You are on page 1of 160

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI

DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL


TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
( Eksperimen Di SMAN 2 Depok Kelas XI Semester Genap )

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar S.Pd.

Oleh
ASTRI RAMA YULIA
NIM : 104016200430

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
ABSTRACT

Astri Rama Yulia. The Influence of Chemist Learning With Value


Through Contextual Approach to toward the Result of Students’ Achievement,
BA Education, The Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic
University Syarif Hidayatullah Jakarta.
The purposes of this research was: (1) To know the influence of values
chemistry learning with contextual teaching and learning to toward the Result of
Students’ Achievement in chemist balancing concept and (2) To know the students
responses toward chemistry learning with contextual teaching and learning. This
research uses quasi-experiment design one group pretest and posttest methods
which involved 40 student of Senior High School of 2 Depok located in West
Depok area in the second semester of the academic year 2008/2009. The study
involved 10 students of upper group, 20 students of middle group and 10 students
of lower group. The data were obtained by using test, questionnaire, observation
sheet and interview protocol. The Result of this research shows that average score
before applying the approach is 26,5, while 71,7 in average after the
approach.The data were analized by using “t” test procedure gaining tscore=20,5
and ttable=1,98. The result show that threre is a significant influences chemist
learning with value through contextual approach to toward the result of students’
achievement. The analizing result toward the students response shows that the
students have a positive responses toward students achievement.

Key words : CTL, values, the Result of Students’ Achievement.


ABSTRAK

Astri Rama Yulia. Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai


dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa, Skripsi,
Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui pengaruh pembelajaran kimia
bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa pada
konsep kesetimbangan kimia, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran kimia bernuansa dengan pendekatan kontekstual. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen semu dengan desain one group pretest and
posttest yang melibatkan 40 siswa SMA N 2 Depok pada semester genap tahun
ajaran 2008/2009, yang masing-masing, 10 siswa pada kelompok atas, 20 siswa
pada kelompok sedang, dan 10 siswa pada kelompok bawah. Pengumpulan data
diperoleh dengan menggunakan tes, angket, lembar observasi, dan pedoman
wawancara. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai sebelum
perlakuan adalah 26,5, sedangkan rata-rata setelah perlakuan adalah 71,7. Hasil
dari analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 20,5 dan
ttabel = 1,98. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil
belajar siswa. Hasil analisis terhadap respon siswa menunjukkan bahwa mereka
memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan
pendekatan kontekstual

Kata-kata kunci : Pendekatan kontekstual, nilai, hasil belajar siswa.


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan hati manusia dengan
fitrah yang baik, yang akan menjadi tenang dan tentram bila senantiasa mengingat
Allah dan menjadi lapang bila selalu mengerjakan amal shaleh. Atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh
Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual terhadap
Hasil Belajar Siswa”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikut setianya
hingga hari akhir nanti.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis sangat berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya atas bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai
pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut terutama diajukan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan.
2. Ibu Baiq Hana Susanti M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd. Dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Sukandi Mustafa. Kepala SMA Negeri 2 Depok atas
kesempatan penelitian yang diberikan.
5. Bapak Dedi Irwandi, M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan Kimia sekaligus
sebagai Penasehat Akademis atas pengarahan dan bimbingan yang telah
diberikan.
6. Rekan-rekan mahasiswa/i Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
khususnya Program Studi Pendidikan Kimia yang telah membantu
memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis.
7. Ayah dan Bunda tercinta, yang tiada terhingga jasa-jasanya telah memberikan
motivasi baik moril dan materil sehingga berbagai macam hambatan yang
dialami penulis dapat teratasi dengan baik.
8. Sahabat-sahabat terbaikku: Anggi, Dewi, Ayu, Erni, Obi, Ais dan Mb Ria
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan, semangat dan
selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis.
9. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik langsung maupun
tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga amal baik Bpk/Ibu/Sdr/i, mendapat imbalan dan keberkahan yang berlipat
ganda di sisi Allah SWT. Amin.
Betapapun banyaknya gagasan dan keinginan “Al haqqu mirrobbika falaa
takuunanna minalmumtariin”, karena keterbatasan penulis jualah sehingga masih
banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT
penulis memohon petunjuk dan pertolongan-Nya, semoga skripsi ini dapat
memenuhi fungsi dan tujuannya.

Jakarta, Mei 2009

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah.................................................................. 7
D. Perumusan Masalah ................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
BAB II. DESKRIPTIF TEORITIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Deskriptif Teoritik ..................................................................... 9
1. Pembelajaran ........................................................................ 9
a. Pengertian Belajar ........................................................... 9
b. Ciri-ciri Belajar ............................................................... 12
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar ..................... 13
2. Pendekatan Kontekstual ........................................................ 14
a. Pengertian Pendekatan Kontekstual................................. 14
b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual ............................ 18
c. Komponen Pendekatan Kontekstual ............................... 21
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual ................... 23
e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual................................. 24
3. Pembelajaran Bernuansa Nilai .............................................. 25
a. Pengertian Nilai .............................................................. 25
b. Jenis-jenis Nilai............................................................... 29
c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai............. 31
4. Hakikat Ilmu Kimia .............................................................. 34
a. Ilmu Kimia...................................................................... 34
b. Konsep Kesetimbangan Kimia ........................................ 35
5. Hasil Belajar ......................................................................... 42
a. Pengertian Hasil Belajar.................................................. 42
b. Hasil Belajar Kognitif ..................................................... 43
c. Hasil Belajar Afektif ....................................................... 44
B. Hasil Penelitian Yang Relevan................................................... 46
C. Kerangka Pikir ........................................................................... 49
D. Hipotesis.................................................................................... 51
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 52
B. Subjek Penelitian ....................................................................... 52
C. Metode Penelitian ...................................................................... 52
D. Instrumen Penelitian .................................................................. 53
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 57
F. Pengolahan Data ........................................................................ 58
G. Teknik Analisis Data.................................................................. 60
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Belajar Siswa
....................................................................................................
65
B. Analisis Data
....................................................................................................
67
C. Interpretasi dan Pembahasan
....................................................................................................
76
D. Keterbatasan Penelitian
....................................................................................................
83
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 84
B. Saran ......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 86
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 89
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional ....................................................... 19


Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kognitif ............................................................. 54
Tabel 3. Kisi-kisi Angket Respon Siswa......................................................... 55
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pretes) ............... 65
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Postes)............... 66
Tabel 6. Hasil Persentase Pada Aspek Afektif Siswa ...................................... 66
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas......................................................................... 67
Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas ..................................................................... 67
Tabel 9. Hasil Nilai N-gain Kelompok Atas ................................................... 68
Tabel 10. Hasil Nilai N-gain Kelompok Tengah.............................................. 69
Tabel 11. Hasil Nilai N-gain Kelompok Bawah............................................... 70
Tabel 12. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran ................... 71
Tabel 13. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai.......... 73
Tabel 14. Persentase Siswa yang Menjawab Benar pada Setiap Indikator ....... 75
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. One Group Pretest-Posttest Design ........................................... 53


Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Sebelum
Perlakuan .................................................................................. 76
Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Setelah
Perlakuan .................................................................................. 77

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Pembelajaran
a. Silabus.................................................................................. 91
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)............................ 93
c. Analisis Materi Kesetimbangan Kimia Bernuansa Nilai ........ 109
d. Lembar Kerja Siswa (LKS)................................................... 113
Lampiran 2. Instrumen Pengumpul Data
a. Kisi-kisi Tes Kognitif ........................................................... 117
b. Kisi-kisi Angket (Aspek Afektif) .......................................... 129
c. Format Tes Kognitif.............................................................. 132
d. Format Angket ...................................................................... 137
e. Format Wawancara ............................................................... 140
f. Format Lembar Observasi..................................................... 141
Lampiran 3. Pengolahan Data
a. Perhitungan Daya Pembeda................................................... 142
b. Perhitungan Tingkat Kesukaran ............................................ 143
c. Perhitungan Validitas dan Realibilitas................................... 144
d. Data Hasil Belajar Kognitif (Pretest)..................................... 146
e. Data Hasil Belajar Kognitif (Postest) .................................... 148
f. Perhitungan Uji Normalitas................................................... 150
g. Perhitungan Uji Homogenitas ............................................... 152
h. Perhitungan Uji t................................................................... 155
i. Persentase Hasil Belajar pada Aspek Afektif......................... 158
j. Hasil Wawancara ................................................................. 161
Lampiran 5. Surat Pernyataan Karya Ilmiah.................................................... 166
Lampiran 6. Lembar Uji Referensi .................................................................. 167
Lampiran 7. Surat Bimbingan Skripsi ............................................................. 174
Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian................................................ 175
Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 176
Lampiran 10. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif............................. 177
Lampiran 11. Biodata Penulis ......................................................................... 178
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar


dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan
sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan akan merangsang kreatifitas
seseorang agar sanggup menghadapi tantangan-tantangan alam, masyarakat,
teknologi serta kehidupan yang semakin kompleks.1 Kreatifitas memiliki
aspek-aspek kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi dan sensitivitas
yang dapat dikembangkan guru melalui metode-metode pembelajaran.
Pendidikan yang selama ini berlangsung adalah pendidikan yang
verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran.
Pengamatan terhadap praktik pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa
pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung
dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh
penguasaan itu dicapai oleh siswa. Bagaimana keterkaitan materi pelajaran
dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan
untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian.
Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan
pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan
sehari-hari. Phenix dalam Sutarno menyatakan bahwa pada umumnya
pendidik menyajikan unit-unit pelajaran tanpa menunjukkan hubungannya
dengan konteks yang lebih luas sehingga siswanya tidak mengetahui apakah
bertambahnya pengetahuan dan sikapnya itu dapat memberikan sumbangan
terhadap pandangan hidupnya secara keseluruhan.2

1
Nunuk Suryani, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap
Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”,dari http://pasca.uns.ac.id, Juli 2008.
2
Sutarno, Strategi Kebudayaan Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna Eksistensinya dalam
Pembangunan, dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun II, Nopember 1996, h. 10.
Berdasarkan sumber yang berasal dari The Third international
Mathematics and Science Study Repeat, untuk kemampuan siswa bidang IPA,
Indonesia menempati urutan 32 dari 38 negara. Hal ini tidak terlepas dari
proses pendidikan yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerjasama antara guru dan
siswa agar siswa dapat menyerap materi pelajaran dengan optimal. Untuk itu
diperlukan kreatifitas dan gagasan baru untuk mengembangkan cara penyajian
materi pelajaran di sekolah. Kreatifitas yang dimaksud adalah kemampuan
seorang guru dalam memilih model pendekatan, strategi dan media yang tepat
dalam penyajian materi serta cara penguasaan kelas yang sesuai dengan
kondisi siswa.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih
banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian
materi. Pendekatan tradisional berpijak pada pandangan behaviorisme
objektifitas, dimana behaviorisme berakar dari filsafat positifisme yang
percaya bahwa segala sesuatu yang bisa diamati atau ditangkap panca indera
sebagai kebenaran yang sebenarnya. Sesuatu dianggap ada jika bisa diamati
dan dirasakan.3
Sebagian besar guru-guru sains masih menggunakan pengajaran yang
berpusat pada guru dengan sedikit sekali melibatkan siswa sehingga aktivitas
pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menganggap siswanya sebagai botol
kosong yang perlu diisi penuh oleh guru dengan berbagai ilmu pengetahuan.
Siswa hanya menjadi pendengar yang pasif tanpa melakukan aktivitas
pembelajaran apa-apa. Mereka hanya bertanggung jawab mengeluarkan semua
berbagai ilmu yang dipelajari hanya ketika mengerjakan soal atau ujian.
Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak
siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar
yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.

3
Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Setting Kooperatif
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA3 SMA Negeri 3 Takalar” dalam
Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 87.
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan
dipergunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami
konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan
menggunakan sesuatu yang abstrak atau hanya dengan metode ceramah.
Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang
berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya dimana
mereka akan hidup dan bekerja. 4
Dari sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif
semata, siswa akan cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang memiliki
sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang
diketahui. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan
kepribadian yang dialami anak didik seperti pada gilirannya akan membentuk
anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar
dan cukup rentan terhadap distorsi nilai. Dampak selanjutnya anak akan
mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem nilai yang
seharusnya menjadi standar dan patokan berperilaku sehari-hari masih rapuh.5
Maka dari itu perlu dikembangkan startegi pembelajaran yang membangun
kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan secara utuh, yang mencakup
kecakapan pribadi, kecakapan hidup sosial, kecakapan berpikir kritis,
kecakapan melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah (kecakapan
akademik) dan kecakapan vokasional.
Kompetensi kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan dapat
dicapai jika pembelajaran yang diterapkan membawa siswa untuk belajar
sesuai dengan pengalaman nyata dan dalam konteks dunia nyata. Siswa akan
belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil

4
Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1”, dari
www. http/ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smp/16.ppt. Juli 2008.
5
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Bengkulu: Pustaka Pelajar,2008),Cet.1, hal.
XIX.
dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.6
Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,
dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan
komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh
sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu
tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, transformasi,
dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.
Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori,
prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu,
dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik
ilmu kimia sebagai proses dan produk.7
Mengajarkan ilmu kimia sebagai produk dan proses pada siswa
tidaklah mudah. Seorang guru kimia perlu mengembangkan keterampilan
dasar mengajar kimia untuk dapat menyampaikan kimia sebagai produk dan
proses. Keterampilan dasar guru kimia seperti dengan menerapakan
pembelajaran kontrukstivisme dan pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontetekstual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah konsep belajar yang yang membantu guru mengaitkan antara
materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
8
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pada proses
pembelajaran kontekstual yang lebih dipentingkan adalah siswa bekerja dan
mengalami daripada hasil belajar, sedangkan guru sebagai fasilitator
pembelajaran.

6
Suryani, “Pengaruh...
7
BSNP, ”Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah”, h. 459.
8
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:Bumi
Aksara,2007),Cet.II, h.41.
Tujuan dari pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.9
Pada pembelajaran kontekstual, siswa dapat mengaitkan materi yang
sedang dipelajari dengan fenomena di kehidupan nyata sehingga siswa belajar
lebih bermakna, bukan belajar dengan menghafal tetapi belajar dengan melihat
fenomena dalam kehidupan sehari-hari, menilai dan mengetahui teori dari
10
fenomena tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri
siswa tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga
dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dengan penganalogian dari
setiap bahan ajar. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi tentang
kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar, dengan sistem nilai dan moral yang
berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang. Sikap merupakan
hasil belajar afektif siswa dalam proses pembelajaran.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat
berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur,
menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.11
Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di
sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Ciri-
ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi
belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya.
Namun yang terpenting, dalam penerapan pendidikan siswa bukan
hanya dituntut untuk memahami pengetahuan materi pelajaran tertentu

9
Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif” dari
http://adifia.files.wordpress.com/2007/05/model-pembelajaran-yg-efektif.doc. Juli 2008
10
Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 93.
11
Departemen Pendidikan Nasional, ”Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah
Afektif” dari www.dikmenun.go.id.
melainkan siswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan pengetahuan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan sikap seseorang
tidak hanya cukup diukur dari seberapa jauh siswa menguasai hal yang
bersifat kognitif saja. Justru yang lebih terpenting adalah seberapa jauh
pengetahuan tersebut tertanam dalam jiwa dan seberapa nilai-nilai itu terwujud
dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran
seyogianya tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang bersifat
kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat sejumlah nilai
dasar yang harus diketahui oleh siswa.12
Dalam rangka memberikan perbaikan bagi pembelajaran sains,
khususnya pada mata pelajaran kimia yang melibatkan siswa secara aktif dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta menanamkan nilai-
nilai melalui konsep-konsep kimia karena baik nilai maupun konsep kimia
dituntut harus dikuasai sekaligus secara seimbang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan
pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.
Dalam penelitian ini digunakan pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan pendekatan kontekstual yang menyisipkan nilai-nilai diharapkan dapat
mengungkap aspek afektif siswa . Pada penelitian ini dipilih pelajaran kimia
pada pokok bahasan sistem kesetimbangan. Pokok bahasan ini dianggap
sesuai bila diajarkan dengan pembelajaran kontekstual bernuansa nilai melalui
kegiatan praktikum dan menggunakan media pembelajaran sehingga bersifat
konkret yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk meneliti permasalahan
yang akan dituangkan kedalam penulisan yang berjudul: “PENGARUH
PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR
SISWA ”.

12
Lubis, ”Evaluasi... , h.XXI
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang
dapat diidentifikasi yaitu :
1. Banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian
materi.
2. Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak siswa
mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar tetapi
pada kenyataannya siswa tidak memahaminya.
3. Sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata
menyebabkan siswa cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang
memiliki sistem nilai, sikap, minat secara positif terhadap apa yang
diketahui.
4. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan
kepribadian yang dialami siswa pada gilirannya akan membentuk anak
sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar.

C. Pembatasan masalah
Dari masalah yang diidentifikasi di atas, maka agar penelitian ini lebih
terarah, ruang lingkupnya perlu dibatasi. Untuk itu, penulis membatasi
masalah yang akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI
jurusan IPA di SMAN 2 Depok.
2. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pembelajaran kimia yang
bernuansa nilai pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia.
3. Nilai-nilai yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya nilai sosial, nilai
religi dan nilai praktis menurut Einstein.
4. Hasil belajar kognitif hanya dibatasi pada aspek pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), aplikasi atau penerapan (C3) dan analisis (C4). Hal
tersebut dikarenakan tes kognitif yang digunakan berbentuk pilihan ganda.
5. Hasil belajar afektif hanya dibatasi pada aspek penerimaan, respon dan
penilaian setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan
kontekstual.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual
berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa ?.

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan
pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.
2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan pendekatan kontekstual.
3. Mengembangkan alternatif pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan
pendekatan kontekstual yang dapat mengembangkan sikap siswa dalam
kehidupan sehari-hari.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi guru, dapat memberikan informasi tentang permasalahan nyata yang
dihadapi guru dalam menyelenggarakan pendidikan nilai melalui
pembelajaran kimia sehingga dapat direncanakan upaya-upaya
menanggulanginya.
2. Bagi siswa, dengan mengaitkan materi pokok/tema/topik masing-masing
mata pelajaran dengan nilai-nilai diharapkan dapat memotivasi siswa
dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran kimia.
3. Bahan bagi para peneliti untuk dapat dikembangkan lebih lanjut
penelitiannya mengenai pembelajaran mata pelajaran umum yang
bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA
NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

PROPOSAL SKRIPSI

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.
Tonih Feronika, M. Pd.

