You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sakaratul Maut (Dying) merupakan kondisi pasien yang sedang


menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk
meninggal. Sedangkan Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya
pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap
stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya
fungsi jantung dan paru secara menetap.

Ketika seseorang didiagnosa sakit dengan sebuah sakit yang tergolong


berat dan berstadium lanjut dimana pengobatan medis sudah tidak mungkin
ditrimakan kepada si pasien. Maka kondisi pasen tersebut akan mengalami
sebuah goncangan yang hebat. Kematian adalah salah satu jawaban pasti.
Bagi para pasien adalah hari-hari yang sangat menyiksa karena harus
menantikan kematian.

”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan):


“Tiada Tuhan Selain Allah” (HR.Muslim).

Kematian merupakan hal yang tak dapat dihindari dari kehidupan kita
sehari-hari. Kematian tidak pandang umur, bayi, anak-anak, remaja maupun
orang dewasa sekalipun pasti akan mengalami hal ini. Kita tak tahu kapan
malaikat kematian akan menjemput nyawa kita. Kematian merupakan hal yang
menjadi ketakutan yang sangat besar di setiap orang.

Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu


sakaratul maut atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya
pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying).

Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang


bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari
penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan
memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang lebih
kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam
menghadapi kondisi sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit


terminal dan menjelang sakratul maut lebih banyak mengalami penyakit
kejiwaan, krisis spirirtual, dan krisis kerohaninan sehingga pembinaan
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”,
pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi berat, perasaaan marah
akibat ketidakberdayaan dan keputus asaan. Oleh karena itu, pemenuha
kebutuhan spiritual dapt meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa
harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk
menghadapi alam yang kekal.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsep kebutuhan dasar manusia tentang kematian


dan menjelang ajal.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengertian kematian dan menjelang ajal

2. Untuk mengetahui tahap-tahap menjelang ajal

3. Untuk mengetahui perubahan fisiologis tubuh menjelang kematian

4. Untuk mengetahui konsep bimbingan konseling pada pasien dan


keluarga menjelang ajal dan kematian

5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kematian dan menjelang ajal

C. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini di mulai dari cover,kata


pengantar,daftar isi,bab I,bab II,bab III,daftar pustaka.
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari 3 bab utama.Bab I
berisi tentang latar belakang dari penulisan makalah,tujuan umum dan khusus
diadakannya penulisan,dan sistematika penulisan makalah ini.Bab II
merupakan bagian yang berisi penjelasan tentang tinjauan teori yang
membahas materi/pokok bahasan makalah ini yakni Sejarah Perkembangan
Keperawatan di Indonesia.Bab III merupakan bagian terakhir yang berisi
kesimpulan dan saran serta daftar pustaka.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Menjelang Ajal (Dying) dan Kematian (Death)

Secara etimologi dying berasal dari kata dien yang berarti mendekati
kematian. Dengan kata lain, dying adalah proses ketika individu semakin
mendekati akhir hayatnya. Atau disebut proses kematian. Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh sakit yang parah / terminal, atau oleh kondisi lain yang
berujung pada kematian individu.

Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang


menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk
meninggal. Suatu keadaan dimana klien sudah dalam kondisi mendekati ajal
(sekarat). Pasien dalam kondisi tersebut biasanya mempunyai berbagai
keinginan atau harapan tertentu sebelum mati. Bila memungkinkan segera
penuhi permintaannya tersebut.

Secara etimologi death berasal dari kata death atau deth yang berarti
keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara definitif, kematian adalah
terhentinya fungsi jantung dan paru-paru, secara menetap atau terhentinya
kerja otak secara permanen. Ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang tentang
definisi kematian, yakni :

1. Kematian jaringan

2. Kematian otak yakni kerusakan otak yang tidak dapat pulih

3. Kematian klinik , yaitu kematian orang tersebut (Rapor 2002)

Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit dipisahkan, serta
merupakan suatau fenomena tersendiri. Dying lebih ke suatu proses kematian
sedangkan death merupakan akhir dari hidup.

