You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan obsesif kompulsif berasal dari dua kata yaitu obsession yang berarti
pikiran, ide, atau dorongan yang kuat dan berulang yang sepertinya berbeda di
luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Sedangkan compulsion
adalah tingkah laku yang repetitif seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci
berulang-ulang yang dilakukan seseorang sebagai suatu keharusan. Obsesi bisa
menjadi sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari
dan menimbulkan distres dan kecemasan yang signifikan. Sementara kompulsi
sering muncul sebagai tindak lanjut dari pikiran obsesif yang muncul dalam
frekuensi yang sering dan kuat, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan distres yang signifikan.1
Gangguan obsesif kompulsif (OCD) secara klinis merupakan kelainan
heterogen dengan gambaran simtomatik bervariasi. Usia onset bervariasi dari
masa kanak-kanak awal hingga dewasa. Sebanyak 30-50% individu dengan OCD
mengalami onset pada masa kanak-kanak, sering sebelum usia 10 tahun.
Kemungkinan OCD onset-masa kanak-kanak merupakan bentuk kelainan
perkembangan saraf yang berbeda.2
Di Indonesia, prevalensi OCD sekitar 2-2,4%, dan sebagian besar gangguan
dimulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi
pada masa kanak. Puncak usia dari permulaan serangan bagi laki-laki adalah 6-15
tahun, dan untuk perempuan adalah usia 20-29 tahun.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan
mengganggu. Sedangkan kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar, dan
berulang seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar. Gangguan obsesif
kompulsif (obsessive-compulsive disorder; OCD) adalah gangguan dengan gejala
obsesi atau kompulsi berulang yang cukup berat hingga menimbulkan penderitaan
yang jelas pada orang yang mengalaminya. Pasien dengan OCD dapat memiliki
obsesi atau kompulsi atau keduanya.4

Gambar 1. Siklus OCD.9

2.2 Epidemiologi

Prevalensi OCD tidak diketahui. Gangguan ini lebih lazim ditemukan


pada laki-laki dibandingkan perempuan dan paling sering didiagnosa pada anak
tertua. Pasien sering memiliki latar belakang yang ditandai dengan disiplin yang
keras. Freud mendalilkan bahwa gangguan gangguan ini disebabkan oleh
kesulitan pada tahap awal di dalam perkembangan psikoseksual, umumnya sekitar
usia 2 tahun , tetapi pada berbagai studi teori ini belum disahkan.4

2
Di Indonesia, prevalensi OCD sekitar 2-2,4%, dan sebagian besar gangguan
dimulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi
pada masa kanak. Puncak usia dari permulaan serangan bagi laki-laki adalah 6-15
tahun, dan untuk perempuan adalah usia 20-29 tahun.1

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

1. Faktor Biologi
Penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif kompulsif adalah
keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin.
Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan
obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini.5
Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi
pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia
basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.6
2. Faktor Perilaku
Menurut teori, obsesi adalah stimulus yang terkondisi. Sebuah stimulus yang
relatif netral diasosiasikan dengan rasa takut atau cemas melalui prroses
pengkondisian responden yaitu dengan dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa
yang menimbulkan rasa cemas atau tidak nyaman.4
Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari
bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif, orang
tersebut mengembangkan suatu strategi penghindaran aktif dalam bentuk
kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut. Secara
perlahan,karena efikasinya dalam mengurangi kecemasan, strategi penghindaran
ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi.4
3. Faktor Psikososial
Riset mengesankan bahwa OCD dapat dicetuskan oleh sejumlah stresor
lingkungan, khususnya yang melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau
perawatan anak oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat membantu

3
klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang mengurangi peristiwa yang
membuat stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien.4

2.4 Patofisiologi

Individu dengan OCD merasakan kekhawatiran yang berlebihan akan bahaya,


kebersihan atau celaka yang mengakibatkan timbulnya perhatian sadar yang
kontinu terhadap ancaman yang dirasakan; dengan kata lain, menimbulkan obsesi.
Dalam respon terhadap distres dan/atau ansietas yang berhubungan dengan
obsesi-obsesi tersebut, orang itu bertindak melakukan sesuatu untuk menetralkan
distres dan/atau ansietas, yang memberikan ketenangan sementara dari ansietas
yang terkait dengan obsesi. Namun, ketenangan ini menghasilkan penguatan
perilaku, menghasilkan perilaku kompulsif yang berulang ketika obsesi muncul.2