OLEH
Astri Rama Yulia
104016200430

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
BAB II
DESKRIPTIF TEORETIK, KERANGKA PIKIR DAN
HIPOTESIS

A. Deskriptif Teoretik
1. Pembelajaran
a. Pengertian belajar
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah
mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh
dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang dikenal dengan guru.13

Belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat


pengalaman atau latihan.14 Perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar
itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau
memperbaiki/meningkatkan perilaku yang ada.

Menurut Silverman dalam Alisuf Sabri mendefinisikan bahwa


belajar :15

Learning is a process in wich past experience or pratice result in


relatively permanent changes in individual’s repertory of
responses...”change” in this definition can be desirable or
undersirable. “Experience” and “practice” mean that the change in
responses cannot be result of maturation, ilness, injury, or bodily
growht. The limitation expressed by “relative permanent” means that
tentative behavior changes such as the caused by fatgu, drug, or
alcoholed, cannot classed as learning.
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam diri
manusia. Bila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi
perubahan pada diri individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan
bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi proses belajar.16

13
Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: PT Dunia Pustaka Jaya, 1996),Cet. I, h. 2.
14
M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu jaya, 1995), Cet. II, h. 60.
15
Sabri, Psikologi ..., h. 60.
16
Abu Muhammad Ibnu Abdullah, “Prestasi Belajar”, dari http://spesialis-
torch.com/content/view/120/29, pkl 11.29
Menurut Muhibbin, belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan
jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar
yang dialami siswa.17

Menurut Gagne dalam Ratna Wilis, belajar didefinisikan sebagai


18
perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Perubahan yang
dimaksud itu adalah kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang
relatif sama. Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai sikap,
perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Pendapat ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du ayat 11 yang berbunyi :

 
 
  ! 
 "$%&'()!* +
Artinya :”... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri...”.(Q.S 13 : 11)

Biggs dalam Muhibbin, mendefinisikan belajar dalam tiga macam


rumusan yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan
kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar berarti
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut
berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara instituasional (tinjauan
kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau
pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia pelajari.

17
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosda, 2000), Cet. V, h. 89.
18
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 21.
Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui
sesuai dengan proses mengajar. Adapun pengertian belajar secara kualitatif
(tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-
pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling dunia. Belajar
dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti
dihadapi siswa.19 Hilgard dan Bower dalam Ngalim, Belajar berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu
yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi
itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan
sesaat.20

Pembelajaran dapat di definisikan sebagai pengorganisasian atau


penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan
terjadinya belajar pada diri siswa.21 Dalam pembelajaran terlihat kegiatan
guru dan siswa, sumber belajar yang digunakan dalam mewujudkan
kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya
proses belajar pada diri siswa.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar


adalah proses perubahan tingkah laku pada diri manusia dalam
membangun makna dan pemahamannya untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif
dan psikomotor.

19
Syah, Psikologi…, h. 90.
20
Ngalim Purwanto.Psikologi Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 84.
21
Kartimi, “Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains Pembelajaran Berbasis Komputer”
dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 27.
b. Ciri-ciri Belajar
Berdasarkan pengertian atau definisi-definisi belajar, maka belajar
sebagai suatu kegiatan dapat diidentifikasi ciri-ciri kegiatannya sebagai
berikut :22

1) Belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri


individu yang belajar (dalam arti perubahan tingkah laku) baik aktual
maupun potensial.
2) Perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru
yang berlaku dalam waktu relatif lama.
3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).
Di antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik
perilaku belajar yang terpenting adalah : 23

1) Perubahan Intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman
atau praktik yang dilakukan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain
bukan kebetulan.
2) Perubahan itu positif dan aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif.
Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini
juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan
penambahan yakni diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih baik
daripada yang ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak
terjadi dengan sendirinya.
3) Perubahan itu efektif dan fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif yakni
berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna,
dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses
belajar bersifat fungsional dalam arti relatif menetap dan setiap saat

22
Sabri, Psikologi …, h. 56.
23
Syah, Psikologi…, h. 116.
apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan
dimanfaatkan.
Dengan demikian ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang
melakukan kegiatan belajar ditandai dengan adanya :24

1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.


2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar diatas bagi individu
merupakan kemampuan baru dalam bidang kognitif, atau afektif atau
psikomotor.
3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang
belajar dengan pengalaman.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa
dapat kita bedakan menjadi tiga macam yaitu :25

1) Faktor internal yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.


2) Faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik
dalam belajar antara lain faktor dari dalam diri dan faktor yang datang dari
luar diri dan disebut faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen anatara
lain : minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa di waktu
belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan
alat-alat indera dalam belajar. Faktor eksogen yang mempengaruhui
keberhasilan peserta didik antara lain seperti keadaan lingkungan belajar,
cuaca, letak kelas, faktor interaksi sosial dengan teman sebangku, interaksi
peserta didik dengan pendidikannya.26

24
Sabri, Psikologi…, h. 56.
25
Syah, Psikologi…, h. 132.
26
Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003),
Cet.IV, h. 103.
Semua faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ini
memerlukan perhatian dari pendidik dan guru yang sedang meletakan
sendi-sendi pendidikan secara mendasar sehingga guru diharapkan mampu
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa
yang menunjukkan kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi
faktor penghambat proses belajar mereka serta memotivasi belajar siswa.

2. Pendekatan Kontekstual
a. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah
Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal dari
kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”.
Dengan demikian contextual diartikan “ yang berhubungan dengan
suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai pembelajaran
yang berhubungan dengan suasana tertentu.27

Matthew dan Marica mendeinisikan pendekatan kontekstual


sebagai berikut :28

Contextual Teaching and Learning (CTL) is a system for teaching that


is grounded in brain research. Brain research indicates that we learn
best when we see meaning in new information with our existing
knowledge and experinces. Student learn best, according to
neuroscience, whn day can connet the content of academic lesson with
the context of their own daily lives.
Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning
(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.29 Pengetahuan dan

27
I Made Sumadi, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan
Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja, dalam Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 Th.2005, h.5.
28
Matthew Clifford dan Marica Wilson, “Contextual Teaching, Profesional Learning, and
Student Experiences : Lesson Learned from Implemention”, dari
http:/www.corwinpress.com/booksProdDesc.nav?prodId=Book220765, April 2009.
29
Muslich, KTSP ..., h. 40.
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan ketika ia belajar.

Menurut Elaine B. Johnson, CTL adalah:30

…an educational process that aims to help students see meaning in the
academic material they are studying by connecting academic subjects
with the context of their daily lives, that is, with context of their
personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim, the
system encompasses the following eight components: making
meaningful conections, doing significant work, self-regulated learning,
collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual,
reaching high standards, using authentic assessment.

CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong


para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
dalam keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial,
dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi
delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang
bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran
yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif,
membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar
yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.

Di samping mempermudah mengkontruksi pengetahuan,


pendekatan kontekstual juga dapat mempermudah terbentuknya
penghayatan pada aspek afektif seperti pengembangan etika pada diri
siswa sehingga akhirnya terjadi perubahan tingkah laku yang bersifat
intrinsik dan permanen.31 Sehingga akan tertanam sikap yang berasal dari
dalam diri siswa bukan karena keterpaksaan dan akan menjadi suatu
kebiasaan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.

30
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajar-
mengajar mengasyikkan dan bermakna, (Bandung: MLC, 2007), h.19.
31
Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan
Nilai, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet.I, h. 99.
Menurut Ramlawati dan Nurmadinah, Pendekatan pembelajaran
kontekstual (contektual teaching and learning) adalah konsep belajar
dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi
sedikit, sebagai bakal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya
sebagai anggota masyarakat.32

The Wasinghton State Consortium menyatakan bahwa


pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memungkinkan
siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar
sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia
nyata.33 Hal ini terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang
diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah rill yang berasosiasi
dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga,
masyarakat, dan siswa.

Pembelajaran atau pengajaran kontekstual merupakan suatu proses


pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.34

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi


pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya

32
Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 88.
33
Sumadi, “Pengaruh…, h. 5.
34
Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan...
dalam kehidupan mereka. 35 Dalam CTl, proses belajar diorientasikan pada
proses pengalaman secara langsung, siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengetahuan antara pengalaman belajar
disekolah dengan kehidupan nyata serta bagaimana materi pelajaran dapat
mewarnai perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL),


yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan
dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan
tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa, kemudian diarahkan
melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir,
constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa
menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar
siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa
berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereview kembali pengalaman
belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan
menjadi sangat objektif. 36

Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi


yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di
dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih
berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai
tujuan pembelajaran dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan kembali
pemahaman, pengetahuan dan kemampuannya dalam konteks di luar
sekolah untuk menyelesaikan permasalahan nyata baik secara mandiri
maupun secara kelompok.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa


pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah strategi
pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari

35
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), h.255.
36
Atit Suryati, “Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa
“ dari http://educare.e-fkipunla.net/ Juli 2008.
pengetahuan siswa. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, CTL
menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam
membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam
kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi
yang dipelajari siswa dalam konteks dimana materi tersebut digunakan,
serta hubungannya dengan bagaimana siswa belajar.

b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual


COR (Center for Occupational Research) dalam Masnur
menjabarkan lima konsep pembelajaran kontekstual yang disingkat
REACT antara lain :37

1) Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau


pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk
menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk
dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.
2) Experiencing adalah belajar dalam dalam ekpolrasi, penemuan, dan
penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa
melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat
siklus inquiry.
3) Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam
penggunaan dan kebutuhan praktis.
4) Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan
pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk
belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi
juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan
nyata.
5) Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan
pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.
Proses pengajaran akan lebih hidup dan menjalin kerjasama
diantara siswa, maka proses pembelajaran dengan paradigma lama harus
37
Muslich, KTSP..., h.41 - 42.
diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas siswa
dalam berpikir, arah pembelajaran yang lebih kompleks tidak hanya satu
arah sehingga proses belajar mengajar akan dapat meningkatkan kerjasama
diantara siswa dengan guru, siswa dengan siswa maka dengan demikian
siswa yang kurang akan dibantu oleh siswa yang lebih pintar sehingga
proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik.38

Pembelajaran dengan paradigma lama yang dikenal sebagai


pendekatan tradisional yang berpijak pada pandangan behaviorisme. Para
penganut teori behaviorisme (teori perilaku) berpendapat bahwa sudah
cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-
respon dan diberi penguatan bila ia memberikan respon-respon yang
benar. Mereka tidak mempersoalkan apakah yang terjadi dalam pikiran
siswa sebelum dan sesudah respon dibuat. Siswa hanya berperan sebagai
penerima ilmu pengetahuan dan tidak dirangsang untuk mencari sendiri
pengetahuannya. Tugas siswa hanya membaca, mendengarkan, mencatat,
dan menghafal tanpa memberikan kontribusi ide proses pembelajaran.

Untuk lebih lengakpnya, perbedaan pendekatan CTL dengan


pendekatan tradisional (behaviorisme) pada proses pembelajaran dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional39
No. CTL Tradisional
1. Menyandarkan pada memori Menyandarkan pada hafalan
spesial (pemahaman makna)
2. Pemilihan informasi berdasarkan Pemilihan informasi di-
kebutuhan siswa tentukan oleh guru
3. Siswa terlibat secara aktif dalam Siswa secara pasif menerima
proses pembelajaran informasi
4. Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak
kehidupan nyata/masalah yang dan teoritis
disimulasikan
5. Selalu mengkaitkan informasi Memberikan tumpukan
dengan pengetahuan yang telah informasi kepada siswa

38
Asep Sugiharto, “Hasil Belajar Siswa Dalam Pengguanaan Pendekatan kontekstual Pada
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” dari http://one.indoskripsi.com/content/
39
Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan...
dimiliki siswa sampai saatnya diperlukan
6. Cenderung mengintegrasikan Cenderung terfokus pada
beberapa bidang satu bidang (disiplin) tertentu

7. Siswa menggunakan waktu Waktu belajar siswa se-


belajarnya untuk menemukan, bagian besar dipergu-nakan
menggali, berdiskusi, berpikir untuk mengerja-kan buku
kritis, atau mengerjakan proyek tugas, men-dengar ceramah,
dan pemecahan masalah (melalui dan mengisi latihan yang
kerja kelompok) membosankan (melalui kerja
individual)
8. Perilaku dibangun atas Perilaku dibangun atas
kesadaran diri kebiasaan
9. Keterampilan dikembangkan Keterampilan dikem-
atas dasar pemahaman bangkan atas dasar latihan
10. Hadiah dari perilaku baik adalah Hadiah dari perilaku baik
kepuasan diri adalah pujian atau nilai
(angka) rapor
11. Siswa tidak melakukan hal yang Siswa tidak melakukan
buruk karena sadar hal tersebut sesuatu yang buruk karena
keliru dan merugikan takut akan hukuman

12. Perilaku baik berdasar-kan Perilaku baik berdasarkan


motivasi intrinsik motivasi ekstrinsik

13. Pembelajaran terjadi di berbagai Pembelajaran hanya terjadi


tempat, konteks dan setting dalam kelas
14. Hasil belajar diukur melalui Hasil belajar diukur melalui
penerapan penilaian autentik. kegiatan akademik dalam
bentuk tes/ujian/ulangan.
Nunuk Suryani mengutip Dirjen Dikmenum mengatakan
penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga
untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam
memecahkan masalah yang terkait dalam kehidupan mereka sehari-hari
melalui interaksi sesama teman melalui pembelajaran kooperatif sehingga
mengembangkan keterampilan sosial (social skill).40

40
Suryani, “Pengaruh …, h. 8.
Pembelajaran kontekstual dilaksanakan sebagai aplikasi dalam
pemaknaan belajar dan proses belajar dalam arti yang sesungguhnya. Hal
ini didasarkan pada landasan teoritis tentang belajar aktif yang tidak
semata-mata menekankan pada pengetahuan yang bersifat hafalan saja.
Siswa harus aktif mencari, menemukan pengetahuan tersebut dengan
keterampilan secara mandiri. Beberapa strategi pengajaran yang dapat
dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual antara lain
sebagai berikut : 41
1) Pembelajaran berbasis masalah
2) Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman
belajar
3) Memberikan aktivitas kelompok
4) Membuat aktivitas belajar mandiri
5) Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat
6) Menerapkan penilaian autentik
c. Komponen Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh
komponen utama yaitu : 42
1) Kontruktivisme. Pembelajaran yang berciri kontruktivisme
menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif,
produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan
dari pengalaman belajar yang bermakna.
2) Bertanya. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya
guru untuk bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu,
mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus
mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.
3) Menemukan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap
fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk
menghasilkan temuan yang diperoleh dari siswa sendiri.

41
Muslich, KTSP…, h. 50-51.
42
Muslich, KTSP…, h.44-47.
4) Masyarakat belajar. Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar
sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.
5) Pemodelan. Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa
pembelajaran dan keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti
dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa
berupa pemberian contoh tentang. Misalnya cara mengoperasikan
sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan.
6) Refleksi. Komponen yang merupakan bagian terpenting dari
pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas
pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru
saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktifitas, atau
pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan
masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa
pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau
bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
7) Penilaian autentik. Komponen yang merupakan ciri khusus dari
pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran atau informasi tentang pengalaman belajar
siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui
guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar
siswa.
Mansur mengutip pendapat John A. Zahorik dalam Contructvist
Teaching mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik
pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut :43
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
2) Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara
keseluruhan dulu kemudian memerhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan yaitu dengan cara menyusun konsep
sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar

43
Muslich, KTSP…, h. 52.
mendapat tanggapan (validasi), dan atas dasar tanggapan itu, konsep
tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut.
5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan
tersebut.
Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan
menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak
bentuk pengalaman siswa termasuk aspek sosial, fisikal, dan psikologikal
untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Dalam lingkungan sekitar,
siswa menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan
aplikasi praktikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses informasi
atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan sesuai dengan
kerangka pikir yang dimilikinya.
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Untuk mencapai kompetensi yang di harapkan sesuai dengan
standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator pada pembelajaran
kimia dengan menggunakan CTL, guru melakukan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut :44
1) Pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan, guru menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran
dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajarai. Kemudian guru
menjelaskan prosedur pembelajaran CTL, membagi siswa kedalam
berbagai kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Tiap kelompok
ditugaskan untuk melakukan kegiatan praktikum pengaruh konsentrasi
dan suhu terhadap kesetimbangan kimia. Guru melakukan tanya
jawabsekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
2) Inti. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan berdasarkan
kegiatan praktikum pada LKS yang telah tersedia. Siswa
mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya

44
Sanjaya, Strategi ..., h.270
masing-masing. Siswa melaporkan hasil diskusi dan setiap kelompok
menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
3) Penutup. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil kegiatan
praktikum sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
Secara garis besar, penerapan CTL dalam pembelajaran kimia adalah
sebagai berikut :45
1) Guru harus menanamkan pemikiran kepada pesrta didik bahwa belajar
akan lebih bermakna dengan bekrja sendiri, menemukan sendiri serta
mengkontruksi sendiri dan keterampilan baru.
2) Guru harus mendorong pesrta didik agar sedapat mungkin mereka
melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Guru harus mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu pesrta didik
dengan bertanya.
4) Guru harus menciptakan masyarakat belajar dengan membentuk
kelompok-kelompok.
5) Guru harus menghadirkan model untuk digunakan sebagai contoh
pembelajaran.
6) Guru harus mendorong pesrta didik agar melakukan refleksi setiap
akhir pembelajaran.
7) Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
untuk mengetahui apakah peserta didik memang belajar.
e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual
Adapun evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual
antara lain :46
1) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan
penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Langkah-

45
R. Rudiyanto,” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan
Kecakapan Hidup” jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, disi Khusus
TH.XXXVI. Desember 2003.
46
Muslich, KTSP…, h. 92.
langkah yang dilakukan dalam penilaian kinerja yaitu identifikasi
semua aspek penting, tuliskan semua kemampuan khusus yang
diperlukan, usahakan kemampuan yang akan dinilai dapat diamati dan
tidak terlalu banyak. Urutkan kemampuan yang akan dinilai
berdasarkan urutan yang akan diamati.
2) Penilaian Tes Tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis yang
digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat dgunakan
untuk kemampuan mengingat dan memahami. Dalam menyusun
instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut
yaitu materi, konstruksi, dan bahasa.

