Professional Documents
Culture Documents
2
Penalaran (Reasoning)
Pengertian
Sebagai titik tolak pembahasan, diajukan pengertian penalaran oleh
Nickerson (1986) sebagai berikut:2
Reasoning encompasses many of the processes we use to form and
evaluate beliefs—beliefs about the world, about people, about the truth or
falsity of claims we encounter or make. It involves the production and
evaluation of arguments, the making of inferences and the drawing of
conclusions, the generation and
1
Istilah kebenaran dalam pembahasan di sini tidak dimaksudkan dalam pengertian kebenaran
mutlak (absolute truth) tetapi lebih dalam pengertian kebenaran ilmiah yang dibatasi oleh
kemampuan penalaran manusia. Kebenaran mutlak adalah milik Tuhan. Oleh karena itu, walaupun
digunakan isti-lah kebenaran, kebenaran di sini harus lebih diartikan sebagai validitas. Lihat
catatan kaki 16 di Bab 1.
2
Raymond S. Nickerson, Reflections on Reasoning (Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates, Publisher, 1986). Pembahasan di bab ini banyak didasarkan atas buku tersebut.
42 Bab 2
Gambar 2.1
Proses atau Struktur Penalaran
Masukan Proses Keluaran
Asersi Asersi
Asersi konklusi
Asersi Asersi
Asersi inferensi
Gambar 2.2
Arti Penting Argumen Sebagai Bukti
Asersi
Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas.
Pada umumnya asersi dinyatakan dalam bentuk kalimat. Berikut ini
adalah contoh beberapa asersi (beberapa adalah asersi dalam akuntansi):
Semua A adalah B.
Tidak ada satupun A adalah B.
Beberapa A adalah B.
Gambar 2.3
Penyajian Asersi Dengan Diagram
Perusahaan Perusahaan
pencari laba
pencari laba
BUMN BUMN
Gambar 2.4
Non-BUMN Non-BUMN
pencari laba
pencari laba
BUMN BUMN
Non-pencari laba
Gambar 2.5
Gambar 2.6
A B
B
(1) (2)
Interpretasi Asersi
Untuk menerima kebenaran suatu asersi, harus dipastikan lebih dahulu apa
arti atau maksud asersi. Sangat penting sekali untuk memahami arti asersi
untuk menentukan keyakinan terhadap kebenaran asersi tersebut. Untuk
memahami
5
Bila benar bahwa semua A adalah B atau bila A dan B merupakan himpunan yang
sama, benar juga dikatakan bahwa beberapa A adalah B. Dalam hal ini, representasi dalam
diagram akan menun-jukkan area A ada di dalam area B atau area A berimpitan (saling isi
penuh) dengan area B. Bila tidak ada informasi tersebut, pada umumnya asersi “Beberapa A
adalah B” diartikan sebagaimana direpre-sentasi dalam diagram (1) atau (2) dalam Gambar
2.6.
6
Dalam tata bahasa, kata-kata semacam ini disebut pro-leksem. Penulisannya di depan
dan mele-kat pada kata yang diwatasi.
7
Istilah nirlaba digunakan oleh Ikatan Akuntan Indonesa (IAI) dalam Standar Akuntansi
Keu-angan 2002 (PSAK No. 45).
Penalaran 49
Asersi (1) jelas berbeda arti dan bentuknya dengan asersi (3).
Demikian juga, asersi (1) jelas berbeda dengan asersi (2). Kesalahan
menginterpretasi asersi (1) sama dengan asersi (2) disebut dengan
kesalahan konversi premis (premise conver-sion error).
Asersi (3) mempunyai makna yang sama dengan asersi (4) karena
kalau asersi yang satu benar, tidak mungkin asersi yang lain salah. Dalam
hal ini, asersi yang satu merupakan implikasi asersi yang lain. Bila asersi
(3) benar, dengan sendiri-nya asersi (4) juga benar.
Dalam percakapan sehari-hari, asersi (5) sering disamakan dengan asersi
(6) dan dapat disaling-tukar penggunaannya. Artinya, dianggap bahwa bila
asersi (5) benar dengan sendirinya asersi (6) juga benar. Interpretasi yang
lebih teliti secara logis dapat menunjukkan perbedaan makna kedua asersi
tersebut. Asersi (5) menegaskan bahwa terdapat beberapa A yang juga B
tetapi tidak mementingkan apakah terdapat beberapa A yang bukan B. Dapat
saja beberapa A yang bukan B tidak ada. Di lain pihak, asersi (6)
mengandung penegasan bahwa terdapat bebera-pa A yang bukan B tetapi
tidak mementingkan informasi bahwa terdapat bebera-pa B yang bukan A.
Asersi ini biasanya merupakan penyangkalan terhadap asersi “Semua A
adalah B.” Kedua asersi dapat berbeda karena kalau asersi (5) benar tidak
dengan sendirinya asersi (6) juga benar. Jadi, makna beberapa dan tidak
semua dapat berarti dua hal yang sama atau berbeda bergantung pada
konteks yang dibahas atau informasi yang tersedia.
Bersertifikat
Akuntan
Akuntan Dukun
Publik
Akuntan Publik
Ahli Ahli Akuntan Publik
8
Bersertifikat dapat dipandang sebagai komplemen himpunan takbersertifikat yang di
dalamnya terdapat subhimpunan akuntan publik, dukun, dan sebagainya. Oleh karena itu,
akan didapatkan pula subhimpunan takbersertifikat akuntan publik. Akan tetapi, untuk
menyatakan makna certified public accountant sebagai pusat perhatian, himpunan
takbersertifikat akuntan publik sebagai komple-mennya tidak relevan lagi.
Penalaran 51
9
Dalam penelitian empiris, hipotesis merupakan penjabaran suatu proposisi (proposition).
52 Bab 2
Fungsi Asersi
Telah ditunjukkan dalam Gambar 2.1 bahwa asersi merupakan bahan olah
dalam argumen. Dalam argumen, asersi dapat berfungsi sebagai premis
(premise) dan konklusi (conclusion). Premis adalah asersi yang digunakan
untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi adalah asersi yang diturunkan dari
serangkaian asersi. Suatu argumen paling tidak berisi satu premis dan satu
konklusi. Karena premis dan konklusi keduanya merupakan asersi, konklusi
(berbentuk asersi) dalam suatu argumen dapat menjadi premis dalam
argumen yang lain.
Ketiga jenis asersi yang dibahas sebelum ini—asumsi, hipotesis,
pernyataan fakta—dapat berfungsi sebagai premis dalam suatu argumen.
Dalam hal ini, prin-sip yang harus dipegang adalah bahwa kredibilitas
konklusi tidak dapat melebihi kredibilitas terendah premis-premis yang
digunakan untuk menurunkan konklu-si. Artinya, kalau konklusi diturunkan
dari serangkaian premis yang salah satu merupakan pernyataan fakta dan
yang lain asumsi, konklusi tidak dapat dipan-dang sebagai pernyataan fakta.
Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusi dibatasi oleh keyakinan
terhadap premis.
Keyakinan
Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima
bahwa asersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan
(confidence) ten-tang kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu
asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya
sebagai hal yang benar. Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia
menunjukkan perbuatan, sikap, dan pandangan seolah-olah asersi tersebut
benar karena dia percaya bahwa asersi tersebut benar. 10 Kepercayaan
diberikan kepada suatu asersi biasanya sete-lah dilakukan evaluasi terhadap
asersi atas dasar argumen yang digunakan untuk menurunkan asersi. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupa-kan produk, hasil, atau
tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keyakinan
seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menen-tukan mudah-
tidaknya keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.
Properitas Keyakinan
Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi
yang menjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas
(sifat) keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen.
Argumen
10
Istilah keyakinan sering digunakan sebagai padan kata belief dan confidence. Istilah
confidence sering diterjemahkan menjadi keyakinan atau kepercayaan. Dalam buku ini, keyakinan
digunakan untuk padan kata belief yang dibedakan dengan kepercayaan yang digunakan untuk
padan kata confi-dence. Keyakinan adalah hal yang diperoleh dan dianut dari asersi sedangkan
kepercayaan adalah hal yang diberikan kepada asersi. Dari segi subjek (pemegang keyakinan),
keyakinan arahnya masuk sedangkan kepercayaan arahnya keluar. Orang menjadi yakin akan
sesuatu karena dia percaya pada sesuatu tersebut. Tidak ada keyakinan tanpa adanya
kepercayaan; keduanya tidak dapat dipisahkan.
