Professional Documents
Culture Documents
IV
PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS
4.1.3. Tingginya Pembiayaan Infrastruktur Akibat Topografi Daerah Yang Berbukit, Kondisi
Tanah Yang Labil Akibat Penambangan Di Beberapa Titik Sentral Kota Sawahlunto
Permasalan utama dalam Pekerjaan umum dan Penataan ruang adalah tingginya
pembiayaan infrastruktur akibat to[ografi daerah yang berbukit, kondisi tanah yang labil
akibat penambangan di beberapa titik sentral Kota Sawahlunto. Hal ini menyebabkan
sulitnya menwujudkan kondii jalan yang mantap di Kota Sawahlunto. Pada tahun 2017,
dari total panjang jalan kota di Kota Sawahlunto sebesar 454,87 Km, terdapat 21,62 % jalan
dengan kondisi rusak berat dan sedang. Hal ini tentunya akan selau meningat setiap
tahun, terutama jika pemeliharaan jalan tidak rutin dilakukan. Tidak hanya pembangunan,
peningkatan dan pemelihataan jalan dan jembatan, pada pembangunan sarana
Gedung pemerintahan pun, harus betul-betul memperhatikan kondisi tanah.
Untuk penyediaan sumber-sumber air, terutama untuk air bersih dan sumber irigasi,
dibutuhkan inovasi dan kejelian pemerintah dan masyarakat untuk mengoptimalkan
potensi yang ada. Kondisi daerah yang terletak di kawasan-kawasan perbukitan secara
otomatis akan mengakibatkan rendahnya ketersediaan sumber-sumber air masyarakat.
Adanya Pamsimas san Sanimas, telah banyak membantu penyediaaan air bersih bagi
masyarakat. Hal ini perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap air bersih. Selain itu, penyediaan air bagi lahan pertanian dan irigasi juga perlu
ditingkatkan. Pembangunan embung dan sarana irigasi teknis perlu terus dibangun dan
ditambah jumlahnya. Permasalan yang harus mejadi perhatian adalah sumber air untuk
irigasi tersebut. Perlunya penanganan dan peningkatan kualitas jalan dan jembatan
terutama dilokasi
Untuk permasalahan urusan penataan ruang, kesadaran masyarakat untuk
mematuhi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga perlu
ditingkatkan lagi. Masih adanya masyarakat yang membangun tanpa mengurus IMB
pertanian.
MISI
1. Memelihara dan mengembangkan nilai-nilai dasar agama dan adat di tengah-
tengah masyarakat;
2. Meningkatkan fasilitas dan pelayanan umum;
3. Mengembangkan objek wisata tambang
4. Mengembangkan seluruh potensi kota yang dapat mendorong berkembangnya
pariwisata;
Isu-Isu Strategis
1. Pengamalan Nilai-nilai Agama dan Adat
2. Peningkatan Mutu setiap Jenis dan Jenjang Pendidikan
3. Pelayanan Kesehatan yang bermutu dan terjangkau
4. Penyediaan infrastruktur dasar yang bermutu
5. Pengendalian dan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang
6. Perencanaan Pembangunan yang Berkualitas
7. Daya Dukung dan Kualitas Lingkungan Hidup
8. Pengembangan Kepariwisataan
9. Pemberdayaan Masyarakat dan Kesetaraan Gender
10. Penyediaan Lapangan Pekerjaan dan Mengurangi Pengangguran
11. Iklim Investasi yang Kondusif
12. Pelestarian Seni dan Budaya Daerah
13. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan
14. Pemantapan Ketahanan Pangan
15. Kemiskinan
Bagan 1
Pola Pembangunan Daerah Kota Sawahlunto pada RPJPD 2005 - 2025
Ekonomi
Penataan
Ruang
Sosial Lingkun
Budaya gan
Masyarakat Pemerintah
MISI
1. Mengembangkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan peluang usaha melalui
keunggulan pariwisata dan produk local;
2. Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah;
3. Memupuk kehidupan sosial yang agamis dan berakhlak mulia serta mengoptimalkan
pelaksanaan pendidikan berkarakter;
4. Menumbuhkan masyarakat yang berintelektualitas, sehat dan sejahtera yang
menguasai berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;
5. Menciptakan tata kelola pemerintahan daerah yang baik, bersih, melayani, kreatif,
inovatif dan efisien;
6. Mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi daerah.
7. Memperluas jaringan sosial, ekonomi secara nasional dan internasional.
Isu-Isu Strategis
1. Pengamalan Nilai-nilai Agama dan Adat
2. Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per kapita
3. Tingkat Kemiskinan dan Pengangguran
4. Pendidikan Karakter, Keterampilan dan Berwawasan Global
5. Kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih, sehat dan berolahraga
6. Pelayanan Kesehatan yang bermutu dan terjangkau
7. Pelestarian Seni dan Budaya Daerah
8. Peran serta Pemuda dalam pembangunan
9. Penyediaan infrastruktur dasar yang bermutu dan berwawasan lingkungan
10. Kualitas Lingkungan Hidup
11. Pembangunan Kesetaraan Gender, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak
12. Iklim Investasi yang Kondusif
13. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan
14. Kearsipan dan Perpustakaan
15. Perencanaan Kepariwisataan yang Terintegrasi dengan Perencanaan Kota
16. Produk industri kecil dan menengah yang bermutu dan berdaya saing
17. Pengalihan Kewenangan Urusan
Kajian Kebijakan dan Agenda Pembangunan Sektoral, Regional, Nasional dan Global
Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya harus dikaitkan
dengan kebutuhan riil masyarakat, dimana pemerintah harus mampu untuk melahirkan
pelayanan-pelayanan publik yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar dan
kebutuhan dengan pengembangan sektor unggulan. Untuk mendorong hal tersebut,
maka pemerintah telah menyusun dan menetapkan Standar Pelayanan minimal yang
merupakan standar minimum pelayanan publik yang wajib disediakan oleh pemerintah
daerah kepada masyarakat. Harapannya masyarakat dapat memperoleh layanan
minimum yang dapat diakses oleh masyarakat secara merata dan sesuai dengan ukuran
yang ditetapkan oleh pemerintah di dalam setiap SPM. Penentuan layanan minimum
pembangunan berguna untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan dalam
menentukan jenis layanan publik, dan alokasi biaya layanan untuk menghitung agregat
pembiayaan daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 65 Tahun 2005 Pasal 9 dan Pasal 10,
menyatakan bahwa pemerintah daerah menggunakan SPM yang telah ditetapkan
sebagai salah satu acuan untuk menyusun perencanaan dan penganggaran, yang
dalam pencapaiannya dilakukan berdasarkan analisis kemampuan dan potensi daerah
dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2004 Pasal 4 Ayat 2 dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 79 tahun 2007 pasal 1 ayat 10 menyatakan bahwa SPM dijadikan sebagai
bahan masukan dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Renstra OPD. Dimana program,
kegiatan, alokasi dana indikatif pada urusan pemerintahan wajib mengacu pada SPM
sesuai dengan kondisi nyata daerah dan kebutuhan masyarakat atau urusan pilihan yang
menjadi tanggung jawab OPD (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 tahun 2017
pasal 175). SPM disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib
Pemerintahan Daerah, terkait dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi (RPJMN) Sumatera Barat 2016 – 2021
RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 – 2021 disusun dengan memperhatikan RPJPD
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2025, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2012 – 2032, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)Tahun 2015 – 2019, dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Provinsi
Sumatera Barat, serta masukan dari konsultasi publik dan Focus Group Discussion (FGD).
RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 – 2021 bertujuan untuk memberikan pedoman
dalam penyusunan RPJMD, RKPD serta perencanaan dan penganggaran
Kabupaten/Kota se-SumateraBarat, dan untuk membantu Kabupaten/Kota mewujudkan
pembangunan daerah yang sinergis dan selaras dengan Provinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan informasi pada kotak 1 Provinsi Sumatera Barat menekankan pembangunan
daerah pada masyarakat yang berperadaban tinggi dan maju yang berbasis pada nilai-
nilai, norma hukum, moral yang ditopang oleh keimanan melalui perbaikan sikap mental
yang sesuai dengan nilai agama, adat dan kearifan lokal budaya Minangkabau, yang
kemudian diikuti dengan tata kelola pemerintahan yang baik, pembangunan SDM,
ekonomi dan infrastruktur yang berwawasan lingkungan. Prioritas pembangunan daerah
provinsi yang diusulkan dikembangkan dari persyaratan minimum standar pembangunan
daerah (SPM). Dan dengan memperhatikan kondisi daerah dan isu global Sustainable,
maka prioritas pembangunan untuk provinsi Sumatera Barat juga difokuskan pada
pengembangan sumber energi terbarukan dan pemanfaatan potensi kemaritiman dan
kelautan, disamping kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana.
