You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar terlebih


dahulu akan banyak dipertanyakan alasan dilakukannya proses
pembelajaran itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan tujuan dari orang
atau manusia itu dalam mengikuti proses pembelajaran. Tujuan
manusia belajar tentunya adalah untuk menjadi lebih baik,
sehingga kelak ilmu yang mereka peroleh melalui proses belajar
dan mengajar dapat diterapkan dalam kehidupannya.
Demi mencapai tujuan tersebut, maka sebelum memulai
proses belajar seorang pendidik perlu mengadakan identifikasi
terlebih dahulu terhadap kebutuhan masing-masing peserta
didiknya, baik itu secara individual ataupun kelompok, agar apa
yang disampaikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran dapat
diterima dengan baik oleh peserta didiknya serta tercapai tujuan
yang telah direncanakan.
Dalam proses pembelajaran manusia juga memiliki
kebutuhan agar dalam proses pembelajaran berjalan dengan baik
dan sesuai dengan rencana. Kebutuhan belajar pada dasarnya
menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang diinginkan dan
kondisi atau keadaan belajar yang sebenarnya. Kebutuhan setiap
manusia di dalam kondisi yang dialaminya bermacam-macam.
Kebutuhan-kebutuhan itu perlu diidentifikasi untuk menentukan
kebutuhan mana yang paling potensial dari segi kemanfaatan dan
pemenuhannya.

1
B. Rumusan Masalah

Dalam penerapan konsep pemenuhan kebutuhan belajar


sebagai syarat kemajuan kehidupan pluralitas di Indonesia, penulis
mengajukan beberapa perumusan masalah, yaitu:
1. Apa definisi belajar menurut para ahli?
2. Mengapa berfikir kritis penting dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia?
3. Apa saja macam-macam kebutuhan belajar?
4. Bagaimana cara meningkatkan motivasi belajar?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar?
6. Bagaimana model pembelajaran dalam pemenuhan
kebutuhan belajar?
7. Bagaimana asuhan keperawatan kebutuhan belajar?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar pemenuhan
kebutuhan belajar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian kebutuhan
b. Untuk mengetahui definisi belajar menurut para ahli
c. Untuk mengetahui alasan dari pentingnya berpikir kritis
dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia
d. Mengetahui model kebutuhan belajar
e. Mengetahui cara meningkatkan motivasi belajar
f. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar

2
g. Mengetahui model pembelajaran dalam pemenuhan
kebutuhan belajar
h. Mengetahui cara asuhan keperawatan kebutuhan belajar.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama.
Pada bab pertama terdiri atas latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan. Pertama ialah latar belakang yang bertujuan
untuk menjelaskan tentang hal-hal yang melatarbelakangi tujuan
dari penulisan makalan. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan yang
terbagi menjadi dua sub-tujuan pembahasan, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum ialah menjelaskan tujuan dari
penulisan makalah secara luas sedangkan tujuan khusus ialah
menjabarkan tujuan dari penulisan makalah secara mendetail
mengenai konsep kebutuhan dasar manusia tentang belajar. Lalu
sistematika penulisan yaitu berisikan cara penulisan makalah dan
beberapa unsur yang mengandung gambaran dari isi karya tulis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Belajar

Sebagai landasan penguaraian mengenai apa yang dimaksud


dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definsi.
Berikut adalah beberapa definisi yang ditulis oleh purwanto dalam
bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan (1990) :

1. Hilgard dan Bower dalam buku Theories of Learning (1975)


Mengemukakan “belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya
berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah
laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-
keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan,
pengaruh obat dan sebagainya)”

2. Gagne dalam buku The condition of learning (1977)


Menyatakan bahwa: “belajar terjadi apabila
suatu situasi stimulus besama dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi tadi.”

