Professional Documents
Culture Documents
Menurut Tjay dan Kirana (2007), berdasarkan kerja farmakologisnya analgetika dibagi
dalam 2 kelompok besar, yakni :
2. Analgetik narkotik,
Analgetik ini mempunyai sifat analgetik dan hipnotik (menyebabkan kesadaran
berkurang seperti bermimpi indah, dalam istilah sehari-hari disebut “fly”). Khususnya
digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada kanker. Penggunaan untuk jangka
waktu lama pada sebagian pemakai menimbulkan kebiasaan dan ketergantungan.
Menurut Tjay dan Kirana (2002), atas dasar cara kerjanya obat-obat ini dapat dibagi
dalam tiga kelompok yakni:
Agonis Opiat, yang dapat dibagi dalam alkoloida candu: Morfin, Kodein, Heroin, dan
Nicomorfin.
Antagonis Opiat: Nalokson, Nalorfin, Pentazosin dan Buprenorfin. Bila digunakan sebagai
analgetik, obat ini dapat menduduki salah satu reseptor.
Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opiat, tetapi tidak mengaktifasi kerjanya
dengan sempurna.
b. Codein
Dapat menekan batuk dan sering digunakan sebagai obat batuk. Codein sering dikombinasi
dengan asetosal, fanasetina dan cofeina untuk mengurangi rasa sakit yang tidak begitu keras
Kerja ikutannya berupa sembelit dan alergi
Dosis oral 8 – 65 mg, tiap 3-4 jam, tergantung pada kebutuhan penderita
c. Thebaina
Yang sering digunakan adalah HCl atau fosfatnya.
Oleh karena obat bius ini dapat mengakibatkan ketagihan dan merusak kesehatan masyarakat
maka pemakaian obat bius ini diatur oleh undang-undang obat bius dan diawasi secara ketat
oleh pemerintah.
Menurut (Puspitasari, 2010), memblok rasa nyeri dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri. Banyak cara dapat dilakukan untuk memblok nyeri, berdasarkan
pemahaman mekanisme terjadinya nyeri.
1. Memblok pembentukan mediator nyeri khususnya PG, yaitu dengan pemberian analgetik
steroid (prednisone,deksametason), maupun nonsteroid (aspirin, parasetamol, ibu profen, dan
lain-lain). Analgetik steroid (NSID) ini yang lebih menonjol adalah sifat antiinflamasinya (anti
radang), sementara nonsteroid sebagian besar selain bersifat analgetik antipiretik juga beberapa
memiliki sifat antiinflamasi.
2. Memblok penghantaran nyeri oleh serabut saraf dapat dilakukan melalui anestesi (obat bius),
baik local (ditempat rangsang nyeri terjadi saja) atau sistemik (seluruh saraf tubuh). Lidokain
semprot/injeksi (pada cabut gigi, khitan) adalah contoh anestesi local. Ada juga bermacam
anestesi yang diberikan melalui injeksi intravena (masuk pembuluh darah vena), bahkan
sekarang banyak diberikan melalui sumsum tulang belakang khususnya bila diinginkan efek
obat sangat cepat seperti pada operasi section cesaria (bedah cesar)
3. Memblok pusat nyeri/reseptor nyeri di otak, yakni dengan analgetik narkotik (morfin,
pethidin). Hanya analgetik bentuk narkotik yang mampu menembus penghalang antara darah
dan otak sehingga dapat memblok rasa nyeri yang amat sangat
4. Menghambat kerja enzim siklooksigenase yang akan mengurangi produksi prostaglandin
sehingga mengurangi rasa nyeri. Contohnya pada flavonoid berkhasiat sebagai analgetik
(Syamsul, et al. 2016).
5. Menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan asam arakidonat menjadi
terganggu. Ibuprofen menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin
yang berhubungan dengan rusaknya jaringan seperti analgetik dan inflamasi. ibuprofen lebih
cepat diabsorbi dan dikenal oleh masyarakat sebagai obat yang mampu mengobati nyeri dengan
baik. Ibuprofen diketahui merupakan obat yang memiliki kemampuan analgetik. (Syamsul, et
al. 2016).
Obat analgetik steroid, anestesi, dan analgetik narkotik hanya dapat diberikan oleh
dokter (atas resep dokter), sementara analgetik nonsteroid dapat dibeli secara bebas oleh
konsumen (Puspitasari, 2010).