Penalaran 53
Keadabenaran
Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi
harus ada benarnya (plausible). Keadabenaran atau plausibilitas (plausibility)
suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau
penge-tahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan pada sumber
asersi (the source). Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengalaman)
biasanya menjamin kebenaran asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu
asersi dengan pengetahuan yang mendasari akan menentukan plausibilitas
asersi. Dalam hal sumber, autori-tas sumber menentukan plausibilitas asersi.
Artinya, kalau sumber asersi diyakini dapat dipercaya dan ahli di bidangnya
(knowledgeable) tentang topik asersi, orang akan lebih bersedia meyakini
asersi daripada kalau sumbernya tidak dapat diper-caya dan tidak ahli. Oleh
karena itu, kadang-kadang orang menyerahkan penilaian plausibilitas asersi
kepada ahli dengan pemeo “serahkan saja pada ahli-nya.” Dengan pikiran ini,
keyakinan diperoleh karena keautoritatifan sumber. Mengacu argumen pada
autoritas sumber untuk mendukung kebenaran asersi disebut dengan
imbauan autoritas (appeal to authority).11
Bukan pendapat
Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan
secara objektif apakah tia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan
menghasilkan kesepakatan (agreement) oleh setiap orang yang
mengevaluasinya atas dasar fakta objektif. Pendapat atau opini adalah asersi
yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena berkaitan dengan
kesukaan (preferensi) atau selera. Berbeda dengan keyakinan, plausibilitas
pendapat tidak dapat ditentukan. Artinya, apa yang benar bagi seseorang
dapat salah bagi yang lain. Walaupun dalam kenyataan-nya kedua konsep
tersebut tidak dibedakan secara tegas, penalaran logis yang dibahas di sini
lebih ditujukan pada keyakinan daripada pendapat.
Bertingkat
Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi
bergradasi mulai dari sangat maragukan sampai sangat meyakinkan
(convincing). Tingkat keyakinan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti
untuk mendukung asersi. Orang yang objektif dan berpikir logis tentunya
akan bersedia untuk mengubah
11
Imbauan yang dimaksud di sini adalah pemanfaatan sesuatu sebagai pelarian atau taktik
untuk tidak mengajukan argumen yang valid. Pemanfaatan semacam ini sebenarnya merupakan
suatu kecohan atau salah nalar (fallacy). Imbauan lain yang merupakan kecohan logika antara lain
adalah affirming the consequence, appeal to force, appeal to pity, dan attacking the person. Lihat
kecohan lain dalam Jerry Cederblom dan David W. Paulsen, Critical Reasoning (Belmont, CA:
Wadsworth Publish-ing Co., 1986), hlm. 101-109. Kecohan dan taktik tersebut dibahas lebih lanjut
di bagian lain bab ini.
54 Bab 2
Berbias
Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh
preferensi, keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu
dipertahankan. Idealnya, dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus
bersikap objektif dengan pikiran terbuka (open mind). Pada umumnya, bila
orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk bersikap objektif.
Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan dianggap sangat
meyakinkan oleh orang yang mem-punyai kepentingan pribadi yang besar
dan hanya dianggap agak atau kurang meyakinkan oleh orang yang netral.
Demikian pula sebaliknya.
Bermuatan nilai
Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan
adalah tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau
dipertahankan seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi
apabila perubahan keya-kinan mempunyai implikasi serius terhadap
filosofi, sistem nilai, martabat, penda-patan potensial, dan perilaku orang
tersebut.
Berkekuatan
Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan
seseorang pada kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak
mengerjakan apa yang ter-kandung dalam asersi menandakan bahwa
keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan bahwa
semua properitas keyakinan merupakan faktor yang menentukan tingkat
kekuatan keyakinan seseorang.
Veridikal
Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan
realitas. Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh
benar tentang asersi yang diyakini.12 Dengan kata lain, veridikalitas adalah
mudah tidaknya fak-ta ditemukan dan ditunjukkan untuk mendukung
keyakinan. Misalnya keyakinan bahwa besi yang dipanasi akan memuai lebih
mudah ditunjukkan (lebih veridikal) daripada keyakinan bahwa sistem sosialis
dapat mengurangi kemiskinan. Dalam banyak hal, penilaian apakah benar
suatu asersi sesuai dengan realitas merupa-kan hal yang sangat pelik dan
bersifat subjektif. Oleh karena itu, untuk tujuan
12
Realitas dalam hal ini jangan dikacaukan dengan realitas sosial yaitu apa yang
nyatanya banyak dilakukan orang. Apa yang nyatanya dilakukan banyak orang tidak
menjadikan apa yang dilakukan-nya itu benar. Walaupun banyak orang melakukan korupsi,
tidak menjadikan korupsi itu benar (paling tidak secara moral). Kenyataan bahwa banyak
akuntan menggunakan istilah beban sebagai padan kata expense tidak menjadikan istilah
tersebut benar.
Penalaran 55
Berketertempaan
Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan
mudah-tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang
rele-van. Berbeda dengan veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan
apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih
memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh
bukti. Kelentukan ini biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang
keyakinan, lamanya keyakinan telah dipegang (baik secara pribadi maupun
secara sosial/umum), dan konsekuensi perubahan keyakinan bagi diri
pemegang. Tujuan suatu argumen adalah untuk mengubah keyakinan kalau
memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah.
Argumen
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argumen sering digunakan secara keliru
untuk menunjuk ketidaksepakatan, perselisihan pendapat (dispute), atau
bahkan pertengkaran mulut (Jawa: padu). Dalam pengertian ini, argumen
mempunyai konotasi negatif. Orang yang suka bertengkar dan ingin
menangnya sendiri akan menikmati dan memburunya tetapi orang yang ingin
mencari solusi atau alterna-tif pemecahan masalah yang terbaik akan
menghindarinya. Dalam arti positif, argumen dapat disamakan dengan
penalaran logis untuk menjelaskan atau meng-ajukan bukti rasional tentang
suatu asersi. Bila seseorang mengajukan alasan untuk mendukung suatu
gagasan atau pandangan, dia biasanya menawarkan suatu argumen.
Argumen dalam arti positif selalu dijumpai dalam bacaan, per-cakapan, dan
dalam diskusi ilmiah. Argumen merupakan bagian penting dalam
pengembangan pengetahuan. Agar memberi keyakinan, argumen harus
dievaluasi kelayakan atau validitasnya.
Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan arti argumen sebagai proses dan
sebagai suatu bukti tentang keyakinan. Pengertian argumen seperti itu
didasarkan atas definisi yang diajukan Nickerson (1986) sebagai berikut:
56 Bab 2
Anatomi Argumen
Dari definisi di atas dan Gambar 2.1 dapat dikatakan bahwa argumen terdiri
atas serangkaian asersi. Asersi berkaitan dengan yang lain dalam bentuk
inferensi atau penyimpulan. Asersi dapat berfungsi sebagai premis atau
konklusi (atau asersi kunci) yang merupakan komponen argumen. Berikut ini
adalah beberapa contoh argumen (beberapa merupakan argumen dalam
akuntansi):
13
Dalam tata bahasa Indonesia, kata-kata tersebut berfungsi sebagai kata penghubung
kalimat majemuk (setara atau bertingkat) atau kata pengait kalimat dalam paragraf. Lihat kaidah
penempatan dan penggunaan kata-kata tersebut dalam kalimat atau paragraf dalam buku tata
bahasa Indonesia.
Penalaran 57
Indikator konklusi Indikator premis
Anda harus datang ke seminar itu. Anda berjanji kepada panitia bahwa
anda akan datang ke seminar itu. Jika anda berjanji untuk berbuat
sesuatu, anda harus mengerjakannya.
Interpretasi 1: Premis (1) Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.
Premis (2) Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.
14
Walaupun Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) menganjurkan untuk menulis
kata anda dengan huruf kapital, tia ditulis dengan huruf kecil dalam contoh ini (kecuali pada awal
kalimat) karena tia dianggap padan kata you dalam bahasa Inggris. Seperti you, kata anda
merupakan kata ganti orang kedua dan bukan kata sebutan seperti Bapak, Ibu, atau Saudara. Ciri
kata sebutan adalah tia dapat diikuti nama orang. Bila tidak, tia merupakan kata ganti. Sebagai
kata ganti, kata anda merupakan kata yang netral serta bebas gender dan kelas masyarakat
sehingga sangat dianjur-kan agar tia digunakan dalam pergaulan akademik dan ilmiah yang
menghendaki kenetralan.
