidupan suatu masyarakat internasional yang teratur hanya
dapat terwujud dengan adanya hukum internasional, maka secara otomatis kedaulatan harus
tunduk kepada hukum internasional.

Masyarakat Internasional dalam Peralihan

Saat ini masyarakat internasional sedang mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok
yang perlu diperhatikan.

Perubahanpertama yang besar dan pokok adalah perubahan peta bumi politik yang terjadi
terutama setelah Perang Dunia II. Proses yang sudah dimulai pada permulan abad ke XX ini
telah merubah pola kekuasaan politik di dunia ini dari satu masyarakat internasional yang
terbagi dalam beberapa masyarakat besar yang masing-masing mempunyai daerah jajahan dan
lingkungan pengaruhnya menjadi satu masyarakat bangsa-bangsa yang terdiridari banyak sekali
negara medeka.Proses ini merupakan proses yang wajar, yang pada hakikatnya merupakan suatu
penjelmaan masyarakat internasional dalam arti yang sebenarnya.

Perubahan penting yang terjadi dalam konsep ilmu hukum yang berkenaan dengan perjanjian,
kewajiban negara (responsibility of state), nasionalisasi, hukum laut publik, harus dilihat sebagai
proses pertumbuhan ke arah hukum internasional yang wajar, bebas dari berbagai konsep dan
lembaga yang menggambarkan atau merupakan akibat dominasi bangsa-bangsa oleh beberapa
bangsa di dunia ini.

5
Perubahan kedua yang juga cukup penting peranannya bagi masyarakat internasional dan huku
internasional yang mengaturnya adalah kemajuan teknologi. Kemajuak teknik dalam hal
perhubungan semakin mempermudah perhubungan yang melintasi batas negara. Kemajuan
teknik dalam bidang persenjataan menimbulkan permasalahan baru yang menyebabkan perlunya
ditinjau kemabali ketentuan mengenai hukum perang.Dalam bidang pengolahan kekayan alam,
menyebabkan berbagai perubahan besar dalam konep hukum laut dan timbulnya konsep baru
untuk dapat mengikutu perkembangan yang pesat ini.

Perubahan ketiga adalah berbagai perubahan yang terjadi dalam struktur organisasi masyarakat
internasional.Perubahan ini sangat penting karena berakibat langsung terhadap struktur
masyarakat internasional yang didasarkan atas negara yang berdaulat.Perkembangan penting
yang terjadi sebagai akibat dari perubahan ini adalah munculnya berbagai organiasasi
internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara.

Di lain pihak, ada perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu
dalam beberapa hal tertentu.Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai
terlaksananya satu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas
kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antarnegara sehingga dapat tercipta hukum
internasional sebagai hukum koordinasi, timbul pula suatu kompleks kaidah yang lebih
memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi. Terjadinya suatu proses pemusatan kekuasaan dan
wewenang pada organisasi-organisasi internasional lepas dari negara-negara menyebabkan
masyarakat internasional kini tidak lagi identik dengan masyarakat antar negara. Perkembanagan
inilah yang mempunyai akibat bagi sistematik pembahasan hukum internasional.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah dapatkah kita terus menggunakan cara pendekatan
yang didasarkan atas hukum internasional yang tradisional yakni yang didasarkan atas negara
yang berdaulat, merdeka dan persamaan derajat negara-negara, ataukan diperlukan suatu cara
pendekatan lain yang menggambarkan perkembangan baru yang disebutkan diatas, terutama
timbulnya beberapa lembaga internasional sebagai subjek hukum internasional?

3. Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya.

Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara
negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Interansional yang didasarkan atas negara-
negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya
diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga
Puluh Tahun di Eropa.

Sebelumnya, perlu dilihat terlebih dahulu ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan antara
raja-raja atau bangsa-bangsa pada zaman dahulu :

Di dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaidah dan lembaga hukum yang
mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan.

6
Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa
Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya. Penulis buku Artha
Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

Dalam Kitab Perjanjian Lama, hukum kuno kebudayaan Yahudi, dikenal ketentuan mengenai
perjanjian perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Dalam hukum perang
masih dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, dalam hal ini
penyimpangan ketentuan perang diperbolehkan.

Lingkungan kebudayaan lainnya yang juga sudah mengenal aturan yang mengatur hubungan
antara berbagai kumpulan manusia adalah lingkungan kebudayaan Yunani yang hidup dalam
negara-negara kota. Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu
orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani
sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat
perkembangannya.

Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu
hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal
manusia.

Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak
mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia
merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam
lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang
terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur
hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas
atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio
servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan
Romawi yang berharga.

Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada
kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma.
Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa
negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan
Yunani.

Disamping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang
termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam.
Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktekan diplomasi untuk mempertahankan
supremasinya. Oleh karenanya praktek Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam
perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.

7
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional
modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan
atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah : (1) Selain mengakhiri perang 30 tahun,
Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi
karena perang itu di Eropa . (2) Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha
Kaisar Romawi yang suci. (3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan
hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing. (4)
Kemerdekaan negara Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam
Perjanjian Westphalia.

Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik
mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas
kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan
kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Ciri masyarakat Internasional yang terdapat di Eropa yang dasarnya diletakkan oleh Perjanjian
Westphalia. Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi susunan masyarakat Internasional yang
baru ini dari susunan masyarakat Kristen Eropa pada zaman abad pertengahan : (1) Negara
merupakan satuan teritorial yang berdaulat. (2) Hubungan nasional yang satu dengan yang
lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat. (3) Masyarakat negara-negara tidak
mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan
Paus sebagai Kepala Gereja. (4) Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang
banyak mengambil oper pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi. (5) Negara
mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara
tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum
ini. (6) Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk
memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional. (7) Anggapan terhadap perang yang
dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum
(ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan
kekerasan.

Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech
yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan
kekuatan sebagai asas politik internsional.

Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasionalnya atas berlakunya hukum alam. Hukum
alam telah dilepaskannya dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas
praktek negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum
alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.

Selain Hugo Grotius ada pula Sarjana yang menulis Hukum Internasional: - Fransisco Vittoria
(biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis

8
mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam
tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia
namakan ius intergentes. - Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on
laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaidah obyektif yang harus
dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka. - Balthazer Ayala (1548-1584) dan
Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan
antara hukum, etika dan teologi

4. Hakikat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional

Dasar Berlakunya HI

Terdapat anggapan bahwa ciri suatu sistem hukum positif yang efektif adalah adanya badan
legislatif, kehakiman dan polisi. HI tidak memiliki ciri ini, maka timbul pertanyaan “apa dasar
berlakunya HI?”

Terdapat berbagai teori mengenai hal tersebut:

Teori Hukum Alam. Hugo Grotius, Emmerich Vattel. Hukum adalah kesatuan kaedah yang
diilhamkan alam pada akal manusia. Menurut aliran ini HI mengikat karena merupakan hukum
alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa, atau negara tunduk HI karena
HI adalah bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Kelemahan teori terdapat
pada sifatnya yang sangat subyektif terutama kaidah-kaidah moral dan keadilan.

Teori Kehendak Negara. Zorn, Hegel, George Jellineck (Selbst-limitation theorie). Menurut
teori ini, pada dasarnya negara yang merupakan sumber segala hukum dan HI mengikat suatu
negara atas kemauan sendiri negara tersebut. ZORN: HI tidak lain adalah HTN yang mengatur
hubungan luar (negeri) suatu negara. Kelemahan teori ini, mereka tidak dapat menerangkan
secara memuaskan, bagaimana caranya HI yang bergantung pada kehendak negara, dapat
mengikat negara itu, atau bagaimanakah jika suatu negara membatalkan secara sepihak untuk
terikat pada HI, bagaimanakah suatu negara baru, sejak pertama kali muncul dalam masyarakat
internasional langsung terikat pada HI.

Teori Kehendak Bersama. Triepel. Menurut teori ini HI mengikat negara, bukanlah karena
kehendak negara satu persatu melainkan karena kehendak bersama negara-negara, yang lebih
tinggi dari kehendak masing-masing negara.

