Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Gangguan obsesif kompulsif berasal dari dua kata yaitu obsession yang berarti
pikiran, ide, atau dorongan yang kuat dan berulang yang sepertinya berbeda di
luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Sedangkan compulsion
adalah tingkah laku yang repetitif seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci
berulang-ulang yang dilakukan seseorang sebagai suatu keharusan. Obsesi bisa
menjadi sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari
dan menimbulkan distres dan kecemasan yang signifikan. Sementara kompulsi
sering muncul sebagai tindak lanjut dari pikiran obsesif yang muncul dalam
frekuensi yang sering dan kuat, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan distres yang signifikan.1
Gangguan obsesif kompulsif (OCD) secara klinis merupakan kelainan
heterogen dengan gambaran simtomatik bervariasi. Usia onset bervariasi dari
masa kanak-kanak awal hingga dewasa. Sebanyak 30-50% individu dengan OCD
mengalami onset pada masa kanak-kanak, sering sebelum usia 10 tahun.
Kemungkinan OCD onset-masa kanak-kanak merupakan bentuk kelainan
perkembangan saraf yang berbeda.2
Di Indonesia, prevalensi OCD sekitar 2-2,4%, dan sebagian besar gangguan
dimulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi
pada masa kanak. Puncak usia dari permulaan serangan bagi laki-laki adalah 6-15
tahun, dan untuk perempuan adalah usia 20-29 tahun.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan
mengganggu. Sedangkan kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar, dan
berulang seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar. Gangguan obsesif
kompulsif (obsessive-compulsive disorder; OCD) adalah gangguan dengan gejala
obsesi atau kompulsi berulang yang cukup berat hingga menimbulkan penderitaan
yang jelas pada orang yang mengalaminya. Pasien dengan OCD dapat memiliki
obsesi atau kompulsi atau keduanya.4
2.2 Epidemiologi
2
Di Indonesia, prevalensi OCD sekitar 2-2,4%, dan sebagian besar gangguan
dimulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi
pada masa kanak. Puncak usia dari permulaan serangan bagi laki-laki adalah 6-15
tahun, dan untuk perempuan adalah usia 20-29 tahun.1
1. Faktor Biologi
Penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif kompulsif adalah
keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin.
Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan
obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini.5
Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi
pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia
basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.6
2. Faktor Perilaku
Menurut teori, obsesi adalah stimulus yang terkondisi. Sebuah stimulus yang
relatif netral diasosiasikan dengan rasa takut atau cemas melalui prroses
pengkondisian responden yaitu dengan dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa
yang menimbulkan rasa cemas atau tidak nyaman.4
Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari
bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif, orang
tersebut mengembangkan suatu strategi penghindaran aktif dalam bentuk
kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut. Secara
perlahan,karena efikasinya dalam mengurangi kecemasan, strategi penghindaran
ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi.4
3. Faktor Psikososial
Riset mengesankan bahwa OCD dapat dicetuskan oleh sejumlah stresor
lingkungan, khususnya yang melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau
perawatan anak oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat membantu
3
klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang mengurangi peristiwa yang
membuat stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien.4
2.4 Patofisiologi
4
menunjukkan hubungan timbal-balik dengan korteks prefrontal dorsolateral
(DLPFC) dan begitu juga dengan ACC dorsal dan korteks cingulata posterior
(PCC). OFC posterior terhubung dengan bagian ventral ACC, amigdala, dan
hipokampus. Jaringan orbito-striatal ventral tampaknya lebih aktif selama proses
emosional dan mungkin berperan menyampaikan komponen emosional OCD
seperti ketakutan dan ansietas. Hubungan dorso-fronto-striatal merupakan bagian
dari sistem yang berperan dalam defisit kognitif dan eksekutif terkait dengan
kompulsi. Beberapa regio di korteks parietal (girus angularis dan girus
supramarginalis), serebelum, dan korteks temporal superior terhubung satu sama
lain melalui DLPFC, yang berarti ada titik temu antara fronto-striatal dengan
fronto-parietal. Oleh karena aktivitas yang dihasilkan selama provokasi gejala dan
fungsinya terkait monitoring perhatian dan penghambatan reaksi, korteks parietal
memerankan peranan dalam mengontrol pikiran obsesif dan impuls kompulsif.7
Diduga korteksi orbitofrontal (OFC) medial berperan dalam membuat asosiasi
stimulus-penghargaan dan dengan penguatan perilaku, sementara OFC lateral
terlibat dalam asosiasi stimulus-dampak dan evaluasi serta pengulangan perilaku.
Ansietas berlebihan terkait obsesi – yang dimediasi oleh OFC – dapat
menyebabkan perhatian sadar yang menetap terhadap obsesi dan, kemudian,
menjadi kompulsi yang bertujuan untuk menetralkan ansietas tersebut.