58 Bab 2
Interpretasi 2: Premis (1) Anda harus datang ke seminar itu.
Premis (2) Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.
Konklusi: Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.
Interpretasi 3: Premis (1) Anda harus datang ke seminar itu.
Premis (2) Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.
Konklusi: Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.
Jenis Argumen
Berbagai karakteristik dapat digunakan sebagai basis untuk
mengklasifikasi argu-men. Misalnya argumen dibedakan menjadi
argumen langsung dan taklangsung, formal dan informal, serta
meragukan dan meyakinkan. Klasifikasi yang ditinjau dari bagaimana
penalaran (reasoning) diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan
klasifikasi yang sangat penting dalam pembahasan buku ini. Dalam hal
ini, argumen dapat diklasifikasi menjadi argumen deduktif dan
induktif.15 Contoh argumen yang diberikan dalam interpretasi 1, 2, dan 3
di atas sebenarnya merupakan contoh argumen deduktif. Salah satu jenis
argumen yang lain adalah argumen dengan analogi (argument by
analogy). Berikut ini dibahas berbagai jenis argumen tersebut.
15
Karena argumen selalu melibatkan penalaran, argumen itu sendiri sering disebut
dengan penalaran. Oleh karena itu, argumen deduktif atau induktif sering disebut juga
penalaran deduktif atau induktif (deductive or inductive reasoning). Penalaran induktif
sebenarnya hanyalah merupakan salah satu jenis penalaran nondeduktif. Termasuk dalam
penalaran nondeduktif adalah penalaran dengan analogi, generalisasi empiris, dan
generalisasi kausal. Lihat pembahasan lebih lanjut dalam Cederblom dan Paulsen (1986),
hlm. 171-205.
Penalaran 59
Argumen Deduktif
Telah disebutkan bahwa argumen atau penalaran deduktif adalah proses
penyim-pulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati
(premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Argumen
deduktif disebut juga argumen logis (logical argument) sebagai pasangan
argumen ada benarnya (plau-sible argument). Argumen logis adalah argumen
yang asersi konklusinya tersirat (implied) atau dapat diturunkan/dideduksi
dari (deduced from) asersi-asersi lain (premis-premis) yang diajukan. Disebut
argumen logis karena kalau premis-premisnya benar konklusinya harus benar
(valid). Kebenaran konklusi tidak sela-lu berarti bahwa konklusi merefleksi
realitas (truth). Hal inilah yang membedakan argumen sebagai bukti rasional
dan bukti fisis/langsung/empiris berupa fakta.16
Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang
disebut silogisma. Silogisma terdiri atas tiga komponen yaitu premis major
(major premise), premis minor (minor premise), dan konklusi (conclusion).
Dalam silogis-ma, konklusi diturunkan dari premis yang diajukan seperti
contoh berikut:
16
Dalam sistem pengadilan di Amerika, dikenal apa yang disebut bukti situasional
(circumstantial evidence) dan bukti langsung (direct evidence). Bukti langsung misalnya adalah
orang tertangkap basah pada saat melakukan kejahatan dan ada saksi. Bukti situasional adalah
bukti-bukti yang menghubung-kan tertuduh dengan kejahatan meskipun pada saat kejadian
tertuduh tidak ada di tempat atau tidak ada saksi mata. Orang dapat dinyatakan salah (misalnya
membunuh orang) atas dasar bukti situa-sional dan penalaran logis yang meyakinkan walaupun
sebenarnya dia tidak bersalah (membunuh).
60 Bab 2
bahwa semua burung bertelur tetapi tidak berarti bahwa binatang lain
tidak ada yang bertelur. Konklusi akan benar kalau premis minor
menyangkal konsekuen dan silogisma di atas dimodifikasi seperti berikut:
Gambar 2.8
Penalaran Deduktif Dalam Akuntansi
nya dalam karya tulis. Arti penting kemampuan berbahasa dan kaitannya
dengan argumen untuk tujuan ilmiah dinyatakan Suriasumantri (1999) seperti
berikut:17
Gambar 2.9
Hubungan Kebenaran Premis dan Kebenaran Logis Konklusi
dalam Penalaran Deduktif
Konklusi
Benar Takbenar
17
Jujun S. Suriasumantri, “Hakikat Dasar Keilmuan,” dalam M. Thoyibi (editor), Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999). Penebalan
kata argumen-tasi oleh penulis. Kata “di mana” seharusnya diganti dengan “yang di
dalamnya.”
18
Kata takbenar digunakan sebagai padan kata false. Falsity dipadankan dengan ketakbenaran.
Penalaran 63
(1) Semua premis benar (lepas dari apakah orang setuju atau tidak).
(2) Konklusi mengikuti (follow from) semua premis.
(3) Semua premis dapat diterima. Artinya, orang percaya atau
setuju dengan semua premis yang diajukan.
Argumen Induktif
Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan
bera-khir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari
keadaan khusus tersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang
merupakan argumen logis (logi-cal argument), argumen induktif lebih bersifat
sebagai argumen ada benarnya (plausible argument). Dalam argumen logis,
konklusi merupakan implikasi dari premis. Dalam argumen ada benarnya
(plausible), konklusi merupakan generalisa-si dari premis sehingga tujuan
argumen adalah untuk meyakinkan bahwa proba-bilitas atau kebolehjadian
(likelihood) kebenaran konklusi cukup tinggi atau sebaliknya, ketakbenaran
konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikely). Berikut ini adalah contoh
struktur suatu penalaran induktif:
Premis (1): Semua burung mempunyai Premis (1): Kebanyakan burung dapat
bulu. terbang.
Premis (2): Bebek adalah burung. Premis (2): Bebek adalah burung.
19
Dalam percakapan sehari-hari, kata bulu (feather) sering dirancukan dengan rambut
atau ram-but kulit (fur). Orang sering mengatakan “bulu kucing” padahal yang dimaksud
sebenarnya adalah “rambut kucing.” Kera, anjing, dan kelinci tidak mempunyai bulu tetapi
mempunyai rambut sehingga meretia tidak termasuk dalam kelas burung.
66 Bab 2
Premis (1) Negara adalah ibarat sebuah kapal pesiar dengan presiden sebagai
nahkoda.
Premis (2) Dalam keadaan darurat, semua penumpang harus tunduk pada
perintah nahkoda tanpa kecuali.
Konklusi: Dalam keadaan krisis, presiden harus diberi kekuasaan khusus untuk
mengeluarkan undang-undang darurat yang harus diikuti semua warga
tanpa kecuali.
Argumen Sebab-Akibat
Menyatakan konklusi sebagai akibat dari asersi tertentu merupakan salah
satu bentuk argumen yang disebut argumen dengan penyebaban (argument
by causa-tion) atau generalisasi kausal (causal generalization). Hubungan
penyebaban biasanya dinyatakan dalam struktur “X menghasilkan Y” atau “X
memaksa Y ter-jadi” atau “X menyebabkan Y terjadi” atau “Y terjadi akibat X”
atau “Y berubah karena X berubah.” Akan tetapi, pernyataan tersebut
sebenarnya hanyalah cara memverbalkan bahwa A bervariasi atau
berasosiasi dengan B tetapi tidak menun-jukkan bahwa apa yang sebenarnya
terjadi merupakan hubungan kausal.
Untuk dapat menyatakan adanya hubungan kausal perlu diadakan
pengujian tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kaidah untuk menguji
adanya hubungan kausal adalah apa yang disebut kaidah kecocokan (method
of agreement), kaidah kecocokan negatif (negative canon of agreement) dan
kaidah perbedaan (method of
Penalaran 67
Kriteria Penyebaban
Kaidah perbedaan Mill sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk
menguji secara ekperimental apakah memang terdapat hubungan kausal.
Akan tetapi, kaidah tersebut belum dapat sepenuhnya meyakinkan
karena mungkin ada faktor lain (selain C) yang menyebabkan gejala Z
terjadi. Oleh karena itu, untuk menguji dan menyatakan bahwa suatu
faktor atau variabel (C) menyebabkan suatu gejala atau variabel lain (Z)
terjadi, tiga kriteria berikut harus dipenuhi:
20
Lihat Cooper and Schindler (2001), hlm. 148-149.