3. Morgan, dalam buku introduction to psychology (1978)

4
Mengemukakan: “belajar adalah setiap perubahan
yang relative menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”

4. Witherington, dalam buku Educational Psychology


Mengemukakan: “belajar adalah suatu perubahan
didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai
suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”

5. Charles E. Skiner (dalam Dalyono, 2010 : 212)


“learning is a process of progressive behavior
adaption”, bahwa belajar adalah proses penyesuaian
tingkah laku ke arah yang lebih maju.

6. Mc. Gooch
Mengatakan “learning is a change in performance as a
result ofpractice” belajar adalah perubahan pada perbuatan
sebagai akibat dari latihan (Dalyono, 2010:212).

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat


dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang merincikan
pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :

1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, di mana


perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang
lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada
tingkah laku yang lebih buruk.
2. Belajar merupkan suatu perubahan yang terjadi melalui
latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan
yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak
5
dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
3. Untuk dapat dikatakan belajar, maka perubahan itu harus
relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu
periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode
waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi
perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu
periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-
bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus
mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku
yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi,
ketajaman perhatian, atau kepekaan seseorang, yang
biasanya hanya berlangsung sementara.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar
menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun
psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan
suatu masalah/ berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,
ataupun sikap.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengetian belajar


dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak
raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk
mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan
itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab
masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil
proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah
laku seseorang.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu


kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan suatu
6
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotor.

B. Pentingnya Berfikir Kritis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar


Manusia

Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen


dasar mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawat.
Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam
berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibilitas, pemeriksaan
penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola pikir
terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan
mempraktikkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan
standar, prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan
sesuai dengam ilmu pengetahuan.

Berpikir kritis merupakan hal penting yang harus dimiliki


seorang perawat, agar menjadi seorang perawat yang profesional,
sehingga mampu menyelesaikan masalah. Bagaimanapun juga
semua tindakan keperawatan yang dilakukan perawat
membutuhkan tingkat pemikiran yang tinggi, tidak ada tindakan
yang dilakukan tanpa pemikiran yang kritis.

Ketika perawat bertemu dengan klien, perawat akan selalu


menggunakan pemikiran yang kritis. Misalnya, menggunakan
pemikiran yang kritis pada saat mengumpulkan data-data dan
membuat sebuah kesimpulan. Setelah membuat kesimpulan
seorang perawat akan menerapkan problem solving dengan
melakukan pemecahan masalah guna memenuhi kebutuhan dasar
klien. Penerapan berpikir kritis dalam proses keperawatan di

7
integerasikan dalam tahap-tahap proses keperawatan dan
digunakan untuk pengkajian rumusan diagnosis perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.

Berpikir kritis dalam keperawatan adalah komponen dasar


dalam pertanggunggugatan profesional dan kualitas asuhan
keperawatan. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi
atau mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala
menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat
keputusan.

C. Macam-macam Kebutuhan Belajar

Kebutuhan belajar tiap prang cenderung memiliki kebutuhan


belajar yang berbeda. Dalam satu kelompok yang memiliki sepuluh
orang anggota mungkin akan terdapat leboh dari sepuluh macam
kebutuhan belajar setiap anggotanya. Kebutuhan yang dirasakan
seseoang akan berbeda apabila ruang dan waktu itupun berbeda.
Apabila suatu kebutuhan belajar telah terpenuhi, akan muncul
kebutuhan belajar lainnya yang harus dipenuhi melalui kegiatan
belajar.

Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi melalui penedekatan


perorangan, identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan
instrumen yang cocok sehingga dapat mengungkap informasi yang
dinyatakan oleh setiap individu yang merasakan kebutuhan belajar.

Beberapa pakar pendidikan dan peneliti kebutuhan belajar


yang dikemukakan dibawah ini dibuat oleh John stone dan rivera
(1965) dalam buku “Volunteers of Learning” yakni:

1. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan tugas pekerjaan


8
2. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan kegemaran
dan rekreasi
3. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan keagamaan

4. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan


penguasaan dan pengetahuan umum

5. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan


kerumahtanggaan

6. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan penampilan diri

7. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan


pengetahuan peristiwa baru.

8. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan usaha


dibidang pertanian.

9. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan pelayanan jasa.

Penggolongan kebutuhan belajar sebagaimana di


kemukakan diatas dapat diperluas sesuai dengan berkembangnya
kebutuan dan perubahan yang terjadi dimasyarakat. Penggolongan
tersebut dapat memberikan gambaran tentang betapa luasnya
kebutuhan belajar yang dapat dijadikan bahan masukan dalam
menentukan program belajar dalam pendidikan luar sekolah.

D. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar


1. Ketahui manfaatnya

Cara yang cukup efektif untuk meningkatkan motivasi dalam


belajar adalah dengan mengetahui manfaat yang didapat jika
produktif dalam belajar. Karena akan termotivasi untuk melakukan
hal-hal yang produktif sehingga meraih manfaatnya. Maka untuk
meningkatkan motivasi dalam belajar, harus mengetahui apa

9
manfaat yang didapat jika melakukannya. Berikut beberapa
manfaatnya:

a. Menghemat uang orang tua untuk biaya pendidikan


b. Meningkatkan daya saing dalam mencari pekerjaan
setelah lulus
c. Membuat orang tua bangga
d. Membuat diri menjadi dikagumi oleh banyak orang.

2. Membuat Target Belajar

Membuat target belajar juga bisa membuat motivasi belajar


meningkat. Karena setiap orang tentu ingin meraih target atau
sasaran yang telah dibuat buat. Salah contoh target adalah lulus
kuliah dengan IPK 3,6 sebelum 20 Februari 2021, jika seorang
mahasiswa S1 yang baru masuk kuliah pada tahun 2016. Seiap
orang dapat menyesuaikan keinginan dan kemampuannya, yang
terpenting buat target yang CERDAS ( relevan, dan ada batas
waktunya).

3. Berkumpul dengan lingkungan yang produktif

Berkumpul dengan pelajar atau mahasiswa yang produktif


juga bisa jadikan sebagai wahana atau perantara untuk
meningkatkan motivasi belajar. Karena biasanya manusia akan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya maka akan terbiasa oleh
kebiasan baik dari teman-teman dan akan termotivasi untuk
menjadi seperti mereka.

E. Faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

10
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut
Suciati dan Prasetya (2001), beberapa unsur yang mempengaruhi
motivasi belajar diantaranya:

1. Cita-cita dan aspirasi Cita-cita merupakan faktor pendorong yang


dapat menambah semangat dalam belajar dan sekaligus
memberikan tujuan yang jelas pada belajar. Cita-cita akan
memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik, karena
terwujudnya cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. Cita-cita
yang bersumber dari dalam diri sendiri seseorang akan membuat
seseorang tersebut mengupayakan lebih banyak, yang dapat
diindikasikan dengan:

a. Sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas,

b. Kreativitas yang tinggi,

c. Berkeinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah


dialami,

d. Berusaha agar teman dan guru memiliki kemampuan bekerja


sama,

e. Berusaha menguasai seluruh mata pelajaran, dan

f. Beranggapan bahwa semua mata pelajaran penting.

2. Kemampuan peserta didik Kemampuan peserta didik akan


mempengaruhi motivasi belajar. Kemampuan yang dimaksud
adalah segala potensi yang berkaitan dengan intelektual atau
intelegensi. Kemampuan psikomotor juga akan memperkuat
motivasi.
3. Kondisi peserta didik Keadaan peserta didik secara jasmaniah
dan rohaniah akan mempengaruhi motivasi belajar. Kondisi