Mazhab Wiena. Hans Kelsen. Kekuatan mengikat suatu kaidah HI didasarkan pada suatu kaidah
yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi
dan demikian seterusnya, yang pada akhirnya sampai pada puncak piramida kaidah hukum
tempat terdapatnya kaidah dasar (grundnorm). KELSEN: asas pacta sunt servanda adalah
grundnorm HI. Grundnorm apa dasar mengikatnya? Menurut teori ini, grundnorm adalah
terlepas dari persoalan hukum yang tidak dapat diterangkan, dan dikembalikan pada nilai-nilai

9
kehidupan manusia di luar hukum, seperti rasa keadilan dan moral---kembali lagi pada teori
hukum alam.

Mazhab Perancis. Fauchile, Scelle, Duguit. Teori ini mendasarkan kekuatan mengikat HI pada
faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan sebagai fakta
kemasyarakatan (fait social). Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki hasrat untuk
bergabung dengan manusia lain dan memiliki kebutuhan akan solidaritas. Hal tersebut juga
dimiliki bangsa-bangsa. Jadi kekuatan mengikat adalah mutlak untuk terpenuhinya kebutuhan
manusia untuk hidup bermasyarakat.

5. Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Terdapat 2 pandangan mengenai HI, yaitu

1) Voluntarisme

Bahwa berlakunya HI terletak pada kemauan negara. Berdasarkan pandangan ini maka
muncul paham dualisme yang melihat bahwa HI dan HN merupakan dua perangkat hukum yang
hidup berdampingan dan terpisah. Paham ini pelopornya adalah Triepel (Jerman) dan Anzilotti
(Italia).

Alasannya:

HI dan HN mempunyai sumber yang berlainan, HN bersumber dari kemauan negara, sedangkan
HI besumber pada kemauan bersama masyarakat negara. Kelemahan: Pada dasarnya baik HI
maupun HN bersumber dari kemauan negara yaitu kemauan negara untuk mengatur kehidupan
masyarakat. Jadi baik HI dan HN bersumber dari kebutuhan manusia untuk hidup teratur dan
beradab.

HI dan HN mempunyai subyek hukum yang berlainan. Subyek HN (baik dalam pedaa maupun
pidana) adalah orang perorangan, sedangkan subyek HI adalah negara. Kelemahan: Pada
kenyataan dewasa ini perorangan pun dapat menjadi subyek HI.

HI dan HN memiliki struktur yang berbeda. HN memiliki mahkamah dan organ dalam bentuk
yang sempurna, sedangkan HI tidak memiliki hal yang serupa itu. Kelemahan: Perkembangan
HN jauh lebih tinggi daripada HI jadi, wajar saja HN memiliki bentuk organ yang lebih
sempurna dari HI.

HN tetap berlaku secara efektif meskipun bertentangan dengan HI. Kelemahan: pada
kenyataannya seringkali HN tunduk pada HI, pertentangan antara keduanya bukan bukti
perbedaan struktural tetapi hanyalah kurang efektifnya HI.

10
Akibat dari pandangan ini yaitu (1)bahwa tidak akan mungkin dipersoalkan mengenai hirarki
antara keduanya, karena menurut paham ini HI dan HN pada hakikatnya tidak saja berlainan dan
tidak tergantung satu sama lain, tetapi juga terlepas satu sama lain.(2) Tidak mungkin ada
pertentangan diantara keduanya yang mungkin ada hanya penunjukan. (3) HI memerlukan
transformasi terlebih dulu untuk dapat berlaku dalam lingkungan HN.

2) Objektivis

Bahwa berlakunya HI terlepas dari kemauan negara. Berdasarkan pandangan tersebut, maka
muncullah paham monisme yang melihat HI dan HN merupakan dua bagian dari satu kesatuan
yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat dari pandangan ini
bahwa antara HI dan HN mungkin ada hubungan hirarki. Paham ini melahirkan 2 teori, yaitu: (1)
monisme dengan primat HN dan(2) monisme dengan primat HI.

a. Monisme dengan primat HN

Menurut teori ini HI adalah lanjutan HN untuk urusan luar negeri (penganutnya
dinamakan mazhab Bonn yang salah satu pelopornya adalah Max Wenzel).Jadi menurut teori ini
HI adalah bersumber dari HN.

Alasannya:

Tidak terdapat satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di
dunia.

Dasar HI yang mengatur hubungan internasional adalah terletak pada wewenang negara untuk
mengadakan perjanjian internasional, jadi ini adalah wewenang konstitusional. Kelemahan:
hanya memandang hukum sebagai hukum tertulis dalam hal ini perjanjian internasional.

b. Monisme dengan primat HI

HN bersumber dari HI yang secara hirarkis lebih tinggi. HN tunduk pada HI dan
kekuatan mengikatnya berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari HI. Penganut teori ini
disebut dengan Mazhab Vienna. Kelemahan: (1) jika memandang bahwa HN bersumber dari HI,
ini artinya HI ada terlebih dulu daripada HN, hal ini tentu saja bertentangan dengan kenyataan
sejarah, yang menyebutkan bahwa HN ada lebih dulu daripada HI. (2) wewenang mengadakan
pejanjian terletak pada HN.

Kedua paham dualisme dan monisme ternyata tidak mampu menjelaskan hubungan HI
dan HN.

PRIMAT HI MENURUT PRAKTIK INTERNASIONAL

Pada kenyataannya HI cukup memiliki wibawa terhadap HN, artinya pada


umumnya HI ditaati dan pada hakikatnya HN tunduk pada HI.

11
Praktik:

Setiap negara saat ini saling menghormati batas wilayah negara masing-masing.

Hukum yang mengatur perjanjian internasional antar negara.Pada umunya negara-negara mentati
kewajiban-kewajiban yang bersumber dari perjanjian internasional dengan negara lain.

HI yang mengatur kekebalan dan keistimewaan diplomatik ditaati oleh negara-negara yang
melakukan hubungan diplomatik dan konsuler.

Perlindungan terhadap orang asing dan hak milik asing yang diberikan oleh HI ditaati oleh
negara-negara.

HUBUNGAN ANTARA HI DAN HN MENURUT HUKUM POSITIF BEBERAPA NEGARA

INGGRIS

Dikenal doktrin inkorporasi, artinya HI adalah hukum negara (international law


is the law of the land). Doktrin ini pertama kali dikemukakan oleh Blackstone (abad 18). Daya
berlaku doktrin ini dibedakan untuk dua hal: (1)hukum kebiasaan internasional dan (2) HI yang
tertulis.

Untuk hukum kebiasaan internasional, doktrin ini berlaku dengan 3


pengecualian:

tidak bertentangan suatu undang-undang baik yang lebih tua maupun yang akan ada kemudian.

Sekali ruang lingkup suau ketentuan hukum kebiasaan internasional ditetapkan oleh keputusan
mahkamah tertinggi, maka semua pengadilan di bawahnya terikat oleh keputusan itu, walaupun
di kemudian hari ternyata kebiasaan tersebut bertenangan dengan HN.

Ketentuan hukum kebiasaan tersebut harus merupakan ketentuan yang umum diterima oleh
masyarakat internasional.

Penerapan doktrin inkorporasi di Inggris meliputi dua dalil, yaitu:

Dalil konstruksi hukum, yaitu bahwa undang-undang yang dibuat oleh parlemen harus
ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan HI. Artinya, dalam melakukan penafsiran terhadap
undang-undang ada pra-anggapan bahwa parlemen tidak berniat melakukan pelanggaran
terhadap HI.

Dalil tentang pembuktian suatu ketentuan HI, yaitu bahwa HI tidak memerlukan kesaksian para
ahli di pengadilan Inggris.

12
Mengenai hukum yang bersumberkan pada perjanjian (HI tertulis), hukum
Inggris menyatakan bahwa perjanjian yang memelukan persetujuan parlemen, memerlukan pula
pengundangan nasional, sedangkan perjanjian yang tidak memerlukan persetujuan parlemen
dapat berlaku langsung setelah penandatanganan.