B. Tahap-Tahap Menjelang Ajal

Elisabeth Kubler-Ross, seorang ahli kejiwaan dari Amerika, menjelaskan


secara mendalam respons individu dalam menghadapi kematian. Elisabet
Kubler Bross mengamati bahwa kematian adalah suatu proses. Dalam proses
itu, pasien cenderung mengalami lima tahap pergolakan emosional tertentu,
yang disingkat menjadi DABDA: Denial, Anger, Bargaining, Depression,
Acceptance. Perlu diingat bahwa kelima tahap itu bukanlah suatu proses
kronologis yang progresif karena bisa terjadi kasus “overlapping” (berada di
dua tahap sekaligus) atau “progresi dan regresi” (maju dan mundur) atau
stagnasi (jalan di tempat). Namun bila dirawat dan dipersiapkan dengan baik,
pasien bisa mengarungi kelimanya hingga akhirnya menghembuskan
nafasnya dengan tenang (acceptance). Secara umum, ia membedakan
respons tersebut menjadi 5 tahap, yaitu

1. Denial (penyangkalan)

Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk diri sendiri.


Perasaan ini pada umumnya akan digantikan dengan kesadaran yang
mendalam akan kepemilikan dan individu yang ditinggalkan setelah kematian.
Pada tahap ini terbagi menjadi 2 karakteristik, yaitu :

a. Menyangkal
Setiap orang tahu bahwa kematian adalah fakta yang pasti akan menimpa
dirinya di masa depan. Namun moment datangnya kematian itu terasa
misterius: tiada kepastian kapan ia datang. Akibatnya, orang cenderung
menganggap kematian sebagai “impossible possiblity: possible for others,
impossible for me.” Itu sebabnya reaksi spontan pertama orang atas
informasi tentang ancaman kematiannya adalah rasa kaget, tak percaya
dan penyangkalan: “No, not me, it can not be true! I don’t believe it!”
Pasien lalu berusaha untuk membuktikan kesalahan informasi medis itu
dengan mencari diagnosis alternatif atau hiburan & dukungan dari orang
lain atas pendapatnya pribadi itu.

b. Merepresikan kenyataan dan mengisolasi diri terhadap kenyataan

Secara psikologis, penolakan itu berfungsi sebagai benteng emosional


atau “defence mechanism” agar pasien tidak langsung ambruk mentalnya
oleh tekanan kabar buruk atas nasibnya. Dengan kata lain, penolakan itu
memberi waktu & energi bagi pasien untuk terus berjuang menyelamatkan
hidupnya; sekurangnya, untuk tidak kehilangan semangat hidupnya.

2. Anger (marah)

Ketika berada pada tahapan kedua, individu akan menyadari bahwa ia


tidak dapat senantiasa menyangkal. Oleh karena kemarahan, orang tersebut
akan sangat sulit untuk diperhatikan oleh karena perasaan marah dan iri hati
yang tertukar. Pada tahap ini terbagi menjadi 2 karakteristik, yaitu

a. Mengekspresikan rasa kemarahan

Bila usaha mencari diagnosis alternatif dan dukungan itu gagal dan
kondisinya makin memburuk, pasien masuk dalam tahap emosional yang
kedua, yakni rasa marah, jengkel dan iri (buruk rasa & sangka) atas nasib
baik kesehatan orang lain.

b. Bersikap menyalahkan takdir

Pasien cenderung berkata (dalam hati): “kenapa harus saya ? ini tidak
adil ! bagaimana ini bisa terjadi terhadap saya ? siapa yang harus
disalahkan ?” Dalam tahap ini, pasien mencari “kambing hitam/kesalahan
orang lain” ini bekerja kuat dalam jiwa pasien. Artinya, sebetulnya pasien
itu marah dan berontak terhadap nasib malangnya sendiri, namun ia lalu
mengalihkan dan melampiaskan emosi negatif itu terhadap orang lain
yang berada di sekitarnya: kepada tim medis, keluarga, kenalan dan
bahkan kepada Tuhan. Ketika ditanya apakah pantas bila orang itu
marah-marah kepada Tuhan, meragukan keberadaan & kebaikanNya,
EKB menjawab: “I would help him to express his anger toward God
because God is certainly great enough to be able to accept it.” (Q&A: 24).
Bila orang yang merawatnya bisa tetap bersikap tenang, penuh perhatian,
tidak terprovokasi untuk beradu argumentasi saling menyalahkan dan
balik bersikap negatif, pasien bisa meninggalkan sikap agresifnya ini