Gambar 2. Basis Teoretikal Perilaku Obsesif Kompulsif.2


Model patogenesis terkini dari OCD dikatakan masih kompleks. Studi
pencitraan neurologi menunjukkan keterlibatan korteks prefrontal dorsolateral,
ganglia basalis, dan talamus. Penelitian neurobiologis, neuropsikologis dan
pengobatan menyebutkan keterlibatan sirkuit frontal-subkortikal dalam
patofisiologi OCD.3
Sistem fronto-striato-talamik klasik yang meneruskan ke striatum dorsal
diperlengkapi dengan jaringan kedua, meliputi striatum ventral dan struktur
penting dari sistem limbik. Titik temu sentral antara sistem-sistem ini adalah
korteks orbitofrontal (OFC) dan korteks cingulata anterior (ACC). OFC anterior

4
menunjukkan hubungan timbal-balik dengan korteks prefrontal dorsolateral
(DLPFC) dan begitu juga dengan ACC dorsal dan korteks cingulata posterior
(PCC). OFC posterior terhubung dengan bagian ventral ACC, amigdala, dan
hipokampus. Jaringan orbito-striatal ventral tampaknya lebih aktif selama proses
emosional dan mungkin berperan menyampaikan komponen emosional OCD
seperti ketakutan dan ansietas. Hubungan dorso-fronto-striatal merupakan bagian
dari sistem yang berperan dalam defisit kognitif dan eksekutif terkait dengan
kompulsi. Beberapa regio di korteks parietal (girus angularis dan girus
supramarginalis), serebelum, dan korteks temporal superior terhubung satu sama
lain melalui DLPFC, yang berarti ada titik temu antara fronto-striatal dengan
fronto-parietal. Oleh karena aktivitas yang dihasilkan selama provokasi gejala dan
fungsinya terkait monitoring perhatian dan penghambatan reaksi, korteks parietal
memerankan peranan dalam mengontrol pikiran obsesif dan impuls kompulsif.7
Diduga korteksi orbitofrontal (OFC) medial berperan dalam membuat asosiasi
stimulus-penghargaan dan dengan penguatan perilaku, sementara OFC lateral
terlibat dalam asosiasi stimulus-dampak dan evaluasi serta pengulangan perilaku.
Ansietas berlebihan terkait obsesi – yang dimediasi oleh OFC – dapat
menyebabkan perhatian sadar yang menetap terhadap obsesi dan, kemudian,
menjadi kompulsi yang bertujuan untuk menetralkan ansietas tersebut.
Ketenangan sementara akibat melakukan kompulsi menghasilkan penguatan dan
perilaku berulang (atau bersifat ritualistis) ketika obsesi muncul.2

Gambar 3.Sirkuit Kortiko-Striato-Talamo-Kortikal.2

5
Garis panah yang tebal menggambarkan jalur glumatat (eksitatori) dan garis
panah yang putus-putus menggambarkan jalur GABAergik (inhibitori). Pada
sirkuit kortiko-striato-talamo-kortikal (CSTC) yang berfungsi normal, sinyal
glutamatergik dari korteks frontal (terutama korteks orbitofrontal (OFC) dan
korteks cingulata anterior (ACC)) menghasilkan eskitasi striatum. Melalui jalur
langsung, aktivasi striatal meningkatkan sinyal inhibitori GABA ke globus palidus
interna (GPi) dan substansia nigra (SNr). Hal ini mengurangi output inhibitori
GABA dari GPi dan SNr ke talamus, sehingga terjadi output glumatatergik
eksitatori dari talamus ke korteks frontal. Pada jalur tidak langsung loop eksternal,
striatum menghambat globus palidus eksterna (GPe), sehingga menurunkan
penghambatan dari nukleus subtalamik (STN). STN lalu bebas mengeksitasi GPi
dan SNr dan dengan demikian menghambat talamus. Pada pasien dengan OCD,
terjadi ketidakseimbangan antara jalur langsung dan tidak langsung sehingga
fungsi seperti yang telah dipaparkan sebelumnya menjadi terganggu.2

Gambar 4. Kaitan Genetik, Lingkungan, dan Neurobiologi pada OCD.2


Individu dengan OCD dapat secara genetik rentan terhadap dampak faktor
lingkungan yang memicu modifikasi ekspresi gen terkait sistem glutamat,
serotonin, dan dopamin melalui mekanisme epigenetik. Akibatnya, ekspresi
neuroanatomikal dari modifikasi ini menghasilkan ketidakseimbangan-spesifik-
OCD antara jalur langsung dan tidak langsung dari sirkuit CSTC. Walaupun
secara klinis bersifat heterogen, OCD secara umum dan universal dicirikan
sebagai kekhawatiran obsesif tentang perilaku dalam ritual untuk menetralkan
distres yang menyertai obsesi. Siklus penguatan negatif ini jika tidak diobati,
dapat mencetuskan psikopatologi OCD.2