Pejanjian yang memerlukan persetujuan parlemen:

Perjanjian yang memerlukan diadakannya perubahan perundang-undangan nasional.

Perjanjian yang menyebabkan perubahan status atau garis batas wilayah negara.

Pejanjian yang mempengaruhi hak sipil WN Inggris.

Pejanjian yang akan menambah beban keuangan negara.

AMERIKA SERIKAT

Juga menganut doktrin inkorporasi. Undang-undang yang dibuat dengan


persetujuan DPR (Congress) diusahakan tidak bertentangan dengan HI, namun jika kemudian
suau undang-undang baru ternyata bertentangan dengan HI, maka yang harus dimenangkan
adalah undang-undang.

Perbedaan AS dengan Inggris tampak jelas dalam hubungan antara perjanjian


internasional dengan HN. Di AS perlu atau tidaknya pengundangan secara nasional suau
perjanjian internasional ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) apakah bertentangan dengan
konstitusi? Dan (2) apakah perjanjian internasional tersebut merupakan golongan self executing
treaties atau non self executing treaties?

Jika pengadilan AS menetapkan bahwa suatu perjanjian internasional tidak


bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan perjanjian internasional self executing,
maka perjanjian tersebut dianggap bagian dari HN AS dan tidak memerlukan pengundangan
nasional. Sedangkan jika perjajian internasional tersebut termasuk perjanjian non self executing
maka diperlukan pengundangan nasional.

JERMAN dan PERANCIS

Dalam UUD Jerman dan UUD Perancis disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan


HI merupakan bagian dari HN Jerman. Ketentuan HI tersebut kedudukannya lebih tinggi
daripada UU nasional dan langsung menimbulkan hak dan kewajiban bagi penduduk wilayah
federasi Jerman.

13
Dalam sistem hukum Jerman dan Perancis tidak dipersoalkan transformasi
perjanjian internasional ke dalam HN, menurut sistem hukum kedua negara tersebut, pengesahan
perjanjian dan pengumuman resmi sudah mencukupi syarat suatu perjanjian internasional
merupakan bagian dari HN.

INDONESIA

Indonesia terikat dalam kewajiban melaksanakan dan menaati semua ketentuan perjanjian
internasional yang telah disahkan (diratifikasi) setelah sebelumnya dikeluarkan undang-undang
mengenai pengesahan perjanjian internasional tersebut.

6. Subjek Hukum Internasional

Subjek Hukum Internasional dalam arti yang sebenarnya adalah pemegang segala hak dan
kewajiban menurut hukum internasional. Dapat juga disebut subjek hukum internasional penuh,
negara merupakan subjek hukum internasional dalam pengertian ini.

Subjek Hukum Internasional dalam arti yang lebih luas dan fleksibel adalah pemegang segala
hak dan kewajiban yang terbatas.Misalnya, kewenangan mengadakan penuntutan hak yang
diberikan oleh hukum internasional dimuka pengadilan berdasarkan suatu konvensi.

Subjek Hukum Internasional dalam Hukum Internasional antara lain Negara, Tahta Suci, Palang
Merah Interrnasional, Organisasi Internasional, Individu, Pemberontak dan Pihak Dalam
Sengketa (Belligerent).

Untuk dapat disebut sebagai subyek HI, suatu entitas harus memiliki personalitas HI.
Sebelumnya, agar suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki personalitas HI harus memiliki
beberapa kecakapan tertentu, yaitu:

Mampu mendukung hak dan kewajiban internasional (capable of possessing international rights
and duties);

Mampu melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional (endowed with the capacity to
take certain types of action on international plane);

Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional (they have related to
capacity to treaties and agreements under international law);

Memiliki kemampuan untuk melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban
internasional (the capacity to make claims for breaches of international law);

14
Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu negara (the enjoyment of
privileges and immunities from national jurisdiction);

Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional (the
question of international legal personality may also arise in regard to membership or
participation in international bodies).

Jenis-jenis Subyek HI

NEGARA. Untuk dapat disebut negara, menurut Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 suatu
entitas harus memenuhi syarat-syarat: (1) adanya penduduk yang tetap ,(2) adanya
daerah/teritorial yang pasti, (3) adanya pemerintahan dan (4) adanya kemampuan untuk
melakukan hubungan dengan negara lain. Pada negara FEDERAL : kapasitas negara bagian
untuk melakukan hubungan internasional tergantung dari sistem distribusi kekuasaan yang dianut
oleh negara federal tersebut. Contoh Republik Byelo Russia dan Ukraina dapat menjadi anggota
PBB, demikian juga dengan sistem yang dianut Australia. Sedangkan sistem yang dianut AS;
hanya pemerintah federal yang dapat bertindak keluar.

TAHTA SUCI VATICAN. Merupakan subyek HI dalam arti penuh dan sejajar kedudukannya
dengan negara lain. Hal ini terjadi setelah diadakannya Perjanjian Lateran pada tanggal 11
Februari 1929 antara Italia dan Tahta Suci, yang isinya adalah mengembalikan sebidang tanah di
Roma kepada Tahta Suci dan memungkinkan didirikannya negara Vatican, dan berdasarkan
perjanjian tersebut Negara (Tahta Suci) Vatican dibentuk dan diakui sebagai subyek HI. Saat ini
Tahta Suci memiliki perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang sejajar
kedudukannya dengan perwakilan diplomatik negara-negara lain.

PALANG MERAH INTERNASIONAL. Adalah subyek HI yang bersifat terbatas yang lahir
karena sejarah, yang kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan
konvensi-konvensi Palang Merah. Saat ini PM Internasional diakui sebagai organisasi
internasional yang memiliki kedudukan sebagai subyek HI walaupun dalam ruang lingkup yang
sangat terbatas.

ORGANISASI INTERNASIONAL. Baru diakui sebagai subyek HI setelah adanya advisory


opinion yang diberikan oleh MI. Ketika itu PBB meminta pendapat hukum dari MI terkait
masalah terbunuhnya Pangeran Bernadotte dari Swedia yang bertindak sebagai mediator PBB di
Israel pada tahun 1948, yaitu tentang apakah PBB mempunyai kemampuan hukum untuk
mengajukan klaim ganti rugi terhadap pemerintah de yure atau de facto yang bertanggung jawab.
MI secara tegas menyatakan bahwa organisasi internasional adalah subyek HI dan mampu
mendukung hak –hak dan kewajiban-kewajiban internasional, dan juga bahwa organisasi
internasional memiliki kapasitas untuk mempertahankan hak-haknya dengan melakukan tuntutan
internasional.

15
INDIVIDU. Tahap terpenting pengakuan individu sebagai subyek HI adalah ketika adanya
penuntutan penjahat-penjahat perang di hadapan MI yang diadakan khusus untuk itu oleh negara-
negara sekutu yang menang perang. Dalam proses peradilan yang diadakan di Nurnberg dan
Tokyo, para penjahat perang tersebut dituntut sebagai individu untuk perbuatan yang
diklasifikasikan sebagai : (1) kejahatan terhadap perdamaian; (2) kejahatan terhadap
perikemanusiaan; (3) pelanggaran terhadap hukum perang; dan (4) permufakatan jahat untuk
mengadakan perang. Dengan adanya peradilan Nurnberg dan Tokyo tersebut maka seseorang
dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu atas kejahatan perang yang
dilakukannya.

PEMBERONTAK DAN PIHAK DALAM SENGKETA. Dalam hukum perang, pemberontak


dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam
beberapa keadaan tertentu. Personalitas internasional pihak-pihak dalam sengketa sepenuhnya
tergantung pada pengakuan.

7. Sumber Hukum Internasional

Mempunyai dua arti :

1. Sumber HI dalam arti Material :

yang dipersoalkan adalah apa sebabnya hukum itu mengikat/ apa yang menjadi dasar
kekuatan mengikat, dalam hal ini HI.

2. Sumber HI dalam arti Formal :

Sumber di mana dapat ditemukan ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan


dalam suatu persoalan konkrit sebagai suatu kaidah hukum.