68 Bab 2
Gambar 2.10
Kaidah Penyebaban Mill
Kaidah Kecocokan
Faktor Penjelas Gejala
Kasus 1 A B C Z
Kasus 2 E C D Z
Kasus 3 C F G Z
menyebabkan
Konklusi C Z
Kaidah Perbedaan
Konklusi menyebabkan
C Z
21
Dalam suatu percobaan atau penelitian eksperimental, tingkat keyakinan bahwa
faktor tertentu benar-benar merupakan penyebab faktor yang lain disebut dengan validitas
internal.
70 Bab 2
menjadi suatu variabel yang dapat diamati dalam dunia nyata sehingga
konsep abstrak dapat diukur. Dalam contoh ini, aset (dapat juga
penjualan) dijadikan defi-nisi operasional (proksi) ukuran perusahaan
sedangkan banyaknya butir peng-ungkapan yang tidak diatur oleh
standar akuntansi merupakan definisi pengungkapan sukarela. Dalam
pengujian statistis, hubungan teoretis antarvaria-bel sering dinyatakan
dalam bentuk hipotesis.22
Gambar 2.11
Contoh Penalaran Induktif dalam Akuntansi
Tataran abstrak
Rerangka/landasan
teoretis
Hubungan teoretis
Konsep: Konsep:
Tingkat pengungkapan
Ukuran perusahaan Proposisi sukarela
sampel sampel
Sampel X Y
Pengujian hubungan secara statistis
(dengan regresi, korelasi, atau lainnya)
22
Proposisi sering disebut dengan hipotesis. Istilah proposisi biasanya digunakan dalam
tataran (level) teoretis atau abstrak sedangkan istilah hipotesis biasanya digunakan dalam
tataran empiris atau pengujian. Dalam penelitian akuntansi, kedua istilah sering tidak
dibedakan dan digunakan secara saling tukar.
Penalaran 71
antara variabel diuji dengan alat statistis tertentu (misalnya regresi). Bila
pengujian secara statistis menunjukkan bahwa hubungan antara variabel
secara statistis signifikan, berarti ada keyakinan tinggi (misalnya tingkat
keyakinan 95%) bahwa teori yang diajukan didukung secara empiris sehingga
dapat dilaku-kan generalisasi. Dari contoh di atas, generalisasi secara formal
dapat dinyatakan dalam penalaran induktif sebagaimana tampak pada
argumen di bawah ini.
Kecohan (Fallacy)
Dalam kehidupan sehari-hari (baik akademik maupun nonakademik),
acapkali dijumpai bahwa argumen yang jelek, lemah, tidak sehat, atau
bahkan tidak masuk akal ternyata mampu meyakinkan banyak orang
sehingga mereka terbujuk oleh argumen tersebut padahal seharusnya
tidak. Bila hal ini terjadi, akan banyak praktik, perbuatan, atau tindakan
dalam masyarakat yang dilandasi oleh teori atau alasan yang tidak sehat.
Akibatnya praktik itu sendiri menjadi tidak sehat. Cederblom dan Paulsen
(1986) membahas hal ini dengan mengajukan pertanyaan: “Why are bad
arguments sometimes convincing?” Pertanyaan tentang adanya kecohan
penalaran dalam akuntansi misalnya adalah “Mengapa istilah yang salah
banyak dipakai orang?”
Telah dibahas sebelumnya bahwa keyakinan mempunyai beberapa sifat
yang menjadikan perubahan atau pemertahanan keyakinan tidak semata-
mata dilan-dasi oleh validitas dan kekuatan argumen tetapi juga oleh faktor
manusia. Dalam
72 Bab 2
Kita harus mengenal berbagai kecohan agar kita waspada bahwa hal
semacam itu memang ada sehingga kita tidak terkecoh atau mengecoh orang
lain secara tak sengaja. Orang dapat terkecoh oleh dirinya sendiri sehingga
dia berpikir bahwa dia mengajukan argumen yang valid padahal sebenarnya
tidak valid. Sebaliknya, orang dapat mengecoh orang lain dengan sengaja
semata-mata karena ingin memaksakan kehendak atau ingin menangnya
sendiri sehingga dia akan meng-gunakan segala taktik untuk meyakinkan
orang lain tentang keyakinan atau pendapatnya dengan menyampingkan
masalah pokok atau menyembunyikan argumen yang valid. Oleh karena itu,
perlu dibedakan kecohan lantaran taktik atau akal bulus (yang oleh Nickerson
disebut dengan stratagem) dan kecohan lan-taran salah logika atau nalar
dalam argumen (reasoning fallacy).23 Ciri yang mem-bedakan keduanya
adalah maksud atau niat (intention) untuk berargumen.
Stratagem
Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi
keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau
masuk akal (rea-sonable argument). Stratagem merupakan salah satu bentuk
argumen karena merupakan upaya untuk menyakinkan seseorang agar dia
percaya atau bersedia mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan argumen yang
valid, stratagem biasanya digunakan untuk membela pendapat yang
sebenarnya keliru atau lemah dan tidak dapat dipertahankan secara logis.
Karenanya, stratagem dapat mengandung kebo-hongan (deceit) dan muslihat
(trick). Biasanya, stratagem digunakan dengan niat semata-mata untuk
memaksakan kehendak, membujuk orang agar meyakini sesuatu, menjadikan
hal yang tidak baik/benar kelihatan baik/benar, atau menja-tuhkan lawan
bicara dalam debat atau perselisihan. Stratagem dapat melibatkan salah
nalar walaupun tidak harus selalu demikian. Artinya, argumen yang logis
tidak selalu dapat membujuk. Oleh karena itu, keyakinan kadang-kadang
dianut bukan karena kekuatan argumen semata-mata tetapi juga karena
stratagem.
23
Pengertian kecohan yang diajukan oleh Cederblom dan Paulsen meliputi pula stratagem
sedang-kan istilah kecohan oleh Nickerson dibatasi pada pengertian sebagai salah nalar.
Stratagem juga sering disebut sebagai argumen informal sementara penalaran logis disebut
sebagai argumen formal.
Penalaran 73
Persuasi Taklangsung
Persuasi taklangsung merupakan stratagem untuk menyakinkan seseorang
akan kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau
penalaran melainkan melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan
dengan validitas argumen. Contoh persuasi taklangsung banyak dijumpai
dalam periklanan (adver-tising). Untuk membujuk agar orang mau membeli
produk, orang tidak disuguhi argumen tentang mengapa produk tersebut
berkualitas melainkan ditunjuki pemandangan bahwa seorang selebritis
menggunakan produk tersebut. Harapan-nya adalah orang yang tidak
menggunakan produk akan merasa bahwa dia tidak termasuk dalam
golongan yang bergaya hidup selebritis.
Orang yang rasional tentunya tidak mudah terbujuk oleh stratagem
tersebut. Akan tetapi, teknik-teknik persuasi sudah canggih dan halus
sehingga orang yang rasional pun masih terkecoh secara emosional.
Membidik Orangnya
Stratagem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi
atau pernyataan dengan cara menghubungan pernyataan atau argumen yang
diajukan seseorang dengan pribadi orang tersebut. 24 Alih-alih mengajukan
kontra-argumen (counter-argument) yang lebih valid, pembicara mengajukan
kejelekan atau sifat yang kurang menguntungkan dari lawan berargumen.
Jadi, yang dilawan orang-nya bukan argumennya. Dengan cara ini diharapkan
bahwa daya bujuk argumen akan menjadi turun atau jatuh. Taktik ini sering
disebut argumentum ad hom-inem. Berikut ini adalah beberapa contoh
stratagem ini.
24
Posisi yang dimaksud di sini adalah posisi setuju (mendukung) atau tidak sejutu
(menolak) ter-hadap suatu gagasan, ide, usul, konsep, atau kebijakan.
74 Bab 2
Menyampingkan Masalah
Stratagem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak
bertumpu pada masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke
masalah yang lain yang tidak bertautan. Hal ini sering dilakukan orang jika
dia (karena sesuatu hal) tidak bersedia menerima argumen yang dia tahu
lebih valid dari argumen yang dipegangnya. Penyampingan masalah ini juga
merupakan salah satu contoh salah nalar karena penyampingan dilakukan
dengan memberi penjelasan yang tidak menjawab masalah. Berikut ini
adalah beberapa contoh stratagem ini.