Pada pengobatan rasa nyeri pemilihan obat analgetika tergantung dari jenis nyeri yang
dialami, maka dapatlah digunakan obat- obat sebagai berikut :
1. Nyeri ringan, seperti sakit gigi, kepala, otot-otot pada infeksi virus, kesleo, obat yang
digunakan yaitu analgetik perifer misalnya asetosal dan parasetamol.
2. Nyeri ringan yang menahun, seperti rematik dan artrosis. Obat yang digunakan yaitu yang
berkhasiat anti radang golongan salisilat, ibu profen, dan indometasin.
3. Nyeri yang hebat, seperti nyeri organ-organ dalam (lambung, usus). Obat yang digunkan
sebaiknya analgetik sentral (narkotik) dengan suatu obat pelawan kejang, misalnya morfin
dengan atropin.
4. Nyeri Hebat menahun, seperti kanker kadang-kadang rematik dan neuralgia. Dalam hal ini
yang digunakan adalah obat-obat yang berkhasiat kuat antara lain analgetik narkotik fentanil,
dekstromoramida atau bezitramida, bila perlu bersama suatu neuroleptikum dengan kerja
analgetik.
Menurut (Puspitasari, 2010). Walaupun analgetik jenis ini dapat dibeli secara bebas,
bukan berarti semua jenis NSAID ini aman dan pas untuk semua individu. NSAID digolongkan
berdasarkan sifat kimianya, yakni :
1. Golongan narkotik (hanya dipasarkan secara bebas di Australia) : codein (biasanya dalam
bentuk kombinasi dengan analgetik nonsteroid lain seperti parasetamol, asetosal atau
ibuprofen).
2. Golongan salisilat : asetosal/aspirin, piroksikam, fenilbutazon, asam mefenamat, ibu profen,
diklofenak.
Semua jenis obat dalam golongan obat ini bersifat sangat asam sehingga harus dihindari oleh
penderita yang mempunyai gangguan di lambung dan usus (dispensia, gastritis/maag,
ulkus/tukak peptikum). Keasaman yang sangat tinggi akan memicu, bahkan memperparah
gangguan di lambung dan usus tersebut.
3. Golongan parasetamol. Hanya ada satu jenis yakni parasetamol.
Parasetamol juga tidak selamanya aman, terutama bagi penderita yang telah memiliki
gangguan di hati/hepar/liver. Penderita hepatitis, sorosis hepatic sebaiknya menghindari
parasetamol jika tidak ingin heparnya makin rusak. Parasetamol jika dikonsumsi dalam jumlah
besar akan menyebabkan rusak hingga kematian sel-sel dihepar
4. Golongan dypyron: metampiron/antalgin.
Antalgin ini selain memiliki sifat analgetik, juga menonjol sifat antispasmusnya. Spasmus
adalah kejang otot yang menyertai nyeri. Namun antalgin ini juga memiliki efek samping
mengganggu pembentukan komponen darah, seperti : sulinya darah menggumpal, anemia,
penurunan trombosit. Penderita yang memiliki gangguan darah sebaiknya menghindari
analgetik golongan ini.
5. Golongan lain : contohnya tramadol. Beberapa ahli menggolongkan tramadol sebagai jenis
seminarkotik. Biasanya obat ini diberikan pada nyeri akibat trauma (kecelakaan patah tulang,
pascaoperasi).
Golongan penghambat enzim siklooksigenase 2 (COX-2) : PARECOXIB, CELEXOCIB,
rofecoxib dan meloxicam. Karena merupakan obat yang baru saja ditemukan, biasanya dijual
dengan harga sangat mahal. Analgetik golongan baru ini menghambat COX secara spesifik
sehingga tidak menyebabkan iritasi lambung.
H. Efek Samping
Efek samping yang paling umum adalah gangguan lambung usus untuk salisilat,
penghambat prostaglandin (NSAID) dan derivat-derivat pirazolino. Kerusakan darah untuk
parasetamol, salisilat, derivat-derivat antranilat dan derivat-derivat pirazolinon. Kerusakan hati
dan ginjal untuk untuk parasetamol dan penghambat prostaglandin (NSAID) serta reaksi alergi
pada kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis
tinggi. Oleh karena itu, penggunaan analgetik secara kontinyu tidak dianjurkan (Tjay dan
Rahardja, 2002).