Yang akan kita bicarakan adalah Sumber HI dalam arti Formal, yaitu yang terdapat dalam
:

a. Pasal 7 Konvensi Den Haag XII 18 Oktober 1907, yang mendirikan MI


Perampasan Kapal Di Laut (sampai saat ini tidak pernah dibentuk);

b. Pasal 38 (1) Statuta MI 26 Juni 1945, yang terdiri :

Perjanjian Internasional baik yang bersifat umum atau khusus yang mengandung ketentuan
hukum yang diakui secara tegas oleh pihak-pihak dalam sengketa;

Kebiasaan internasional

Prinsip Hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab;

16
Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana.

Yang akan kita bicarakan hanyalah butir b saja.

Klasfikasi Sumber HI dalam arti Formal:

1. Sumber Hukum Utama / Primer :

Perjanjian Internasional

Kebiasaan Internasional

Prinsip Hukum Umum

2. Sumber Hukum Tambahan / Subsider, yaitu Keputusan Pengadilan dan ajaran


para sarjana. Dapat digunakan untuk membuktikan adanya kaidah HI tentang suatu persoalan
yang didasarkan atas sumber hukum primer.

Mana yang lebih Penting dari ketiga sumber HI Primer?

1. Ditinjau dari sudut sejarah, maka KI adalah sumber Hi yang tertua;

2. Ditinjau dari kenyataannya, semakin luas dan banyaknya persoalan dewasa ini yang
diatur dalam PI, maka PI yang terpenting;

3. Ditinjau dari sudut fungsinya dalam perkembangan hukum, maka Prinsip Hukum Umum
adalah sumber HI terpenting, karena memberi kebebasan bagi Mahkamah Internasional untuk
membentuk atau menemukan kaidah hukum yang baru, dan kemudian mengembangkannya.

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Adalah perjanjian yang dilakukan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang


bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu.

Macam-macam Perjanjian Internasional :

a. Berdasarkan tahap pembentukan dan materi yang diatur, ada 2 macam yaitu :

1. PI yang melalui 3 tahap pembentukan, yaitu : perundingan, penandatanganan, dan


ratifikasi. Digunakan untuk hal-hal yang sangat penting, misalnya, yang mempengaruhi haluan
politik dalam negeri dan luar negeri. Menurut Mochtar Kusumaatmadja disebut Traktat.

2. PI yang melalui 2 tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatanganan.


Digunakan untuk hal-hal yang kurang penting. Menurut Mochtar Kusumaatmadja disebut
Persetujuan.

b. Berdasarkan jumlah peserta, yaitu :

17
1. Perjanjian Bilateral

2. Perjanjian Multilateral.

c. Berdasarkan fungsi, ada 2 yaitu :

1. Treaty Contract, adalah perjanjian dalah hukum perdata yang hanya akan
menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak penanda tangan. Perjanjian tersebut semata-
mata mengenai pihak-pihak dalam perjanjian, yang tidak berkepentingan tidak dapat ikut serta
dalam perjanjian tersebut.

2. Law Making Treaties, adalah perjanjian yang meletakkan kaidah hukum bagi
masyarakat internasional secara keseluruhan. Perjanjian tersebut selalu terbuka bagi para pihak
yang tidak ikut dalam perjanjian, karena yang diatur dalam perjanjian tersebut adalah mengenai
seluruh anggota masyarakat internasional.

Keberatan Mochtar Kusumaatmadja :

1. Secara yuridis, menurut bentuknya setiap perjajian baik yang Treaty Contract maupun
Law Making Treaties adalah suatu kontrak, yaitu perjanjian antara para pihak yang menimbulkan
hak dan kewajiban bagi para peserta.

2. Secara fungsinya, baik Treaty Contract maupun Law Making Treaties adalah Law
Making, atau membentuk hukum.

Tahapan Pembentukan Perjanjian Internasional :

1. Perundingan

2. Penandatanganan

3. Ratifikasi.

Berakhirnya Perjanjian Internasional :

1. Karena telah tercapainya tujuan;

2. Karena habis waktu berlakunya;

3. Karena punahnya salah satu pihak dalam perjanjian atau musnahnya obyek perjanjian;

4. Karena adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut;
18
5. Karena adanya perjanjian antara para pihak yang isinya untuk meniadakan perjanjian
terdahulu;

6. Karena dipenuhinya syarat-syarat pengakhiran perjanjian yang termuat dalam perjanjian;

7. Karena diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu pihak, yang disetujui oleh
pihak lainnya.

KEBIASAAN INTERNASIONAL

Adalah kebiasaan yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Agar dapat
dikatakan sebagai sumber hukum, maka kebiasaan tersebut harus memenuhi untur-unsur :

1. Unsur Material, yaitu kebiasaan itu harus merupakan kebiasaan yang bersifat “umum”.
Umum artinya (i)adanya pola tindak yang berlangsung lama tentang hal yang serupa;(ii)harus
bertalian dengan hubungan internasional.

2. Unsur Psikologis, kebiasaan tersebut diterima sebagai hukum oleh negara-negara, yang
ditandai dengan tidak adanya protes dari negara-negara.

Hubungan PI dengan KI

KI dapat menimbulkan kaidah hukum yang kemudian dikukuhkan dalam Konvensi Internasional
akan menjadi perjanjian internasional. Sedangkan PI yang berulang kali diadakan mengenai hal
yang sama akan menjadi KI.

PRINSIP HUKUM UMUM

Adalah prinsip hukum yang melandasi sistem hukum modern, sistem hukum modern adalah
sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat.

“Umum” artinya tidak hanya prinsip yang ada pada HI tetapi juga pada bidang-bidang hukum
lainnya.

Arti penting Prinsip Hukum Umum :

1. Dengan adanya sumber hukum ini maka Mahkamah Internasional, tidak dapat
menyatakan non-liquet (menolak menangani perkara karena tidak adanya ketentuan-ketentuan
hukum yang mengatur mengenai masalah tersebut).

2. Memperkuat kedudukan Mahkamah Internasional sebagai badan yang membentuk dan


menemukan hukum.

Sumber Hukum Tambahan

19
KEPUTUSAN PENGADILAN DAN AJARAN PARA SARJANA

Digunakan untuk membuktikan adanya kaidah HI tentang suatu persoalan yang


didasarkan atas sumber hukum primer. Tidak mengikat, artinya tidak menimbulkan suatu kaidah
hukum.

“Pengadilan” berarti pengadilan dalam arti yang luas, meliputi segala macam peradilan
baik internasional maupun nasional yang termasuk juga di dalamnya mahkamah dan komisi
arbitrase.Walaupun tidak mengikat, keputusan MI mempunyai pengaruh besar dalam perkara HI.

Pendapat atau ajaran para sarjana, penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana
terkemuka, sering dapat dipakai sebagai pegangan dalam menemukan apa yang menjadi Hukum
Internasional.

Keputusan badan Perlengkapan organisasi dan lembaga internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Konsep Wilayah Dalam HI

Konsep wilayah sangat penting dibicarakan dalam HI:

HI adalah kaidah atau asas hukum yang mengatur persoalan yang melintas batas negara. Salah
satu syarat suatu negara adalah wilayah.

Konsep atau paham kedaulatan dibatasi oleh wilayah negara.

Cara-cara perolehan wilayah oleh suatu negara:

AKRESI. Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya
pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai
disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru disebabkan oleh
letusan gunung berapi.

20
CESSI. Penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui perjanjian
perdamaian untuk mengakhiri perang, atau dengan cara-cara yang berbeda, misalnya pembelian
Alaska pada tahun 1816 oleh AS dari Rusia, atau ketika Denmark menjual beberapa daerahnya di
West Indies kepada AS pada tahun 1916.

OKUPASI. Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan negara
manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan. Penguasaan tersebut harus
dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus terbukti adanya
kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan negara. Hal itu
harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan simbolis yang menunjukkan adanya
penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan bendera atau pembacaan
proklamasi. Penemuan saja tidak cukup kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal
ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut
mempunyai arti yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka
waktu tertentu.