Misrepresentasi
Stratagem ini digunakan biasanya untuk menyanggah atau menjatuhkan
posisi lawan dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik
secara halus maupun terang-terangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
misalnya: mengekstremkan posisi lawan, menyalahartikan maksud baik posisi
lawan, atau menonjolkan kelemahan dan menyembunyikan keunggulan
argumen lawan.
Sebagai contoh, seorang anggota DPR dari Partai A mengajukan
argumen untuk mendukung agar pemerintah mengurangi anggaran untuk
pertahanan dan menambah anggaran untuk pendidikan. Anggota dari
Partai B, sebagai penyang-gah, menuduh anggota dari Partai A ingin
menghancurkan militer dan menempat-kan negara pada kondisi kurang
aman. Ini merupakan misrepresentasi dengan mengekstremkan posisi
lawan.
Contoh lain misalnya adalah seorang mahasiswa, Amin, meminta
dosennya untuk mengomentari tulisan atau proposal skripsinya.
Dosennya menyarankan perbaikan-perbaikan yang rinci dan jelas. Amin,
yang mengharapkan untuk mendapat pujian dari dosennya, mengeluh
dengan mengatakan kepada teman-temannya bahwa dosen tersebut
sangat rewel padahal tulisan atau proposalnya memang amburadul.
Berkaitan dengan strategi ini adalah apa yang dikenal dengan istilah
the deceptive use of truth. Dengan taktik ini, penalar menunjukkan fakta
atau kebe-naran (truth) tetapi tidak secara utuh atau hanya sebagian.
Pengiklan obat menunjukkan khasiat obat tanpa menunjukkan efek
samping. Peneliti menunjuk-kan perbedaan karakteristik dua kelompok
dengan menggambar grafik perbedaan di bagian ujung saja sehingga
perbedaan yang secara statistis tidak signifikan menjadi tampak secara
ekonomik signifikan. Ada berbagai cara lain untuk menge-labuhi dengan
statistik tanpa harus berbohong.
Imbauan Cacah
Stratagem ini biasanya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan
menun-jukkan bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi
tersebut. Sebagai contoh, suatu kelompok memegang posisi untuk
membolehkan penaikan harga (mark-up) kontrak atau tender karena banyak
rekanan melakukan hal tersebut. Dalam promosi produk, pengiklan membuat
klaim “Sembilan dari sepu-luh bintang film menggunakan sabun merek X”
untuk membujuk konsumer agar
76 Bab 2
Imbauan Autoritas
Stratagem ini mirip dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang
atau popularitas diganti dengan autoritas. Stratagem ini dapat juga dianggap
sebagai salah satu jenis argumen ad hominem (membidik orangnya).
Argumen membidik orangnya yang dibahas sebelumnya berusaha
menjatuhkan daya bujuk argumen dengan menjatuhkan kredibilitas
penggagasnya. Dengan imbauan autoritas, orang berusaha meningkatkan
daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bah-wa posisi tersebut
dipegang oleh orang yang mempunyai autoritas dalam masalah
bersangkutan tanpa menunjukkan bagaimana autoritas bernalar. Apakah
strata-gem ini dapat dianggap sebagai kecohan bergantung pada situasi
nyata yang mela-tarbelakangi karena kalau autoritas dan penalarannya
memang layak orang akan terbujuk ke arah yang benar. Akan tetapi, kalau
autoritas semata-mata dijadikan alat untuk membujuk maka kecohanlah yang
terjadi. Lebih-lebih dalam hal aka-demik atau pengembangan ilmu
pengetahuan, kalau autoritas akademik diganti dengan autoritas politis
(kekuasaan/jabatan) dalam mengevaluasi suatu gagasan atau idea,
kemungkinan terjadinya kecohan akan semakin besar. Memang selayak-
nyalah bahwa pernyataan orang autoritatif akan lebih mendapat bobot
dibanding orang awam. Akan tetapi, penalaran di balik pernyataan harus
tetap menjadi per-timbangan utama.
Sebagai contoh, seorang akademisi ditanya mengapa dia memakai istilah
beban bukan biaya untuk padan kata expense. Akademisi tersebut dapat
menga-
Penalaran 77
Imbauan Tradisi
Dalam beberapa hal, orang sering mengerjakan sesuatu dengan cara tertentu
semata-mata karena memang begitulah cara yang telah lama dikerjakan
orang. Dalam dunia ilmiah atau akademik, orang sering memegang suatu
keyakinan dengan mengajukan argumen bahwa memang demikianlah orang-
orang mempu-nyai keyakinan. Namun, kenyataan bahwa sesuatu telah lama
dikerjakan dengan cara tertentu di masa lampau tidak dengan sendirinya
menjadi argumen untuk
25
Stratagem yang lebih parah adalah bilamana ada seorang akademisi yang memilih
istilah aka-demik yang menyimpang dengan alasan enak didengar bukan dengan alasan
kaidah bahasa. Di sini, suatu istilah yang sifatnya akademik dinilai atas dasar telinga bukan
atas dasar apa yang ada di balik telinga. Alasan enak didengar saja tidak cukup untuk
membentuk istilah. Bila alasan ini digunakan padahal terdapat alternatif istilah yang lebih
baik maka alasan tersebut dapat dikatakan sebagai strat-agem menyampingkan masalah.
78 Bab 2
Dilema Semu
Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan
argu-men dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain
kemudian mengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan, atau
mengerikan sehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang
diusulkan penggagas. Misalnya, dalam suatu perdebatan tentang
amandemen udang-undang dasar, seo-rang anggota fraksi mengatakan
(untuk meyakinkan anggota dewan yang lain):
“Kita harus menyetujui amandemen ini atau negara kita akan hancur.”
Dasar pikiran argumen di atas adalah bahwa negara kita tidak boleh
hancur dan karenanya simpulannya adalah kita harus menyetujui
amandemen. Kecohan terjadi karena pengargumen mengklaim bahwa hanya
ada dua alternatif dan yang satu jelas tidak diinginkan sehingga hanya
alternatif yang diusulkannya yang harus diterima. Akan tetapi, dia mengecoh
seakan-akan hanya ada dua alternatif padahal kenyataannya ada beberapa
alternatif lain yang lebih valid. Sayangnya, dalam banyak hal, orang tidak
cukup kritis untuk menanyakan apakah ada alter-natif lain yang lebih masuk
akal. Struktur dilema semu (sering disebut inapprori-ate dichotomizing) dapat
dinyatakan secara umum sebagai berikut:
Kalau kita tidak memilih alternatif A, maka kita akan mengalami penderitaan atau kerugian
akibat dipilihnya alternatif B.
Konklusi: A.
Imbauan Emosi
Apa yang dibahas sebelumnya adalah stratagem yang semata-mata
menggunakan muslihat (trick) yang oleh Cederblom dan Paulsen (1986)
disebut tipu daya (kecekatan) tangan pesulap (sleight of hand) tanpa
melibatkan emosi pihak yang dituju. Daya bujuk argumen sering dicapai
dengan cara membaurkan emosi dengan nalar (disebut confusing
emotion with reason atau motive in place of sup-port). Pendeknya, daya
nalar orang dimatikan dengan cara menggugah emosinya. Membidik
orangnya (argumen ad hominem) atau imbauan autoritas sebenarnya
merupakan salah satu bentuk imbauan emosi.
Dengan menggugah emosi, pengargumen sebenarnya berusaha
menggeser dukungan nalar (support) validitas argumennya dengan motif
(motive). Dengan taktik ini, emosi orang yang dituju diagitasi sehingga
dia merasa tidak enak untuk tidak menerima alasan yang diajukan. Dua
stratagem yang dapat digunakan untuk mencapai hal ini adalah imbauan
belas kasih (appeal to pity) dan imbauan tekanan/kekuasaan (appeal to
force).
