You are on page 1of 13

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Nama : Hastya Tri Andini


NIM : B1A017081
Rombongan :I
Kelompok :5
Asisten : Persona Gemilang

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem saraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai


penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya
memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jaringan saraf intinya
adalah jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf adalah suatu sistem organ
pusat yang terdiri dari sel-sel saraf atau neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem
saraf pusat yang meliputi otak dan batang spinal, dan sistem saraf perifer yang
meliputi saraf kranal, saraf spinal, dan trunkus simpaticus. Sistem kedua ini
bekerja saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi
untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan, sedangkan sistem saraf perifer
berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang tentang adanya
stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon (Hoar, 1984).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi
reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuh
yang sesuai. Integrasi dilakukan dalam sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum
tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantar sinyal dari
pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf (nerve),
berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan
ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris
antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem
saraf tepi (Hoar, 1984).
Sistem saraf memiliki dua macam gerakan, yaitu gerakan yang didasari
dan gerakan refleks. Gerak refleks merupakan respon otomatis yang sederhana
terhadap suatu rangsangan yang hanya melibatkan beberapa neuron yang
semuanya dihubungkan dengan tingkat yang sama dalam sistem saraf pusat.
Sejumlah gerakan refleks melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam
sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam
menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan penting dalam
memadukan gerak refleks (Kimball, 1988).
Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi,
tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks
biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang
memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi.
Kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang
meningkat bersama dengan waktu (Madhusoodanan, 2007).

B. Tujuan

Tujuan praktikum refleks spinal pada katak adalah unutuk mengetahui


terjadinya refleks spinal pada katak (Fejervarya cancrivora).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah katak sawah
(Fejervarya cancrivora) dan larutan 1% asam sulfat (H2SO4).
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah baki preparat,
jarum preparat, sarung tangan, dan gelas beker.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan dalam praktikum refleks spinal pada katak
adalah:
1. Katak di tempatkan pada baki preparat dengan posisi kepala menghadap ke
arah ventral
2. Otak katak dirusak dengan menggunakan jarum preparat.
3. Refleks katak diamati seperti pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan
belakang kemudian dicelupkan kakinya ke dalam H₂SO₄.
4. Bagian medulla spinalis dirusak mulai dari ¼, ½ , ¾ dan semua bagiannya,
lalu diamati kembali refleks yang terjadi pada katak.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Pengamatan Refleks Spinal pada Katak (Fejervarya cancrivora)

Perusakkan/ Perusakan Pencelupan


Pembalikan kaki terhadap
rangsang stimulus Kaki depan Kaki belakang 1% H2SO4

Otak ++ ++ ++ ++

¼ medulla spinalis - - ++ ++

½ medulla spinalis - - + +

¾ medulla spinalis - - - -

Total medulla
- - - -
spinalis

Keterangan:

++ : Cepat
+ : Agak lambat
- : Tidak ada respon
B. Pembahasan

Praktikum refleks spinal pada katak diperoleh hasil yaitu katak masih
dapat memberikan respon gerak refleks pada perlakuan pembalikan tubuh,
penarikan ekstrimitas anterior, penarikan ektrimitas posterior, dan pencelupan kaki
ke dalam larutan 1% asam sulfat (H₂SO₄.) setelah bagian otaknya dirusak.
Perusakan selanjutnya adalah ¼ dan ½ bagian dari sumsum tulang belakang atau
medulla spinalis, hasil yang diperoleh adalah katak tidak memberikan respon gerak
refleks pada perlakuan pembalikan tubuh, tetapi masih memberikan respon
terhadap penarikan kaki depan, kaki belakang dan pencelupan kaki ke dalam
larutan 1% asam sulfat (H2SO4) walaupun respon yang diberikan cukup lemah.
Hasil percobaan tersebut sesuai dengan pernyataan Pearce (1989) menyatakan
bahwa sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak refleks, sehingga semakin
tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka semakin lemah respon
yang diberikan. Hal ini yang akan menyebabkan refleks pembalikkan tubuh,
penarikkan kaki depan dan kaki belakang serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4
makin melemah seiring dengan tingkat perusakan. Fungsi dari larutan H2SO4 itu
sendiri adalah untuk mempercepat rangsang saraf spinal.
Perusakan ¾ bagian dari medulla spinalis diperoleh hasil yaitu katak
tersebut masih memberi respon ketika dicelupkan ke dalam larutan asam sulfat
(H2SO4). Menurut Pearce (1989) perusakan tulang belakang juga merusak tali
spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya respon refleks yang sederhana
dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal meskipun adanya perusakkan
sumsum tulang belakang. Pada perusakan total medulla spinalis katak sudah tidak
mampu memberikan respon pada setiap perlakuan yang diberikan. Ektoptopis
intrasitus intrasitural intestinal yang diterapkan pada interneuron di sumsum tulang
belakang katak (Saltiel et al., 2017) menunjukkan adanya modul tulang belakang
yang disusun sebagai struktur tambal sulam di daerah lumbal. Studi refleks
menyeka tulang belakang pada katak juga menunjukkan bahwa pola motor
menyeka kodok dapat dikonstruksi sebagai penjumlahan waktu yang bervariasi dari
primitif medan gaya yang ditemukan dengan stimulasi tulang belakang.
Sistem saraf adalah suatu sistem penyampaian impuls yang diterima oleh
reseptor dan dikirim ke pusat saraf untuk ditanggapi. Sistem saraf terdiri dari sistem
saraf pusat dan saraf perifer. Aktivitas sistem saraf memerlukan kerja sama dari
beberapa sel, antara lain dalam mekanisme gerak sensori dan reseptor. Rangkaian
dari stimulus dalam sebuah situasi diaplikasikan ke dalam suatu gerak. Sistem saraf
pusat terdiri atas otak dan dan batang spinal. Otak merupakan ujung anterior lubang
neural yang membesar. Otak bekerja sama sebagai suatu rangkaian untuk
memerima impuls (Goenarso, 1989). Sistem saraf terdiri dari neuron-neuron yang
saling berhubungan yang dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Saraf itu
sendiri terdiri dari beberapa bagian dengan fungsinya masing-masing yaitu, dendrit,
inti sel saraf, badan sel, akson, selubung myelin, nodus ranvier, sinaps. Dendrit
adalah bagian dari neuron yang berfungsi untuk menerima dan mengantarkan
rangsangan ke badan sel. Badan sel untuk menerima impuls (rangsangan) dari
dendrit dan meneruskannya ke neurit (akson). Di dalam inti sel juga terdapat
kromosom dan DNA yang berfungsi untuk mengatur sifat keturunan dari sel
tersebut. Fungsi selubung mielin mirip pembungkus kabel listrik yang bersifat
isolator. Fungsi sel schwann adalah untuk mempercepat jalannya impuls,
membantu menyediakan makanan untuk neurit, dan membantu regenerasi neurit.
Nodus Ranvier memiliki fungsi utama sebagai loncatan untuk mempercepat impuls
saraf ke otak atau sebaliknya. Fungsi oligodendrosit adalah untuk membentuk
selubung mielin yang sama pada sistem saraf pusat dan sebagai sel penyokong.
Fungsi sinapsis adalah untuk mengirimkan impuls dari akson ke dendrit di sel saraf
lain. (Hadikastowo, 1982).
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf integrasi (asosiasi).
Sel saraf sensori berfungsi untuk menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf
pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson
dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet). Sel saraf motor
berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang
hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motor
berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson
saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang. Sel saraf integrasi disebut
juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan
berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel
saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi
lainnya. Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam
satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul
membentuk ganglion atau simpul saraf (Hidayati et al., 2015).
Sistem syaraf dapat dibagi dalam suatu sistem syaraf perifer dan syaraf
pusat. Sistem syaraf perifer mengumpulkan informasi dari permukaan tubuh, dari
organ-organ khusus dan dari isi perut, kemudian menghantarkan sinyal-sinyal ke
sistem syaraf pusat. Sistem syaraf juga memiliki saluran yang membawa sinyal ke
organ-organ efektor ke dalam tubuh (D’estea et al., 2016). Sistem saraf pusat
meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang belakang (Medula spinalis).
Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting
maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga
dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan
terjadi radang yang disebut meningitis. Walaupun otak dan sumsum tulang
belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi
kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di
tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu
berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih. Otak
mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum lanjutan/ sambung (medulla
oblongata), dan jembatan varol. Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan
sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol
aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol
aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran
pencernaan, dan sekresi keringat. Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf
kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang,
yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang (Bevelender & Ramaky,
1988). Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sistem saraf motorik yang
berdifat otonom (independen). Aktivasi dari sistem saraf otonom pada prinsipnya
terjadi di hipotalamus, batang otak, dan spinalis. Impulsnya akan diteruskan melalui
sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem
saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf
simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum
tulang belakang sehingga mempunyai urat praganglion pendek, sedangkan saraf
parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion
menempel pada organ yang dibantu (Pakaya et al., 2017).
Gerak sadar adalah gerakan yang terjadi karena proses yang disadari.
Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang yaitu dari reseptor, ke arah
sensorik, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan
oleh otak, berupa tanggpan, dibawa oleh saraf motoriksebagai perintah yang harus
dilaksanakan oleh reseptor (Goenarso, 1989). Gerak refleks adalah kemampuan
tubuh atau anggota tubuh untuk bereaksi secepat mungkin ketika ada rangsangan
yang diterima oleh reseptor somatik, kinesterik atau vesibular (Santika , 2015).
Refleks secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu bagian afferent yang bersifat
afferent dan afferent yang terdiri dari neuron-neuron dan efferent (otot/kelenjar).
Sejumlah refleks akan menghubungkan hubungan antara banyak sel interneuron
dalam sumsum tulang belakang. Diagram mekanisme refleks adalah stimulus →
reseptor → neuron afferent → mengalami integrasi → neuron efferent → efektor
→ respon. Stimulus yang datang akan diterima reseptor yang kemudian disalurkan
pada bagian neuron sensori. Neuron sensori menyalurkan informasi dari ujung
reseptor yang kemudian dibawa ke neuron motorik yang sebelumnya mengalami
integrasi yang dihubungkan oleh sinapsis. Neuron motorik kemudian menyalurkan
informasi ke efektor dan menghasilkan suatu respon (Hadikastowo, 1982).
Menurut Kimball (1988), refleks spinal pada katak dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal yang berupa:
1. Ada tidaknya stimulus
a. Rangsangan dari luar misalnya temperatur, kelembaban, sinar matahari,
tekanan, zat-zat yang terkandung dan lain sebagainya.
b. Rangsangan dari dalam misalnya dari makanan, oksigen, air, dan
lain sebagainya.
2. Berfungsinya sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi yang penting yaitu
untuk mengatur implus dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks, dengan
adanya sumsum tulang belakang maka pasangan saraf spinal dan kranial
menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon,
apabila sumsum tulang belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor
yang menunjukan respon terhadap stimulus atau rangsang.
3. Terjadinya interkoneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi lain.
Adanya refleks spinal katak berupa respon dengan menarik
kaki belakang saat perusakan sumsum tulang belakang disebabkan karena
masih terjadi inter- koneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain (Ville et
al., 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal salah satunya adalah
harus ada stimulus atau rangsangan, khususnya rangsangan dari luar, seperti
derivate temperature, kelembaban, sinar, tekanan, bahan atau zat kimia dan
sebagainya.beberapa rangsangan langsung beeaksi pada sel atau jaringan, tetapi
kebanyakan hewan-hewan mempunyai reseptor yang special untuk organ yang
mempunyai kepekaan. Pada refleks spinal, somafosensori dimasukkan dalam urat
spinal sampai pada bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang
berbeda memberikan pengaruh pada saraf spinal, sehingga terjadi refleks spinal
(Gordon, 1977).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa refleks