PRESKRIPSI. Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai untuk kurun
waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada
di bawah kedaulatan negara lain.

ANEKSASI. Perolehan wilayah secara paksa.

PEROLEHAN WILAYAH OLEH NEGARA BARU.

8. Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah dan Yurisdiksi Negara di Laut

Munculnya negara-negara merdeka baru yang berakibat berubahnya peta politik dunia;

Terjadinya perkembangan iptek yang sangat pesat;

Semakin bergantungnya negara-negara pada laut sebagai sumber kekayaan hayati (misalkan
perikanan) maupun non-hayati (misalkan migas).

KONFERENSI HUKUM LAUT JENEWA1958

Dasar hukumnya adalah Resolusi Majelis Umum PBB No. 1105 (XI) 21 Februari 1957.

Berlangsung dari tanggal 24 Feberuari sampai 27 April 1958.

Dihadiri 86 negara

Menghasilkan 4 Konvensi, yaitu:

21
Konvensi I tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (Convention on Territorial Sea and
Contiguous Zone);

Konvensi II tentang Laut Lepas (Convention on the High Sea);

Konvensi III tentang Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas (Convention on
Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Sea);

Konvensi IV tentang Landas Kontinen (Convention on Continental Shelf)

YURISDIKSI. Umum:

Dalam praktek berbeda untuk tiap negara.

Lotus case (1927).

Asas normal: asas territorial yurisdiksi.

Yurisdiksi Teritorial:

Kewenangan negara utk menjalankan yurisdiksi atas orang, benda, perbuatan dan hal-hal yg
terjadi di dalam wilayahnya. Ciri penting negara merdeka berdaulat (Lord Macmillan, 1938).

Teritorial, laut teritorial, kapal berkebangsaan negara, dan pelabuhan.

Pelabuhan:

Asas umum: kapal niaga yang memasuki pelabuhan negara asing tunduk kepada yurisdiksi
negara tersebut. Pengecualian: keadaan kesukaran.

Perluasan yurisdiksi teritorial:

Asas teritorial subyektif: Geneva convention for the suppression of counterfeiting currency
(1929) dan Geneva convention for the suppression of the illicit drug traffic (1936).

Asas teritorial obyektif: Lotus case 1927. Perusahaan multinasional.

Yurisdiksi teritorial atas orang asing:

Sejauh mungkin seperti warganegara dari negara teritorial. Tak ada presumsi imunitas.

Akan ada imunitas: Imunitas khusus & Hukum setempat tak sesuai hukum internasional.

Yurisdiksi kriminal teritorial: Kejahatan harus diadili oleh negara yang terganggu/ terlanggar
ketertiban sosialnya.

22
Pembebasan yurisdiksi teritorial: Negara asing & kepala negara asing; Wakil-wakil
diplomatik; Kapal-kapal (public ships) negara asing.

Prinsip imunitas yurisdiksional: Par in parem non habet imperium; Resiprositas / komitas;
Tindak bersahabat; Konsesi imunitas; Diluar yurisdiksi peradilan.

Aspek: Imunitas terhadap tuntutan peradilan & Imunitas harta benda milik negara asing /
kepala negara asing.

Imunitas yurisdiksional agen diplomatik: imunitas mutlak dari yurisdiksi kriminal, kecuali
tindakan pribadi.

Yurisdiksi atas kapal umum negara asing: Teori “pulau terapung” (floating island theory) &
Teori obyektif.

Angkatan perang negara asing: Imunitas terbatas

Lembaga internasional: Imunitas yurisdiksi teritorial.

Yurisdiksi Individual:

Tergantung kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum.

Prinsip Nasionalitas aktif.

Prinsip Nasionalitas pasif.

Prinsip Perlindungan:

Mendasari kewenangan negara menjalankan yurisdiksi terhadap kejahatan yang mengenai


keamanan dan integritasnya atau kepentingan ekonomi yang vital.

Prinsip Universal:

Pelanggaran yang terjadi dalam yurisdiksi semua negara di mana saja perbuatannya itu
dilakukan. Delik jure gentium.

Contoh: Bajak laut, kejahatan perang, genocide, perdagangan narkotika, perdagangan


manusia, pemalsuan uang, terorisme.

Yurisdiksi pesawat terbang:

Konvensi Tokyo 1963; Konvensi Den Haag 1970; Konvensi Montreal 1971.

Terorisme internasional. 11 september 2001

Laut Teritorial dan Jalur Tambahan:

23
Kedaulatan suatu negara pantai terbentang di luar teritorial darat dan perairan di dalamnya, dan
dalam hal negara kepulauan, perairan kepulauan terbentang sampai ke laut teritorial, ruang
angkasa di atasnya dan dasar laut serta laporan tanah di bawahnya. Lebar: 12 mil dari garis dasar.

Jalur tambahan (contiguous zone): negara pantai boleh melaksanakan pengawasan dalam jalur
tersebut yang penting untuk mencegah pelanggaran atas bea cukai, fiskal, imigrasinya atau
hukum dan peraturan kesehatan dalam lingkup teritorium dan laut teritorialnya, serta
menghukum pelanggarnya.

Rezim baru UNCLOS:

¢ Selat yang dipakai untuk pelayaran internasional.

¢ Perairan negara kepulauan (archipelagic state).

Zona Ekonomi Eksklusif:

¢ Suatu bidang di luar dan yang berbatasan dengan laut teritorial, yang tidak melampaui 200
mil laut dari garis dasar, darimana lebar laut teritorial itu diukur (yaitu yang 200 mil laut itu tidak
diukur dari batas-batas luar laut teritorial).

Landas Kontinen:

¢ Terdiri dari dasar laut dan lapisan tanah sebelah bawah dari wilayah dasar laut yang
melampaui laut teritorialnya di seluruh perpanjangan alamiah wilayah daratnya ke pinggir luar
batas benuanya, atau sampai sejauh 200 mil dari garis dasar, darimana luas laut teritorial diukur
bila pinggir luar batas benua tdk sejauh itu.

Laut Bebas:

¢ Hanya berlaku bagi bagian-bagian laut yang tidak termasuk ZEE, di laut-laut teritorial atau
perairan intern negara-negara atau di perairan kepulauan dari negara-negara kepulauan.

¢ Terbuka bagi semua negara, dengan memperhatikan kepentingan negara lain yang juga punya
kebebasan.

Perbudakan; Pembajakan; Perdagangan Narkotika:

¢ Kewajiban semua negara mencegah perbudakan / pengangkutannya.

¢ Pembajakan: jure gentium. Musuh umat manusia (hostis humani generis)

¢ Kerjasama negara-negara memerangi pengangkutan narkotika / psikotropika

Siaran tidak sah; Pengejaran; Pelestarian:

¢ Kerjasama negara atas siaran tidak sah.

24
¢ Pengejaran harus memperhatikan rejim laut teritorial, zona tambahan, ZEE, dan laut bebas.

¢ Negara pantai harus menentukan penangkapan sumber daya hayati yang diperbolehkan
dalam ZEE.

Pulau; Laut tertutup/setengah tertutup:

¢ suatu bidang tanah yg terbentuk secara alamiah yg dikelilingi air, dan yg berada di atas air
pada waktu pasang naik.

¢ Sebuah teluk, basin atau laut yg dikelilingi dua atau lebih negara & yg dihubungkan dengan
laut atau lautan oleh saluran keluar yg sempit. Seluruh atau sebagian: laut wilayah & ZEE dua
atau lebih negara pantai.

Hak Akses; Kawasan; Perlindungan dan Pengamanan:

¢ Hak akses negara tertutup (land-locked state).

¢ Dasar laut (seabed)& dasar samudera & lapisan tanah di bawahnya.

¢ Perlindungan lingkungan laut dari ancaman polusi

Penyelesaian Sengketa

Sumber: buergenthal dan maier, 1990; shelton, 2006.

Sifat:

 Penyelesaian secara damai.


 Penyelesaian dengan kekuatan.
 Dasar Pengaturan:
o Article 2 (3) UN Charter, requires all members to: “settle their international
disputes by peaceful means in such a manner that international peace and
security, and justice, are not endangered”.
o Article 33 UN Charter: “The parties to any dispute, the continuance of which is
likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first
of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation,
arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or
other peaceful means of their choice”.