3. Pembelajaran Bernuansa Nilai


a. Pengertian Nilai
Nilai-nilai didefinisikan sebagai suatu ide yang relatif konstan
tentang suatu perilaku. Nilai-nilai menunjuk pada kriteria untuk
menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan.47
Menurut Mc Conatha dan Schnell mendefinisikan bahwa nilai :48
“Value are primary constructs which affect an individual’s interprtive
schema and his or her sense of self, thereby exerting a direct influence
on attitudes, beliefs, fellings and the perception of the social and
political world”.
Nilai atau value yang berasal dari bahasa latin (valere) dapat
berarti kualitas sesuatu yang membuatnya menjadi diidamkan, bermanfaat,
dapat pula berarti sesuatu yang dihormati, unggul, dihargai atau diakui.
Nilai dapat bersifat subjektif dan dapat pula bersifat objektif.49 Dengan

47
Sutarno, “Nilai dan Pendekatan Pendidikan Nilai” dari Jurnal Pendidikan Nilai. Th.6. No. 1
Pebruari 2000. h.53.
48
Gail E. FitzSimons, ”Value, Vocational Education and Mathematics : Linking Research with
Practice”, Monash University/Swinburn University of Technology. dari: http: //www.
Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008,
h.1.
49
Anna Poejiadi dan Hayat Sholihin, “Pendidikan Nilai dan Penilaian dalam Pembelajaran
Sains Sebagai Antisipasi Kurikulum 2004 dalam Seminar nasional Pendidikan Matematika dan
kata lain, apabila sesuatu itu dipandang baik dirasakan bermanfaatuntuk
dimiliki, bermanfaat untuk dikerjakan atau bermanfaat untuk dicapai
seseorang.
Nilai menurut Philip C Clarkson dan Alan Bishop “value
occupying a more central and deeply held position than attitudes, which
are often considered to be reflected in our patterns of response to
particular situations.50 Hal itu menunjukkan bahwa nilai menduduki posisi
yang lebih utama dan mendalam dibandingkan sikap, serta dianggap
sebagai refleksi diri dalam berbagai situasi.
Menurut Louis O Kattsoff dalam Djunaidi menyimpulkan bahwa
nilai mempunyai empat macam arti yaitu : 51
1) Bernilai artinya berguna.
2) Merupakan nilai artinya baik atau benar atau indah.
3) Mengandung nilai artinya merupakan objek atau keinginan atau sifat
yang menimbulkan sifat setuju serta suatu predikat.
4) Memberi nilai artinya memutuskan bahwa sesuatu yang diinginkan
atau menunjukkan nilai.
Senada dengan pendapat Louis O Kattsoff, Brian Hill dalam The
Australian National Framework for Values Education menjelaskan bahwa
nilai adalah “ the ideals that give significance to our lives, that are
reflected through the priorities that we choose, and that we act on
consistently and repeatedly“. Nilai sebagai sesuatu yang dapat
memberikan hal yang signifikan terhadap kehidupan kita, yang tercermin

IPA Diseminasi Hasil Kolaborasi Sekolah-Universitas Untuk Meningkatkan Kesiapan


Implementasi Kurikulum MIPA 2004, 10 Juli 2004, h. 2.
50
Philip C Clarkson dan Alan Bishop,”Value and Mathematics Education” , Paper presented
at the conference of the International Commission for the Study and Improvement of Mathematics
Education (CIEAM51), University College. http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2
September 2008.
51
Muhammad Djunaidi Ghony, Nilai Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1999), h. 15.
pada prioritas hidup yang kita pilih sehingga kita dapat melakukannya
secara konsisten dan berulang kali.52
Menurut Milton Roceach dan James Bank seperti yang dikutip oleh
Mawardi Lubis, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam
ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak, atau
mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan
dipercayai.53
Horton dan Hunt dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto
mengatakan nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu
berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan
pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku
tertentu itu salah atau benar.54 Suatu tindakan dianggap sah artinya secara
moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati
dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan.
Khoiron Rosyadi mengutip pendapat Hoffmeister mengatakan
bahwa nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan oleh manusia yang
sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran.55 Nilai
dirasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau
prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada suatu
tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk mengorbankan hidup
mereka daripada mengorbankan nilai.
Henry Pratt Furchild dalam Junaidi Ghony mendefinisikan nilai
sebagai “The believed capacity of any obyect satisfy a human desire. The
quality of any obyect which causes it into be of interest to an individual or
group”.56 Yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang ada pada suatu

52
R. Scott Webster, “Does the Australian National Framework for Values Education Stifle an
Education for World Peace”, dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September
2008, h.3.
53
Lubis, Evaluasi...I, h. 16.
54
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Prenada Media, 2004), h. 35.
55
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet.1, h. 115
56
Junaidi G, Nilai ..., h. 16.
benda/hal yang memuaskan keinginan manusia. Hal tersebut menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok.
Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang
diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus
kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh
karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang
diserap dari keadan objektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen
(perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan Allah
SWT yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasan umum), kejadian
umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum. 57
Pengertian nilai menurut Fraenkel dalam Mawardi, adalah standar
tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat
manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahanakan.58 Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki arti
prnting dalam kehidupan subjek.
Menurut Sidi Gazalba dalam Mawardi, Nilai adalah sesuatu yang
bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkret, bukan fakta, tidak
hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki,
yang disenangi atau tidak disenangi. Nilai itu terletak antara hubungan
subjek penilai dengan objek.59
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai
menjadi sesuatu yang amat penting pada diri seseorang karena nilai akan
dijadikan sebagai standar berkelakuan dalam menghadapi hidup dan
menghidupi dunianya dan mempengaruhi manusia dalam menentukan
pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

57
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2004), Cet. IV, h. 202.
58
Lubis, Evaluasi..., h.17.
59
Lubis, Evaluasi..., h.17.
b. Jenis-Jenis Nilai
Menurut Max Scheler dalam Kaswardi, nilai-nilai dikelompokkan
dalam 4 tingkatan menurut tinggi rendahnya sebagai berikut : 60
1) Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai
yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang
senang atau menderita tidak enak.
2) Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkat ini, terdapat nilai-nilai penting
bagi kehidupan. Misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan
umum.
3) Nilai-nilai kejiwaan. Dalam tingkat ini terdapat nilai kejiwaan yang
tidak sama sekali tergantung pada jasmani maupun lingakungan. Nilai-
nilai semacam itu ialah : keindahan, kebenaran, dan pengetahuan
murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkat ini, terdapat modalitas nilai dari
suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-
nilai pribadi terutama Allah SWT sebagai pribadi tertinggi.
Menurut R. Scott Webster dalam The Australian National
Framework for Values Education mengelompokkan nilai menjadi 9
sebagai berikut : 61
1) Care and Compassion
2) Doing your best
3) Fair go
4) Freedom
5) Honesty and Trustworthiness
6) Integrity
7) Respect
8) Responsibility
9) Understanding, Tolerance and Inclusion
Khoiron Rosyadi mengelompokkan nilai-nilai sebagai berikut :62

60
Kaswardi, Pendidikan..., h. 37.
61
Webster, “Does The Australian…
1) Nilai Sosial adalah interaksi anatar pribadi dan manusia berkisar
sekitar baik-buruk, pantas- tidak pantas, semestinya-tidak semestinya,
sopan santun-kurang ajar. Nilai-nilai baik dalam masyrakat yang
dituntut pada setiap anggota masyarakat disebut susila atau moral.
2) Nilai Ekonomi ialah hubungan manusia dengan benda. Benda
diperlukan karena kegunaannya. Nilai ekonomi menyangkut nilai
guna.
3) Nilai politik ialah pembentukkan dan penggunaan kekuasaan. Nilai
politik menyangkut nulai kekuasaan.
4) Nilai pengetahuan menyangkut nulai kebenaran.
5) Nilai seni menyangkut nilai bentuk-bentuk yang menyenangkan secara
estetika.
6) Nilai filsafat menyangkut nilai hakikat kebenaran dan nilai-nilai itu
sendiri.
7) Nilai agama menyangkut nilai ketuhanan (nilai kepercayaan, ibadat,
ajaran, pandangan, dan sikap hidup dan amal) yang terbagi dalam baik
dan buruk.
Albert Einsten dalam Suroso AY berpendapat bahwa sains
mengandung nilai-nilai seperti : 63
1) Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang dapat memberi
kemanfaatan langsung atau segi-segi praktis bagi kehidupan manusia
danj pemahaman atau penguasaan tentang sains itu sendiri.
2) Nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat
membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan
seseorang bahwa segala sesuatu yang ada mesti ada yang
menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan
menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatNya sehingga
manusia mesti bertakwa kepadaNya.

62
Rosyadi, Pendidikan…, h. 123-124.
63
Yudianto, Manajemen..., h. 16.
3) Nilai pendidikan suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat
memberikan inspirasi ide atau gagasan cemerlang untuk diterapkan ke
bidang teknik atau mental dalam pemenuhan kebutuhan dan hasratnya
bagi kesejahteraan manusia.
4) Nilai intelektual suatu bahan ajar adalah nilai yang melandasi
kecerdasan manusia untuk mengambil sikap dan perilaku yang tepat
setelah bahan ajar diberikan .
5) Nilai sosial dan politik suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang
dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan
berperilaku sosial yang baik, maupun berpolitik yang baik dalam
kehidupannya.
Menurut Bishop, A.J, Nilai dalam matematika dan IPA dibedakan
menjadi enam yaitu nilai rasionalisme, nilai mpiris, nilai control, nilai
progress, nilai keterbukaan, dan nilai misteri. Nilai rasionalisme berkaitan
dengan pendapat, alasan, logika analisis, dan penjelasan. Nilai empiris
berkaitan dengan objektivitas dan penggunaan ide pada matematika dan
sains. Nilai kontrol berkaitan dengan kekuatan hukum pada matematika
dan ilmu pengetahuan, fakta, prosedur, dan penetapan kriteria. Nilai
progres berkaitan dengan cara mengembangkan matematika dan sains
dengan metode baru. Nilai keterbukaan berkatan dengan pengetahuan
demokrasi. Sedangkan nilai misteri berkaitan dengan keunikan dan ide
yang tersimpan dalam matematika dan ilmu sains. 64

c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai


Pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan merupakan suatu
proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan
mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari

64
Bishop, A.J., “Values in Mathematics and Science Education” dari www.monash
university.edu.au. November 2008.
(konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks
lainnya. Pembelajaran yang holistik adalah mengajarkan materi tertentu
bukan hanya materinya saja, akan tetapi juga mengajarkan sistem nilai dan
moralnya dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari bahan
ajar.
Pembelajaran bernuansa nilai adalah penanaman dan
pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang sehingga dapat diterapkan
dalam perilaku sehari-hari. Penanaman nilai dapat dilakukan dengan
menyisipkan nilai-nilai ke dalam materi dalam proses pembelajaran.
Dalam hal ini, siswa dapat diajak dengan menelaah serta mempelajari
nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan masyarakat.
Dalam pembelajaran bernuansa nilai, guru memberikan materi
secara eksplisit dan implisit. Pembelajaran kimia bernuansa nilai secara
eksplisit adalah dengan mempelajari sains dengan sistem nilai dan
moralnya dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang relevan
untuk melegatimasinya. Konsep pembelajaran kontekstual yang telah
dikemukakan di atas sejalan dengan firman Allah yang terdapat dalam QS.
Qaaf: 7-8.
23)456 -./01-!
>%?@-!-/ ;$ <= -78589!:-!
B< ;$ <= -740-A)!:-!
K$52 HI4!J CDEFG
+Q8G<R-! 7N- %LO LMC
LC TU5<VW O6S CDEF+<9
“Dan kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-
gunung yang kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala macam
tumbuhan yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pelajaran bagi
tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat) Allah”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan alam semesta


ini agar manusia dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari berbagai
fenomena alam yang ditunjukkan oleh Allah tersebut. Dalam hal ini hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. Az-
Zumar: 9). Orang yang berakal akan mampu memikirkan makna dari apa-
apa yang dipelajarinya, seperti mengembanngkan berpikir kritis, analitis,
kreatif, transformatif, produktif, inovatif terhadap setiap pembahasan
materi pembelajaran, dan yang terpenting adalah mengambil hikmah dari
sistem nilai dan moral yang dikandungnya untuk diterapkan dalam
kehidupan nyata (konteks).
Adapun pembelajaran kimia bernuansa nilai diberikan secara
implisit adalah menggali sistem nilai dan moral yang dikandung oleh
setiap bahan ajarnya dikaitkan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam
masyarakat untuk dianalogikan dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini
pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai suatu
bahan ajar dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat
dapat mengubah sikap seseorang siswa yang belajar.65
Untuk itu, pengembangan kemampuan berpikir peserta didik dalam
mempelajari setiap bahan ajar perlu ditumbuh-kembangkan terhadap
penghayatan nilai-nilai yang dikandungnya melalui penalaran analogi,
perumpamaan-perumpamaan dan perenungan secara mendalam sampai
menyentuh lubuk hatinya. Pengembangan sikap mental melalui penalaran
bahan ajar yang bersumber dari ilmu pengetahuan alam ini akan
menimbulkan kesadaran seseorang terhadap aturan-aturan di alam dengan
segala hikmah maupun pelajarannya untuk kehidupannya atau keluarganya
dengan dampaknya bagi orang lain.66
Nilai merupakan suatu pendorong dalam hidup seseorang pribadi
atau kelompok dan berperan penting dalam proses perubahan sosial. Nilai
tidak selalu disadari, seseorang jarang menyadari semua nilai dalam
hidupnya kalau ia berusaha untuk menemukannya. Dalam pembelajaran
kimia bernuansa nilai diharapkan siswa dapat menemukan nilai yang

65
Yudianto, Manajemen..., h.28.
66
Yudianto, Manajemen... , h.18.
terdapat dalam dirinya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
4. Hakikat Ilmu Kimia
a. Ilmu Kimia
Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh
karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik
tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya.
Kimia adalah ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan percobaan (induktif), namun pada perkembangan selanjutnya
kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).
Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan
komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat
yang melibatkan keterampilan dan penalaran.67
Ada dua hal yang berkaitan dengan dengan kimia yang tidak
terpisahkan yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai
proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian
hasil belajar kimia harus memperhatikan ilmu kimia sebagai produk dan
proses. Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :68
1) Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan
dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa.
2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, ulet, kritis, dan dapat
bekerjasama dengan orang lain.
3) Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian
hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan
67
BSNP, “Sosialisasi KTSP”, h. 459.
68
BSNP, “Sosialisasi …, h. 460.
instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta
menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4) Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat
dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta
menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi
kesejahteraan rakyat.
5) Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling
keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari dan teknologi.

b. Konsep Kesetimbangan Kimia


1) Reaksi Bolak – balik69
Reaksi kimia ada yang berlangsung searah dan ada pula yang
dapat dibalik. Reaksi-reaksi pembakaran atau korosi besi, tidak dapat
balik (irreversible), artinya hasil raksi tidak dapat diubah lagi menjadi
zat pereaksi. Apabila kertas atau kayu yang terbakar, abu atau arang
hasil pembakaran tidak dapat diubah kembali menjadi kertas atau
kayu seperti semula. Proses-proses alami umumnya berlangsung
searah, tidak dapat dibalik (reversible). Namun di laboratorium
maupun dalam proses industri banyak reaksi yang dapat dibalik.
Reaksi dapat balik yang berlangsung dalam sistem tertutup akan
berakhir dengan kesetimbangan.

2) Keadaan setimbang
Keadaan setimbang (kesetimbangan) adalah keadaan dimana
laju menghilangnya suatu komponen sama dengan laju pembentukan
komponen itu (v1 = v2). Pada keadaan setimbang jumlah masing-
masing komponen tidak berubah terhadap waktu dan tidak ada
perubahan yang dapat diamati atau diukur (sifat makroskopis tidak

69
Michael Purba, Kimia untuk SMA Kelas XI, (Jakarta:Erlangga, 2006), h. 134.
berubah) reaksi seolah-olah telah berhenti. Akan tetapi secara
mikroskopis, yaitu pada tingkat molekul, reaksi tetap berlangsung.
Bila suatu zat direaksikan dengan zat lain dan terbentuk zat
baru, pembentukan zat baru tersebut tidak selalu sempurna meskipun
reaksi dibiarkan beberapa lama. Konsentrasi zat-zat yang bereaksi pada
mulanya akan berkurang dengan cepat sampai suatu ketika mencapai
nilai yang tetap. Pada saat tersebut tidak terjadi perubahan konsentrasi
baik bagi zat-zat yang bereaksi maupun zat hasil reaksi. Keadaan
tersebut dikenal sebagai keadaan kesetimbangan kimia. Jadi ciri suatu
sistem pada kesetimbangan ialah adanya nilai tertentu yang tidak
berubah dengan berubahnya waktu.70

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesetimbangan


Reaksi kesetimbangan berlangsung tidak tuntas dan tingkat
ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan ) yaitu
sebagai berikut :
a) Pengaruh konsentrasi
b) Pengaruh volume
c) Pengaruh tekanan
d) Pengaruh suhu
Pada reaksi kesetimbangan, ketidaktuntasannya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Hal tersebut juga dapat dianalogikan seperti
kehidupan seorang manusia, artinya seseorang juga dipengaruhi faktor
lingkungan. Hal ini tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam
kehidupan bermasyarakat. Manusia bukanlah makhluk individu
melainkan sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan
orang lain. Berdasarkan hal diatas sesuai dengan hadits Rasulullah
SAW yang berbunyi :

70
Ralph H. Petrucci dan Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2, (Jakarta:
Erlangga, 2004), h. 188.
”Perumpamaan sahabat yang saleh dan yang jahat ialah bagaikan
seorang penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual
minyak wangi, maka bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi atau
kamu akan membeli darinya, atau paling tidak kamu akan
mendapatkan bau wanginya. Sedangkan pandai besi maka bisa jadi
akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak
sedap”(H.R Al-Bukhari).