Orang dikatakan telah memanfaatkan imbauan belas kasih ke anda
bilamana dia memaksa anda menyetujui sesuatu karena kalau anda tidak
setuju dia akan menderita. Misalnya, seorang mahasiswa yang telah
dikeluarkan dari universitas (memang secara akademik tidak mampu
menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang ditentukan) datang ke anda
(kebetulan menjabat rektor) dan mengajukan pencabutan keputusan tersebut
dan mengajukan argumen bahwa keputusan pengeluarannya akan
menyebabkan dia dalam kesulitan dan penderitaan. Hal itu diajukan karena
dia tahu benar bahwa memang dia pantas dikeluarkan atas dasar argumen
akademik dan rasional. Anda tidak jadi mengeluarkannya karena anda tahu
bahwa orang tersebut akan makin menderita kalau permohonan tidak dika-
bulkan. Akhirnya anda mengeluarkan surat untuk membolehkan mahasiswa
tersebut meneruskan kuliah dengan menyatakan bahwa mahasiswa tersebut
mampu secara akademik. Konklusi di sini adalah mahasiswa mampu
menyelesai-kan kuliah meskipun bukti tidak mendukung.
Kebalikan dari imbauan belas kasih adalah bilamana seseorang
mamaksa anda menyetujui sesuatu karena kalau anda tidak setuju anda
akan menderita atau menanggung akibatnya. Anda (mahasiswa) diminta
untuk mengevaluasi
80 Bab 2
pendapat dalam artikel dosen anda. Anda tidak setuju dengan pendapat
tersebut karena memang pendapat itu tidak valid secara akademik tetapi
anda mendukung secara penuh pendapat tersebut karena dosen tersebut
akan keras terhadap anda. Konklusi di sini adalah pendapat dosen
tersebut valid meskipun bukti akademik tidak mendukung.
Dari dua contoh di atas, faktor yang membuat argumen menjadi
persuasif adalah motif bukan validitas argumen. Kedua stratagem
tersebut menempatkan orang menjadi tidak enak kalau tidak menerima
(meyakini) konklusi meskipun keduanya tidak mengajukan bukti
pendukung untuk meyakinkan bahwa konklusi adalah benar (valid).
Cederblom dan Paulsen (1986) mendeskripsi karakteristik kedua
stratagem ini sebagai berikut:
Menegaskan Konsekuen
Telah disinggung sebelumnya bahwa agar argumen valid maka tia harus
mengiku-ti kaidah menegaskan anteseden (affirming the antecedent atau
modus ponens). Bila simpulan diambil dengan pola premis yang menegaskan
konsekuen, akan ter-jadi salah nalar. Berikut struktur dan contoh argumen
yang valid dan salah nalar.
Valid: Takvalid:
Menegaskan anteseden (modus ponens) Menegaskan konsekuen
Premis (1): Jika A, maka B. Premis (1): Jika A, maka B
Premis (2): A. Premis (2): B.
Konklusi: B. Konklusi: A.
Contoh:
Premis (1): Jika saya di Semarang, maka Premis (1): Jika saya di Semarang, maka
saya di Jawa Tengah. saya di Jawa Tengah.
Premis (2): Saya di Semarang. Premis (2): Saya di Jawa Tengah.
26
Walaupun demikian, makna kedua pernyataan tersebut berbeda. “Jika saya di
Semarang, maka saya di Jawa Tengah” merupakan pernyataan fakta sedangkan “Jika saya di
Jawa Tengah, maka saya di Semarang” merupakan pernyataan empiris atau sekadar janji.
82 Bab 2
Menyangkal Anteseden
Kebalikan dari salah nalar menegaskan konsekuen adalah menyangkal
anteseden. Suatu argumen yang mengandung penyangkalan akan valid
apabila konklusi ditarik mengikuti kaidah menyangkal konsekuen
(denying the consequent atau modus tollens). Bila simpulan diambil
dengan struktur premis yang menyangkal anteseden, simpulan akan
menjadi tidak valid. Berikut struktur dan contoh argu-men yang valid dan
salah nalar.
Valid: Takvalid:
Menyangkal konsekuen (modus tollens) Menyangkal anteseden
Contoh:
Premis (1): Jika saya di Semarang, maka Premis (1): Jika saya di Semarang, maka
saya di Jawa Tengah. saya di Jawa Tengah.
Premis (2): Saya tidak di Jawa Tengah. Premis (2): Saya tidak di Semarang.
Pentaksaan (Equivocation)
Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu
mempunyai makna yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama
dalam premis lainnya. Dapat juga, salah nalar terjadi karena konteks
premis yang satu berbeda dengan konteks premis lainnya. Argumen
dalam bahasa Inggris berikut memberi ilustrasi salah nalar ini (Nickerson,
1986, hlm. 4).
Kaidah: Contoh:
Premis (1): B > C. Premis (1): Baroto lebih rajin daripada Candra.
Premis (2): A > B. Premis (2): Anton lebih rajin daripada Baroto.
Perampatan-lebih (Overgeneralization)29
Salah nalar yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah
melekat-kan (mengimputasi) karakteristik sebagian kecil anggota ke
seluruh anggota him-punan, kelas, atau kelompok secara berlebihan. Bila
seseorang menyimpulkan bahwa warga Kampung X adalah pencuri
karena dia mendapati bahwa dua pen-curi yang baru saja ditangkap
berasal dari Kampung X maka dia telah melakukan salah nalar.
Perampatan atau generalisasi itu sendiri bukan merupakan salah nalar.
Kemampuan merampatkan merupakan suatu kemampuan intelektual yang
sangat penting dalam pengembangan ilmu. Masalahnya adalah bila derajat
peram-patan begitu ekstrem (atas dasar sampel atau pengamatan terbatas)
sehingga mengabaikan kemungkinan bahwa apa yang diamati merupakan
peluar (outlier) atau pengecualian (exceptions to the rule). Dalam penelitian
empiris, ukuran
27
Dalam bahasa statistika atau matematika, nothing di sini bermakna himpunan kosong
(tidak mempunyai anggota).
28
Ham sandwhich merupakan salah satu anggota himpunan sandwhich yang dapat
terdiri atas beef, cheese, chicken, ham, peanut-butter, dan tuna sandwhich. Dalam hal ini,
dapat saja beef atau cheese sandwhich lebih baik daripada ham sandwhich.
29
Istilah perampatan digunakan oleh Anton M. Moeliono dalam Kembara Bahasa: Kumpulan
Karangan Tersebar (Jakarta: PT Gramedia, 1989), hlm. 125.
84 Bab 2
Parsialitas (Partiality)
Penalar kadang-kadang terkecoh karena dia menarik konklusi hanya atas
dasar sebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung konklusi.
Hal ini mirip dengan perampatan lebih lantaran sampel kecil atau
ketakrepresentatifan bukti. Kadang-kadang kita sengaja memilih dan
melekatkan bobot yang tinggi pada bukti (argumen) yang cenderung
mendukung konklusi atau keyakinan yang kita sukai dengan mengabaikan
bukti yang menentang konklusi tersebut. Kesa-lahan semacam ini tidak harus
merupakan suatu stratagem karena penalar tidak bermaksud mengecoh atau
menjatuhkan lawan tetapi karena semata-mata dia tidak objektif (bias) dalam
penggunaan atau pengumpulan bukti.
Dalam penelitian, peneliti sering bias dalam pengumpulan data dengan
mem-buat pertanyaan yang mengarahkan responden (disebut leading
questions). Bila peneliti berupaya untuk mendukung teori yang disukainya
dengan mengarahkan bukti secara bias, hal tersebut disebut membangun
kasus (building the case).
Premis (1): Real number diterjemahkan atau diserap menjadi bilangan real.
Premis (2): Real asset diterjemahkan atau diserap menjadi aset real.
Premis (3): Round table diterjemahkan atau diserap menjadi meja bundar.
Konklusi atas dasar analogi di atas valid karena konklusi mengikuti kaidah
(struktur) yang melekat pada tiap premis. Bahasa Indonesia mengikuti kaidah
DM (diterangkan-menerangkan) sedangkan bahasa Inggris mengikuti kaidah
MD (menerangkan-diterangkan). Salah nalar terjadi justru kalau real estate
diserap menjadi real estat sebagaimana terlihat dalam Standar Akuntansi
Keuangan, PSAK No. 44. Salah nalar terjadi karena kaidah penalaran
pembentukan istilah dilanggar yaitu menggunakan kaidah MD untuk istilah
bahasa Indonesia.30
30
Penerjemahan atau penyerapan estate menjadi estat sudah sangat tepat mengikuti analogi
penyerapan accurate, senate, candidate, carbonate, atau variate menjadi akurat, senat,
kandidat, karbonat, atau variat sebagaimana ditentukan dalam Pedoman Umum Pembentukan
Istilah (PUPI).