Metode Penyelesaian Damai:

 Metode Non-yudisial (non-judicial method).


 Metode semi-yudisial (quasi-judicial method).

25
 Metode yudisial melalui pengadilan (Judicial method).

Non-judicial method:

 Metode tradisional:
o Negosiasi.
o Inquiri.
o Mediasi.
o Konsiliasi.
o Kombinasi negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
 Quasi-judicial method:
o Arbitrase
 Perbedaan dengan adjudikasi lain.
 Klausa arbitrase/perjanjian arbitrase.
 Consent to arbitrate.
 Compromis
 Komposisi majelis arbitrase.
 Putusan (award)
 Hukum yang berlaku (applicable law) dan sumber hukum.
 Arbitrase internasional.
 Judicial method:
o Lembaga yudisial internasional yang permanen. International Court of Justice
(ICJ).
 Contentious jurisdiction. (Yurisdiksi/kewenangan menyelesaikan
sengketa)
 Advisory jurisdiction. (Yurisdiksi/kewenangan memberikan nasehat
hukum/pendapat hukum)

ICJ-Contentious jurisdiction:

Dasar

Asas timbal balik (reciprocity).

Pertimbangan keamanan nasional.

Efek dan pelaksanaan putusan.

ICJ-advisory jurisdiction:

Skopa.

Ciri hukum.

Contoh:

26
1962, keputusan Court tentang biaya-biaya pemeliharaan perdamaian (peacekeeping expenses)
di Republic of Congo dan Timur Tengah melahirkan “expenses of the organization” yang
dibiayai oleh negara-negara anggota PBB dengan porsi yang ditentukan oleh General Assembly.

Peradilan Internasional lain:

International Criminal Court (ICC)

Court of justice of the European Communities.

European Court of Human Rights.

Inter-American Court of Human Rights.

Semuanya merupakan lembaga peradilan yang bersifat permanen.

Penyelesaian dengan kekuatan (Use of Force):

Jika penyelesaian secara damai gagal.

Penggunaan kekuatan (the use of force).

Pemeliharaan perdamaian oleh PBB (UN Peacekeeping).

Pemeliharaan perdamaian oleh organisasi regional.

Perjanjian pertahanan regional

Penggunaan kekuatan (the use of force):

Pasal 37(1) Piagam PBB.

Kewenangan Dewan Keamanan.

Namibia case, 1971, ICJ adv.op.

Peran Majelis Umum dan Sekretaris Jenderal.

Pembelaan diri (self-defense).

Tujuan kemanusiaan (humanitarian objectives).

Pemeliharaan Perdamaian PBB (Peacekeeping):

 Kewenangan Dewan Keamanan.


 Penerapan sanksi.
 Kasus Uniting for Peace Resolution (1950).
 Unarmed observer atau personel militer.

27
 Dimulai tahun 1948 (Konflik Israel-Palestina). Observer sipil.
 1956, pasukan perdamaian pertama: Suez.
 Keberhasilan dan kegagalan.
o Biaya yang mahal.
o Sampai 2004: Terdapat 59.000 personel dalam 16 operasi di seluruh dunia. (1994:
79.000).
o 130 negara telah berperan dalam 59 operasi.
o Telah jatuh korban: 1.800 peacekeepers.
 Peacekeeping oleh organisasi regional:
o Dasar: Pasal 52-54 Piagam PBB.
o Atas otorisasi dari Dewan Keamanan.

28
1. SUKSESI NEGARA

Negara pengganti (successor state) dan negara yang digantikan (predecessor state).

Pengertian suksesi negara dapat diklsifikasikan menjadi 2, yaitu:

FACTUAL STATE SUCCESSION. Dalam hal bagaimana suksesi negara itu benar-benar terjadi /
kejadian-kejadian atau fakta-fakta apa saja yang dapat digunakan sebagai indikator telah
terjadinya suksesi negara.

Suatu negara diserap oleh satu negara lain. Jadi disini terjadi penggabungan dua subyek HI.
Misalnya penyerahan Korea oleh Jepang tahun 1910.

Suatu negara pecah menjadi beberapa negara yang masing-masing memiliki kedaulatan sendiri-
sendiri. Dalam ini terjadi pemecahan suatu subyek HI. Misalnya pecahnya Columbia (1832)
menjadi Venezuela, Equador dan New Grenada. Pecahnya Uni Sovyet menjadi beberapa negara
merdeka (1991).

Gabungan dari bentuk 1 dan 2, yaitu suatu negara pecah menjadi beberpa negara yang kemudian
diserap oleh negara-negara disekitarnya. Polandia pecah menjadi beberapa bagian yang
kemudian diserap Rusia, Austria dan Prusia (1795).

29
Lahirnya negara baru yang sebelumnya merupakan wilayah negara lain atau merupakan jajahan
negara lain.

Terjadinya penggabungan dua atau lebih subyek HI atau pemecahan satu subyek HI menjadi
beberapa subyek HI (secara disengaja).

LEGAL STATE SUCCESSION. Akibat-akibat hukum suksesi negara. Terutama mengenai


pemindahan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari negara yang telah kehilangan identitasnya itu
kepada negara atau satuan lain yang menggantikannya. Dalam hal ini ada 2 pendapat, yaitu:

Pendukung common doctrine yang berpendapat bahwa semua hak dan kewajiban dari negara
yang digantikan beralih kepada negara yang menggantikan.

Penolak common doctrine, yang berpendapat bahwa semua hak dan kewajiban yang dimiliki
suatu negara akan hilang bersamaan dengan lenyapnya negara tersebut.

Kedua pendapat tersebut sama-sama tidak realistis. Pada kenyataannya perubahan hak dan
kewajiban itu pasti ada, walaupun tidak seluruhnya.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan kekayaan negara. Kekayaan negara yang meliputi
gedung-gedung dan tanah milik negara, alat-alat transport milik negara, dana-dana pemerintah
yang tersimpan di bank, pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya beralih kepada negara pengganti.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan kontrak-kontrak konsensional. Menurut HI negara


pengganti dianggap berkewajiban untuk menghormati kontrak-kontrak konsensional yang
diadakan oleh negara yang digantikan dengan pihak konsensionaris, dengan pengertian bahwa
kontrak-kontrak tersebut seharusnya dilanjutkan oleh negara pengganti. Akan tetapi berdasarkan
kepentingan kesejahteraan negara, kontrak-kontrak konsensional tersebut dapat diakhiri, dan
kepada pihak konsensionaris harus diberikan hak untuk menuntut ganti kerugian yang adil.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan hak-hak privat.

Pada prinsipnya, negara pengganti berkewajiban untuk menghormati hak-hak privat yang telah
diperoleh di bawah hukum nasional negara yang digantikan.

Kelanjutan dari hak-hak privat tersebut berlaku selama perundang-undangan baru dari negara
penggantinya tidak menyatakan lain, dalam hal ini menghapus dan mengubahnya.

Penghapusan atau pengubahan terhadap hak-hak privat yang telah diperoleh itu tidak boleh
bertentangan dengan atau melanggar kewajiban-kewajiban internasionalnya, khususnya
mengenai perlindungan diplomatik.

Hak-hak privat yang bermacam-macam jenisnya itu, memerlukan pemecahan sendiri-sendiri.

30
Suksesi negara dalam hubungannya dengan tuntutan-tuntutan terhadap perbuatan melawan
hukum. Dalam hal terjadinya suksesi negara, dan negara yang digantikan telah melakukan
perbuatan-perbuatan melawan hukum, maka jika terjadi tuntutan oleh pihak-pihak yang merasa
dirugikan, sejauh manakah negara pengganti bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan
itu? Umumnya sarjana berpendapat bahwa negara pengganti dipandang tidak berkewajiban untuk
menerima tanggung jawab akibat tort atau delict (perbuatan melawan hukum) yang dilakukan
oleh negara yang digantikan.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan utang-utang negara. Apakah negara pengganti
berkewajiban untuk menanggung utang-utang atau pasiva-pasiva yang ditinggalkan atau yang
dibuat oleh negara yang digantikan?