4) Azas Le Chatelier
Pengaruh faktor luar terhadap kesetimbangan dapat diramalkan
dengan azas Le Chatelier yang dikemukakan oleh Henri Louis Le
Chatelier pada tahun 1884 adalah sebagai berikut : Bila terhadap
suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu
akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi
tersebut. Dimana cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan
pergeseran ke kiri atau ke kanan.71
a) Pengaruh konsentrasi
2 NO (g) + O2 (g) 2 NO2 (g)
Berdasarkan reaksi kimia diatas, Sesuai dengan azas Le
Chatelier, jika konsentrasi salah satu komponen diperbesar maka reaksi
sistem adalah mengurangi komponen tersebut. Sebaliknya, jika
konsentrasi salah satu komponen diperkecil, maka reaksi sistem adalah
menambah komponen itu. Secara singkat, pengaruh konsentrasi
terhadap kesetimbangan adalah sebagai berikut: Jika konsentrasi salah
satu pereaksi diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu produk diperbesar, maka
kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Pada reaksi kesetimbangan dapat
dianalogikan seperti seorang manusia dalam kehidupan masyarakat
dimana apabila ada seorang mendapatkan rizqi yang berlebih dalam
hal materi maka akan memberikan sebagian hartanya untuk orang yang
membutuhkan sehingga akan mewujudkan kepedulian sosial dan

71
Micheal Purba, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 147.
toleransi antara sesama manusia. Hal tersebut sesuai dengan Firman
Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 26 – 28 yang berbunyi :

Artinya : ” Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat


akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan
dan janglah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan
dan setan itu adalah sangat ingkar kepada tuhanNya. Dan jika kamu
berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari TuhanMu yang
kamu harapkan maka katakanlah kepada mereka dengan ucapan yang
pantas.”(QS:17: 26-28)

Y !-Z!-)  [\
989 ] !-9^_8-Q+
!-
Z!-)  [\
`ab8b !-98Z6c!-@dC 
!-e' 
Artinya : ”...Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran”.(QS:5:2)

Pada sistem kesetimbangan kimia, pergeseran kimia yang


dipengaruhi oleh konsentrasi di analogikan dengan kehidupan manusia
dalam lingkungan masyarakat yaitu kepedulian sosial dan sikap
toleransi terhadap sesama. Apabila ada saudara yang membutuhkan
pertolongan maka yang lain harus membantunya dengan
kemampuannya yang ia miliki agar terwujud kerukunan hidup dalam
masyarakat.
b) Pengaruh suhu
Sesuai dengan azas Le Chatelier, jika suhu sistem
kesetimbangan dinaikkan maka reaksi sistem menurunkan suhu,
setimbang bergeser ke pihak reaksi yang menyerap kalor (ke pihak
reaksi endoterm). Sebaliknya, jika suhu diturunkan, maka setimbang
akan bergeser ke pihak reaksi yang melepaskan kalor (eksoterm).
c) Pengaruh perubahan tekanan
Jika tekanan sistem kesetimbangan diperbesar maka reaksi
kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah molekul (jumlah
koefisien) kecil dan sebaliknya.
d) Pengaruh volume
Jika volume sistem kesetimbangan diperbesar maka reaksi
kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah molekulnya (jumlah
koefisien) besar dan sebaliknya. Dalam reaksi kesetimbangan pada
suatu larutan, cara memperbesar volume adalah dengan pengenceran.

5) Tetapan Kesetimbangan72
a) Hukum Kesetimbangan
Suatu hubungan yang tetap antara konsentrasi kesetimbangan
yaitu nisbah hasil kali konsentrasi setimbang zat-zat produk terhadap
hasil konsentrasi seimbang zat-zat pereaksi masing-masing
dipangkatkan dengan koefisiennya. Nilai dari hukum kesetimbangan
disebut tetapan kesetimbangan dan dinyatakan dengan lambang Kc.
Secara umum, persamaan Tetapan kesetimbangan untuk reaksi :
2SO2 (g) + O2(g) 2SO3 (g) yaitu :
[SO3 ]2
K =
[ SO2 ] [O2 ]
b) Tetapan Kesetimbangan Tekanan (Kp)

72
Purba, Kimia …h.138.
Tetapan kesetimbangan untuk sistem kesetimbangan gas juga
dapat dinyatakan berdasarkan tekanan parsial gas yang dinyatakan
dengan Kp. Secara umum, persamaan Tetapan kesetimbangan untuk
reaksi : N2 (g) + 3H2(g) 2NH3 (g) yaitu :
[ PNH 3 ]2
Kp =
[ H 2 ]3[ N 2 ]

c) Hubungan Kp dengan Kc
Tekanan parsial gas bergantung pada konsentrasi. Dari
persamaan gas ideal yaitu PV = nRT, maka didapatkan
n
P= RT
V
n
Dengan mengganti P pada persamaan Kp dengan maka di
V
dapatkan hubungan Kp dengan Kc sebagai berikut :
Kp = Kc (RT)∆n

6) Penerapan Kesetimbangan dalam industri


Reaksi kimia yang digunakan pada industri menggunakan
sistem kesetimbangan untuk mendapatkan produk yang diinginkan.
Untuk mendapatkan produk tersebut diupayakan agar reaksi bergerak
ke arah hasil reaksi dan sekecil mungkin bergeser ke arah pereaksi.
Beberapa contoh reaksi kimia yang menggunakan prinsip
kesetimbangan dalam industri adalah pembuatan gas amonia (NH3),
asam sulfat (H2SO4), dan asam nitrat (HNO3). Ketiga zat tersebut
merupakan bahan kimia yang sangat penting dalam berbagai industri
kimia.73
a) Pembuatan Amonia (NH3)

73
Suyatno, dkk, Kimia untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta: Grasindo, 2007), h.129.
Amonia dibuat berdasarkan reaksi antara gas nitrogen dengan
gas hidrogen. Reaksi pembuatan ini dipelajari oleh Fritz Haber dan
disempurnakan oleh Karl Bosch, sehingga proses pembuatan ini
dikenal dengan proses Haber-Bosch. Persamaan reaksi pada
pembuatan amonia adalah sebagai berikut:74

N2 (g) + 3H2 (g) 2NH3 (g) ∆H = -92 kJ

Menurut azas Le Chatelier, kesetimbangan akan bergeser ke


kanan untuk mencapai kondisi optimal jika diberlakukan hal-hal
berikut ini:75

1)) Penambahan suhu akan menggeser kesetimbangan ke kiri


(reaksi endoterm), sehingga untuk menggeser kesetimbangan
ke kanan maka suhu harus diturunkan. Pada suhu rendah,
reaksi akan berjalan sangat lambat dan suhu optimal yang
diperlukan pada pembuatan amonia adalah 500°C pada tekanan
yang tinggi.
2)) Penambahan katalis oksida besi, oksida kalium dan
alumunium untuk mempercepat laju reaksi.
3)) Saat ini, kondisi optimal pada industri amonia dilakukan pada
suhu 600°C d.engan tekanan 1000 atm.
b) Pembuatan Asam Sulfat (H2SO4)
Bahan kimia kunci pada pembuatan asam sulfat adalah gas
SO3 berdasarkan reaksi eksoterm berikut:76

2 SO2 (g) + O2 (g) SO3 (g) ∆H = -189 kJ

Kondisi optimal dicapai dengan melangsungkan reaksi pada


suhu 400°C dan menggunakan katalis Vanadium (V) oksida
(V2O5). Pada proses ini tidak memerlukan tekanan tinggi.

74
Suyatno,Kimia ..., h.125.
75
Suyatna, Kimia ..., h.126.
76
Suyatno, Kimia ..., h.126.
c) Pembuatan Asam Nitrat (HNO3)
Asam nitrat diproduksi secara industri dengan proses
Oswald berdasarkan reaksi:77

1)) Pembentukan nitrogen monoksida dari amonia dan oksigen


dengan katalis Pt-Rd pada suhu 850°C dan tekanan 5 atm.
4 NH3 (g) + 5 O2 (g) 4 NO (g) + 6 H2O (g) ∆H = 907 kJ

2)) Nitrogen monoksida dari hasil di atas, kemudian dioksidasi


menjadi nitrogen dioksida.
2 NO (g) + O2 (g) 2 NO2 (g) ∆H = -114,14 kJ

3)) Nitrogen dioksida dicampur udara yang berlebih dalam air


panas (80°C) akan bereaksi membentuk asam nitrat.
4 NO2 (g) + O2 (g) + 2 H2O (l ) HNO3 (g)

5. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar.78 Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda “prestatie” dalam
bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam
literatur, prestasi selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu, seperti
dikemukakan oleh Robert M. Gagne dalam Abu Muhammad Ibnu
Abdullah bahwa dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang
dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement)
seseorang.79

77
Suyatno, Kimia…, h.127.
78
Dimiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet.
III, h. 3.
79
Abdullah, “Prestasi...
Hasil belajar menurut Bloom mencakup prestasi belajar, kecepatan
belajar, dan hasil afektif.80 Karakteristik manusia meliputi cara yang
tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan
dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor,
dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif.
Ditinjau dari proses pengukuran dikatakan bahwa hasil belajar
merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur dengan angka. 81 Hal ini
berarti bahwa hasil belajar seseorang dapat diperoleh melalui perangkat tes
dan hasil tes tersebut dapat memberikan inormasi tentang seberapa besar
kemampuan siswa menyerap materi setelah mengikuti proses
pembelajaran.
Menurut Damriani, Hasil belajar adalah bukti dari usaha yang telah
dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang diperoleh siswa dari
proses belajarnya.82 Dengan demikian, perilaku belajar seseorang
didasarkan pada tingkat pengetahuan terhadap sesuatu yang dipelajari
yang kemudian dapat diketahui melalui tes dan pada akhirnya
memunculkan hasil belajar dalam bentuk nilai riel.
Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi
secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga
aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar
capaian kompetensi tersebut yakni penilaian terhadap penguasaan materi
akademik (kognitif), hasil belajar yang bersifat normatif (afektif), dan
aplikatif produktif (psikomotor).83
b. Hasil Belajar Kognitif

80
Dikmenum, “Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” , diakses
dari www.dikmenum.go.id Juli 2008.
81
Eros Taruh, “Studi Korelasi Antara Kemampuan Awal dan Motivasi Berprestasi Dengan
Hasil Belajar Fisika”, Universitas Negeri Gorontalo, dalam Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 3
No. 1 Maret 2006, h. 31.
82
Damriani, ”Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan
Contekstual Teaching and Learning Mata Pelajaran Fisika di SMAN 3 Bandar Lampung” dari
JPMIPA, Vol.7 No. 1, Januari 2006, h. 18.
83
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006, Cet. 1, h. 13.
Sesuai dengan pembatasan masalah yang tercantum pada bab
sebelumnya, dalam penelitian ini, hasil belajar yang dinilai hanya pada
ranah kognitif saja yaitu pada aspek pengetahuan atau ingatan (C1),
pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan analisis (C4). Ranah kognitif ini
merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental atau
otak.84
Peringkat ranah kognitif menurut taksonomi Bloom ada enam yaitu
85
:
1) Hafalan (C1). Meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari.
2) Pemahaman (C2). Meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi
yang diterima.
3) Penerapan (C3). Meliputi kemampuan menggunakan prinsip, aturan,
metode yang dipelajari siswa pada situasi baru atau pada situasi
konkrit.
4) Analisis (C4). Meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang
dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur
informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi
jelas.
5) Sintesis (C5). Kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian
yang terpisah menjadi suatu keseluruahan yang terpadu.
6) Evaluasi (C6). Kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu
pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang
ditetapkan.
c. Hasil Belajar Afektif
Hasil belajar proses (afektif) berkaitan dengan sikap dan nilai,
berorientasi pada penguasaan dan pemilikian kecakapan proses atau
metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam

84
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi…, .h.14
85
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi…, .h. 15.
berbagai tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan,
motivasi belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya. 86
Menurut Popham (1995) dalam Dikmenum, ranah afektif
menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki
minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar
secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran
diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena
itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta
didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan
emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan,
semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya.
Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan
pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.87
Pophan dalam Mimin mengatakan bahwa ranah afektif menentukan
keberhasilan seseorang. Artinya ranah afektif sangat menentukan
keberhasilan seorang peserta didik untuk mencapai ketuntasan dalam
proses pembelajaran.88
Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima
yaitu :89
1) Menerima. Peserta didik memiliki keinginan untuk memperhatikan
suatu fenomena khusus (stimulus).
2) Tanggapan. Pada peringkat ini peserta didik tidak hanya
memperhatikan fenomena khusus tetapi juga beraksi terhadap
fenomena yang ada. Hasil belajar pada tingkat ini yaitu menekankan
diperolehnya respon, keinginan memberi respon atau kepuasan dalam
memberi respon. Peringkat tertinggi pada kategori ini adalah minat,
hal-hal yang menekankan pada pada pencarian hasil dan kesenangan
pada aktivitas khusus.

86
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi…, .h.19-20.
87
Dikmenum, “Pedoman...
88
Haryati, Model..., h. 36.
89
Haryati, Model..., h.37.
3) Menilai. Melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang
menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Hasil belajar pada
peringakat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil
agar nilai dikenal dengan jelas.
4) Organisasi. Antara nilai yang satu dengan nilai yang lain dikaitkan dan
konflik antar nilai diselesaikan serta mulai membangun sistem internal
yang konsisten. Hasil belajar pada peringkat ini yaitu berupa
konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai.
5) Karakterisasi. Pada peringakat ini peserta didik memiliki sistem nilai
yang mengandalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga
terbentuk pola hidup. Hasil belajar pada tingkat ini adalah berkaitan
dengan pribadi, emosi dan rasa sosialis.
Karakteristik ranah afektif yang penting antara lain:90
1) Sikap menurut Fishbein dan Ajzen yaitu suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu
objek, situasi, konsep dan orang.
2) Minat adalah suatu disposisi yang terorganisasikan melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan
perhatian atau pencapaian.
3) Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu bersangkutan
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya.
4) Nilai menurut Tyler adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang
dinyatakan individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan.
5) Moral secara bahasa berasal dari bahasa latin mores yang artinya tata
cara, adaptasi kebiasaan sosial yang dianggap pernanen sifatnya bagi
ketertiban dan kesejahteraan masyarakat.

B. Penelitian Yang Relevan

90
Haryati, Model..., h.38-39.
Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan, diantaranya yaitu:
Berdasarkan penelitian Damriani (2006) bahwa berdasarkan hasil
penelitian dan observasi, diperoleh bahwa pembelajaran dengan menggunakan
contextual teaching dan learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Rata-rata pada aktivitas siswa yang sesuai dengan kegiatan
pembelajaran pada siklus 1 sebesar 83,67%, pada siklus 2 sebesar 90,14% dan
pada siklus 3 sebesar 94,2%. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa untuk
setiap aspek yang dinilai pada siklus 1 sebsar 74,2, pada siklus 2 sebesar 83,67
dan 87,4 pada siklus 3.91
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ramlawati dan Nurmadinah
dalam jurnalnya “Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Setting
Kooperatif untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA 3
SMA Negeri Takalar”, dapat disimpulkan bahwa hasil tes prestasi belajar pada
siklus 1 skor rata-rata prestasi belajar kimia siswa sebesar 68,85% dengan
jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 24 siswa dan pada siklus 2 skor
rata-rata sebsar 75,51% dengan siswa yang tuntas belajar sebanyak 37 orang.
Berdasarkan hasil observasi, disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam proses
belajar mengajar kimia semakin meningkat, perhatian siswa terhadap proses
belajar mengajar kimia semakin meningkat yaitu ditandai dengan perubahan
sikap siswa terlihat semakin berkurangnya aktivitas lain pada proses
pembelajaran serta keberanian dan motivasi siswa semakin meningkat yaitu
ditandai dengan banyak siswa yang angkat tangan untuk mengerjakan soal di
depan kelas.92
Beberapa kesimpulan di atas memperlihatkan hasil penelitian yang
kaitannya seputar pengaruh pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar.
Selanjutnya hasil penelitian tersebut memberikan inspirasi bagi peneliti untuk
melaksanakan penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sunardiayanto ”Kefektifan Penggunaan Pendekatan Kontekstual Melalui

91
Damriani, “Meningkatkan …h.22.
92
Ramlawati dan Nurmadinah, ”Penerapan...
Pembelajaran Kooperatif Terhadap Keterampilan Berkomunikasi pada mata
Pelajaran Biologi Kelas II SLTP Negeri 4 Palu”. Hasil dari penelitian tersebut
adalah Penggunaan pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif
yang dalam pengelolaannya menggunakan daur belajar model 4E lebih efektif
secara sangat signifikan dibandingkan dengan pendekatan konvensional
terhadap kemampuan membuat tabel data dan kemampuan persentasi pada
mata pelajaran biologi siswa SLTP Negeri 4 Palu.
R. Rudiyanto dalam penelitiannya yang berjudul” Kurikulum Berbasis
Kompetnsi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup”
menyimpulkan bahwa implementasi kurukulum berbasis kompetensi dengan
contextual teaching and learning (CTL) mengarah pada upaya meningkatkan
mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat pendidikan dasar dan menengah
untuk mempersiapkan para peserta didik menghadapi tantangan masa depan.93
Penelitian yang dilakukan oleh Rini Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan
Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model
Pembelajaran Berbasis gambar (Picture and Picture) Pada Siswa Kelas XI
IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang”, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan konsep kontekstual dengan model pembelajaran berbasis gambar
dapat memperbaiki pemahaman siswa pada konsep biologi dan dapat
meningkatkan keterampilan sains siswa khususnya keterampilan
mengidentifikasi, pemahaman dan analisis gambar. Selain itu diperoleh nilai
rata-rata ulangan akhkir siklus yaitu 7,04.94
Dari aspek nilai, penelitian yang dilakukan oleh Sodiq Mahfuz yang
berjudul Pembelajaran Kimia Pada Sub Bahan Kajian Pencemaran
Lingkungan Yang Terintegrasi dengan Nilai-nilai Agama (studi eksperimen
kelas II caturwulan 3 di Madrasah Aliyah Negeri Magelang). Hasil dari
penelitian tersebut adalah menunjukkan bahwa peningkatan prestasi belajar
siswa (konsep, sikap) pada kelas eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan

93
R. Rudiyanto,” Kurikulum....
94
Rini Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan
Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis gambar (Picture and Picture) Pada Siswa Klas
XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang”, Jurnal Guru, No.1 Vol 3, Juli 2006.
dengan kelas kontrol, dan pengembangan sikap antara sebelum dengan
sesudah pembelajaran kimia pada sub pokok bahasan pencemaran lingkungan
yang terintegrasikan nilai agama pada kelas eksperimen mengalami
peningkatan pengembangan sikap yang signifikan. Selain itu juga ditemukan
bahwa melalui pembelajaran kimia yang terintegrasi nilai agama, siswa lebih
kreatif, berani mengemukakan pendapat dan peduli terhadap isu-isu
pencemaran lingkungan yang ada di masyarakat.
Selain itu, Intan Nuridian dalam Skripsinya yang berjudul Pengaruh
Integrasi Nilai-Nilai Akhlak Dalam Pembelajaran Kimia Terhadap Sikap
Siswa Dari penelitian ini diperoleh temuan integrasi nilai-nilai akhlak pada
membelajaran kimia berpengaruh positif meningkatkan tiga aspek yang
terlibat di dalam sikap seperti kognitif, afektif, dan konatif. Pada aspek
kogintif menyadari pentingnya belajar kimia peningkatan rata-rata sebanyak
7,51%. Pada aspek afektif menyenangi kegiatan pembelajaran kimia
peningkatan rata-rata sebanyak 11,34%. Pada aspek behavior/konatif
terdorong untuk mempelajari kimia lebih lanjut peningkatan rata-rata
sebanyak 12,92%, mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT peningkatan
rata-rata sebanyak 12,35%, terdorong untuk berbuat baik kepada diri sendiri
dan orang lain peningkatan rata-rata sebanyak 11,43%, terdorong untuk
menjaga dan melestarikan alam semesta/lingkungan hidup peningkatan
sebanyak rata-rata 4,75%.

C. Kerangka Pikir
Pada umumnya, pembelajaran yang diterapkan sebagian besar guru belum
dapat memberikan pengaruh dan manfaat langsung bagi siswa dalam
kehidupannya sehari-hari. Siswa hanya menerima informasi atau pengetahuan
yang diberikan oleh guru dan mengeluarkan pengetahuan tersebut pada saat ujian
untuk mendapatkan nilai yang tinggi (berorientasi pada aspek kognitif), tanpa
mengetahui manfaat dari pengetahuan tersebut. Sehingga pembelajaran berjalan
tanpa meninggalkan sesuatu yang berarti bagi diri siswa. Hal tersebut dapat
mengakibatkan pembelajaran yang dialami siswa tidak bermakna dan siswa
menjadi sosok yang kurang peka terhadap lingkungan.
Kondisi yang ada di sekolah saat ini umumnya nilai-nilai yang diterapkan
dalam materi pembelajaran adalah nilai praktis dan nilai intelektual. Nilai
pendidikan, nilai sosial-politik dan nilai religius belum diintegrasikan dalam
materi pembelajaran. Pada umumnya pengintegrasian nilai-nilai religi (agama)
dan nilai-nilai moral hanya dilakukan oleh guru agama atau pada saat pelajaran
agama saja, sementara jam pelajaran yang tersedia untuk pelajaran agama dalam
sekolah hanya dua jam tiap minggunya. Kondisi ini didukung dengan guru mata
pelajaran lain yang seolah tidak mempunyai beban tugas untuk mengintegrasikan
nilai agama dan nilai moral dalam pembelajaran dan mereka sibuk dengan materi
dan mata pelajarannya masing-masing. Hal ini mengindikasikan bahwa orientasi
pendidikan yang selama ini berlangsung hanya mengedepankan aspek kognitif
dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotor.
Salah satu kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari ilmu kimia
adalah siswa menganggap kimia merupakan ilmu yang abstrak dan membosankan
karena dirasakan tidak terdapat manfaat langsung dari pelajaran tersebut.
Sehingga sangat besar peranan guru dalam menentukan metode pembelajaran
kimia yang tidak membosankan siswa dan bersifat konkret yang dikaitkan dengan
kehidupan siswa. Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya guru mengkaitkan
nilai-nilai kehidupan pada pelajaran kimia sehingga dapat memotivasi siswa
dalam meningkatkan prestasinya.
Salah satu usaha yang dilakukan guru untuk mencapai keberhasilan proses
belajar yang bermakna pada diri siswa yaitu melalui pemilihan strategi
pembelajaran dan pendekatan. Pendekatan yang tepat adalah pendekatan
kontekstual, yang dapat mendorong siswa untuk mengaitkan materi yang sedang
dipelajari dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat memahami
materi bukan semata-mata dari guru, melainkan membuat hubungan pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannnya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari
pembelajaran tersebut tidak hanya pada aspek kognitif saja tetapi juga pada aspek
afektif. Apabila apa yang dipelajari oleh siswa dinilai bermanfaat, siswa akan
termotivasi untuk mempelajari lebih lanjut untuk memperoleh pengetahuan
sehingga belajar merupakan hal yang menyenangkan dan menantang.
Pendekatan kontekstual yang mengintegrasikan nilai adalah pembelajaran
yang menawarkan guru untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks
kehidupan siswa sehari-hari. Pendekatan kontekstual ini akan mempermudah guru
dalam mengintegrasikan nilai-nilai karena guru akan menganalogikan berbagai
contoh dalam kehidupan siswa sehari-hari yang dikaitkan dengan materi yang
akan dipelajari siswa. Nilai-nilai yang diintegrasikan dalam pembelajaran yang
bertujuan untuk memadukan dzikir dan pikir pun dengan sendirinya akan tercapai.
Dalam hal ini, diharapkan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek
kognitif dan afektif yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. Serta berpengaruh
positif dalam rangka menanamkan nilai-nilai keimanan dan dapat membentuk
serta membina sikap siswa yang berakhlak mulia.
Berdasarkan kerangka pikir di atas, jika guru menerapkan pembelajaran
kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual maka hasil belajar siswa
akan meningkat yaitu pada aspek kognitif dan afektif serta membuat proses
pembelajaran menjadi lebih bermakna.

D. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teoretis dan kerangka pikir yang telah dikemukakan
diatas, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif yang nyata pembelajaran kimia bernuansa
nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa
Ha : Terdapat pengaruh positif yang nyata pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Tanggal Penelitian


Tempat penelitian dilakukan di SMAN 2 Depok, Jalan Gede Raya No. 177
Depok II Timur. Sesuai dengan masalah yang diambil yaitu materi mengenai
Sistem Kesetimbangan Kimia yang dipelajari di semester genap, maka penelitian
ini dilakukan pada tanggal 5 - 15 Januari 2009.
B. Subyek penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 di SMAN 2
Depok. Berdasarkan survei yang telah dilakukan peneliti serta informasi yang
disampaikan guru bidang studi kimia SMAN 2 Depok, kelas XI IPA 2 merupakan
kelas yang homogen diantara dua kelas lainnya. Siswa yang menjadi subyek
penelitian adalah satu kelas yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 25 siswa
perempuan. Subjek penelitian ini di kelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu 10
siswa kelompok atas, 20 siswa kelompok tengah dan 10 siswa kelompok bawah.
Pengelompokkan tersebut berdasarkan pada nilai mata pelajaran kimia pada
semester I dan saran yang diberikan oleh guru kimia kelas XI IPA 2. Adapun rata-
rata nilai mata pelajaran kimia kelas XI IPA 2 yaitu 70,12.
C. Metode penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian Pre-
Experimental Designs (non designs), yaitu metode penelitian yang desainnya
belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh (semu). Hal ini disebabkan
karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya
variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen
bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen, karena tidak adanya
variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random.95
Dalam desain ini, kelompok tidak diambil secara acak juga tidak ada
kelompok pembanding tetapi diberi tes awal dan tes akhir serta perlakuan. Hal
tersebut dikarenakan keterbatasan peneliti dalam mendapatkan kelompok lain
sebagai pembanding yang homogen dengan kelompok pada penelitian. Desain

95
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2007),
h.74.
penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest design yang
digambarkan sebagai berikut:96
O1 X O2
Gambar 1. one group pretest-posttest design
Dimana O1 = Nilai Pretest (sebelum pembelajaran)
X = Perlakuan (Treatment)
O2 = Nilai Posttest (setelah pembelajaran)
Dalam desain ini observasi dilakukan dua kali yaitu sebelum pembelajaran
yang disebut pretest dan sesudah pembelajaran yang disebut posttest. Perbedaan
antara skor pretest dengan skor posttest diasumsikan sebagai efek dari adanya
pembelajaran. Keuntungan menggunakan desain ini adalah pretest memberi
landasan untuk membuat komparasi prestasi subjek yang sama sebelum dan
sesudah dikenai experimental treatment.97
D. Instrumen penelitian
1. Tes Tertulis
Tes ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual dalam
materi kesetimbangan kimia. Kisi-kisi untuk soal dibuat berdasarkan KTSP
disesuaikan Standar kompetensi pelajaran kimia kelas XI IPA yaitu
Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan
industri Penjabaran konsep untuk menjadi butir-butir soal memperhatikan
ranah pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi konsep (C3) serta
analisis (C4). Instrumen tes yang diujikan kepada siswa yaitu sebanyak 20
butir soal pilihan ganda yang dapat dilihat pada lampiran. Kisi-kisi instrumen
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. Adapun rekapitulasi kisi-kisi
instrumen tes adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Kognitif

96
Sugiyono, Metode ..., h.74-75
97
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h.103.
Aspek Kognitif Proporsi
No. Indikator
C1 C2 C3 C4 ∑ %
1. Menjelaskan pengertian 2 3 3 15
kesetimbangan dinamis
4
2. Menjelaskan faktor-faktor yang 5,43 13, 14,2 11 7 35
23 2
mempengaruhi pergeseran
kesetimbangan.

3. Menjelaskan tetapan 26 1 5
kesetimbangan

4. Menghitung harga Kc dan Kp 42 31,3 6 30


2
berdasarkan konsentrasi zat dalam
33,3
kesetimbangan dan menghitung 437
harga Kc berdasarkan Kp atau
sebaliknya.

5. Menafsirkan data percobaan 41,4 2 10


4
mengenai konsentrasi pereaksi dan
hasil reaksi pada keadaan
setimbang untuk menentukan
derajat disosiasi dan tetapan
kesetimbangan

6. Menjelaskan kondisi optimum 38 1 5


untuk memproduksi bahan-bahan
kimia di industri yang didasarkan
pada reaksi kesetimbangan
melalui diskusi.

Jumlah 4 6 9 1 20 100

2. Angket
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui aspek afektif pada
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual, dengan
menggunakan skala sikap Likert dimana terdiri dari 43 pernyataan terdiri dari
22 pernyataan positif dan 21 pernyataan negatif dengan menggunakan 4
pilihan yaitu: 1) Sangat tidak setuju; 2) tidak setuju; 3) setuju; 4) sangat setuju.
Dimana untuk melihat hasil belajar siswa pada aspek afektif diuraikan
kedalam kisi-kisi respon sisiwa pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Respon Siswa
Peryataan
No Indikator pertanyaan Jumlah
Positif Negatif
1. Menyadari pentingnya ilmu 1, 3, 6, 20 8, 4, 35, 36 8
kimia

2 Menyenangi kegiatan 2, 5, 7, 9, 10, 19, 24, 10


pembelajaran bernuansa 37 26, 34
nilai

3 Mensyukuri nikmat dan karunia 11, 41 31, 17 4


Allah SWT
4 Menghindari pergaulan yang 12, 15, 25 13, 30, 16 6
buruk
5 Terdorong untuk peduli 14, 18, 21, 27, 29, 40, 15
terhadap sesama
22, 23, 32, 42, 43, 28
33, 38, 39

3. Observasi
Observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu maupun
proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Observasi dilakukan dalam
kelompok, yang sebelumnya telah dikelompokkan menjadi kelompok tinggi,
kelompok sedang, dan kelompok bawah.
Data dari hasil observasi digunakan untuk memperoleh gambaran
langsung tentang aktivitas siswa pada proses pembelajaran. Penilaian
dilakukan dengan menggunakan checklist. Aspek-aspek yang diobservasi
dikelompokkan ke dalam kategori baik (B), cukup (C), dan kurang (K).
Apabila aspek-aspek yang diobservasi terlihat semua dalam aktifitas
kelompok siswa, maka siswa tersebut mendapat kategori baik. Apabila yang
terlihat hanya sebagian maka mendapat kategori sedang, dan apabila tidak
terlihat sama sekali maka mendapat kategori kurang. Aktifitas siswa yang
diobservasi meliputi:
a. Memperhatikan mendengarkan penjelasan guru;
b. Berada dalam tugas kelompok;
c. Mengerjakan soal latihan (LKS);
d. Berdiskusi / bertanya antara siswa dengan guru;
e. Berdiskusi / bertanya antar siswa;
f. Memperhatikan penjelasan teman;
g. Menulis yang relevan dengan KBM.

4. Wawancara Siswa
Wawancara siswa bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa
terhadap pembelajaran kontekstual bernuansa nilai pada pokok bahasan
kesetimbangan kimia. Pedoman wawancara siswa ini meliputi, apakah
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yang
dilaksanakan siswa menyenangkan atau sulit dilakukan, apakah pembelajaran
bernuansa nilai dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar,
serta mengetahui pengaruh nilai-nilai yang ditanamkan pada diri siswa melalui
pembelajaran bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, terdapat beberapa tahapan dalam
pengumpulan data agar semua data dapat diperoleh dengan baik dan lengkap.
Tahapan pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Langkah-langkah dalam tahap persiapan adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada standar
isi mata pelajaran Kimia SMA kelas XI serta menganalisis materi yang
mengandung nilai agama, nilai sosial, dan nilai praktis. Pada penelitian
ini pokok bahasan yang dipilih adalah kesetimbangan kimia
b. Membuat silabus, rencana pembelajaran, dan skenario pembelajaran.
c. Membuat instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data yaitu
berupa tes tertulis dan angket.
d. Menguji validasi dan realibititas instrumen penelitian oleh para ahli
dengan cara judgement lalu diuji coba.
e. Memperbanyak instrumen untuk digunakan dalam penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 4 pertemuan. Adapun kegiatan
pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut:
a. Pada pertemuan pertama dilakukan pelaksanaan tes awal untuk
mengetahui penguasaan konsep kesetimbangan kimia. Guru
menerangkan materi kesetimbangan kimia bernuansa nilai dengan
menampilkan tayangan fenomena dalam kehidupan yang berhubungan
dengan konsep kesetimbangan kimia.
b. Pada pertemuan kedua dilakukan kegiatan praktikum mengenai
pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap arah pergeseran
kesetimbangan. Dalam kegiatan praktikum siswa mengisi LKS yang
telah disediakan oleh peneliti. LKS ini berisi tentang prosedur/langkah
kerja dan hasil pengamatan selama kegiatan praktikum dengan
menggunakan alat dan bahan sederhana. Dalam LKS ini juga
dilengkapi pertanyaan yang terkait dengan nilai-nilai sosial, praktis dan
agama. Pada kegiatan praktikum ini, siswa berdiskusi dalam
kelompoknya tentang hasil percobaan faktor- faktor yang
mempengaruhi arah pergeseran kesetimbangan kimia serta
mempersentasikan hasil diskusi kepada kelompok lain.
c. Pada pertemuan ketiga guru menerangkan konsep Kc dan Kp serta
derajat disosiasi serta aplikasi kesetimbangan kimia dalam proses
industri.
d. Pada pertemuan keempat siswa dan guru membuat kesimpulan
bersama tentang nilai-nilai yang terdapat dalam materi kesetimbangan
kimia. Pada pertemuan ini, peneliti melakukan Postes dan
menyebarkan angket untuk mengungkap aspek afektif.
3. Tahap Pengolahan Data
Dalam tahap pengolahan data adalah pengolahan data hasil belajar dan
angket.
F. Pengolahan data
1. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk
mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong
mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah
prestasinya. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai
maupun siswa yang kurang maka soal itu tidak baik, karena tidak mempunyai
daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh
siswa-siswa yang pandai saja.98
Rumus yang digunakan adalah:99

B A BB
D= − = PA − PB
JA JB

keterangan:

D = Daya beda
98
Suharsimi, Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet.
VII, h. 211.
99
Arikunto, Dasar-dasar …,h. 213.
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyak peserta kelompok atas
JB = Banyak peserta kelompok bawah
BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
Dari hasil penelitian diperoleh indeks daya pembeda yang tertinggi
sebesar 45%, sedangkan yang terendah sebesar 0%.
2. Tingkat kesukaran
Kesulitan soal harus seimbang, keseimbangan yang dimaksudkan
adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang dan sukar secara
proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau
kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai
pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat
kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk
mudah, sedang dan rendah.
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi
usaha memcahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan
siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi
karena di luar jangkauannya.100 Rumus yang digunakan adalah:101
B
P= , dimana
JS
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Dari hasil penelitian diperoleh butir soal yang termasuk dalam kategori
mudah sebanyak 15, dan kategori sedang sebanyak 14 dan kategori sangat
mudah sebanyak 17.

100
Arikunto, Dasar-dasar..., h. 207.
101
Arikunto, Dasar-dasar..., h. 208.
3. Validitas
Validitas berasal dari kata Validity dapat diartikan tepat atau shahih
yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya.102 Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian
terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang
seharusnya dinilai.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 22 butir soal yang
tidak valid dari 45 butir soal yang diujikan.
4. Reliabilitas
Susan Stainback menyatakan bahwa reliability is often defined as the
consistency and stability of data or findings. Reliabilitas berkenaan dengan
derajat konsistensi atau stabilitas data atau temuan. Yaitu suatu tes dapat
dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap.103
Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut
dalam menilai apa yang dinilainya, artinya kapanpun alat penilaian tersebut
digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Dari hasil penelitian
diperoleh bahwa reliabilitas tes sebesar 0,94.