Boks 2
Visi, Misi dan Prioritas Pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 – 2021
MISI
1. Meningkatkan tata kehidupan yang harmonis, agamais, beradat, dan berbudaya berdasarkan
falsafah” Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”;
2. Meningkatkan tata pemerintahan yang baik, bersih danprofessional;
3. Meningkatkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman, berkarakter, dan
berkualitastinggi;
4. Meningkatkan ekonomi masyarakat berbasis kerakyatan yang tangguh, produktif, dan berdaya
saing regional dan global, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
pembangunandaerah;
5. Meningkatkan infrastruktur dan pembangunan yang berkelanjutan serta
berwawasanlingkungan.
VISI
“Terwujudnya indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong”
MISI
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara
hukum;
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim;
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera;
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional
7. Mewujudkan masyarakat berkepribadian dalam kebudayaan.
Boks 4
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
SDGs disusun melalui proses yang partisipatif, melalui survei warga pada laman online;
Myworld Survey (http://data.myworld2015.org/). Berdasarkan 17 tujuan pembangunan
berkelanjutan yang diusulkan, untuk Indonesia berdasarkan 38.422 survey menunjukkan
empat tujuan yang menjadi prioritas, yaitu: pendidikan yang bermutu, kesehatan yang
baik, tata pemerintahan yang jujur dan tanggap, serta kesempatan kerja yang lebih baik.
7. Kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) pasca tambang oleh PT BA,
PT KAI, perusahaan tambang lainnya dan masyarakat
Status kepemilikan lahan di Kota Sawahlunto merupakan issue yang perlu
dikedepankan dalam pembangunan Kota. Status Kota sebagai daerah bekas
penambangan Batu Bara, bahkan beberapa Perusahaan masih mlakukan
penambangan di Kota Sawahlunto, dapat menjadi kendala yang serius dalam
membangun Kota. Objek Wisata Danau Biru merupakan contoh terdekat terkait
kepemilikan lahan tambang yang dapat digunakan untuk Objek Wisata. Letak Danau
Biru yang berada dalam Wilayah Kuasa Penambangan suatu Perusahaan Swasta,
membatasi ruang gerak pemerintah untuk mengelola dan memanfaatkan objek
wisata tersebut.
Kepemilikan Aset PT.BA dan PT.KAI yang dapat dijadikan sebagai objek wisata
tambang juga harus diselesaikan dengan baik. Konsep wisata tambang
mengharuskan Kota Sawahlunt menjual ikon-ikon bekas penambang sebagai bukti
sejarah keberadaan Tambang Batu bara tertua diindonesia berada di Kota
sawahlunto. status World Heritage dari UNESCO juga akan menuntut Kota Sawahlunto
untuk selalu melestarikan bukti peninggalan-peninggalan bersejarah yang sebagaina
kepemilikannya ada pada PT. BA dan PT. KAI. Masalah kepemilikan ini akan menjadi
dasar proses pelestarian kedepannnya.
lingkungan hidup masih sangat kurang karena belum terdokumentasikan secara baik
tata kelola Lingkungan di OPD terkait. Dari pelayanan persampahan Capaian
pelayanan persamapahan masih belum optimal, karena topografi kota yang curam
sehingga menyulitkan dalam pelayanan persampahan.
Masih adanya kegiatan penambangan di beberapa Daerah, khususnya di
Kecamatan Talawi dan Barangin harus menjadi perhatian bagi pemerintah dalam
pengelolaan lingkungan. Bagi kegiatan Penambangan Batu Bara dengan izin
perusahaan, dampak lingkungannya dapat dimintai pertanggungjawabban
perusahaan mlalui Amdal Perusahaannya. Lahan bekas penambangan harus
dilakukan reklamasi yang.
Akan tetapi, saat ini muncul beberapa kegiatan penambangan emas yang dikelola
oleh rakyat yang juga akan menimbulkan dampak lingkungan yang tidak kalah
beratnya dengan penambangan batubara. Penangan ini menjadi agak susah
karena mereka melakukan kegiatan penambangan tanpa ada izin dari pihak yang
terkait. Untuk mengantisipasi ini, diperlukan koordinasi secara terus menerus antara
Pemerintah Provinsi, Kota Sawahlunto dan Aparat Penegak Hukum.
Selain itu, kondisi daerah yang berbukit dengan kemeringan lahan diatas 45 derajat,
menyebabkan bencana longsor selalu menjadi perhatian oleh pemerintah untuk
diantisipasi setiap tahun. Daerah pusat kota, khususnya kecamatan Silungkang dan
Lembah segar harus mempunyai kesiapsiagaan lebih dalam menghagdapi bencana
ini. Selain itu, daerah Barangin dan Talawi juga tidak lepas dari bahaya lonsor dan
tanah bergerak ini.