Jika utang-utang tersebut dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga dan wilayah negara yang
digantikankan, maka negara pengganti berkewajiban untuk menanggung utang-tang tersebut.
Namun sebaliknya jika utang-utang tersebut digunakan untuk kepentingan segolongan
masyarakat tertentu maka negara pengganti tidak berkewajiban untuk menanggung utang-tang
tersebut.

Dalam hal suatu negara pecah menjadi beberapa negara yang berdiri sendiri, maka menurut HI,
negara pengganti (negara-negara baru) dipandang berkewajiban untuk menerima utang-utang
negara yang lenyap itu secara proporsional menurut metode distribusi yang adil. Sedangkan,
dalam hal terjadi suksesi negara secara parsial, maka negara yang menggantikan kedaulatan atas
wilayah yang terlepas tersebut, dipandang berkewajiban untuk menanggung utang-utang lokal
atas wilayah yang bersangkutan.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan pengakuan. Bilamana suatu negara telah
memberikan pengakuan dan kemudian terjadi suksesi negara terhadap negara yang telah diakui
tersebut (negara itu lenyap), bagaimanakah status pengakuan yang diberikan?

Dalam hal terjadi suksesi universal (yang mengakibatkan lenyapnya identitas internasional dari
negara tersebut), maka hal itu berarti negara tersebut tidak lagi memiliki kriteria negara menurut
HI. Dalam hal demikian, pengakuan dapat ditarik kembali.

Dalam hal terjadi suksesi negara yang bersifat parsial, yang tidak mengakibatkan hilangnya
identitas internasional negara yang bersangkutan, maka berlaku asas kontinyuitas. Artinya,
pengakuan tersebut dapat diteruskan kepada penguasa baru. Namun dalam hal suksesi tersebut
terjadi karena aneksasi (perebutan), di mana suatu negara dianeksasi oleh negara lain dan
aneksasi tersebut diakui oleh negara ketiga, jika kepada negara yang telah dianeksasi itu telah
diberikan pengakuan sebelumnya, maka pengakuan tersebut harus diperbarui lagi bagi penguasa
baru di negara tersebut.

31
SUKSESI UNIVERSAL DAN SUKSESI PARSIAL

Apakah suksesi tersebut terjadi pada seluruh atau sebagian wilayah negara tersebut.

SUKSESI UNIVERSAL. Negara secara keseluruhan dicaplok oleh negara lain, atau suatu negara
pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian menjadi negara yang berdiri sendiri atau diserap
oleh negara sekitarnya. Pada suksesi jenis ini identitas internasional negara yang bersangkutan
lenyap atau berubah karena hilangnya seluruh wilayah.

SUKSESI PARSIAL. Sebagian wilayah negara melepaskan diri dan kemudian menjadi negara
yang berdiri sendiri atau menjadi bagian negara lain. Identitas internasional negara yang
bersangkutan tidak hilang, sebab yang terjadi hanyalah perubahan dalam luas wilayahnya saja.

SUKSESI NEGARA DAN SUKSESI PEMERINTAHAN

Perubahan dapat terjadi pada bentuk pemerintahan ataupun personalia pemerintahan.

CARA-CARA TERJADINYA SUKSESI NEGARA

FORCEFULL

Revolusi. Perbaikan (secara cepat dan kadang kala keras dan kejam) terhadap tatanan lama yang
sudah mapan, termasuk di dalamnya penggantian sistem sosial, religius, politik dan lain-lain.

Perang. Persengketaan antara dua atau lebih negara yang terutama dilakukan dengan
menggunakan kekuatan senjata, dengan maksud menaklukkan pihak lawan dan menerapkan
syarat-syarat perdamaiannya sendiri (Starke). Memiliki unsur-unsur (Konvensi Den Haag II dan
IV):

Merupakan persengketaan yang terutama dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata;

Dilakukan oleh atau antara negara-negara;

Bertujuan untuk menaklukkan pihak lain atau lawannya;

Adanya pemaksaan syarat-syarat perdamaian yang dilakukan oleh pihak yang menang terhadap
pihak yang kalah.

Pilihan bagi pihak yang menang:

Menganeksasi atau merebut wilayah negara yang dikalahkan;

Meninggalkan wilayah yang dikalahkan sebagai territorium nullius atau wilayah tanpa pemilik;

32
Menetapkan suatu subyek HI baru, baik merdeka maupun tidak merdeka di atas wilayah tersebut.

Aneksasi Korea oleh Jepang 1910, anekasasi Ethiopia oleh Italia 1936

PEACEFULL. Pecahnya Uni Sovyet 1991 dan bergabungnya Jerman Barat dan Jerman Timur
setelah runtuhya tembok Berlin.

2. PENGAKUAN

Hal yang sangat penting artinya dalam hubungan antarnegara, karena setiap negara tidak
ingin hidup terisolir. Sebelum mengadakan hubungan yang lengkap dan sempurna, maka harus
melalui proses pengakuan terlebih dulu. Dengan adanya pengakuan, berarti negara baru itu
dianggap mampu mengadakan hubungan internasional, hal ini adalah syarat penting untuk dapat
diakui sebagai subyek HI.

TEORI-TEORI PENGAKUAN

Terbagi ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :

1. Teori Deklaratoir (Declaratory Theory/Evidentiary Theory)

Menurut teori ini, pengakuan hanyalah bersifat pernyataan saja, bahwa suatu negara baru
telah lahir.Artinya, jika suatu masyarakat politik telah memiliki unsur-unsur kenegaraan, maka
dengan sendirinya telah merupakan suatu negara, dan HI secara ipso facto (dengan sendirinya)
harus menganggapnya sebagai sebuah negara, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
melekat padanya. Brierly, Erich, Fischer Williams, Tervooren, Schwarzenberger, konv.
Montevideo 1933.

2. Teori Konstitutif (Constitutive Theory)

Menurut teori ini, dipenuhinya semua unsur kenegaraan tidak akan dapat secara langsung
mengakibatkan masyarakat politik tersebut diterima sebagai suatu negara di tengah-tengah
masyarakat internasional. Artinya harus ada pernyataan dari negara-negara lain bahwa
masyarakat politik tersebut telah benar-benar memenuhi unsur-unsur kenegaraan. Wheaton, Von
Liszt, Moore, Schuman, Lauterpacht.

3. Teori Pemisah

Teori ini memisahkan antara kepribadian internasional (international personality) dan


penggunaan hak-hak internasional (international rights)yang melekat pada kepribadian itu.

33
Menurut teori ini, suatu negara dapat menjadi pribadi internasional tanpa melalui
pengakuan, namun untuk menggunakan hak-haknya sebagai pribadi internasional, negara
tersebut memerlukan pengakuan dari negara-negara lain. Cavare, Starke, Institute of
International Law (di Brusell)

MACAM-MACAM PENGAKUAN

1. Pengakuan de facto

Adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan kenyataan, bahwa yang diakui itu telah
ada. Dalam hal ini tidak dipersoalkan sah tidaknya secara yuridis.

Pengakuan ini sifatnya sementara, artinya (mungkin) dapat saja berubah jika fakta yang
telah terjadi tersebut berubah.

2. Pengakuan de yure

Pengakuan ini baru akan diberikan jika pihak yang akan diakui tersebut memenuhi
kriteria-kriteria :

Telah menguasai secara efektif, baik formal maupun substansial wilayah dan rakyat yang berada
di bawah kekuasaannya.

Sebagian besar rakyat atau seluruhnya memberikan dukungan penuh, yaitu menerima dan
mengakui kekuasaan (dan penguasa) baru tersebut.

Pihak yang akan diakui secara de yure tersebut bersedia untuk menghormati kaidah-kaidah HI.

Dengan adanya pengakuan secara de yure, berarti pihak yang diakui tersebut telah
diterima keberadaannya dalam hubungan dan pergaulan internasional/telah diterima sebagai
anggota masyarakat internasional.