dan beralih ke tahap selanjutnya.

3. Bargainning (barter / tawar-menawar)

Dalam tahap ketiga ini pasien mulai bisa mengerti dan menerima fakta
bahwa ia akan segera mati. Tahapan ketiga melibatkan harapan supaya
individu sedemikian rupa menghambat atau menunda kematian. Biasanya,
kesepakatan untuk perpanjangan hidup dibuat kepada kekuasaan yang lebih
tinggi dalam bentuk pertukaran atas gaya hidup yang berubah. Secara
psikologis, individu mengatakan, "Saya mengerti saya akan mati, tetapi jika
saja saya memiliki lebih banyak waktu...". Pada tahap ini terbagi menjadi 2
karakterisik, antara lain :

a. Terjadi tawar-menawar

Ia masih berusaha untuk menunda waktu atau memperpanjang usia


hidupnya: ‘Psychologically, the individual is saying, “I understand that I will
die, but if I could just have more time …”.’ (Mod:2)

b. Mempunyai harapan / keinginan

Permohonan perpanjangan waktu itu umumnya diajukan kepada Tuhan


yang dipercayai sebagai penguasa hidup & mati. Permohonan semacam
itu biasanya didorong oleh rasa salah atas pola hidup dimasa lalu dan rasa
sesal (regret) kerna belum melaksanakan rencana tertentu: belum

merampungkan karya tulis atau gelar akademis tertentu, belum ke tanah


suci, belum sukses menyekolahkan anak ke tingkat sarjana atau melihat
cucu pertama . Oleh karena itu, permohonan perpanjangan usia itu
biasanya dibarengi dengan janji/sumpah tertentu: janji untuk memperbaiki
diri (bertobat) dan untuk berbuat lebih banyak amal kasih bagi sesama
sebagai ungkapan rasa syukur & trimakasih pada Yang Mahakuasa.
Ringkasnya, pasien berusaha melakukan tawar-menawar dengan Tuhan.
Pola pikirnya dipengaruhi “infantile mechanism” (pikiran kekanak
-kanakan), yakni (doing A for getting B): saya melakukan sesuatu yang
terpuji agar bisa mendapat hadiah/imbalan yang sesuai dengan kehendak
saya.

4. Depression (sedih dan murung)

Bila usaha barter di atas gagal karena kondisinya ternyata tidak membaik,
pasien bisa jatuh dalam depressi. Pada tahapan keempat, penderita yang
sekarang, menolak dibesuk dan menghabiskan banyak waktu untuk menangis
dan berduka. Proses ini memberikan kesempatan kepada pasien yang sekarat
untuk memutus hubungan dengan sesuatu yang dicintai ataupun
disayangi.EKB membedakan dua jenis depressi, yakni reactive dan
preparatory. Depressi reaktif adalah rasa salah dan sedih atas segala hal yang
sudah/dan atau belum dilakukan di masa lalu. Pasien seperti dibebani oleh
berbagai persoalan yang belum selesai dari masa lalunya. Depressi preparatif
adalah antisipasi pasien akan saat ajalnya yang makin mendekat: ia makin
sadar bahwa ia harus meninggalkan segala barang dan orang yang ia cintai.