86 Bab 2
Premis (1): Jika seseorang dapat menyajikan suatu argumen yang meyakinkan,
maka konklusinya benar (valid).
Premis (2): Pak Antoni menyajikan argumennya dengan tidak meyakinkan.
31
Validitas internal dapat menjadi rendah karena hal-hal yang dikenal sebagai: history,
maturity, mortality, pretesting, instrumentation, selection bias, dan statistical regression.
Lihat pembahasan lebih lanjut dalam Uma Sekaran, Research Methods for Business: A Skill
Building Approach (New York: John Wiley & Sons, Inc., 2003), hlm. 151-156.
Penalaran 87
refutation). Semangat ini dilandasi oleh pikiran bahwa suatu teori ilmiah tidak
harus dapat dibuktikan benar tetapi harus dapat disanggah (dibuktikan salah)
kalau tia memang salah; misalnya dengan pengajuan teori baru yang lebih
baik. Dasar pikiran ini sering disebut dengan prinsip ketersalahan atau
keterbuktisa-lahan (principle of falsifiability). Bila ilmuwan tidak dapat
menunjukkan dengan meyakinkan bahwa teori barunya lebih valid, maka
ilmuwan terpaksa “meneri-ma” teori yang disanggahnya. 32 Prosedur
penyimpulan semacam ini bukan meru-pakan salah nalar tetapi lebih
merupakan usaha untuk mencapai ketegaran ilmiah (scientific rigor). Hal ini
penting agar orang tidak dengan mudah menggan-ti teori dengan teori yang
belum teruji secara meyakinkan. Namun, prosedur ini mengandung risiko
yaitu ilmuwan tidak menolak teori yang disangkalnya padahal teori tersebut
sebenarnya salah. Jadi, ilmuwan “menerima” teori yang salah. Risi-ko ini
disebut kesalahan penyimpulan (error of inference) dan harus dihindari.
Dalam penelitian ilmiah (empiris), konklusi atau teori biasanya
dinyatakan dalam bentuk hipotesis. Konklusi pasangan yang dibahas di atas
sering ditempat-kan sebagai hipotesis nol (null atau default hypothesis)
sedangkan hipotesis (teori baru) yang diajukan dan akan diuji ditempatkan
sebagai hipotesis alternatif (alter-native hypothesis). Kalau peneliti tidak
dapat menunjukkan bukti-bukti yang sangat kuat untuk mendukung teorinya
(bukti-bukti empiris yang diajukan tidak mendukung secara statistis hipotesis
alternatif), maka peneliti terpaksa menyim-pulkan (tidak menolak) hipotesis
nol. Jadi, bila bukti empiris tidak cukup meyakinkan untuk menyimpulkan
hipotesis alternatif, maka dikatakan bahwa peneliti gagal menolak hipotesis
nol (to fail to reject the null or default hypothesis). Dalam hal ini, peneliti
menghadapi dua jenis risiko kesalahan penyimpulan yaitu menyimpulkan
hipotesis nol padahal sebenarnya tia salah atau menyimpulkan hipotesis
alternatif padahal sebenarnya tia salah.
Dalam bahasa statistika, kesalahan menyimpulkan hipotesis alternatif
(atau menolak hipotesis nol) padahal kenyataannya hipotesis alternatif
adalah salah disebut dengan kesalahan Tipa I atau α. Sebaliknya, kesalahan
menyimpulkan hipotesis nol (tidak menolak hipotesis nol) padahal
kenyataannya hipotesis nol adalah salah disebut dengan kesalahan Tipa II
atau β.
Prosedur refutasi ilmiah juga diterapkan dalam sistem pengadilan dengan
dianutnya asas praduga takbersalah (presumption of innocence). Pengadilan
harus memutuskan (menyimpulkan) bahwa seorang terdakwa bersalah
(guilty) atau tak-bersalah (innocent atau not guilty). Penyimpulan ini sejalan
dengan pengujian hipotesis yang dibahas di atas. Dengan asas praduga
takbersalah, terdakwa harus dianggap takbersalah sampai terbukti memang
bersalah (until proven guilty) sehingga posisi takbersalah ditempatkan
sebagai hipotesis nol dan posisi bersalah sebagai hipotesis alternatif. Tugas
jaksalah atau penuntutlah untuk menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan
bahwa terdakwa bersalah. Dengan kata lain, beban
32
Bahwa ilmuwan menerima teori yang disangkal tidak berarti bahwa teori tersebut benar.
Makna menerima di sini harus diinterpretasi bahwa ilmuwan tidak dapat menolak teori tersebut
karena tidak dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan untuk menyanggahnya. Jadi, masih ada
kemungkinan teori yang disanggahnya tersebut salah. Itulah sebabnya buku-buku statistika
menganjurkan meng-gunakan ungkapan “tidak menolak H0” untuk menyimpulkan H0 bukan
“menerima H0.”
88 Bab 2
Penjelasan Sederhana
Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akan
penjelasan terhadap apa yang mengusik pikiran merupakan fundasi
berkembang-nya ilmu pengetahuan. Namun, keingingan yang kuat untuk
memperoleh penje-lasan sering menjadikan orang puas dengan penjelasan
sederhana yang pertama
33
Untuk melindungi hak sipil warga negara, pengadilan di Amerika menetapkan bahwa risiko
yang sekecil-kecilnya dinyatakan dalam ungkapan beyond reasonable doubt. Artinya, juri sangat
dian-jurkan untuk tidak membuat keputusan (verdict) bahwa terdakwa bersalah kalau terdapat
keraguan sedikit pun akan bukti-bukti yang diajukan penuntut. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terja-dinya orang yang tidak bersalah masuk penjara. Namun akibatnya, akan sering
terjadi bahwa orang yang bersalah dibebaskan (dinyatakan tak bersalah) dan berkeliaran di
masyarakat.
Penalaran 89
34
Pakar atau akademisi dapat dianggap mempunyai kemampuan penalaran yang baik
karena pengetahuan ilmiah atau akademiknya umumnya harus dipahami dengan proses
penalaran yang baik dan objektif.
90 Bab 2
35
Jack Hirshleifer, Price Theory and Applications (Englewoods Cliffs, NJ: Prentice Hall,
1988), hlm. 4. Penebalan oleh penulis. Konon pada suatu petang, para lawan (para kolega
senior) Galileo datang ke apartemen Galileo untuk mengejek dan mengancam Galileo agar
tidak menyebarkan dan mengajarkan teorinya. Pada saat para senior akan meninggalkan
apartemen Galileo, mereka bertanya tentang sikap Galileo. Galileo mengatakan bahwa dia
tidak dapat mengatakan lain daripada apa yang telah dipikir dan ditulisnya dan kemudian
meminta kepada para seniornya untuk membuktikan sendiri apa yang diteorikannya dengan
melihat teleskop di apartemennya. Ternyata tidak seorang kolega seniorpun bersedia
melakukan hal itu.
Penalaran 91
Disputes often arise when each of the two people builds a case
favoring the oppo-site conclusion and tries to convince the other
person that he or she is wrong. Disputes can be very frustrating. Even
highly intelligent people sometimes act childishly when
engaged in them.
... “winning” a dispute and persuading someone to believe
something are not necessarily the same things. Indeed, winning a
dispute may be the least like-ly way of winning an opponent over your
point of view. Disputes are rarely resolved by reason, because the
disputing parties typically are not seeking resolu-tion; rather each is
seeking to win.
Persistensi
Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama
mele-kat dalam rerangka pikir, seseorang kadang-kadang sulit
melepaskan suatu keya-kinan dan menggantinya dengan yang baru.
Dengan kata lain, orang sering berteguh atau persisten terhadap
keyakinannya meskipun terdapat argumen yang kuat bahwa keyakinan
tersebut sebenarnya salah sehingga dia seharusnya melepaskan
keyakinan tersebut.
Sampai tingkat tertentu persistensi merupakan sikap yang penting agar
orang tidak dengan mudahnya pindah dari keyakinan atau paradigma yang
satu ke yang lain. Paradigma adalah satu atau beberapa capaian ilmu
pengetahuan pada masa lalu (past scientific achievements) yang diakui oleh
masyarakat ilmiah pada masa tertentu sebagai basis atau tradisi untuk
mengembangkan ilmu penge-tahuan dan praktik selanjutnya. Capaian
(achievements) dalam ilmu pengetahuan (sciences) dapat berupa filosofi,
postulat, konsep, teori, prosedur ilmiah, atau pendekatan ilmiah. Untuk
menjadi paradigma, suatu capaian harus mempunyai penganut yang cukup
teguh dan capaian tersebut bersaing dengan capaian atau kegiatan ilmiah
lain yang juga mempunyai sekelompok penganut. Paradigma
36
Penebalan oleh penulis.