Ketenangan sementara akibat melakukan kompulsi menghasilkan penguatan dan
perilaku berulang (atau bersifat ritualistis) ketika obsesi muncul.2
5
Garis panah yang tebal menggambarkan jalur glumatat (eksitatori) dan garis
panah yang putus-putus menggambarkan jalur GABAergik (inhibitori). Pada
sirkuit kortiko-striato-talamo-kortikal (CSTC) yang berfungsi normal, sinyal
glutamatergik dari korteks frontal (terutama korteks orbitofrontal (OFC) dan
korteks cingulata anterior (ACC)) menghasilkan eskitasi striatum. Melalui jalur
langsung, aktivasi striatal meningkatkan sinyal inhibitori GABA ke globus palidus
interna (GPi) dan substansia nigra (SNr). Hal ini mengurangi output inhibitori
GABA dari GPi dan SNr ke talamus, sehingga terjadi output glumatatergik
eksitatori dari talamus ke korteks frontal. Pada jalur tidak langsung loop eksternal,
striatum menghambat globus palidus eksterna (GPe), sehingga menurunkan
penghambatan dari nukleus subtalamik (STN). STN lalu bebas mengeksitasi GPi
dan SNr dan dengan demikian menghambat talamus. Pada pasien dengan OCD,
terjadi ketidakseimbangan antara jalur langsung dan tidak langsung sehingga
fungsi seperti yang telah dipaparkan sebelumnya menjadi terganggu.2
6
2.5 Gambaran Klinis
7
Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi
kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghabiskan
makanan atau bercukur.
5. Pola Gejala Lain
Obsesi religius dan kompulsi menumpuk sesuatu lazim ditemukan pada
pasien dengan OCD. Trikotilomania (kompulsi menarik-narik rambut) dan
menggigit-gigit kuku dapat merupakan kompulsi yang terkait dengan OCD.
8
2.6 Diagnosis
9
5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.
10
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi
perilaku.
11
C. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya penyalahgunaan
obat, medikasi) atau kondisi medis umum lainnya.
D. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya kekhawatiran yang berlebihan, seperti pada
Gangguan Ansietas Menyeluruh; ketidakpuasan yang ekstrim terhadap
penampilan, seperti pada Body Dysmorphic Disorder; gangguan sulit
membuang atau perpisahan dengan barang seperti pada gangguan
penimbunan; menarik rambut jika terdapat Trikotilomania; preokupasi
untuk menggaruk kulit, seperti pada Skin Picking Disorder; stereotip,
seperti pada Stereotypic Movement Disorde; preokupasi dengan makanan
jika terdapat gangguan makan; preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit
serius jika terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau
fantasi seksual jika terdapat parafilia; atau perenungan bersalah jika
terdapat gangguan depresif berat; insersi pikiran atau preokupasi delusi,
seperti pada Schizofrenia dan Gangguan Psikotik lainnya; atau pola
perilaku berulang, seperti pada Autisme)
Tentukan apakah: dengan tilikan yang baik; dengan tilikan yang buruk; dengan
tidak adanya insight / adanya waham; tic-related.
2.8 Penatalaksanaan
12
Gambar 6: Algoritma Tatalaksana OCD.3
(CBT = cognitive behavior therapy; SSRI = selective serotonin reuptake inhibitor.)
a. Farmakoterapi
Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau clomipramine
(Anafranil) dan kemudian berpindah ke strategi farmakologik lain.
SSRI
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), jenis obat SSRI ini adalah Fluoxetine
(Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan
citalopram (Celexa). Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif
kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan,
nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat
ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-
kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif.4
13
Gambar 7: Dosis SSRI pada Pasien OCD Dewasa4
Clomipramine
Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah obat yang
paling selektif untuk reuptake serotonin versus reuptake noreprineprin, dan dalam
hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi reuptake serotonin oleh clomipramine
dilampaui hanya oleh sertralin dan paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama
yang disetujui U.S FDA untuk terapi OCD. Clomipramine biasanya dimulai
dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan
peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum
250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena
Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping
berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik,
seperti mulut kering.4
Obat lain
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli
terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase
(MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). Agen
farmakologis lain untuk pasien yang tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar),
5-hidroksitriptamin (5-HT), triptofan, dan klonazepam (Klonopin).4
14
b. Terapi perilaku
Terapi perilaku sama efektifnya dengan farmako terapi pada OCD, dan
sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan
adanya terapi perilaku . terapi perilaku dapt dilakukan di lingkungan rawat inap
dan rawat jalan. Pendekatan perilaku yang penting di dalam OCD adalah pajanan
dan pencegahan respon, desensitisasi, penghentian pikiran, pembanjiran, terapi
implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Di dalam terapi perilaku,pasien harus benar-benar berkomitmen
terhadap perbaikan.4
c. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional,
simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan
bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan.
Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang
tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat
penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal
menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.4
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien.
Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien.4
d. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan
15
membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien.4
2.9 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
18