6
2.5 Gambaran Klinis

Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti:1


1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi
sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai
suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadarinya sebagai abstrak dan tidak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.
Gejala klinis pasien gangguan obsesif kompulsif mungkin berubah sewaktu-
waktu tetapi gangguan ini mempunyai empat pola gejala yang paling sering
ditemui, yaitu:6
1. Kontaminasi
Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau kompulsi
menghindar dari suatu objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti
biasanya sulit untuk dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman.
2. Keraguan Patologis
Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan berulang. Pasien
memiliki keraguan obsesif dan merasa selalu merasa bersalah tentang
melupakan sesuatu atau melakukan sesuatu
3. Pemikiran yang Mengganggu
Obsesi tanpa suatu kompulsi ini biasanya meliputi pikiran berulang
tentang tindakan agresif atau seksual yang salah oleh pasien
4. Simetri

7
Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi
kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghabiskan
makanan atau bercukur.
5. Pola Gejala Lain
Obsesi religius dan kompulsi menumpuk sesuatu lazim ditemukan pada
pasien dengan OCD. Trikotilomania (kompulsi menarik-narik rambut) dan
menggigit-gigit kuku dapat merupakan kompulsi yang terkait dengan OCD.

Gambar 5: Subtipe OCD.3

8
2.6 Diagnosis

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:8


1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut.
2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas.
d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan
gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam
berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan
dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif
kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala
obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak adayang
menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling
bertahan saat gejala yang lain menghilang.

9
5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress)

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (Obsesional Ritual)


Pedoman Diagnostik
1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi
yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya
yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari
bahaya tersebut.
2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa
jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan.

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik
1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif
serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua hal
tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
2. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam
diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda

10
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi
perilaku.

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya


F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM V:8


A. Adanya obsesi, kompulsi, atau keduanya.
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Pikiran, dorongan, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai suatu
yang menganggu dan tidak diinginkan, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.
2. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, dorongan,
atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran
atau tindakan lain (yaitu, dengan melakukan sebuah kompulsi)
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2)
1. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan
aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang
menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
B. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik)
atau aktivitas atau hubungan sosial yang biasanya.

11
C. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya penyalahgunaan
obat, medikasi) atau kondisi medis umum lainnya.
D. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya kekhawatiran yang berlebihan, seperti pada
Gangguan Ansietas Menyeluruh; ketidakpuasan yang ekstrim terhadap
penampilan, seperti pada Body Dysmorphic Disorder; gangguan sulit
membuang atau perpisahan dengan barang seperti pada gangguan
penimbunan; menarik rambut jika terdapat Trikotilomania; preokupasi
untuk menggaruk kulit, seperti pada Skin Picking Disorder; stereotip,
seperti pada Stereotypic Movement Disorde; preokupasi dengan makanan
jika terdapat gangguan makan; preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit
serius jika terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau
fantasi seksual jika terdapat parafilia; atau perenungan bersalah jika
terdapat gangguan depresif berat; insersi pikiran atau preokupasi delusi,
seperti pada Schizofrenia dan Gangguan Psikotik lainnya; atau pola
perilaku berulang, seperti pada Autisme)
Tentukan apakah: dengan tilikan yang baik; dengan tilikan yang buruk; dengan
tidak adanya insight / adanya waham; tic-related.

2.8 Penatalaksanaan

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor


biologis, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan
terapi perilaku. Banyak pasien OCD yang resisten terhadap usaha pengobatan
yang diberikan baik dengan obat maupun terapi perilaku. Walaupun dasar
gangguan obsesif kompulsif adalah biologik, namun gejala OCD mungkin
memiliki makna psikologis penting yang membuat pasien menolak
pengobatan.9,10,11

12
Gambar 6: Algoritma Tatalaksana OCD.3
(CBT = cognitive behavior therapy; SSRI = selective serotonin reuptake inhibitor.)

a. Farmakoterapi
Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau clomipramine
(Anafranil) dan kemudian berpindah ke strategi farmakologik lain.
SSRI
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), jenis obat SSRI ini adalah Fluoxetine
(Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan
citalopram (Celexa). Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif
kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan,
nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat
ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-
kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif.4

13
Gambar 7: Dosis SSRI pada Pasien OCD Dewasa4
Clomipramine
Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah obat yang
paling selektif untuk reuptake serotonin versus reuptake noreprineprin, dan dalam
hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi reuptake serotonin oleh clomipramine
dilampaui hanya oleh sertralin dan paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama
yang disetujui U.S FDA untuk terapi OCD. Clomipramine biasanya dimulai
dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan
peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum
250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena
Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping
berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik,
seperti mulut kering.4
Obat lain
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli
terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase
(MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). Agen
farmakologis lain untuk pasien yang tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar),
5-hidroksitriptamin (5-HT), triptofan, dan klonazepam (Klonopin).4

14
b. Terapi perilaku
Terapi perilaku sama efektifnya dengan farmako terapi pada OCD, dan
sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan
adanya terapi perilaku . terapi perilaku dapt dilakukan di lingkungan rawat inap
dan rawat jalan. Pendekatan perilaku yang penting di dalam OCD adalah pajanan
dan pencegahan respon, desensitisasi, penghentian pikiran, pembanjiran, terapi
implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Di dalam terapi perilaku,pasien harus benar-benar berkomitmen
terhadap perbaikan.4

c. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional,
simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan
bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan.
Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang
tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat
penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal
menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.4
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien.
Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien.4

d. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan

15
membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien.4
2.9 Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki


onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70% pasien memiliki onset gejala
setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah
seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap
merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum
pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan
dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut di antara
orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi.
Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain
mengalami penyakit yang konstan.5
Perilaku kompulsi pada penderita kompulsif akan membuang waktu dan tidak
dapat melakukan aktivitas lainnya. Orang-orang dengan gangguan obsesif
kompulsif mungkin tertunda keluar rumah sampai satu jam atau lebihkarena harus
melakukan ritual pengecekan mereka.6 Mereka seharusnya dapat melakukan
kegiatan yang lebih bermanfaat daripada mengikuti pikiran obsesinya dan
tindakan kompulsifnya. Kira-kira 20 sampai 30% pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko
bagi semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis
buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada
masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit,
gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu
dipegang (overvalued), yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya
gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis
yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial danpekerjaan yang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya
tidak berhubungan dengan prognosis.5

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan obsesif kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang


berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distres dan hendaya yang
bermakna. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan
yang berhubungan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan.
Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi
tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.1
Lebih dari 50% pasien dengan gejala gangguan obsesif kompulsif gejala
awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa
yang stressful, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali
pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan
penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami
perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap/terus-
menerus ada. Proses patofisiologi yang mendasari terjadinya OCD belum secara
jelas ditemukan.10 Namun, diduga faktor lingkungan memicu modifikasi ekspresi
gen terkait sistem glutamat, serotonin, dan dopamin melalui mekanisme
epigenetik yang menghasilkan ketidakseimbangan-spesifik-OCD antara jalur
langsung dan tidak langsung dari sirkuit CSTC pada penderita OCD.2

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira S. D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
2. Pauls DL, Abramovitch A, Rauch SL, Geller DA. Obsessive–compulsive
disorder: an integrative genetic and neurobiological perspective. Nature
Reviews: Neuroscience 2014:5. Macmillan Publishers Limited; hlm. 410-421
3. Fenske JN, Schwenk TL. Obsessive-Compulsive Disorder: Diagnosis and
Management. Am Fam Physician. 2009;80(3):239-245.
4. Kaplan H.I, Saddock B.J, Grabb J.A. Sinopsis Psikiatri. Edisi Tujuh Jilid 2.
Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara; 2003.
5. Kaplan, H.I dan Saddock B.J. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.
26th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore; 1993.
6. Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. Psikologi Abnormal Jilid 1.
Jakarta: Erlangga; 2005.
7. Schiepek G, Tominschek I, Heinzel S, et.al. Discontinuous Patterns of Brain
Activation in the Psychotherapy Process of Obsessive-Compulsive Disorder:
Converging Results from Repeated fMRI and Daily Self-Reports. PloS One.
2013:8(8). Hlm. 1-2
8. Maslim R, penyunting. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa; rujukan
ringkas dari PPDGJ – III dan DSM 5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.
9. Understanding obsessive-compulsive disorder (OCD). Available:
https://www.mentalhealth.org.nz/assets/A-Z/Downloads/Understanding-
OCD-MIND-UK-2013.pdf
10. Fausiah, F & Widury, J. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-
Press; 2007
11. Pinzon, R. (2006). Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum Autistik:
Telaah Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi No. 4,
vol.19, ISSN 0215-7551

18

You might also like