Penalaran 93
harus terbuka untuk diperbaiki atau diganti oleh capaian pesaing atau baru
sehingga dimungkinkan terjadi pergeseran atau pergantian paradigma dari
masa ke masa (conversion of paradigm). Konversi dapat terjadi pada diri
ilmuwan secara individual pada masa hidupnya atau pada generasi ilmuwan
ke generasi ilmuwan berikutnya. Riwayat terjadinya konversi paradigma
antargenerasi disebut oleh Thomas Kuhn sebagai revolusi ilmiah (scientific
revolution).37
Dalam dunia ilmiah, persistensi untuk tidak melepaskan suatu
keyakinan dapat dimaklumi kalau tujuannya adalah untuk memperoleh
argumen atau bukti yang kuat untuk menunjukkan bahwa keyakinan yang
dianut memang salah. Tidak selayaknyalah suatu keyakinan atau
paradigma dipertahankan kalau memang terdapat bukti yang sangat
meyakinkan bahwa tia salah. Namun, manu-sia tidak selalu dapat
bersikap objektif dan tidak memihak (impartial). Karena kepentingan
tertentu yang perlu dipertahankan, ilmuwan atau pakar pun sering
bersikap demikian sehingga konversi keyakinan sulit terjadi. Thomas Kuhn
(1970) menunjukkan contoh sebagai berikut:
Priestley never accepted the oxygen theory, nor Lord Kelvin the
electromagnetic theory, and so on. The difficulties of conversion have often
been noted by scien-tists themselves. Darwin, in a particulary perceptive
passage at the end of his Origin of Species, wrote: “Although I am fully
convinced of the truth of the views given in this volume..., I by no means
expect to convince experienced naturalists whose mind are stocked with a
multitude of facts all viewed, during a long course of years, from a point of
view directly opposite to mine. ... [B]ut I look with confidence to the future,
—to young and rising naturalists, who will be able to view both sides of the
question with impartiality.” And Max Planck, ..., sadly remarked that “a new
scientific truth does not triumph by convincing its oppo-nents and making
them see the light, but rather because its opponents eventually die, and a
new generation grows up that is familiar with it” (hlm. 151).
... scientists, being only human, cannot always admit their errors,
even when confronted with strict proof. I would argue, rather, that in
these matters neither proof nor error is at issue. The transfer of
allegience from paradigm to paradigm is a conversion experience
that cannot be forced (hlm. 151).
37
Lihat pembahasan selanjutnya dalam Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific
Revolutions (Chicago: The University of Chicago Press, 1970). Thomas Kuhn menyebut tradisi
kegiatan ilmuwan yang mendasarkan diri pada capaian-capaian ilmiah pada masanya disebut ilmu
normal (normal sci-ences). Ilmu ini biasanya terefleksi dalam buku-buku teks pada masa dianutnya
paradigma.
94 Bab 2
Rangkuman
Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang
sehat harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi
menuntut kemampuan penalaran yang memadai. Penalaran merupakan
proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi
suatu keyakinan akan asersi.
Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi
antara ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran
suatu pernyataan teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah
benar atau penegasan tentang suatu realitas. Keyakinan merupakan
kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu pernyataan. Argumen adalah
proses penurunan sim-pulan atau konklusi atas dasar beberapa asersi yang
berkaitan secara logis.
Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi,
hipotesis, dan pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis
tingkatan konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang
terendah.
Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan
mengan-dung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan
pendapat, bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan,
veridikal, dan tertempa.
38
Lihat pembahasan lebih mendalam dalam Belkaoui, op. cit., hlm.117-118.
Penalaran 95
Diskusi
1. Jelaskan pengertian penalaran serta sebutkan unsur-unsur penalaran.
2. Berilah beberapa contoh asersi.
3. Jelaskan pengertian argumen dan apa bedanya dengan perselisihan pendapat (dispute).
4. Apa yang dimaksud bahwa penalaran merupakan suatu bentuk bukti? Berilah
suatu contoh situasi yang menunjukkan bahwa penalaran merupakan suatu
bukti.
5. Apakah suatu pernyataan atau asersi selalu benar apabila didukung oleh
argumen yang kuat? Berilah suatu contoh.
6. Dapatkah seseorang memegang keyakinan yang kuat terhadap suatu asersi
yang salah atau sebaliknya menyangkal suatu asersi yang benar? Berilah
contoh.
7. Interpretasilah berbagai makna asersi yang berbunyi “Manajer perusahaan
swasta lebih profesional daripada manajer perusahaan negara (BUMN).”
8. Berilah beberapa contoh cara menyatakan asersi dalam strukturnya bukan maknanya.
9. Bedakan antara asersi universal dan asersi spesifik serta berilah beberapa
contoh untuk masing-masing sifat asersi.
10. Berilah contoh-contoh asersi yang menunjukkan hubungan inklusi, eksklusi,
dan saling-isi dan gambarkan dengan diagram asersi-asersi tersebut.
11. Gambarkan dengan diagram asersi “Beberapa burung adalah karnivor.”
12. Bedakan makna nir dan non sebagai proleksem serta berilah beberapa contoh
peng-gunaan kedua proleksem tersebut secara benar dalam istilah akuntansi.
13. Dapatkah rumah sakit dikatakan sebagai organisasi nirlaba?
14. Jelaskan apakah makna asersi-asersi berikut sama atau berbeda antara satu
dan lain-nya. Bila perlu gambarkan secara diagramatik asersi tersebut.
37. Sebut dan jelaskan serta berilah contoh berbagai jenis salah nalar (sedapat-
dapatnya dalam bidang akuntansi).
38. Evaluasilah penyimpulan deduktif berikut ini:
39. Aspek-aspek apa saja yang harus anda perhatikan agar anda tidak terjebak
dalam stratagem?
40. Bagaimana pendapat anda tentang prisip penilaian plausibilitas asersi yang
berbunyi: “Serahkan saja pada ahlinya.” Apa kelemahan prinsip ini?
41. Seseorang yang cukup terpandang di bidang profesi dan penyusunan standar
akuntansi membuat pernyataan dalam suatu seminar nasional di bawah ini.
Evaluasilah apakah pernyataan tersebut merupakan stratagem atau salah
nalar?
“Kita tidak perlu macam-macam tentang istilah beban. Istilah beban untuk expense adalah
benar karena nyatanya semua kantor akuntan publik menggunakan istilah tersebut.”
“Karena saya berada di Amerika, daging ayam yang disembelih tanpa mengikuti rukun
agama adalah halal.”
“Dia pasti kaya karena dia seorang pejabat.”
“Dia pasti rajin belajar Akuntansi Pengantar karena dia mendapat nilai A untuk mata kuliah
tersebut.”
“Dalam pembentukan istilah tidak perlu kita memperhatikan kaidah bahasa karena dalam
komunikasi yang penting adalah orang tahu maksudnya.”
“Sekarang ini adalah jaman globalisasi. Oleh karena itu, kita harus mampu berbahasa Ing-
gris. Tanpa kemampuan berbahasa Inggris kita tidak akan mampu mengglobal.” “Walaupun
dia telah terbukti sebagai koruptor, dia tetap dapat menjadi presiden karena tidak ada
seorangpun yang sempurna.”
43. Jelaskan pengertian beberapa konsep berikut ini dan bila perlu berilah contoh
situasi nyata untuk lebih menjelaskan konsep tersebut.
44. Sebut dan jelaskan berbagai aspek manusia yang dapat menjadi
penghalang terjadinya argumen yang sehat.!
Penalaran 99
Teori Akuntansi
Perekayasaan Pelaporan Keuangan
Suwardjono
Fakultas Ekonomika dan Busines
Universitas Gadjah Mada
Penerbit:
BPFE
Yogyakarta
2005
Daftar Isi
Kontak: suwardjono@ugm.ac.id
Penalaran 101
Penalaran
dan
Sikap Ilmiah
Suwardjono
Fakultas Ekonomika dan Busines
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta