You are on page 1of 7

ASKARIASIS

Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh suatu jenis cacing
besar, Ascaris lumbricoides.
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam
usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan
fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan
peristaltik dan penyerapan makanan.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih
banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat
infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada
anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing
yang lebih tinggi. Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas
otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing akan
dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.

Epidemologi
Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi dengan frekuensi
terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah dengan sanitasi yang tidak
memadai. Ascariasis adalah salah satu infeksi parasit pada manusia yang paling umum. Sampai
dengan 10% dari penduduk negara berkembang terinfeksi cacing – dengan persentase besar
disebabkan oleh Ascaris. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris menyebabkan sekitar 60.000
kematian per tahun, terutama pada anak.
Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10 tahun, dengan intensitas
infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-15 tahun yang memiliki infeksi simultan dengan
cacing lain seperti Trichuris trichiura dan cacing tambang. Ada beberapa kejadian yang
menyerang orang dewasa namun frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena
kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak
berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing
Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung
dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.

Etiologi dan Patofisiologi


Seseorang dapat terinfeksi penyakit askariasis setelah secara tidak sengaja atau tidak
disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi larva di dalam usus seseorang. Larva
menembus dinding usus dan mencapai paru-paru melalui aliran darah. Larva tersebut akhirnya
kembali ke tenggorokan dan tertelan. Dalam usus, larva berkembang menjadi cacing dewasa.
Cacing betina dewasa yang dapat tumbuh lebih panjang mencapai 30 cm, dapat bertelur yang
kemudian masuk ke dalam tinja. Jika tanah tercemar kotoran manusia atau hewan yang
mengandung telur, maka siklus tersebut dimulai lagi. Telur berkembang di tanah dan menjadi
infektif setelah masa 2-3 minggu, tetapi dapat tetap infektif selama beberapa bulan atau tahun.
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan
telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva
infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama
dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-
paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva tumbuh
dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan
seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah
ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus
digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi
menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara
spontan.
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak
infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 – 250.000
butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3–4 minggu untuk tumbuh menjadi
bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut
keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai
stadium III yang bersifat infektif.
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-
tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus-
menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi dewasa dan
menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa
tahun maka larvanya dapat tersebar dimanamana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui
binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk
kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi
cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak
dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.
Gambar. Siklus Hidup Askaris

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Gejala awal ascariasis, selama migrasi paru awal, termasuk batuk, dyspnea, mengi, dan
nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik, mual, anoreksia, dan diare intermiten mungkin
manifestasi dari obstruksi usus parsial atau lengkap oleh cacing dewasa. Penyakit kuning, mual,
muntah, demam, dan nyeri perut berat mungkin mengarah pada kolangitis, pankreatitis, atau
apendisitis.
Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru. Urtikaria dan demam mungkin
juga terjadi terlambat dalam tahap migrasi. Distensi abdomen tidak spesifik tetapi adalah umum
pada anak dengan ascariasis. Nyeri perut, terutama di kuadran kanan atas, hypogastrium, atau
kuadran kanan bawah, mungkin mengindikasikan komplikasi ascariasis. Bukti untuk
kekurangan gizi karena ascariasis paling kuat untuk vitamin A dan C, serta protein, seperti
ditunjukkan oleh penelitian albumin dan pertumbuhan pada anak yang diamati secara
prospektif. Beberapa penelitian belum mengkonfirmasi keterlambatan perkembangan gizi atau
karena ascariasis.
Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi
larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak menunjukkan
gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak
akan menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan
tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang
disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi
pernapasan bagian atas.
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi
usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-organ misalnya ke
lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita. Ada
kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai
berikut:
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus
dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam apendiks, saluran
empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.
Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis
supuratif dan abses multiple. Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing
dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat
dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.

Penatalaksanaan
Edukasi kesehatan memberikan pesan berikut akan mengurangi jumlah orang yang
terinfeksi penyakit askariasis:
- menghindari kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran manusia;
- mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum mengambil makanan;
- mencuci, mengupas atau memasak semua sayuran mentah dan buah-buahan;
- melindungi makanan dari tanah dan mencuci atau memanaskan makanan apapun yang jatuh
di lantai.
Ketersediaan air yang digunakan untuk personal hygiene serta tempat pembuangan
kotoran yang sehat juga akan mengurangi jumlah kasus. Dimana limbah digunakan untuk
irigasi kolam stabilisasi sampah dan beberapa teknologi lainnya yang efektif dalam penurunan
transmisi akibat makanan tumbuh di tanah yang terkontaminasi.
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan efek samping
dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum luas, lebih
aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya.
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah:
1. Mebendazol.
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang baik.
Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat umur, dengan
menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.
2. Pirantel Pamoat.
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk menyembuhkan kasus
lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan dan obat ini biasanya dapat diterima
(“welltolerated”). Obat ini mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan
cacing tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana infeksi multipel
berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.
3. Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang menyebabkan
kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150 mg untuk
orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak
dari pada pirantel pamoat dan mebendazol.
4. Garam Piperazin.
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius
vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalam dosis
tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin). Reaksi sampingan
lebih sering daripada pirantel pamoat dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan
syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.
5. Albendazole
Albendazole mempunyai aktivitas anthelmintik yang besar. Selain bekerja terhadap
cacing dewasa, Albendazole telah terbukti mempunya aktivitas larvisidal dan ovisidal obat ini
secara selektip bekerja menghambat pengambilan glukosa oleh usus cacing dan jaringan
dimana larva bertempat tinggal. Akibatnya terjadi pengosongan cadangan glikogen dalam
tubuh parasit yang mana menyebabkan berkurangnya pembentukan adenosine triphosphate
(ATP). ATP ini penting untuk reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan kemudian
parasit akan mati.
Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi Nematoda, Cestoda dan infeksi
Echinococcus pada manusia. Jadi, albendaroze aktif terhadap Ascaris lumbricoides, cacing
tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan Taenia solium, strongloides stercoralis,
Hymenolepis nana dan Hymenolepis diminuta, serta Echinococcus granulosus.
Albendazole merupakan obat yang aman, hanya sedikit jarang, ditemukan efek
samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah dan diare.

Pencegahan
Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi serta lingkungan sangat mempunyai arti
dalam penanggulangan infeksi cacing ini.

Komplikasi
1. Alergi.
Terutama disebabkan larva yang dalam siklusnya masuk kedalam darah, sehingga
sesudah siklus pertama timbul alergi terhadap protein askaris. Karenanya pada siklus
berikut dapat timbul manifestasi alergi berupa asma bronkiale, ultikaria, hipereosinofilia,
dan sindrom Loffler. Simdrom Loffler merupakan kelainan dimana terdapat infiltrat
(eosinofil) dalam paru yang menyerupai bronkopneumonia atipik. Infiltrat cepat
menghilang sendiri dan cepat timbul lagi dibagian paru lain. Gambaran radiologisnya
menyerupai tuberkulosis miliaris.Disamping itu terdapat hiperesinofilia (40-70%).
Sindrom ini diduga disebabkan oleh larva yang masuk ke dalam lumen alveolus, diikuti
oleh sel eosinofil. Tetapi masih diragukan, karena misalnya di indonesia dengan infeksi
askaris yang sangat banyak, sindrom ini sangat jarang terdapat, sedangkan di daerah denagn
jumlah penderita askariasis yang rendah, kadang-kadang juga ditemukan sindrom ini.
2. Traumatik action
Askaris dapat menyebabkan abses di dinding usus, perforasi dan kemudian peritonitis.
Yang lebih sering terjadi cacing-cacing askaris ini berkumpul dalam usus, menyebabkan
obstuksi usus dengan segala akibatnya. Anak dengan gejala demikian segera dikirim ke
bagian radiologi untuk dilakukan pemeriksaan dengan barium enema guna mengetahui
letak obstruksi. Biasanya dengan tindakan ini cacing-cacing juga dapat terlepas dari
gumpalannya sehingga obstruksi dapat dihilangkan. Jika cara ini tidak menolong, maka
dilakukan tindakan operatif. Pada foto rontgen akan tampak gambaran garis-garis panjang
dan gelap (filling defect).
3. Errantic action
Askaris dapat berada dalam lambung sehingga menimbulkan gejala mual, muntah,
nyeri perut terutama di daerah epigastrium, kolik. Gejala hilang bila cacing dapat keluar
bersama muntah. Dari nasofaring cacing dapat ke tuba Eustachii sehingga dapat timbul
otitis media akut (OMA) kemudian bila terjadi perforasi, cacing akan keluar. Selain melalui
jalan tersebut cacing dari nasofaring dapat menuju laring, kemudian trakea dan bronkus
sehingga terjadi afiksia. Askaris dapat menetap di dalam duktus koledopus dan bila
menyumbat saluran tersebut, dapat terjadi ikterus obstruktif. Cacing dapat juga
menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder hati jika terdapat dalam jumlah banyak dalam
kolon maka dapat merangsang dan menyebabkan diare yang berat sehingga dapat timbul
apendisitis akut.
4. Irritative Action
Terutama terjadi jika terdapat banyak cacing dalam usus halus maupun kolon. Akibat
hal ini dapat terjadi diare dan muntah sehingga dapat terjadi dehidrasi dan asidosis dan bila
berlangsung menahun dapat terjadi malnutrisi.

Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pengobatan ascariasis tanpa gejala. Dalam beberapa kasus,
pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya menghapus cacing. Hal ini telah
dibuktikan secara signifikan mengurangi jumlah komplikasi. Perhatian di negara-negara
endemik adalah infeksi ulang yang akan terjadi.
Pada anak-anak di negara-negara endemik, hasil pengobatan dalam perbaikan
ditunjukkan dalam perkembangan kognitif, kinerja sekolah, dan berat badan.
Prognosis baik untuk pasien dengan obstruksi usus parsial yang tidak memiliki toksisitas dan
yang nonseptic, asalkan pasien diperlakukan secara awal dengan manajemen konservatif.

You might also like