a. Mengalami proses berkabung sebelum kematian

Suasana sedih dan murung yang mencengkam: “I am so sad, why bother


with anything? I’m going to die, why go on? “ Pasien mulai bersikap pasif
dan apatis: ia lebih banyak diam, kurang kooperatif, menolak tamu atau
bantuan medis, kerap menangis meratapi nasibnya. Rasa dan sikap apatis
yang diperlihatkan pasien adalah suatu “decathexis mechanism,”
(melakukan diskoneksi): “This mechanism allows the dying person to
disconnect oneself from things of love and affection.” (Ibid). Ringkasnya,
pasien mulai berduka dan berkabung atas resiko perpisahan yang akan
segera dialaminya.

b. Cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis

Penderita yang sekarang, menolak dibesuk dan menghabiskan banyak


waktu untuk menangis dan berduka. Proses ini memberikan kesempatan
kepada pasien yang sekarat untuk memutus hubungan dengan sesuatu
yang dicintai ataupun disayangi. Tidak disarankan untuk mencoba
menghibur individu yang berada pada tahapan ini. Ini merupakan waktu
penting untuk berduka yang harus dilalui.

5. Acceptance (penerimaan atau pasrah)

Ini merupakan tahapan terakhir, individu tiba pada kondisi sebagai mahluk
hidup atau kepada yang dicintainya.

a. Klien merasa lebih damai dan tenang

Pada tahap ini, pasien mulai bisa berdamai dengan fakta kematiannya:
Penerimaan ini bukanlah berarti menyambut kematian sebagai kabar
gembira melainkan sebagai fakta yang tak terpisahkan dari hidup: pasien
bisa bersikap realistik sesuai dengan realita hidup yang memang
mengandung maut, tanpa disertai rasa

marah dan depressi lagi. Ringkasnya, bila depressi preparatif di atas


adalah suatu proses perpisahan (letting go) dengan orang-orang tercinta
di sekitarnya, maka tahap penerimaan adalah proses perpisahan dengan
diri sendiri (letting go of oneself). Orang yang beriman bisa melengkapi
sikap penerimaan kematian ini dengan sikap pengharapan.

Menurut Gabriel Marcel, pengharapan itu bukanlah suatu sikap kognitif,


artinya tidak disertai dengan pengetahuan yang pasti tentang apa yang
akan terjadi harapan. Harapan adalah perasaan bahwa masa depan

itu bisa mengandung kemungkinan-baik yang tidak terpikirkan oleh kita


dan tidak kita tentukan sendiri tapi oleh yang lain, khususnya oleh Tuhan.

b. Menantikan tibanya kematian


c. Mempersiapkan diri menghadapi kematian

C. Perubahan fisiologis tubuh menjelang kematian

Perubahan fisiologis tubuh menjelang kematian, antara lain :

Penurunan tonus otot , ditandai :

1. Gerakan ekstremitas berangsur-angsur menghilang, khususnya pada


kaki dan ujung kaki.

2. Sulit berbicara

3. Tubuh semakin lemah

4. Aktivitas saluran pencernaan menurun sehingga perut membuncit

5. Otot rahang dan muka mengendur

6. Rahang bawah cenderung menurun

7. Sulit menelan, reflex gerakan menurun

8. Mata sedikit terbuka

Sirkulasi melemah , ditandai :

1. Suhu tubuh pasien tinggi, tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung pasien
terasa dingin dan lembap

2. Kulit ekstremitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu atau pucat

3. Nadi mulai tidak teratur, lemah dan cepat

4. Tekanan darah menurun

5. Peredaran darah perifer terhenti

Kegagalan fungsi sensorik, ditandai :

1. Sensari nyeri menurun atau hilang

2. Pandangan mata kabur/berkabut

3. Kemampuan indera berangsur-angsur menurun


4. Sensasi panas, lapar, dingin dan tajam menurun

Penurunan / kegagalan fungsi pernapasan, ditandai :

1. Mengorok (death rattle) / bunyi napas terdengar kasar

2. Pernapasan tidak teratur dan berlangsung melalui mulut

3. Pernapasan Cheyne stokes

D. Konsep Bimbingan Konseling pada Pasien dan Keluarga Menjelang


Ajal dan Kematian
1. Konsep Bimbingan Spiritual Pada Pasien dan Keluarga Menjelang Ajal
Beberapa pandangan tentang kematian dari agama-agama yang
terkemuka di dunia :
a) Agama Kristen
Dalam agama Kristen terdapat berbagai aliran-aliran. Dua aliran yang
paling utama adalah: agama Katolik dan agama Protestan.
Dalam ajaran agama Katolik Roma mati itu hanya suatu perpisahan untuk
waktu sementara. Setelah kematian akan muncul kehidupan yang abadi dan
Tuhan.
Tuhan itu baik hati dan mengampuni semua dosa dan kesalahan. Seorang
katolik yang baik tidak usah takut menghadapi kematian, karena setelah
kematian akan ada kehidupan yang lebih baik. Yang penting dalam untuk
seorang pasien Katolik adalah bahwa ia memperoleh kesempatan untuk
Sakramen orang sakit, yang juga dinamakan Pembalseman orang sakit.
Dalam agama Protestan, terdapat berbagai perbedaan pandangan
terhadap penyakit dan kematian. Contoh:
- Penyakit dan kematian adalah sebagai akibat dari dosa Adam.
Seseorang dengan sadar harus memilih Tuhan, dan dapat mengetahui dan
merasa bahwa ia dapat masuk dalam kerajaan Allah setelah ia meninggal.
- Penyakit adalah suatu penguasaan iblis atas diri kita dan melalui doa
diusahakan agar iblis itu keluar.
- Penyakit adalah suatu hukuman yang dijalani manusia karena
kesalahannya.
b) Agama Islam
Penyakit dalam agama Islam adalah suatu gangguan keseimbangan
sebagaimana yang dimaksud oleh Allah.Sebab-sebab dari gangguan ini dapat
dicari baik dalam kekuatan yang meguasai alam semesta maupun yang
berasal dari kuasa-kuasa manusia. Kematian bagi orang-orang islam berarti
suatu pemindahan dari kehidupan karena suatu situasi menuggu sampai akhir
zaman. Dan pada saat itu akan tiba masa pengadilan bagi semua orang.
Orang islam pada saat pengadilan itu boleh percaya akan kebaikan-kebaikan
Allah. Orang islam percaya bahwa di dalam kuburan akan datang dua malaikat
yang akan menanyakan masalah kepercayaannya.

c) Tradisi Yahudi
Menurut tradisi Yahudi orang-orang mati akan bangkit pada akhir jaman.
Disamping itu tradisi Yahudi mengenal banyak peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan fase akhir kehidupan manusia.

d) Agama Hindu
Bagi orang-orang yang beragama Hindu dikatakan bahwa penyakit adalah
akibat dari dewa-dewa yang marah atau kuasa-kuasa yang lain.
Penyakit harus dihindari dan dilawan dengan cara membawa
persembahan-persembahan bahan melalui pembacaan mantera. Setelah
kematian maka manusia akan kembali muncul di bumi baik dalam bentuk
manusia atau binatang (reinkarnasi), sampai rohnya menjadi sempurna.

2. Prosedur Bimbingan Spiritual pada Pasien dan Keluarga Menjelang Ajal


Jika kondisi pasien kritis, dokter akan secara resmi menuliskan namanya
di
Daftar kritis. Kemudian keluarga dan pemuka agama akan diberitahu.
a) Jika pasien Katolik tampak sedang menyongsong ajal, seorang pendeta
harus dipanggil untuk melakukan sakramen orang sakit. Akan lebih baik jika
keluarga hadir dan meninggalkan ruangan pada saat dilakukan pengakuan
dosa. Penganut agama Katolik dan keluarga menganggapnya sebagai
suatu keistimewaan karena memiliki kesempatan untuk mengaku dosa
ketika masih memiliki kemampuan. Banyak pasien yang sembuh dengan
sempurna, tetapi harapan ini tidak boleh mencegah penerimaan sekramen.
Pendeta akan memutuskannya setelah berdiskusi dengan keluarga.
b) Sementara hampir semua agama lainnya tidak memiliki ritual khusus
seperti sakramen ini, oleh sebab itu pemberian privasi pada pasien dan
keluarga adalah hal yang penting. Privasi tidak berarti membiarkan pasien
dan keluarganya sendirian tetapi juga tetap melanjutkan perawatan yang
ditugaskan pada anda yang dengan perilaku yang tenang dan menghargai.
c) Pembacaan kitab suci, jika diminta, dapat menjadi bantuan spiritual untuk
melalui saat-saat kritis ini. Bersikap sopan dan beri privasi jika pemuka
agama pasien berkunjung.

3. Keyakinan dan Budaya dalam Perawatan Jenazah


Setiap agama memiliki beragam budaya dan keyakinan dalam merawat
jenazah:
a) Muslim
Jika pasien muslim meninggal
1) Setelah kematian, tubuh dianggap sebagai milik Allah.
2) Jangan wash tubuh atas.
3) Pakailah sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan
tubuh. Tubuh harus menghadap Mekkah (Timur) dan kepala harus
berbalik ke arah bahu kanan sebelum rigor mortis.
4) Anda mungkin sisir rambut, meluruskan tungkai, menghapus peralatan
dan menutupi tubuhnya dengan kain putih, tapi keluarga akan ingin
melakukan cuci dari tubuh.
5) Pos pemeriksaan mayat hanya dibolehkan jika hukum memerlukan itu.
6) Masalah donasi organ bingung - keluarga mungkin setuju atau tidak.
7) Umat Islam selalu dikubur dalam waktu 24 jam dari kematian.

b) Hindu
Jika pasien hindu meninggal:
1) Jenajah mungkin harus dibaringkan di lantai
2) Pendeta akan mengikatkan benang sekitar leher atau pergelangan
tangan (jangan dilepaskan)
3) Pendeta akan memecirkan air dalam mulut klien
4) Keluarga akan memandikan jenazah sebelum dikramasi

c) Yahudi
Jika pasien yahudi meniinggal:
1) Jenazah dimandikan oleh anggota penguburan
2) Dan seseorang harus berada di dekat jenazah untuk Yahudi Ortodoks
dan konservatif

d) Kristen
Jika pasien kristen meninggal:
1) Ritual sangat beragam diantara kelompok mungkin memberikan
komuno terakhir
2) Memilih penguburan daripada kremasi
E. Asuhan Keperawatan Kematian dan Menjelang Ajal
1. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit
dengan penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan
klien.
2. Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat
a. Pasien kurang responsif terhadap sentuhan
b. Fungsi tubuh melambat
c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
d. Rahang cenderung jatuh
e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
f. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
g. Kulit pucat
h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.

2. Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Menjelang Ajal

1. Ansietas (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan


dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain.
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga, takut akan hasil (kematian) dengan lingkungnnya
penuh dengan stres (tempat perawatan).

3. Rencana Keperawatan (Intervensi) Pada Pasien Menjelang Ajal

Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan denga
situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut
akan kematian dan efek negative pada gaya hidup.

Criteria Hasil
Klien atau keluarga akan :
1. mengunkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan
2. menceriktakan tentang efek ganmguan pada fungsi normal, tanggungn
jawab, peran dan gaya hidup
No Intervensi Rasional
1 Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
a. berikan kepastian dan kenyamanan
b. tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari
pertanyaan
c. dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan
yang berhubungan dengan pengobtannya
d. identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas
mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk
masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang,
emosional dan nyeri fisik
2 Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya
rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang
tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat.
Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran
3 Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan
mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar
4 Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif
Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping
positif yang akan datang

Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan
dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari
orang lain

Klien akan :
1. Mengungkapakan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi

Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan


erat yang efektif , yang dibuktikan dengan cara sbb:
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
-*
No Intervensi Rasional
1 Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka , dan gali makna pribadi
dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan
sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan
bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan
perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan
respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu
klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon
mereka terhdap situasi tersebut
2 Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang
memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu
penerimaan dan pemecahan masalah
3 Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang
positif Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan
diri dan penerimaan kematian yang terjadi
4 Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi,
jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung
adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima
5 Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan
ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien
sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )

DIAGNOSA III
Perubahan proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan
kehidupan takut akan hasil ( kematian ) dan lingkungannya penuh stres
( tempat perawatan )
Anggota kelurga atau kerabat terdekat akan :
1. megungkpakan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. menungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkkunagntempat
perawatan
3. melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selam
perawatan klien

No Intervensi Rasional
1 Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan
tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me
ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi
kecemasan dan meningkatkan pembelajaran
2 Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan
perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya
3 Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu

mengurangi ansietas yang berkaitan

dengan ketidak takutan


4 Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang
dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien
5 Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan
perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan
interaksi keluarga berkelanjutan
6 Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber
lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial ,
koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan
sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi
keluarga

E. Implementasi Keperawatan
Diagnosa I
1. Membantu klien untuk mengurangi ansientasnya :
a. memberikan kepastian dan kenyamanan
b menunjukan perasan tentang pemahaman dan empati ,jangan menghindari
petayaan
c mendorong klien untuk mengungkan setiap ketakutan permasalahan yang
berhubungan dengan pengobotannya.
d. menditifikasi dan mendorong mekanisme koping efektif
2. Mengkaji tingkat ansientas klien .merencanakan penyuluhan bila tingkatnya
rendah atau sedang
3. Mendorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan atau
pikiran mereka
4. Memberikan klien dan keluarga dengan kepastian dan penguatan prilaku
koping positif
5. Memberikan dorongan pada klien unyuk menggunakan teknik relaksasi
seperti paduan imajines dan pernafasan relaksasi

Diagnosa II
1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga unyiuk mengungkapkan
perasaan,diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari
kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat.
3. Memberikan dorongan penggunaam strategi koping positif yang terbukti
memberikan keberhasilan pada masa lalu
4. Memberikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut dari yang
positif
5. Membantu klien menyatakan dan menerima kematian yang akan
terjadi,jawab semua pertanyaan dengan jujur
6. Meningkatkan harapan dengan perawtan penuh perhatian , menghilangkan
ketidak nyamanan dan dukungan

Diagnosa III
1. Meluangkan waktu bersama keluarga / orang terdekat klien dan tunjukkan
pengertian yang empati
2. mengizinkan keluarga klien / orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan ,ketakutan dan kekhwatiran
3. Menjelaskankan lingkungan dan peralatan itu
4. Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang
dipikirkan dan memberikaninformasi spesifik tentang kemajuan klien
5. Menganjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan
keperawatan
6. Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber komunitas dan sumber
lainnya

F. Evaluasi Pada Keluarga Menjelang Ajal

1. Keluarga merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada


perawat
2. Keluarga tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
3. Keluarga sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan
kembali kepadanya

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang


menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk
meninggal. Kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru, secara
menetap atau terhentinya kerja otak secara permanen.
Dalam proses itu, pasien cenderung mengalami lima tahap pergolakan
emosional tertentu, yang disingkat menjadi DABDA: Denial, Anger, Bargaining,
Depression, Acceptance.

Perubahan fisiologis tubuh menjelang kematian : penurunan tonus otot,


sirkulasi melemah, kegagalan fungsi sensorik dan kegagalan fungsi
pernapasan.

B. Saran
Daftar pustaka

https://herdylover.wordpress.com/2009/10/08/asuhan-keperawatan-pada-pasi
en-terminal/ diakses pada tanggal 24 september 2017 pukul 22.00

https://id.scribd.com/document/139537460/15584906-KDM-Konsep-kematian
diakses pada tanggal 24 september 2017 pukul 22.30

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-rita-eka-izzaty-spsi-msi/gk
ematian-menjelang-ajal.pdf diakses pada tanggal 24 september 2017 pukul
22.40

You might also like