spinal pada katak menunjukkan respon yang semakin lambat sampai tidak
memberikan respon terhadap stimulus setelah perusakan total medulla spinalis.
DAFTAR PUSTAKA

Bevelander, H. & J.A. Ramaky., 1988. Dasar-Dasar Histologi Edisi 8.Jakarta:


Erlangga.
D’Estea E., Dirk K., Francisco B., & Stefan W. H., 2016. Ultrastructural Anatomy of
Nodes Of Ranvier in the Peripheral Nervous System as Revealed by STED
Microscopy, PNAS. (2) 1, pp: 191-199.
Goenarso., 1989. Fisiologi Hewan. Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati.
Bandung: ITB.
Gordon, M. S., 1977. Animal Physiology. New York: Mc Millan Publishing
Company Ltd.
Hadikastowo., 1982. Zoologi Umum. Bandung: Alumni.
Hidayati, I., Abdullah & Mustafa, S., 2015. Identifikasi Miskonsepsi Sistem Saraf
Pada Buku Teks Biologi Kelas XI. Jurnal Biotik, (3) 1, pp: 39-44.
Hoar, W. S., 1984. General and comparative Physiology Third Edition. New Delhi:
Prentice Hall of India Private Limited.
Kimball, J. W., 1988. Biologi Edisi ke 5. Jakarta : Erlangga.
Madhusoodanan, M. G. P., 2007. Continence Issues in the Patient with Neurotrauma.
Senior Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services ‘M’ Block,
Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian Journal of Neurotrauma
(IJNT). 4(2). pp: 75-78.
Pakaya, P., Taufiq F. P., & Sonny J. R. K., 2017. Hubungan Kinerja Otak dan
Spiritualitas Manusia Diukur Dengan Indonesia Spiritual Health Assessment
Pada Tokoh Agama Islam di Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal e-
Biomedik (eBm), (5) 1, pp: 1-6.
Pearce, E., 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Saltiel P., Tresch M. C., & Bizzi E., 1998. Spinal cord modular organization and
rhythmgeneration: an NMDA iontophoretic study in the frog. J Neurophysiol.
80. pp: 2323–2339.
Saltiel P., Wyler-Duda K., d’Avella A., Ajemian R. J., & Bizzi E., 2005.
Localization and connectivity in spinal interneuronal networks: the
adduction-caudal extension-flexion rhythm in the frog. J Neurophysiol. 94.
pp: 2120–2138.
Saltiel P., Wyler-Duda K., d’Avella A., Tresch MC., & Bizzi E., 2001. Muscle
synergies encoded within the spinal cord: evidence from focal intraspinal
NMDA iontophoresis in the frog. J Neurophysiol. 85. pp: 605–619.
Saltiel P., Wyler-Duda K., d’Avella A., Tresch MC., & Bizzi E., 2017. Critical
Points and Traveling Wave in Locomotion: Experimental Evidence and
Some Theoretical Considerations. J Neurophysiol, (11) 98. pp: 567-798.
Santika, I Gusti P. N. A., 2015. Tingkat Kelincahan Calon Mahasiswa Baru Putra
Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP PGRI Bali Tahun 2015.
Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi, (2) 1, pp: 1-2.
Ville, C. A., W. F Walker, R. D Barnes., 1988. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.

You might also like