11
jasmani dan rohani yang sehat akan mendukung pemusatan
perhatian dan gairah dalam belajar.
4. Kondisi lingkungan belajar Kondisi lingkungan belajar dapat
berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan,
kemasyarakatan, dan lingkungan institusi penyelenggara
pendidikan. Kondisi lingkungan belajar juga termasuk hal yang
penting untuk diperhatikan. Lingkungan yang kondusif akan turut
mempengaruhi minat dan kemauan belajar seseorang.
5. Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran Peserta didik memiliki
perasaan, perhatian, ingatan, kemauan, dan pengalaman hidup
yang akan turut secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi minat dan motivasi dalam belajar.
6. Upaya pengajar dalam membelajarkan peserta didik Pengajar
merupakan salah satu stimulasi yang sangat besar pengaruhnya
dalam memotivasi peserta didik untuk belajar. Kemampuan
merancang bahan ajar, dan perilaku juga termasuk upaya
pembelajaran.

F. Model Pembelajaran dalam Pemenuhan Kebutuhan Belajar

Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar


mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal
ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus
ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk
segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model
pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat
materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu
sendiri. Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran,

1. Koperatif (Cooperative Learning)

12
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia
sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan
orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan
kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif
adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar
menyadari kekurangan dan kelebihan.

Model pembelajaran koperatif adalah kegiatan


pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama
saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan
persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok
terdiri dari 4–5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender,
karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab
hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-
strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok,
presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontektual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang


dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka,
negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa
(daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi
yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa
menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif–nyaman dan

13
menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah
aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya
menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga


bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling
(pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-
tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu), questioning
(eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning
community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok
atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan),
inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri,
mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection
(reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment
(penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian
terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio,
penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan
berbagai cara).

3. Realistic (Realistic Mathematics Education)

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan


oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam
mengkontruksi konsep-aturan melalui process of
mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta,
konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam
menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal
(reoorganisasi matematik).

14
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas
(kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-
informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-
twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi
(pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan
(dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (Direct Learning)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang


menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika
disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya
adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan
terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering
disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah
bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah.


Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi
pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk
merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang
tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka,
negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan
agar siswa dap[at berpikir optimal. Indikator model pembelajaran
ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi,

15
identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,
generalisasi, dan inkuiri.

6. Problem Solving

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu


persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya.
Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara
penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma).
Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di
atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola
atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi,
mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya
menemukan solusi.

7. Pembelajaran Student Center Learning (SCL).


a. Cooperative Script Skrip kooperatif adalah metode
pembelajaran dimana siswa bekerja berpasangan dan
bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari
materi yang dipelajari. Model ini diperkenalkan oleh
Densereau. Berikut adalah langkah-langkahnya:
b. Student Teams – Achievement Divisions (STAD) Model ini
diperkenalkan oleh Slavin, merupakan salah satu model
yang sederhana, adapun langkah-langkahnya:
 Membentuk kelompok yang anggotanya sebanyak 4
orang secara heterogen
 Guru menyajikan pelajaran
 Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan
oleh anggota-anggota kelompok.
 Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa.
Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
 Memberi evaluasi
16
 Kesimpulan
c. Jigsaw (Model Tim Ahli) Model pembelajaran Jigsaw
diperkenalkan oleh Areson, Blaney, Stephen, Sikes, dan
Snap pada tahun 1978. Pada model ini siswa lebih berperan
dalam pembelajaran.

G. Asuhan Keperawatan Kebutuhan Belajar


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang komprensif tentang kebutuhan belajar
dapat digali dari riwayat keperawatan dan hasil pengkajian fisik
serta melalui informasi dari orang yang dekat dengan klien.
Pengkajian juga mencakup karakteristik klien yang mungkin akan
mempengaruhi proses belajar, misalnya kesiapan belajar, motivasi
untuk belajar, dan tingkat kemampuan membaca. Selain
penggalian data melalui wawancara, perawat juga harus melakukan
observasi terhadap kemampuan dan kebutuhan-kebutuhan klien.
Kebutuhan belajar dapat juga diidentifikasi dari pertanyaan klien
terhadap perawat tentang sesuatu hal yang tidak mereka ketahui
atau tidak terampil dalam melakukannya.

2. Pengkajian Faktor Predisposisi

a. Pengkajian riwayat keperawatan Informasi tentang usia akan


memberi petunjuk mengenai status perkembangan seseorang,
sehingga dapat memberikan arah mengenai isi pendidikan
kesehatan dan pendekatan yang harus digunakan. Pertanyaan
yang diajukan hendaknya sederhana. Pada klien lanjut usia
(lansia), pertanyaan diajukan dengan perlahan dan diulang.
Status perkembangan, terutama pada klien anak, dapat dikaji
melalui observasi ketika anak melakukan aktivitas atau bermain,
sehingga perawat mendapat data tentang kemampuan motorik
17
dan perkembangan intektualnya. Persepsi klien tentang keadaan
masalah kesehatannya saat ini dan bagaimana mereka menaruh
perhatian terhadap masalahnya dapat memberikan informasi
kepada perawat tentang seberapa jauh pengetahuan mereka
mengenai masalahnya dan pengaruhnya terhadap kebiasaan
aktivitas sehari-hari. Informasi ini dapat memberi petunjuk
kepada perawat untuk memberi arahan yang tepat serta sumber-
sumber lain yang dapat digunakan oleh klien. Kepercayaan yang
penting digali pada klien, contohnya adalah kepercayaan tidak
boleh menerima tranfusi darah, tidak boleh menjadi donor organ
tubuh, dan tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi.

b. Pengkajian fisk Pengkajian fisik secara umum dapat memberikan


petunjuk terhadap kebutuhan belajar klien. Contohnya: status
mental, kekuatan fisik, status nutrisi. Hal lain yang mencakup
pengkajian fisik adalah pernyataan klien tentang kapasitas fisik
untuk belajar dan untuk aktivitas perawatan diri sendiri.
Kemampuan melihat dan mendengar memberi pengaruh besar
terhadap pemilihan substansi dan pendekatan dalam mengajar.
Fungsi system muskuloskelet mempengaruhi kemampuan
keterampilan psikomotor dan perawatan diri. Toleransi aktivitas
juga dapat mempengaruhi kapasitas klien untuk melakukan
aktivitas.

c. Pengkajian Kesiapan Klien untuk Belajar Klien yang siap untuk


belajar sering dapat dibedakan dengan klien yang tidak siap.
Seorang klien yang siap belajar mungkin mencari informasi,
misalnya melalui bertanya, membaca buku atau artikel, tukar
pendapat dengan sesama klien yang pada umumnya
menunjukkan ketertarikan. Dilain pihak, klien yang tidak siap
belajar biasanya lebih suka untuk menghindari masalah atau

18
situasi. Kesiapan fisik penting di kaji oleh perawat apakah klien
dapat memfokuskan perhatian atau lebih berfokus status
fisiknya, misalnya terhadap nyeri, pusing, lelah, mengantuk, atau
lain hal. Kesiapan emosi. Apakah secara emosi klien siap untuk
belajar? Klien dalam keadaan cemas, depresi, atau dalam
keadaan berduka karena keadaan kesehatannya atau keadaan
keluarganya biasanya tidak siap untuk belajar. Perawat tidak
dapat memaksakan, tetapi harus menunggu sampai keadaan
klien memungkinkan dapat menerima proses pembelajaran.
Kesiapan kognitif. Dapatkah klien berpikir secara jernih? apakah
klien dalam keadaan sadar penuh, apakah klien tidak dalam
pengaruh zat yang mengganggu tingkat kesadaran? Pertanyaan
itu sangat penting untuk dikaji. Kesiapan berkomunikasi.
Sudahkah klien dapat berhubungan dengan rasa saling percaya
dengan perawat? Ataukah klien belum mau menjalin komunikasi
karena masih belum menaruh rasa percaya. Hubungan saling
percaya antara perawat dank lien menentukan komunikasi dua
arah yang diperlukan dalam proses belajar mengajar.
d. Pengkajian Motivasi Secara umum dapat diterima bahwa
seseorang harus mempunyai keinginan belajar demi keefektifan
pembelajaran. Motivasi dan memberi rangsangan atau jalan
untuk belajar merupakan faktor penentu yang sangat kuat untuk
kesuksesan dalam mendidik klien dan berhubungan erat dengan
pemenuhan kebutuhan klien. Motivasi seseorang dapat
dipengaruhi oleh masalah keuangan, penolakan terhadao status
kesehatan, kurangnya dorongan dari lingkungan social,
pengingkaran terhadap penyakit, kecemasan, ketakutan, dan
rasa malu atau konsep diri yang negatif. Motivasi juga
dipengaruhi oleh sikap dan kepercayaan. Contohnya, motivasi
belajar seorang pria setengah baya yang dinyatakan hipertensi
19
dan mulai mendapat pengobatan anti hipertensi untuk
mengendalikan tekanan darahnya mungkin akan rendah jika
teman dekatnya menceritakan bahwa ia impotent setelah
mendapat pengobatan yang sama. Pengkajian tentang motivasi
belajar sering merupakan bagian dari pengkajian kesehatan
secara umum atau diangkat sebagai msalah yang spesifik.
Seorang perawat ketika mengkaji motivasi dan kemampuan klien
harus betulbetul mengerti sepenuhnya tentang subjek belajar.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kesiapan meningkatkan pengetahuan

Suatu pola kognitif yang berhubungan dengan topik


spesifik atau penguasaanya, yang dapat diperkuat. Tujuannya
sebdiri adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x30 menit maka diharapkan adanya penguasaan pola kognitif
berdasarkan topik yang dapat diperkuat. Batasan Karakteristik
berupa mengungkapkan minat untuk menigkatkan pembelajaran.

Intervensi yaitu keperawatan yang disarankan untuk


menyelesaikan masalah:

1. Bina hubungan baik yang saling mempercayai


2. Ciptakan lingkungan belajar sesegera mungkin begitu

kontak dengan klien.

3. Jelaskan bagaimana informasi bisa membantu klien

mencapai tujuan dengan cepat dan tepat.

Implementasi yaitu suatu tindakan atau pelaksanaan dari

sebuah intervensi yang sudah direncakana dan disusun:

1. Membina hubungan baik yang saling mempercayai.


20
2. Menciptakan liingkungan belajar sesegera mungkin
begitu kontak dengan klien.
3. Menjelaskan bagaiaman informasi bisa membantu
klien mencapai tujuan dengan cepat dan tepat.

Evaluasi

S (Subjektif) : ungkapan yang didapat dari klien setelah

implementasi diberikan yaitu klien

mengungkapkan minat untuk

meningkatkan pembelajaran.

O (Objektif) : informasi yang didapat berupa hasil

pengamatan, penilaian, dan pengukuran

yang dilakukan oleh perawat setelah

implementasi dilakukan yaitu klien terlihat

antusias serta berkeinginan untuk

meningkatkan pembelajaran.

A (Analisa) : membandingkan antara informasi subjektif

dan objektif dengan tujuan dan kriteria

hasil, kemudian diambil kesimpulan

bahwa masalah sudah teratasi.

P (Planning) : rencana keperawatan lanjutan yang akan

dilakukan adalah hentikan implementasi.

b. Defisiensi Pengetahuan

21
Keadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu. Tujuannya: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama jam maka diharapkan adanya pemahaman
defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
Batasasan Karakteristik :
1. Ketidakakuratan melakukan tes
2. Ketidakakuratan mengikuti perintah
3. Kurang pengetahuan
4. Perilaku tidak tepat (misalnya histeria, bermusuhan,
agitasi, apatis)

Faktor yang berhubungan :

1. Gangguan fungsi kognitif.


2. Gangguan memori.
3. Kurang informasi.
4. Kurang minat untuk belajar.
5. Kurang sumber pengetahuan.

6. Salah pengertian terhadap orang lain.

Intervensi yaitu keperawatan yang disarankan untuk


menyelesaikan masalah:

1. Targetkan sasaran pada kelompok berisiko tinggi dan


rentang usia yang akan mendapat manfaat besar dari
pendidikan kesehatan.
2. Bantu individu, keluarga, dan masyarakat untuk
memperjelas keyakinan dan nilai-nilai kesehatan.
3. Identifikasi karakteristik populasi target yang
mempengaruhi pemilihan strategi belajar.

Implementasi yaitu suatu tindakan atau pelaksanaan dari


sebuah intervensi yang sudah direncanakan dan disusun:
22
1. Menargetkan sasaran pada kelompok berisiko tinggi dan
rentang usia yang mendapat manfaat besar dari
pendidikan kesehatan.
2. Membantu individu, keluarga, dan masyarakat untuk
memperjelas keyakinan dan nilai-nilai kesehatan.
3. Mengidentifikasi karakteristik populasi target yang
mempengaruhi pemilihan strategi belajar.

Evaluasi

S (Subjektif) : ungkapan yang didapat dari pasien setelah


implementasi diberikan yaitu klien mengungkapkan kurangnya
pengetahuan dengan ketidakakuratan melakukan perintah.

O (Objektif) : informasi yang didapat berupa hasil


pengamatan, penilaian, dan pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah implementasi dilakukan yaitu klien terlihat
kebingungan dan tidak mengerti atas apa yang diperintahkan
sehingga timbul pertanyaan demi pertanyaan.

A (Analisa) : membandingkan antara informasi subjektif


dan objektif dengan tujuan dari kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah belum teratasi.

P (Planning) : rencana keperawatan lanjutan yang akan


dilakukan berdasarkan hasil analisa yaitu libatkan individu dan
keluarga dalam perencanaan dan rencana implementasi gaya
hidup atau modifikasi perilaku kesehatan.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Belajar adalah suatu kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu


perubahan suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotor. Seorang perawat harus bisa dalam berpikir
kritis karena dalam keperawatan merupakan komponen dasar
mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawat. Pemikir kritis
keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir,
kepercayaan diri, kreativitas, fleksibilitas, pemeriksaan penyebab

24
(anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola pikir terbuka,
pemeliharaan dan refleksi.

Cara meningkatkan motivasi belajar:

1. Ketahui manfaatnya.
2. Membuat target belajar.
3. Berkumpul dengan lingkungan yang produktif.

B. Saran

Setelah mengetahui dan memahami konsep dasar dalam


kebutuhan belajar diharapkan seorang perawat mampu menerapkan
konsep dasar dalam kebutuhan belajar dan menjadi seorang yang
dapat berpikir kritis dalam menghadapi berbagai masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Djamarah, S. B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta

Kartadinata, Sunaryo dkk. (1998). Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung:


Depdikbud

Purwanto, Ngalim. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja


Rosdakarya

Sirodjuddin, Kosim. H. M. (2006). Perencanaan Pembelajaran (Hand Out).


Pendidikan Luar Sekolah.

Sujana. D. Prof (2001) Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Falah


Production.

25
Ritandiyono. 1998. Psikologi Belajar - Seri Diktat Kuliah. Jakarta :
Universitas Gundarama Siagian, S. 2004. Teori Motivasi dan
Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Suciati & Prasetya. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : Depdiknas
Swansburg, R. 2001. Pengembangan Staff Keperawatan; Suatu
Komponen Pengembangan SDM. Jakarta: EGC

No Name. 2008. Pendidikan Keperawatan. Materi Kuliah: Jakarta diunduh


dari http://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-
PENDKEPRAWATAN-2008.pdf pada tanggal 16 September 2017
pukul 21:44.

26

You might also like