CARA-CARA PEMBERIAN PENGAKUAN

1. Expressed Recognition

yaitu pengakuan yang diberikan secara tegas dan nyata. Dilakukan dengan cara
pengiriman nota diplomatik resmi yang berisi pernyataan resmi bahwa pihak yang memberi
pengakuan mengakui pihak yang diberi pengakuan.

2. Implied Recognition

34
yaitu pengakuan yang diberikan secara implisit, atau dapat disimpulkan dari tindakan-
tindakan tertentu dari pihak yang memberikan pengakuan, seperti :

Pembukaan hubungan diplomatik

Kunjungan Kepala Negara

Diadakannya perjanjian-perjanjian yang bersifat politik, maupun perjanjian-perjanjian yang


menunjukkan adanya pengakuan atas eksistensi pihak-pihak, mis; perjanjian pertahanan
keamanan, perjanjian persekutuan militer, perjanjian penetapan garis batas wilayah.

BENTUK-BENTUK PENGAKUAN

1. Pengakuan Negara Baru

Keberadaan suatu negara sebagai subyek HI, tidak akan hilang sepanjang negara tersebut
tidak kehilangan salah satu atau beberapa unsur kenegaraannya. Artinya, peristiwa apapun yang
menimpa suatu negara, selama tidak menghilangkan salah satu unsur negara, kontinuitas
eksistensi negara tidak akan berhenti.mis. perubahan bentuk negara, pergantian pemerintahan
atau hilangnya sebagian wilayah negara.

Kelahiran suatu negara baru, akan menimbulkan reaksi dari anggota masyarakat
internasional yang lain. Reaksi ini dapat berupa mengakui ataupun menolak untuk memberikan
pengakuan terhadap negara baru tersebut. Reaksi ini akan membawa 3 implikasi :

Sikap badan peradilan nasional negara yang sudah memberikan pengakuan.Sikap ini biasanya
sejalan dengan sikap pihak eksekutifnya. Artinya, jika pihak eksekutif telah mengakui
keberadaan suatu negara baru, maka hal itu berarti pula telah ada pengakuan terhadap negara
baru tersebut sebagai negara yang berdaulat, demikian pula yang dilakukan oleh badan
peradilannya. Jika suatu saat negara baru tersebut mengeluarkan UU, maka badan peradilan
negara yang mengakui tersebut akan menghormatinya sebagai suatu UU nasional suatu negara
yang berdaulat.

Sikap badan peradilan nasional negara yang menolak memberikan pengakuan. Ini berarti negara
baru tersebut kehadirannya tidak dikehendaki. Hal ini dapat diartikan sebagai penolakan terhadap
segala prilaku negara baru tersebut, termasuk keabsahan peraturan per-uu-an nasional yang
dibuat negara baru tersebut.

Sikap badan peradilan nasional yang tidak menolak mengakui namun tidak memberikan
pengakuan.

35
2. Pengakuan Terhadap Pemerintah Baru

Pembedaan pengakuan ini dari pengakuan negara adalah sangat penting ditinjau dari segi
hubungan dan hukum internasional. Sebab yang melakukan kedaulatan ke luar adalah
pemerintahnya. Artinya, pemerintahnyalah bertindak mewakili negaranya dalam pergaulan
internasional dengan subyek-subyek HI lainnya. Hal ini juga akan berpengaruh besar terhadap
kesediaan pihak ketiga untuk melakukan hubungan internasional. Dalam hal ini pihak ketiga
akan berhati-hati dalam memberikan pengakuan terhadap pemerintah baru di suatu negara itu,
walaupun eksistensi negaranya sendiri tidak diragukan lagi. Misalnya : Salvador Allende – Chili
– 1971 – Marxis – menang dalam Pemilu Demokratis – Diakui negara-negara Komunis –
ditentang AS.

3. Pengakuan Terhadap Kaum Pemberontak

Pemberontakan adalah urusan dalam negeri suatu negara. Tujuan Pemberontakan :


menggulingkan pemerintah yang sah, memisahkan diri dan membentuk negara sendiri, menuntut
etonomi yang lebih luas. HI tidak menentukan hukuman apapun terhadap pemberontak.

Ada 3 istilah pemberontakan :

Revolution (revolusi), bertujuan untuk merombak secara radikal suatu tatanan politis atau sosial
yang sudah mapan di seluruh wilayah negara.

Rebellion (rebeli), perjuangan sebagian wilayah negara untuk menggulingkan kekuasaan di


wilayah negara lainnya.

Insurrection (pemberontakan), kegiatan yang luas dan tujuannya lebih sempit daripada kedua
pengertian di atas.

Lahirnya pengakuan ini didorong oleh rasa kemanusiaan terhadap nasib kaum
pemberontak yang menjadi buruan di negaranya, padahal mereka sebenarnya bukanlah penjahat
kriminal biasa, melainkan pejuang-pejuang politik yang mengangkat senjata.

Pengakuan ini akan memberikan kedudukan hukum tertentu kepada kaum pemberontak,
setidak-tidaknya untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan mereka tidak dianggap semata-mata
sebagai pelanggaran hukum belaka.

Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada kaum pemberontak tidak berarti
negara tersebut berpihak kepada kaum pemberontak tersebut.

4. Pengakuan Belligerensi

36
Pengakuan ini sifatnya lebih jelas dan tegas daripada pengakuan pemberontak.
Pengakuan ini diberikan jika kaum pemberontak kedudukannya kuat dan seolah-olah sudah
memiliki pemerintahan sendiri sebagai tandingan pemerintahan yang sedang berkuasa, seakan-
akan ada dua pemerintahan yang sedang bertanding. Negara ketiga akan memberikan pengakuan
beligerensi dan kaum pemberontak akan diakui statusnya sebagai belligerent, yang mempunyai
konsekuensi :

Kapal-kapal kaum pemberontak diijinkan memasuki pelabuhan negara yang mengakuinya;

Dapat mengadakan pinjaman-pinjaman;

Berhak mengadakan penggeledahan terhadap kapal-kapal di lautan serta melakukan penyitaan


barang-barang selundupan;

Berhak melakukan blokade

Namun yang terpenting, negara-negara yang memberikan pengakuan beligerensi tersebut


harus tetap menjaga netralitasnya. Pengakuan ini sifatnya sementara, karena jika salah satu pihak
menang / kalah maka pengakuan ini tidak berlaku lagi.

5. Pengakuan Sebagai Bangsa

Pengakuan terhadap golongan-golongan rakyat yang baru memperjuangkan


kemerdekaannya dan berusaha mendirikan negara nasionalnya sendiri yang merdeka dan diakui
sebagai subyek HI, atau terhadap golongan rakyat yang sedang membentuk negara mereka
sendiri (at the stage of establishing their own state). Akibat hukumnya hampir sama dengan
pengakuan beligerensi. Mis : pengakuan sebagai bangsa terhadap Cekoslowakia.

6. Pengakuan Hak-hak Teritorial dan Situasi Internasional Baru

Pengakuan ini berupa penolakan pemberian pengakuan atas hak-hak internasional baru,
yang dikemukakan oleh Menlu AS Stimson, oleh karena itu sering disebut Doktrin Stimson.

Lahirnya doktrin ini berkaitan erat dengan Perjanjian Briand-Kellog atau Perjanjian Paris,
yang menolak penggunaan peperangan sebagai alat politik nasional dalam hubungan antar
negara serta menganjurkan kepada negara-negara agar menyelesaikan persengketaannya dengan
cara-cara damai (oleh Jerman, AS, Perancis, Belgia, Inggris, Italia, Jepang, Polandia,
Cekoslowakia).

37
Tahun 1931 Jepang menyerang Manchuria, kemudian Stimson mengirimkan nota kepada
Jepang dan Cina, bahwa AS tidak mengakui hak-hak teritorial dan situasi internasional baru yang
diakibatkan oleh penyerangan tersebut. Doktrin ini dimaksudkan untuk mencegah digunakannya
cara-cara agresi, terutama dalam hal penaklukan suatu daerah.

38
39

You might also like