G. Teknik Analisis Data


1. Analisis data Kuantitatif
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan
yaitu uji Liliefors, dengan langkah-langkah sebagai berikut:104
1) Urutkan data sampel dari yang kecil ke besar
2) Hitung nilai Zi dari masing-masing data berikut dengan rumus:105
Xi − X
Z=
S

102
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi..., h. 105.
103
Sugiyono, Metode…, h.267-268.
104
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, edisi ke-6, 1996), h. 466.
X1 = data
X = rata-rata data tunggal
S = Simpangan Baku
3) Dengan mengacu pada tabel distribusi normal baku, tentukan besar
peluang untuk masing-masing nilai Z, berdasarkan tabel Z ditulis F(Z
≤ Zi) yang mempunyai rumus F(Zi) = 0,5 ± Z
4) Hitung proporsi Z1, Z2,…., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi.
Jika proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka
BanyaknyaZ1 , Z 2 ,..., Z n yang ≤ Z t
S (Zi) =
n
5) Hitung selisih absolut F(Z) – S(Z), pada masing-masing data
6) Ambil harga Lhitung yang paling besar kemudian dibandingkan dengan
nilai Ltabel dari tabel Liliefors.
Kriteria pengujian : Lhitung < Ltabel ; data berdistribusi normal.
Lhitung > Ltabel ; data berdistribusi tidak normal.
7) Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, maka dilakukan uji
homogenitas melalui Uji Fisher.
8) Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan
adalah uji Lilliefors.
Lo = F (Zi) – S (Zi)
Keterangan :
Lo = Harga mutlak terbesar
F (Zi) = Peluang angka baku
S (Zi) = Proporsi angka baku
9) Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, maka dilakukan uji
homogenitas melalui uji Fisher.
b. Uji Homogenitas

105
Sudjana, Metode…, h. 466
Uji homogenitas sebagai uji persyaratan analisis data yang
bertujuan untuk mengetahui apakah data homogen (sama) atau tidak. Uji
homogenitas dilakukan setelah data persyaratan normalitas terpenuhi,
yakni data dinyatakan berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan
dengan menggunakan uji Fisher pada taraf signifikansi 0.05, dengan
rumus sebagai berikut:106
F = Varian Terbesar
Varian Terkecil
Dengan kriteria : Fhitung ≤ Ftabel, maka data homogen.
Fhitung ≥ Ftabel, maka data tidak homogen.
c. Uji Hipotesis Statistik “t”
Untuk melihat perbedaan hasil tes siswa pada sebelum perlakuan
dan sesudah perlakuan, diadakan uji “t” . Setelah uji prasyarat dilakukan
dan data dinyatakan berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis
dari penelitian ini digunakan rumus uji-t sebagai berikut:107
Md
t=
(∑ d 2 )
∑d2 − n
n(n − 1)
Keterangan:
Md = rata-rata dari gain antara tes akhir dan awal
d = gain (selisih) skor tes akhir terhadap tes awal setiap siswa
n = jumlah siswa.
Kemudian hasil t-hitung di atas dibandingkan dengan t-tabel pada
taraf signifikansi 95% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = (n1 – 1) +
(n2 – 1).
Adapun kriteria pengujian untuk uji-t ini adalah sebagai berikut:
jika – ttabel < thitung < ttabel maka tidak berbeda secara signifikan.
jika thitung > ttabel atau thitung < - ttabel maka terdapat perbedaan yang signifikan.

106
Sudjana, Metode…,h.467.
107
Subana dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 130.
2. Analisa Data Kualitatif
a. Uji Normal Gain
Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias
penelitian dan untuk mengukur signifikansinya digunakan uji normal gain.
Selain itu N-Gain bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar yang
memperhitungkan ketuntasan hasil belajar.
Rumus normal gain menurut Meltzer, yaitu:108
skor posstest – skor pretest
N – gain =
skor ideal – skor pretest

Dengan katagori perolehan:109


g-tinggi : nilai (<g>) > 0,70
g-sedang : nilai 0,70 (<g>) 0,30
g-rendah : nilai (<g>) <0,30

b. Angket Hasil Belajar Afektif


Mencari persentase digunakan untuk mengetahui persentase hasil
belajar afektif siswa yang diwakilkan pada setiap item soal. Hasil
penjumlahan skor yang dijawab dari setiap item dibandingkan dengan
jumlah skor ideal untuk kemudian dicari persentasenya berdasarkan
rumus:110
R
Persentase (%) = X 100%
SM
Dimana :

108
David E. Meltzer, “Addendum to: The Realition Between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores”.
Dari http://physics.iastate.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf, diakses November
2008.
109
Ahmad Samsudin dkk., “Penggunaan Model Pembelajaran Multimedia (MMI) Optika
Geometri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Memperbaiki Sikap Siswa” dari
http://www.pend.sains.blogspot.com/2008/09.Mei 2009.
110
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 102.
R = Skor yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

c. Hasil Observasi
Data hasil observasi digunakan untuk memperoleh gambaran
langsung tentang proses pembelajaran di kelas. Aspek-aspek yang
diobservasi dikelompokkan ke dalam kategori Baik (B), Cukup (C), dan
Kurang (K).
d. Hasil Wawancara
Adapun data hasil wawancara yang diperoleh, diolah menjadi
bahasa Indonesia baku, kemudian dianalisis dan digunakan untuk
memperkuat pernyataan pada angket siswa (hasil belajar afektif siswa).
Dari data hasil wawancara diperoleh respon siswa terhadap pembelajaran
yang diterapkan yaitu pembelajaran kima bernuansa nilai terhadap hasil
belajar siswa
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Belajar Siswa
1. Data Hasil Belajar Kognitif
a. Data Hasil Pretes
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes
kognitif dari 40 siswa yang dijadikan subjek penelitian diperoleh nilai
terendah 10 dan nilai tertinggi 55, nilai rata-rata sebesar 26,5, modus
sebesar 21,66, median sebesar 23,10, dan simpangan baku sebesar 71,21.
Untuk lebih jelasnya, deskripsi data hasil belajar kognitif siswa sebelum
pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pretes)
Nilai Tengah f
No. Kelas Interval Batas Nyata f
(Xi) (%)
1 10 – 17 13,5 9,5 – 17,5 6 15
2 18 – 25 21,5 17,5 – 25,5 20 50
3 26 – 33 29,5 25,5 – 33,5 5 12,5
4 34 – 41 37,5 33,5 – 41,5 8 20
5 32 – 49 40,5 31,5 – 49,5 0 0
6 40 – 57 48,5 39,5 – 57,5 1 2,5
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa skor pada interval 18 – 25
merupakan skor yang paling banyak diperoleh siswa, yaitu sebanyak 50%.
Skor rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 26,5. Siswa yang mendapat
skor di atas rata-rata sebanyak 35%, yaitu siswa pada kelas interval nomor
3,4, 5 dan 6. Siswa yang mendapat skor di bawah rata-rata sebanyak 65%,
yaitu siswa pada kelas interval nomor 1 dan 2.

b. Data Hasil Postes


Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes
kognitif setelah pembelajaran, dari 40 siswa yang dijadikan sampel
diperoleh nilai terendah 45 dan nilai tertinggi 90, nilai rata-rata sebesar
71,7, modus sebesar 73,5, median sebesar 76,5 dan simpangan baku
sebesar 151,8. Untuk lebih jelasnya, deskripsi data hasil belajar kognitif
siswa setelah pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Postes)
Nilai Tengah f
No. Kelas Interval (Xi) Batas Nyata f (%)
1 45 – 52 48,5 44,5 – 52,5 3 7,5
2 53 – 60 56,5 52,5 – 60,5 4 10
3 61 – 68 64,5 60,5 – 68,5 8 20
4 69 – 76 72,5 68,5 – 76,5 12 30
5 77 – 84 80,5 76,5 – 84,5 5 12,5
6 85 – 92 88,5 84,5 – 92,5 8 20
Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa skor pada interval 68,5 –
76,5 merupakan skor yang paling banyak diperoleh siswa, yaitu sebanyak
30 %. Skor rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 71,7. Siswa yang
mendapat skor di atas rata-rata sebanyak 62,5 %, yaitu pada kelas interval
4,5, dan 6. siswa yang mendapat skor di bawah rata-rata sebanyak 37,5 %,
yaitu pada kelas interval 1, 2 dan 3.

2. Data Hasil Belajar Afektif


Berdasarkan angket siswa untuk mengungkap aspek afektif maka
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 6. Hasil Persentase pada Aspek Afektif Siswa
No. Indikator %
1. Menyadari pentingnya belajar kimia 64,30
2. Menyenangi kegiatan pembelajaran 62,80
bernuansa nilai
3. Mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT 63,25
4. Menghindari pergaulan yang buruk 64,16
5. Terdorong untuk peduli terhadap sesama 62,80
Berdasarkan tabel diatas terdapat beberapa indikator yang
berkaitan dengan nilai-nilai yang ditanamkan pada konsep kesetimbangan
Kimia antara lain : menyadari pentingnya belajar kimia menghasilkan rata-
rata 64,3%, menyenangi kegiatan pembelajaran bernuansa nilai
menghasilkan rata-rata 62,8%, mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT
menghasilkan rata-rata 63,25%, menghindari pergaulan yang buruk
64,16%, dan terdorong untuk peduli terhadap sesama menghasilkan rata-
rata 62,8%.
B. Analisis Data
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Uji Normalitas
Pada data nilai sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji
normalitas dengan menggunakan Lilliefors. Berikut adalah tabel hasil
perhitungan uji normalitas:
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas
N α Lhitung Ltabel Kesimpulan
40 0,05 0,08 0,14 Ho diterima
Dari tabel di atas diperoleh Lo = 0,08, sedangkan Lt = 0,14 dengan
taraf signifikansi α = 0,05 dan n = 40. Karena Lhitung<Ltabel maka Ho
diterima, yaitu populasi berdistribusi normal. Perhitungan normalitas
dengan menggunakan Lilliefors dapat dilihat pada lampiran.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fisher.
Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji homogenitas :
Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas
α Data Nilai Jumlah Fhitung Ftabel Kesimpulan
Pretes NPretes = 40
0,05 0,65 1,75 Ho diterima
Postes NPostes = 40
Dari hasil pengujian diperoleh nilai Fhitung = 0,65 sedangkan nilai
Ftabel pada taraf signifikansi α = 0,05, dengan derajat kebebasan pembilang
40 dan derajat kebebasan penyebut 40 adalah 1,75. Karena nilai Fhitung
lebih kecil dari nilai Ftabel, maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kedua data bersifat homogen. Perhitungan homogenitas dengan
menggunakan uji Fisher dapat dilihat pada lampiran.
c. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji persyaratan analisis data berupa uji
normalitas dan homogenitas, diperoleh kesimpulan bahwa kedua
kelompok tersebut berdistribusi normal dan homogen. Sehingga pengujian
dapat diteruskan pada analisis data berikutnya, yakni uji “t”.
Hasil analisis data yang menggunakan statistik uji “t” diperoleh
nilai thitung = 20,5 sementara pada taraf signifikansi 1- ½ α = 0,975 pada
derajat kebebasan (dk) = 60 dan 120, didapat ttabel = 1,98. karena thitung >
ttabel 20,5 >1,98) maka Ho ditolak, yang berarti terdapat peningkatan hasil
belajar siswa pada konsep kesetimbangan kimia melalui pembelajaran
kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
konsep Kesetimbangan Kimia.
d. Data Nilai N-Gain
Peningkatan hasil belajar siswa diperoleh dengan membandingkan
hasil tes awal dengan tes akhir dan uji menggunakan nilai N-Gain yang
mempertimbangkan ketuntasan hasil belajar.
Tabel 9. Hasil Nilai N-Gain Kelompok Atas
No. Pretes Postes N-Gain Kategori
1 30 80 0,71 tinggi
5 15 80 0,76 tinggi
7 30 85 0,78 tinggi
8 30 85 0,78 tinggi
10 35 90 0,85 tinggi
18 20 55 0,43 sedang
19 40 90 0,83 tinggi
25 25 65 0,53 sedang
31 10 65 0,61 sedang
37 20 80 0,75 tinggi
Rata-rata 0,71
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata N-Gain pada kelompok atas
adalah 0,71 dengan kategori tinggi. Dari 10 siswa yang dikelompokan ke
dalam kelompok atas didapatkan 9 orang siswa telah mencapai ketuntasan
yaitu 65. Namun terdapat 1 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan
yaitu dengan nilai 55. Terdapat 7 orang siswa yang mendapat nilai di atas
nilai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM).
Tabel 10. Hasil Nilai N-Gain Kelompok Tengah
No. Pretes Postes N-Gain Kategori
14 10 70 0,67 sedang
36 15 65 0,58 sedang
40 20 75 0,69 sedang
30 20 70 0,62 sedang
20 20 60 0,50 sedang
6 25 60 0,47 sedang
13 25 85 0,80 tinggi
3 25 90 0,87 tinggi
4 25 80 0,73 tinggi
17 25 90 0,87 tinggi
26 25 75 0,67 sedang
28 25 75 0,67 sedang
25 25 65 0,53 sedang
39 15 70 0,70 sedang
27 30 50 0,28 rendah
33 30 75 0,64 sedang
35 35 75 0,61 sedang
32 40 80 0,67 sedang
23 40 70 0,50 sedang
15 55 65 0,22 rendah
Rata-rata 0,62
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata N-Gain pada kelompok tengah
adalah 0,62 dengan kategori sedang. Dari 20 siswa yang dikelompokan ke
dalam kelompok atas didapatkan 17 orang siswa telah mencapai
ketuntasan yaitu 65. Namun terdapat 3 orang siswa yang belum mencapai
ketuntasan. Terdapat 14 orang siswa yang mendapat nilai di atas nilai
Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM).

Tabel 11. Hasil Nilai N-Gain Kelompok Bawah


No. Pretes Postes N-Gain Kategori
2 25 60 0,47 sedang
11 25 45 0,27 rendah
12 25 65 0,53 sedang
16 40 65 0,42 sedang
21 25 70 0,73 tinggi
24 35 55 0,15 rendah
29 25 65 0,53 sedang
34 35 70 0,54 sedang
9 15 65 0,59 sedang
38 25 75 0,67 sedang
Rata-rata 0,49
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata N-Gain pada kelompok tengah
adalah 0,49 dengan kategori sedang. Dari 10 siswa yang dikelompokan ke
dalam kelompok atas didapatkan 7 orang siswa telah mencapai ketuntasan
yaitu 65. Namun terdapat 3 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan.
Terdapat 4 orang siswa yang mendapat nilai di atas nilai Standar
Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM).

2. Analisis Data Kualitatif


a. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran
Observasi dilaksanakan dengan membagi subjek penelitian
menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok tinggi, sedang dan bawah. Siswa
yang berjumlah 40 orang dibagi menjadi tiga kelompok, yaiu 10 orang
berada pada kategori tinggi, 20 orang pada kategori sedang, dan 10 orang
pada kategori bawah. Pembagian siswa menjadi tiga kelompok
berdasarkan nilai ulangan siswa pada konsep yang dipelajari sebelumnya.
Penilaian observasi dikelompokkan dalam kategori baik (B), cukup (C),
dan kurang (K). Data hasil observasi dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan


Pembelajaran
Hasil Observasi
No. Aspek yang diobservasi Kel. Kel. Kel.
Atas Sedang Bawah
1. Pertemuan 1
a. Kesungguhan dalam mengerjakan pre cukup cukup kurang
tes
b. Perhatian siswa pada media baik baik cukup
c. Partisipasi dan keaktifan siswa baik cukup kurang
d. Sikap kritis siswa cukup kurang kurang
e. Kemampuan menyimpulkan baik cukup kurang
f. Respon siswa terhadap tugas baik baik kurang
2. Pertemuan 2
a. Penguasaan terhadap materi praktikum kurang kurang kurang
b. Persiapan untuk praktikum cukup cukup cukup
c. Keterampilan mengamati percobaan kurang kurang kurang
d. Keterampilan menyampaikan pendapat baik cukup kurang
e. Kemampuan menjawab pertanyaan baik cukup cukup
f. Kemampuan menyimpulkan baik baik cukup
3. Pertemuan 3
a. Kesiapan siswa mengikuti pelajaran baik baik baik
b. Perhatian siswa tehadap penjelasan baik baik baik
guru
c. Partisipasi siswa dlm bertanya baik cukup kurang
d. Sikap kritis siswa baik cukup kurang
e. Kemampuan menyimpulkan baik baik baik
4. Pertemuan 4
a. Kesungguhan mengerjakan post tes baik baik baik
Berdasarkan hasil pengamatan melalui lembar observasi,
menunjukkan komponen-komponen pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran kimia bernuansa nilai pada pokok bahasan Kesetimbangan
Kimia adalah sebagai berikut :
1) Kontruktivisme
Data hasil pengamatan mengenai penerapan komponen kontruktivis di
kelas menunjukkan bahwa siswa masih kurang mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri sehingga guru harus mengarahkan siswa
dengan berbagai pertanyaan
2) Bertanya
Selama penelitian berlangsung dapat diamati bahwa bertanya tidak
hanya terjadi antara guru dengan siswa, tetapi juga terjadi antara siswa
dengan siswa pada pelaksanaan praktikum dan diskusi. Pertanyaan
yang diajukan guru bukan hanya untuk mengajak siswa terlibat dalam
proses pembelajaran tetapi juga digunakan siswa dalam menemukan
konsep materi pelajaran.
3) Menemukan
Kualitas penerapan komponen menemukan cendrung baik. Artinya
sebagian siswa mampu menemukan konsep materi pelajaran dengan
bantuan media film.
4) Masyarakat belajar
Data hasil pengamatan komponen masyarakat belajar menunjukkan
bahwa kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompoknya untuk
memecahkan masalah cukup bagus. Secara bergantian siswa
melaksanakan tugas masing-masing seperti mengambil alat dan
bahann, mengamati perubahan yang terjadi, mencatat hasil pengamatan
serta memcahakan persoalan dalam LKS. Siswa yang terpilih
mengkomunikasikan hasil kerja kelompok berusaha semaksimal
mungkin untuk mempersentasikan dengan sebaik-baiknya.
5) Pemodelan
Kualitas penerapan pemodelan, cendrung baik. Artinya guru bukan
satu-satunya model dalam pembelajaran tetapi dengan bantuan media
film serta siswa dapat dijadikan model dalam mendemonstrasikan
keterampilan.
6) Refleksi
Hasil observasi terhadap komponen refleksi sebagian besar siswa
belum dapat menarik kesimpulan dan menelaah terhadap materi yang
telah dipelajari. Agar pemahaman siswa seragam maka diakhir
pembelajaran guru mengarahkan siswa untuk memantapkan
pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari.
7) Penilaian Autentik
Kualitas komponen penilaian sebenarnya cukup baik. Guru sudah
melaksanakan penilaian sebenarnya untuk melihat kemajuan belajar
siswa. Senada dengan hal itu, Elaine B Jhonson berpendapat bahwa
penilaian autentik mengajak para siswa untuk menggunakan
pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan
bermakna. 111
b. Data Hasil Wawancara
Temuan yang diperoleh berupa data hasil wawancara disajikan
dalam bentuk tabel di bawah ini :
Tabel 13. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Kimia Bernuansa
Nilai dengan Pendekatan Kontekstual
No. Pertanyaan Kesimpulan Jawaban Siswa
1. Hal apa yang paling kamu Kegiatan praktikum dan kimia dapat
senangi dari kimia?pokok membantu orang lain, kesetimbangan
bahasan apa? kimia dan struktur atom.
2. Cara pembelajaran seperti apa Tergantung pada guru membawakan
yang diinginkan agar belajar materi. Metode guru dalam mengajar
kimia mudah dan sangat menentukan apakah
menyenangkan?! pembelajaran kimia menarik apa tidak.
Belajar secara berkelompok
3. Bagaimana menurutmu Awalnya tidak pernah terlintas bahwa
mengenai pembelajaran kimia kimia dekat dengan kehidupan sehari-
yang dikaitkan dengan hari tetapi setelah belajar konsep
kehidupan sehari-hari dan nilai – kesetimbangan kimia, kimia itu ada
nilai pada konsep disekitar kita.
kesetimbangan kimia? Sedangkan nilai, ketika pertama kali
dikaitkan dengan konsep
kesetimbangan kimia agak aneh, tetapi
ketika pertemuan ke2 sudah mulai
paham.
4. Apakah gurumu pernah Belum pernah, karena lebih sering
mengaitkan materi kimia dengan membahas perhitungan dan kurang
kehidupan sehari-hari atau nilai- bervariasi karena hanya bersumber
nilai ? pada satu buku.
5. Apakah dengan adanya Ya, minimal ada motivasi untuk
pengintegrasian nilai-nilai belajar. Karena terkait dengan
dengan pendekatan kontekstual kehidupan sehari-hari sehingga lebih
kamu lebih tertarik dan memahami konsep kesetimbangan
termotivasi untuk belajar ? kimia yang sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari.
6. Apakah nilai-nilai yang Pengaruhnya Tidak dapat dirasakan
ditanamkan berpengaruh secara langsung, tetapi butuh proses
terhadap diri kamu ? perlu 3-4 kali pertemuan. Nilai itu
111
B.Johnson, Contextual Teaching and Learning ...
baru hanya dapat diterima dan
direnungi maknanya sedangkan
aplikasinya membutuhkan waktu.
7. Apakah kamu menemui Ya, Materi kimia berupa teori yang
kesulitan selama proses diajarkan dalam satu waktu. Selain itu
pembelajaran berlangsung? Jika perhitungan Kc dan Kp yang
ya, kesulitan apa yang kamu melibatkan perhitungan kimia harus
hadapi? terus diperhatikan karena antara rumus
yang satu dengan yang lain saling
berhubungan.
8. Menurutmu, apakah Sangat efektif, karena materinya
pembelajaran seperti ini efektif menjadi tidak terlalu sulit apalagi ada
untuk dilakukan? Berikan praktikum. Ditambah lagi dengan
alasanmu! tayangan film yang menjadikan kimia
lebih konkret.
9. Bagaimana kesan dan pesan Kimia itu sangat menarik, metode
kamu setelah mempelajari pengajaran kimia lebih diperbaharui.
konsep kesetimbangan kimia
yang bernuansa nilai ?

c. Data Hasil Belajar Kognitif Setiap Indikator


Tabel 14. Persentase Siswa yang Menjawab Benar Setiap Indikator
No. Indikator Kel. Atas Kel. Tengah Kel. Bawah
Pre Post Pre Post Pre Post
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
1. Menjelaskan pengertian 33,0 56,0 33,0 61,0 36,7 56,0
kesetimbangan dinamis
2. Menjelaskan faktor-faktor yang 35,5 78,5 32,8 74,3 24,4 51,4
mempengaruhi pergeseran
kesetimbangan.
3. Menjelaskan tetapan 40,0 100,0 25,0 95,0 30,0 80,0
kesetimbangan
4. Menghitung harga Kc dan Kp 11,6 76,7 15,0 70,8 21,6 68,3
berdasarkan konsentrasi zat dalam
kesetimbangan dan tekanan parsial
gas pereaksi dan hasil pereaksi
pada keadaan setimbang dan
menghitung Kc berdasarkan Kp.
5 Menafsirkan data percobaan 10,0 90,0 45,0 80,0 30,0 70,0
mengenai konsentrasi pereaksi dan
hasil reaksi pada keadaan
setimbang untuk menentukan
derajat disosiasi dan tetapan
kesetimbangan
6. Menjelaskan kondisi optimum 20,0 100,0 15,0 75,0 40,0 100,
untuk memproduksi bahan-bahan 0
kimia di industri yang didasarkan
pada reaksi kesetimbangan melalui
diskusi.
Berdasarkan tabel 14. pada kelompok atas terjadi peningkatan yang
signifikan yaitu yaitu pada indikator 3 dan 6 dimana terjadi peningkatan
hingga 100%, pada kelompok tengah peningkatan yang signifikan hingga 95%
terjadi pada indikator 3. Sedangkan pada kelompok bawah peningkatan yang
signifikan hingga 100% terjadi pada indikator 6. Setelah perlakuan yang
diberikan kepada masing-masing kelompok. Kelompok atas, tengah, dan
bawah mengalami peningkatan signifikan yaitu 6 indikator, semua indikator
tercapai diatas 50%. Berdasarkan persentase siswa yang menjawab benar tiap
indikator diatas, dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing kelompok
mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 6 indikator sudah tercapai.

C. Interpretasi Data dan Pembahasan


Penelitian ini menggunakan data penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran kimia
bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat pada diagram distribusi frekuensi hasil
belajar siswa sebelum perlakuan adalah sebagai berikut :
20
18
16
14

Frekuensi
12
10
8
6
4
2
0
9,5 - 17,5 - 25,5 - 33,5 - 41,5 - 49,5 -
17,5 25,5 33,5 41,5 49,5 57,5
Batas Nyata

Gambar. 2. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sebelum


Perlakuan
Berdasarkan diagram batang diatas menunjukkan bahwa persentase
siswa terbanyak pada rentang 17,5 – 25,5 sebanyak 20 siswa, selanjutnya
rentang nilai 33,5 – 41,5 sebanyak 8 siswa, rentang 9,5 – 17,5 sebanyak 6
siswa dan rentang nilai 49,5- 57,5 sebanyak 1 siswa. Dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar sebelum perlakuan dari 40 siswa belum mencapai SKBM
yaitu rentang nilai diatas 65.

Adapun Hasil belajar siswa setelah perlakuan dapat dilihat pada


diagram dibawah ini :
12 12

10
8 8
8

Frekuensi
6
5
4
4
3
2

0
44,5 - 52,5 - 60,5 - 68,5 - 76,5 - 84,5 -
52,5 60,5 68,5 76,5 84,5 92,5
Batas Nyata

Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Sesudah


Perlakuan
Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa persentase siswa
terbanyak pada rentang 68,5 – 76,5 sebanyak 12 siswa, selanjutnya rentang
nilai 60,5 – 68,5 sebanyak 8 siswa, rentang 84,5 – 92,5 sebanyak 8 siswa,
rentang nilai 76,5 – 84,5 sebanyak 5 siswa, 52,5 – 60,5 sebanyak 4 siswa dan
rentang 44,5 – 52,5 sebanyak 3 siswa. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
setelah perlakuan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 85 % dari
jumlah siswa telah mencapai SKBM. Selain itu berdasarkan rata-rata hasil
belajar siswa pada konsep kesetimbangan kimia terdapat pengingkatan yaitu
rata-rata sebelum perlakuan 26,5 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa
setelah perlakuan 71,7. Maka terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada
konsep kesetimbangan kimia yaitu peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif.
Dari pengujian homogenitas Fhitung lebih kecil dari Ftabel maka datanya
homogen. Sementara itu, dari pengujian normalitas didapat Lhitung sebesar
0,08, sedangkan Ltabel sebesar 0,14, karena Lhitung lebih kecil dari Ltabel maka
distribusi datanya normal. Selanjutnya pada uji t diperoleh thitung sebesar 20,5
dan ttabel sebesar 1,98, karena thitung lebih besar dari ttabel maka Ho ditolak. Ini
membuktikan bahwa terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa pada
materi Kesetimbangan Kimia.
Dari hasil pretes dan postes didapatkan kemajuan hasil belajar yang
signifikan yaitu pada pretes didapatkan nilai terendah 10 dan nilai tertinggi 55,
sedangkan pada postes nilai terendah 45 dan nilai tertinggi 90. Pada Standar
Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang ditetapkan untuk mata pelajaran
kimia adalah 65. Rentangan nilai adalah 10 nilai terendah dan 100 untuk nilai
tertinggi yang diharapkan. Dari hasil postes diketahui bahwa nilai tertinggi
yang dicapai siswa adalah 90 dan nilai terendah adalah 50. Diantara 40 orang
siswa yang mendapatkan nilai 65 ke atas (memenuhi batas SKBM) adalah 33
siswa (82,5%), sedangkan 7 siswa (17,5%) belum mencapai batas SKBM.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran
kimia bernunsa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar
siswa. Pengaruh tersebut disebabkan melalui pembelajaran kimia bernuansa
nilai dengan pendekatan kontekstual, guru mendorong siswa untuk memahami
materi kesetimbangan kimia dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
kehidupan sehari-hari. Selain itu siswa terlibat langsung dalam kegiatan
praktikum dan diskusi. Dalam kegiatan praktikum dan diskusi siswa berusaha
memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama.
Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramlawati dan
Nurmadinah dalam jurnalnya “Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan
Setting Kooperatif untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI
IPA 3 SMA Negeri Takalar”, dapat disimpulkan bahwa hasil tes prestasi
belajar pada siklus 1 skor rata-rata prestasi belajar kimia siswa sebesar 68,85%
dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 24 siswa dan pada siklus 2
skor rata-rata sebsar 75,51% dengan siswa yang tuntas belajar sebanyak 37
orang. Berdasarkan hasil observasi, disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam
proses belajar mengajar kimia semakin meningkat, perhatian siswa terhadap
proses belajar mengajar kimia semakin meningkat yaitu ditandai dengan
perubahan sikap siswa terlihat semakin berkurangnya aktivitas lain pada
proses pembelajaran serta keberanian dan motivasi siswa semakin meningkat
yaitu ditandai dengan banyak siswa yang angkat tangan untuk mengerjakan
soal di depan kelas.112 Hal tersebut senada dengan penelitian Damriani (2006)
bahwa berdasarkan hasil penlitian dan observasi, diperoleh bahwa
pembelajaran dengan menggunakan contextual teaching dan learning dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Rata-rata pada aktivitas siswa
yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran pada siklus 1 sebesar 83,67%, pada
siklus 2 sebesar 90,14% dan pada siklus 3 sebesar 94,2%. Sedangkan rata-rata
hasil belajar siswa untuk setiap aspek yang dinilai pada siklus 1 sebsar 74,2,
pada siklus 2 sebesar 83,67 dan 87,4 pada siklus 3.113
Dari angket siswa untuk mengetahui hasil belajar afektif, diperoleh
respon positif pada tahap penerimaan, respon dan penilaian. Adapun beberapa
indikator yang berkaitan dengan nilai-nilai yang ditanamkan pada konsep
Kesetimbangan Kimia antara lain : menyadari pentingnya belajar kimia
menghasilkan rata-rata 64,3%, menyenangi kegiatan pembelajaran bernuansa
nilai menghasilkan rata-rata 62,8%, mensyukuri nikmat dan karunia Allah
SWT menghasilkan rata-rata 63,25%, menghindari pergaulan yang buruk
64,16%, dan terdorong untuk peduli terhadap sesama menghasilkan rata-rata
62,8%. Berdasarkan persentase setiap indikator pada ranah afektif,
disimpulkan bahwa pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan
kontekstual berpengaruh positif.
Adapun nilai-nilai yang ditemukan dalam pembelajaran kimia
bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual pada konsep kesetimbangan
kimia adalah nilai sosial, nilai agama, dan nilai praktis. Nilai agama meliputi
sikap saling tolong-menolong antara sesama, mensyukuri nikmat yang telah
Allas SWT telah berikan kepada manusia yaitu berupa keseimbangan alam
beserta isinya serta kepedulian sosial. Nilai sosial yang terdapat dalam
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yaitu
manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang
lain maka sudah seyogyanya manusia harus berinteraksi dengan masyarakat
dalam kehidupannya, selain itu juga manusia harus pandai dalam berinteraksi

112
Ramlawati dan Nurmadinah, ”Penerapan...
113
Damriani, “Meningkatkan …h.22.
karena sikap manusia juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Sedangkan nilai praktis yang terdapat dalam pembelajaran kimia bernuansa
nilai dengan pendekatan kontekstual yaitu aplikasi dari konsep kesetimbangan
kimia dalam kehidupan yaitu pada bidang industri antara lain pada proses
pembuatan amonia (Proses Haber Bosch) dan asam sulfat (Proses Kontak).
Dalam proses tersebut menggunakan prinsip kesetimbangan kimia yaitu
pergeseran kesetimbangan kimia yang dipengaruhi oleh empat faktor. Hasil
dari proses tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Peneliti juga melakukan wawancara sehingga data tersebut dapat
dijadikan sebagai data penunjang hasil penelitian. Menurut siswa,
pembelajaran kimia yang dikaitkan dengan nilai dan kehidupan menarik,
dapat memotivasi untuk belajar kimia dan mengubah pandangan mereka
tentang pelajaran kimia yang penuh dengan perhitungan menjadi pelajaran
kimia yang menyenangkan karena dapat dikaitkan dengan kehidupan mereka.
Sebagian besar siswa tertarik dengan pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan pendekatan kontekstual karena untuk pertama kalinya siswa
mempelajari materi kimia yang dikaitkan dengan nilai dan peristiwa sehari-
hari. Penanaman nilai melalui tayangan film, memberikan pengaruh yang
positif pada diri siswa yaitu siswa merasa termotivasi untuk meningkatkan
hasil belajar. Selain itu, pembelajaran kimia bernuansa nilai menjadikan
pembelajaran tidak monoton karena siswa dilibatkan dalam kegiatan diskusi
dan praktikum.
Namun sehubungan dengan nilai-nilai yang ditanamkan pada
pembelajaran kimia bernuansa nilai, menurut sebagian besar siswa belum
sepenuhnya dapat dilakukan karena membutuhkan proses yang panjang bukan
dalam 3 atau 4 pertemuan. Siswa hanya dapat menerima nilai tersebut saja
sedangkan aplikasi dari nilai tersebut dalam proses kehidupannya. Menurut
Tyler dalam Mimin, nilai adalah suatu objek, aktivitas, ide yang dinyatakan
individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan. Nilai berakar lebih
dalam dan lebih stabil dibandingkan dengan sikap individu.114 Senada dengan
pendapat Tyler, Brian Hill dalam The Australian National Framework for
Values Education menjelaskan bahwa nilai adalah “ the ideals that give
significance to our lives, that are reflected through the priorities that we
choose, and that we act on consistently and repeatedly“. Nilai sebagai sesuatu
yang dapat memberikan hal yang signifikan terhadap kehidupan kita, yang
tercermin pada prioritas hidup yang kita pilih sehingga kita dapat
melakukannya secara konsisten dan berulang kali.115
Untuk pertama kalinya siswa mempelajari ilmu Kimia yang dikaitkan
dengan nilai. Menurut siswa nilai tersebut belum dapat diterapkan dalam
kehidupan siswa, nilai tersebut hanya dapat diterima dan direspon sedangkan
aplikasinya butuh proses panjang. Nilai tersebut tidak dapat langsung
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tetapi semua nilai tersebut akan
tertanam sejalan proses kehidupan. Selama penelitian berlangsung, menurut
pengamatan peneliti diungkapkan bahwa dengan penerapan pembelajaran
kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual minat belajar siswa
tumbuh dengan baik, mau bekerja sama dengan temannya saat kegiatan
praktikum, sikap ingin tahu dan mengerjakan tugas dengan senang hati. Hal
ini senada dengan pendapat Suryani, bahwa penggunaan pendekatan
kontekstual memiliki potensi tidak hanya mengembangkan ranah pengetahuan
dan keterampilan proses saja, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai,
serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dalam
kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi sesama teman melalui
pembelajaran kooperatif sehingga mengembangkan keterampilan sosial.116
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Sodiq
Mahfuz Pembelajaran Kimia Pada Sub Bahan Kajian Pencemaran Lingkungan
Yang Terintegrasi dengan Nilai-nilai Agama (studi eksperimen kelas II
caturwulan 3 di Madrasah Aliyah Negeri Magelang) Hasil dari penelitian

114
Haryati, Model..., h. 39.
115
Webster, “Does the Australian …, h.3.
116
Suryani, “Pengaruh Penerapan ...
tersebut adalah menunjukkan bahwa peningkatan prestasi belajar siswa
(konsep, sikap) pada kelas eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kelas kontrol, dan pengembangan sikap antara sebelum dengan sesudah
pembelajaran kimia pada sub pokok bahasan pencemaran lingkungan yang
terintegrasikan nilai agama pada kelas eksperimen mengalami peningkatan
pengembangan sikap yang signifikan. Selain itu juga ditemukan bahwa
melalui pembelajaran kimia yang terintegrasi nilai agama, siswa lebih kreatif,
berani mengemukakan pendapat dan peduli terhadap isu-isu pencemaran
lingkungan yang ada di masyarakat.
Penelitian yang dilakukan senada dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rini Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi
Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis
gambar (Picture and Picture) Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah
Kota Padang Panjang”, dapat disimpulkan bahwa penggunaan konsep
kontekstual dengan model pembelajaran berbasis gambar dapat memperbaiki
pemahaman siswa pada konsep biologi dan dapat meningkatkan keterampilan
sains siswa khususnya keterampilan mengidentifikasi, pemahaman dan
analisis gambar. Selain itu diperoleh nilai rata-rata ulangan akhkir siklus yaitu
7,04.117
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan oleh
peneliti di atas adalah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar
siswa tentang Kesetimbangan Kimia melalui pembelajaran kimia bernuansa
nilai dengan pendekatan kontekstual. Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual memberi
pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada konsep Kesetimbangan
Kimia.

