Professional Documents
Culture Documents
I. DEFINISI
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang
kurang mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan
protein kurang dalam waktu yang cukup lama (Ngastiyah, 1997).
Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang dikarenakan adanya defisiensi kalori dan protein
dengan tekanan yang bervariasi pada defisiensi protein maupun energi (Sediatoema, 1999).
Kwashiorkor
Marasmus
Marasmik-kwashiorkor.
1. Kwashiorkor
a. Pengertian
Adalah bentuk kekurangan kalori protein yang berat, yang amat sering terjadi pada anak kecil umur 1 dan 3
tahun (Jelliffe, 1994).
Kwashiorkor adalah suatu sindroma klinik yang timbul sebagai suatu akibat adanya kekurangan protein
yang parah dan pemasukan kalori yang kurang dari yang dibutuhkan (Behrman dan Vaughan, 1994).
Kwashiorkor adalah penyakit gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan perlemahan hati
yang disebabkan karena kekurangan asupan kalori dan protein dalam waktu yang lama (Ngastiyah,
1997).
b. Etiologi
Penyebab utama dari kwashiorkor adalah makanan yang sangat sedikit mengandung protein
(terutama protein hewani), kebiasaan memakan makanan berpati terus-menerus, kebiasaan makan sayuran
yang mengandung karbohidrat.
Penyebab kwashiorkor yang lain yaitu:
Adanya pemberian makanan yang buruk yang mungkin diberikan oleh ibu karena alasan: miskin, kurang
pengetahuan, dan adanya pendapat yang salah tentang makanan.
– Infeksi pernapasan (termasuk TBC dan batuk rejan) yang menambah kebutuhan tubuh akan protein
dan dapat mempengaruhi nafsu makan.
Kekurangan ASI.
c. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda Klinik kwashiorkor berbeda pada masing-masing anak di berbagai negara, dan
dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) Selalu ada
Gejala ini selalu ada dan seluruhnya membutuhkan diagnosa pada anak umur 1-3 tahun karena
kemungkinan telah mendapat makanan yang mengandung banyak karbohidrat.
Kegagalan pertumbuhan.
Oedema pada tungkai bawah dan kaki, tangan, punggung bawah, kadang-kadang muka.
Kesengsaraan
Sukar diukur, dengan gejala awal anak menjadi rewel diikuti dengan perhatian yang kurang.
2) Biasanya ada
Satu atau lebih dari tanda ini biasanya muncul, tetapi tidak satupun yang betul-betul memerlukan
diagnosis.
Perubahan rambut
Warnanya lebih muda (coklat, kemerah-merahan, mendekati putih), lurus, jarang halus, mudah
lepas bila ditarik.
3) Kadang-kadang ada
Satu atau lebih dari gejala berikut kadang-kadang muncul, tetapi tidak ada satupun yang betul-betul
membentuk diagnosis.
– Ruam/bercak-bercak berserpih.
– Tanda-tanda vitamin
Misalnya luka di sudut mulut, lidah berwarna merah terang karena kekurangan riboflavin.
– Pembesaran hati
– Secara umum anak nampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terserang. Pada tahap lanjut anak
menjadi apatik, sopor atau koma.
– Pertumbuhan yang terhambat, berat badan dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan berat
badan baku. Jika ada edema anasarka maka penurunan berat badan tidak begitu mencolok.
– Edema
– Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis dan lembek.
– Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut.
– Kelainan kulit: kering, bersisik dengan garus-garis kulit yang dalam dan lebar, disertai denitamin B
kompleks, defisiensi eritropoetin dan kerusakan hati.
– Anak mudah terjangkit infeksi akibat defisiensi imunologik (diare, bronkopneumonia, faringotonsilitis,
tuberkulosis).
Defisiensi vitamin A, riboflavin (stomatitis angularis), anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.
(Markum, AH, 1999)
d. Patofisiologi
Defisiensi protein
Gangguan metabolik
Produksi insulin
Hepar
Produksi albumin
Timbunan lemak
Edema
2. Marasmus
a. Pengertian
Marasmus adalah penyakit yang timbul karena kekurangan energi (kalori) sedangkan kebutuhan protein
relatif cukup (Ngastiyah, 1997).
Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yang ekstrem (Sediaoetama, 1999).
b. Etiologi
Penyebab marasmus yang paling utama adalah karena kelaparan. Kelaparan biasanya terjadi pada kegagalan
menyusui, kelaparan karena pengobatan, kegagalan memberikan makanan tambahan.
c. Manifestasi Klinik
1) Selalu ada
Tanda-tanda ini selalu ada dan seluruhnya membutuhkan diagnosa:
– Gangguan perkembangan
2) Kadang-kadang ada
– Dehidrasi.
(Jelliffe, 1994)
h) Sianosis.
i) Ekstremitas dingin.
k) Atrofi otot.
l) Apatis.
d. Patofisiologi
Defisiensi kalori
Energi
Pemenuhan kebutuhan
kurang
Sintesis glukosa
Metabolit esensial
Cadangan protein
Asam amino
Homeostatik
3. Mar
asmik –
Kwashiork
or
a.
Pengertian
Marasmik –
kwashiorkor
merupakan
kelainan gizi
yang menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan kwashiorkor. (Markum, 1996)
Marasmik – kwashiorkor merupakan malnutrisi pada pasien yang telah mengalami kehilangan berat badan
lebih dari 10%, penurunan cadangan lemak dan protein serta kemunduran fungsi fisiologi. (Graham L.
Hill, 2000).
Marasmik – kwashiorkor merupaan satu kondisi terjadinya defisiensi, baik kalori, maupun protein. Ciri-
cirinya adalah dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan dan dehidrasi.
(http.www.yahoo.com. Search engine by keywords: malnutrisi pada anak)
b. Etiologi
c. Patofisiologi
Pertumbuhan terhenti
Sistem
hemotopatik
Mukosa usus
Selasiner
Hati
Otak
Edema
Apatis
III. ETIOLOGI
Penyebab langsung dari KKP adalah defisiensi kalori protein dengan berbagai tekanan, sehingga terjadi spektrum
gejala-gejala dengan berbagai nuansa dan melahirkan klasifikasi klinik (kwashiorkor, marasmus, marasmus kwashiorkor).
Penyebab tak langsung dari KKP sangat banyak sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit dengan causa multifactoral.
Marasmic – kwashiorkor
(Sed
iaoetom
a, A.
Djaeni,
1999)
IV.
MA
NIF
EST
ASI
KLI
NIK
Tanda-
tanda dari
KKP dibagi
menjadi 2
macam
yaitu:
1. K
KP
Ringan
–
Pertum
buhan
linear
tergang
gu.
– Aktifitas berkurang.
– Rambut kemerahan.
1. KKP Berat
– Gangguan pertumbuhan.
– Mudah sakit.
– Kurang cerdas.
(Pudjiadi, 1990)
V. EPIDEMIOLOGI
Penyakit KKP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan
kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia,
Tarwotjo, dkk (1999), memperkirakan bahwa 30 % atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi kurang, sedangkan
3% atau 0,9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi buruk. Berdasarkan “Rekapitulasi Data Dasar Desa Baru UPGK
1982/1983” menunjukkan bahwa prevalensi penderita KKP di Indonesia belum menurun. Hasil pengukuran secara
antropometri pada anak-anak balita dari 642 desa menunjukkan angka-angka sebagai berikut: diantara 119.463 anak balita
yang diukur, terdapat status gizi baik 57,1%, gizi kurang 35,9%, dan gizi buruk 5,9%.
Tingginya prevalensi penyakit KKP disebabkan pula oleh faktor tingginya angka kelahiran. Menurun Morley
(1968) dalam studinya di Nigeria, insidensi kwashiorkor meninggi pada keluarga dengan 7 anak atau lebih. Studi lapangan
yang dilakukan oleh Gopalan (1964) pada 1400 anak prasekolah menunjukkan bahwa 32% diantara anak-anak yang
dilahirkan sebagai anak keempat dan berikutnya memperlihatkan tanda-tanda KKP yang jelas, sedangkan anak-anak yang
dilahirkan terlebih dahulu hanya 17% memperlihatkan gejala KKP. Ia berkesimpulan bahwa 62% dari semua kasus
kekurangan gizi pada anak prasekolah terdapat pada anak-anak keempat dan berikutnya.
Mortalitas KKP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan pada tahun 1955/1956
(Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35% diantara mereka meninggal dalam perawatan minggu
pertama, dan 20% sesudahnya.
Menurut WHO, 150 juga anak berumur di bawah 5 tahun menderita KKP dan 49% dari 10,4 juga anak berumur di
bawah 5 tahun meninggal karena KKP yang kebanyakan terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.
VI. KOMPLIKASI
1. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia)
Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya).
Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).
2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis.
Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakit
beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.
Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan stomatitis
angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan mata.
Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia
pernisiosa.
7. Defisiensi Vitamin C
Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan
jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses
pematangan eritrosit, pembentukan tulang dan dentin.
Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
Noma atau stomatitis merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus
pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk yang khas merupakan tanda
khas pada gejala ini.
VII. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan MEP adalah:
1) Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin
dan mineral.
2) Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap.
3) Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat rendah. Protein yang diperlukan 3-4
gr/kg/hari, dan kalori 160-175 kalori.
5) Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi terhadap keluarga.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian cairan parenteral adalah sebagai berikut:
1) Jumlah cairan adalah 200 ml/kgBB/hari untuk kwashiorkor atau marasmus kwashiorkor, dan 250 ml/kg BB/hari
untuk marasmus.
2) Jenis cairan yang dipilah adalah Darrow-glukosa aa dengan kadar glukosa dinaikkan menjadi 10% bila terdapat
hipoglikemia.
3) Cara pemberiannya adalah sebanyak 60 ml/kg BB diberikan dalam 4-8 jam pertama, kemudian sisanya diberikan
dalam waktu 16-20 jam berikutnya.
Makanan tinggi energi tinggi protein (TETP) diolah dengan kandungan protein yang dianjurkan adalah 3,0-5,0
gr/kg BB dan jumlah kalori 150-200 kkal/kg BB sehari.
Asam folat diberikan per oral dengan variasi dosis antara 3×5 mg/hari pada anak kecil dan 3×15 mg/hari pada
anak besar. Kebutuhan kalium dipenuhi dengan pemberian KCL oral sebanyak 75-150mg/kg BB/hari (ekuivalen dengan 1-2
mEq/kg BB/hari); bila terdapat tanda hipokalemia diberikan KCl secara intravena dengan dosis intramuskular atau
intravena dalam bentuk larutan MG-sulfat 50% sebanyak 0,4-0,5 mEq/kgBB/hari selama 4-5 hari pertama perawatan.
1. Pemeriksaan Fisik
2) Kaji perubahan status mental anak, apakah anak nampak cengeng atau apatis.
3) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan kerusakan fungsi hati, pankreas dan usus.
4) Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan keelastisan kulit dan membran mukosa.
9) Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati tingkah laku anak melalui rangsang.
2. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
– Pemeriksaan darah tepi memperlihatkan anemia ringan sampai sedang, umumnya berupa anemia
hipokronik atau normokromik.
– Pada uji faal hati tampak nilai albumin sedikit atau amat rendah, trigliserida normal, dan kolesterol normal
atau merendah.
– Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.
– Kadar hormon insulin menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat normal, merendah maupun meninggi.
– Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin meningkat dan indeks hidroksiprolin
menurun.
– Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai dengan kasus perlemakan berat.
– Penurunan kadar berbagai enzim dalam serum seperti amilase, esterase, kolin esterase, transaminase dan
fosfatase alkali. Aktifitas enzim pankreas dan xantin oksidase berkurang.
– Nilai enzim urea siklase dalam hati merendah, tetapi kadar enzim pembentuk asam amino meningkat.
2) Pemeriksaan Radiologik
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan inadekuatnya intake makanan.
Intervensi:
Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memampukan pasien untuk mempunyai pilihan terhadap
makanan yang dapat dinikmati.
– Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi.
Rasional: Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol lingkungan dimana masukan makanan dapat
dipantau.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inadekuatnya asupan cairan.
Intervensi:
– Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan.
– Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.
Rasional: Mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.
– Identifikasi rencana untuk meningkatkan atau mempertahankan keseimbangan cairan optimal, misalnya: jadwal
masukan cairan.
Intervensi:
– Gunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas penonjolan tulang.
Rasional: Melicinkan kulit dan menurunkan gatal. Pemijatan sirkulasi pada kulit, dapat meningkatkan tonus
kulit.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan.
Intervensi:
– Pantau vital sign, perhatikan peningkatan suhu, takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh, menandakan adanya proses inflamasi atau infeksi, oleh karena itu,
membutuhkan evaluasi atau pengobatan lebih lanjut.
III. EVALUASI
1. Masukan kalori, protein adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan dan nafsu makan meningkat.
3. Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tidak menunjukkan adanya edema.
6. Pertumbuhan tidak terhambat, tidak ada perubahan pigmen pada rambut atau kulit.