117
Prisma Gusti, “Upaya Peningkatan ...
b) Keterbatasan Penelitian
Kita tidak memungkiri bahwa setiap penelitian pasti memiliki
kekurangan atau keterbatasan. Peneliti merasakan adanya beberapa
keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan. Keterbatasan tersebut di
antaranya adalah kurangnya jam belajar yang digunakan untuk pembelajaran
kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual. Pada waktu kegiatan
praktikum dan diskusi, siswa dikoordinasikan dalam kelompok dan
mendiskusikan LKS yang diberikan. Diskusi tersebut seharusnya dilakukan
dengan waktu yang agak lama agar para siswa dapat lebih mengeluarkan
pengetahuan dan pendapatnya.
Selain masalah waktu, peneliti juga mengalami kesulitan dalam
penanaman nilai yang disisipkan pada materi kesetimbangan kimia diperlukan
kerja keras karena nilai tersebut merupakan hal yang baru bagi siswa kelas XI
IPA 2. Selain hal tersebut di atas, penelitian ini adalah hal baru bagi penulis.
Oleh karena itu, kemampuan penulis pun terbatas untuk meneliti secara lebih
mendalam.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan pendekatan kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar
siswa serta didapatkan respon yang baik dari siswa terhadap pembelajaran
kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yaitu siswa termotivasi
untuk meningkatkan prestasinya. Adapun bukti-bukti yang menunjang
kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Hasil analisis data pretes dan postes, diperoleh nilai rata-rata sebelum
perlakuan adalah 26,5 dan rata-rata sesudah perlakuan adalah 71,7.
Sedangkan rata-rata (mean) N-Gain untuk kelompok atas sebesar 0,71
pada kategori tinggi, kelompok tengah 0,62 pada kategori sedang, dan
kelompok bawah 0,49 pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan
kontekstual terhadap hasil belajar siswa.
2. Hasil analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung =
20,5, sementara pada taraf signifikansi 5% = 0,975 pada derajat kebebasan
(dk) = 60 dan 120, didapat ttabel = 1,98. Karena thitung > ttabel (20,5 >1,98)
maka Ho ditolak, yang berarti terdapat peningkatan hasil belajar siswa
tentang Kesetimbangan Kimia melalui pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan pendekatan kontekstual.
3. Sedangkan dari hasil wawancara diperoleh bahwa pembelajaran kimia
bernuansa nilai mudah untuk diikuti dan menyenangkan, serta memotivasi
siswa dalam mempelajari konsep kesetimbangan kimia.
B. Saran
Penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan atau keterbatasan,
sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan ini dapat
diminimalisir dengan saran dan masukan sebagai berikut :
1. Bagi guru yang mengembangkan pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan dengan pendekatan kontekstual, hendaknya lebih kreatif
menemukan hal-hal baru agar proses pembelajarannya menjadi lebih
menarik dan tidak membosankan.
2. Pengalaman belajar siswa yang bervariasi yang dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari sebaiknya diterapkan oleh guru di kelas karena
dengan adanya variasi pengalaman belajar akan memperkaya kemampuan
serta wawasan siswa.
3. Sebaiknya penelitian ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi guru
kimia untuk ikut berpartisipasi dalam melaksanakan program pemerintah
yaitu meningkatkan IPTEK dan IMTAQ melalui proses pembelajaran
kimia bernuansa nilai.
4. Bagi pihak lain yang akan menerapkan pembelajaran kimia bernuansa
nilai, sebaiknya penelitian berikutnya diharapkan memiliki banyak waktu
(jam belajar) agar siswa lebih dapat menggali pengetahuannya dan
pendapatnya, khususnya pada kegiatan praktikum dan diskusi. Dengan
demikian, pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan
kontekstual dapat berjalan dengan lancar dan mencapai hasil yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abu Muhammad Ibnu Abdullah, “Prestasi Belajar”, diakses dari


http://spesialis-torch.com/content/view/120/29, pkl 11.29.

Ahmadi, Abu dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
PT Bumi Aksara,Cet. IV, 2004.

Akbar, Sa’dun, Pelakonan Sebagai Pendekatan Unggulan dalam Pendidikan


Nilai, Jurnal Pendidikan Nilai Tahun 1, No.2, Mei 1996.

Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,


2007.

Bishop, A.J., “Values in Mathematics and Science Education” dari www.monash


university.edu.au.November2008.

BSNP, “Mendemostrasikan Sikap Ilmiah, Kerja Ilmiah, dan Berkomunikasi


Ilmiah Dalam Menyelesaikan Masalah”, dalam
http://www.dikmenum.go.id,Juli 2008.
BSNP, “Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah.

Clarkson, Philip C dan Alan Bishop,”Value and Mathematics Education” , Paper


presented at the conference of the International Commission for the Study
and Improvement of Mathematics Education (CIEAM51), University
College. http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008.

Clifford, Matthew dan Marica Wilson, “Contextual Teaching, Profesional


Learning, and Student Experiences : Lesson Learned from Implemention”,
dari http:/www.corwinpress.com/booksProdDesc.nav?prodId=Book220765,
April 2009.

Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga, 1996.


Damriani, ”Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan
Contekstual Teaching and Learning Mata Pelajaran Fisika di SMAN 3
Bandar Lampung” dari JPMIPA, Vol.7 No. 1, Januari 2006.

Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1 dalam


Sosialisasi KTSP” dari www.dikmenum.go.id Juli 2008.
Departemen Pendidikan Nasional, ”Pengembangan Model Pembelajaran yang
Efektif” dari http:/adifia.files.wordpress.com/2007/05/model-pembelajaran-
yg-efektif.doc.Juli 2008.

Dikmenum, “Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” ,


diakses dari www.dikmenum.go.id Juli 2008.

Dimiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran , Jakarta: PT Rineka Cipta,


Cet. III, 2006.

FitzSimons, Gail E., ”Value, Vocational Education and Mathematics : Linking


Research with Practice”, Monash University/Swinburn University of
Technology. dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2
September 2008.

Ghony, Muhammad Djunaidi, Nilai Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1999.

Haryati, Mimin, Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan,
Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2007.

Imron, Ali, Belajar dan Pembelajaran, Malang: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995.

Johnson, Elaine B, Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan


belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna, Bandung: MLC, 2007.

Kartimi, “Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains Pembelajaran Berbasis


Komputer” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan
Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 27.

Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: PT Grasindo, 1993.

Lubis, Mawardi, Evaluasi Pendidikan Nilai, Bengkulu : Pustaka Pelajar, Cet. I,


2008.
Meltzer, David E., “Addendum to: The Realition Between Mathematics
Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden
Variable in Diagnostic Pretest Scores”. Dari
http://physics.iastate.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf,
diakses November 2008.

Muslich, Masnur, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,


.Jakarta:Bumi Aksara, Cet. II, 2007.

Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
Jakarta: Prenada Media, 2004.

Nik Pra, Nik Azis, ”Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik” : Cabaran
dan Keperluan. Fakulti Pendidikan Universiti Malaya.

Petrucci, Ralph H. dan Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2,
Jakarta: Erlangga, 2004.

Poejiadi, Anna dan Hayat Sholihin, ”Pendidikan Nilai dan Penilaian dalam
Pembelajaran Sains Sebagai Antisipasi Kurikulum 2004”, dalam Seminar
Nasional Pendidikan Matematika dan IPA Diseminasi Hasil Kolaborasi
Sekolah-Universitas Untuk Meningkatkan Kesiapan Implementasi
Kurikulum MIPA 2004, 10 Juli 2004.
Poedjiadi, Anna, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual
Bermuatan Nilai, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

Purba, Micheal, Kimia Untuk SMA Kelas XI, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.

Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung:


PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Prisma Gusti, Rini, “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui


Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis gambar
(Picture and Picture) Pada Siswa Klas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota
Padang Panjang”, Jurnal Guru, No.1 Vol 3, Juli 2006.

Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontektual Dengan Setting


Kooperatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA3
SMA Negeri 3 Takalar” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan
IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31
Mei 2007.
Rasyad, Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Uhamka Press,
2003.

Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,Cet. I, 2004.

Rudiyanto, R., ” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK) Berpendekatan


Kontekstual dan Kecakapan Hidup” jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP
Negeri Singaraja, disi Khusus TH.XXXVI. Desember 2003.

Sabri, Alisuf , Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995.

Samsudin,Ahmad dkk., “Penggunaan Model Pembelajaran Multimedia (MMI)


Optika Geometri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan
Memperbaiki Sikap Siswa” dari
http://www.pend.sains.blogspot.com/2008/09. Mei 2009.

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Sofyan, Ahmad dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, Jakarta:


UIN Jakarta Press, Cet. I, 2006.

Subana dkk., Statistik Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Sugiharto, Asep “Hasil Belajar Siswa Dalam Penggunaan Pendekatan kontekstual


Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” dari
http://one.indoskripsi.com/content/.Juli 2008.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,


2006.

Sukardi, Metodelogi Penelitian Pendidikan, Yogyakarta: Bumi Aksara, 2007.


Sumadi, I Made “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap
Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas II SLTP
Negeri 6 Singaraja”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri
Singaraja, No. 1 Th.2005

Suryabrata, Sumadi , Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada,


2005.

Suryani, Nunuk, ”Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD


Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”, dalam
http://pasca.uns.ac.id, Juli 2008.

Suryati, Ati, ”Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan


Kreatifitas Siswa”, dalam http://educare.e-fkipunla.net/ Juli 2008.

Sutarno, ”Nilai dan Pendekatan Pendidikan Nilai”, dalam Jurnal Pendidikan


Nilai. Th.6. No. 1 Pebruari 2000.
Sutarno, Strategi Kebudayaan Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna
Eksistensinya dalam Pembangunan, dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun
II, Nopember 1996.

Suyatno, dkk, Kimia untuk SMA/MA Kelas XI, Jakarta: Grasindo, 2007.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT


Remaja Rosda, 2000.

Taruh, Eros “Studi Korelasi Antara Kemampuan Awal dan Motivasi Berprestasi
Dengan Hasil Belajar Fisika”, Universitas Negeri Gorontalo”, dalam Jurnal
Penelitian Pendidikan Vol. 3 No. 1 Maret 2006.

Yudianto, Suroso Adi, Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai, Bandung:


Mughni Sejahtera, 2005.

Webster, R. Scott, “Does the Australian National Framework for Values


Education Stifle an Education for World Peace”, dari: http: //www.
Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008.
SILABUS

Nama Sekolah : SMA N 2 Depok


Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/Semester : XI/2
Standar Kompetensi : 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Alokasi Waktu : 18 jam

Materi Pembelajaran Alokasi


Kompetensi Dasar Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Sumber/bahan/alat
Waktu
f Kesetimbangan f Menjelaskan tentang f Menjelaskan kesetimbangan f Jenis tagihan 4 jam f Sumber
3.3. Menjelaskan
dinamis kesetimbangan dinamis, dinamis. Tugas individu Buku kimia
kesetimbangan dan
kesetimbangan homogen dan f Menjelaskan kesetimbangan Tugas kelompok f Bahan
faktor-faktor yang
heterogen serta tetapan homogen dan heterogen. Ulangan Lembar kerja,
mempengaruhi
kesetimbangan melalui Tanya f Menjelaskan tetapan • Bentuk Bahan/alat untuk
pergeseran arah
jawab. kesetimbangan. instrumen praktek, laptop,
kesetimbangan
Performans lcd, papan tulis,
dengan melakukan
(kinerja dan spidol.
percobaan.
f Faktor-faktor f Merancang dan melakukan f Meramalkan arah sikap) , laporan
yang percobaan tentang faktor-faktor pergeseran kesetimbangan tertulis,
mempengaruhi yang mempengaruhi arah dengan menggunakan azas Tes tertulis
arah pergeseran pergeseran kesetimbangan Le Chatelier.
kesetimbangan dalam kerja kelompok di
laboratorium.

• Menyimpulkan faktor-faktor f Menganalisis pengaruh


yang mempengaruhi arah perubahan suhu,
pergeseran kesetimbangan. konsentrasi, tekanan, dan
volum pada pergeseran
kesetimbangan melalui
percobaan

f Hubungan f Menghitung harga Kc, Kp dan f Menafsirkan data percobaan f Jenis tagihan 12 jam f Sumber
3.4. . Menentukan
kuantitatif antara derajat disosiasi (penguraian) mengenai konsentrasi Tugas individu Buku kimia
hubungan
pereaksi dari melalui diskusi. pereaksi dan hasil reaksi Ulangan f Bahan
kuantitatif antara
reaksi pada keadaan setimbang • Bentuk Lembar kerja
pereaksi dengan
kesetimbangan untuk menentukan derajat instrumen
hasil reaksi dari
disosiasi dan tetapan Tes tertulis
suatu reaksi
kesetimbangan
kesetimbangan
f Latihan menghitung harga Kc, f Menghitung harga Kc
Kp. berdasarkan konsentrasi zat
dalam kesetimbangan
f Menghitung harga Kp
berdasarkan tekanan parsial
gas pereaksi dan hasil reaksi
pada keadaan setimbang
f Latihan menghitung harga Kc f Menghitung harga Kc
berdasarkan Kp atau berdasarkan Kp atau
sebaliknya. sebaliknya.

f Proses Haber f Mengkaji kondisi optimum f Menjelaskan kondisi f Jenis tagihan 2 jam
3.5. Menjelaskan
Bosch dan proses untuk memproduksi bahan- optimum untuk Tugas individu
penerapan prinsip
kontak bahan kimia di industri yang memproduksi bahan-bahan Ulangan
kesetimbangan
didasarkan pada reaksi kimia di industri yang • Bentuk
dalam kehidupan
kesetimbangan melalui diskusi. didasarkan pada reaksi instrumen
sehari-hari dan
kesetimbangan. Tes tertulis
industri
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMA N 2 Depok


Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/Semester : XI IPA2/2
Pertemuan ke : 1-2
Alokasi Waktu : 4 jam

Standar Kompetensi
Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar
Menjelaskan kesetimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran
arah kesetimbangan dengan melakukan percobaan.
Indikator
• Menjelaskan pengertian kesetimbangan dinamis,kesetimbangan homogen dan
heterogen, serta tetapan kesetimbangan.
• Meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le
Chatelier.
• Menganalisis pengaruh perubahan suhu pada pergeseran kesetimbangan kimia.
• Menganalisis pengaruh perubahan konsentrasi pada pergeseran kesetimbangan.
I. Tujuan Pembelajaran
• Siswa dapat menjelaskan pengertian kesetimbangan dinamis,
kesetimbangan homogen dan heterogen, serta tetapan kesetimbangan.
• Siswa dapat meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan
menggunakan azas Le Chatelier.
• Siswa dapat menganalisis pengaruh perubahan suhu dan konsentrasi pada
pergeseran kesetimbangan.
• Siswa dapat menganalisis nilai-nilai sains pada kesetimbangan dinamis
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan.
II. Materi Pembelajaran
Kesetimbangan Dinamis
Faktor-faktor yang mempengaruhi arah pergeseran kesetimbangan.
Materi Bernuansa Nilai
Kesetimbagan dinamis dalam kehidupan sehari-hari.
Keseimbangan Alam Semesta yang diciptakan Allah.
Manusia sebagai makhluk sosial.
Kepedulian Sosial.
III. Metode Pembelajaran
Pendekatan Kontekstual
Praktikum, Tanya Jawab dan Diskusi
IV. Skenario Pembelajaran
Pertemuan ke-1:
Kegiatan Penanaman Alokasi
Tahapan Kegiatan
Guru Siswa Nilai Waktu
PENDAHULUAN f Guru mengabsen kehadiran siswa. • Siswa yang disebut namanya menjawab. 3 menit
15 menit
• Guru memberikan pre test untuk mengetahui • Mengerjakan soal yang diberikan guru.
kemampuan awal siswa yaitu soal berbentuk pilihan
5 menit
ganda sebanyak 20 soal.
• Memperhatikan penjelasan guru.
• Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, konsep
yang akan dipelajari yaitu: Pengertian
kesetimbangan, Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesetimbangan, Pengaruh konsentrasi dan suhu 5 menit
terhadap pergeseran kesetimbangan,serta nilai-nilai
• Menyimak tampilan yang diberikan guru
sains yang dapat diambil dari konsep kesetimbangan
dengan seksama.
kimia. Religi
15 menit
• Guru menarik perhatian siswa dengan tayangan yang
berisi tentang fenomena keseimbangan alam • Menjawab pertanyaan

semesta, syukur nikmat, dikatkan dengan kehidupan Manusia harus bersyukur kepada Allah SWT
Allah menciptakan segala sesuatu secara
sehari-hari. seimbang
• Guru meminta pendapat beberapa siswa tentang Kerusakan alam yang terjadi sebagian
besar disebabkan oleh manusia.
hikmah yang dapat diambil dalam tayangan tersebut.
Apakah hikmah yang dapat kamu ambil dari
tayangan tersebut ?

Kegiatan Penanaman Alokasi


Tahapan Kegiatan
Guru Siswa Nilai Waktu
INTI • Guru meminta siswa untuk menganalisis apa yang • Menjawab pertanyaan Praktis 5 menit
“pada tutup panci terdapat titik-titik air
terjadi pada tutup panci ketika kita merebus air?
seperti embun”.
“coba perhatikan apa yang terjadi pada tutup panci
ketika kita merebus air?” Religi, 9 menit
• Guru menjelaskan pengertian kesetimbangan sosial.
• Memperhatikan penjelasan guru dan
dinamis, kesetimbangan homogen dan heterogen,
menjawab pertanyaan yang diberikan guru .
serta tetapan kesetimbangan yang dikaitkan dengan
kehidupan manusia dengan metode Tanya jawab.
Keadaan setimbang (kesetimbangan) adalah
keadaan dimana laju menghilangnya suatu
komponen sama dengan laju pembentukan
komponen itu (v1 = v2). Seimbang berarti
menempatkan sesuatu sesuai porsi dan tempatnya
secara proporsional dan teratur. Sehubungan
dengan pernyataan di atas, Allah SWT menciptakan
segala sesuatu yang ada dialam ini dengan
seimbang. Selalu ada sisi yang saling melengkapi
satu sama lain. Ada siang ada malam, ada kaya ada
miskin, ada laki-laki ada perempuan dan lain-lain.
”Berikan pendapatmu mengenai berbagai Intelektual 10 menit
ketidakseimbangan yang terjadi di alam ini, apa Sosial
yang dapat kamu lakukan?
• Guru menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi • Memperhatikan dan mencatat penjelasan
pergeseran kesetimbangan yang dikaitkan dengan guru
kehidupan manusia.
Faktor luar yang mempengaruhi
kesetimbangan antara lain : konsentrasi, suhu,
tekanan, volume dan katalis. Sistem kesetimbangan
yang dipengaruhi faktor luar dapat dianalogikan
Intelektual 8 menit
dengan kehidupan manusia yaitu sebagai makhluk
Sosial
sosial. Manusia sebagai makhluk sosial adalah
religi
makhluk yang selalu membutuhkan bantuan orang
lain dalam menjalani kehidupannya.
• Memperhatikan dan mencatat penjelasan
• Guru menjelaskan pengaruh konsentrasi dan suhu
guru.
terhadap pergeseran kesetimbangan yang dikaitkan
dengan nilai sosial dan agama.
Sesuai dengan azas Le Chatelier, jika
konsentrasi salah satu komponen diperbesar maka
reaksi sistem adalah mengurangi komponen tersebut.
Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu komponen
diperkecil, maka reaksi sistem adalah menambah
komponen itu. Demikian halnya dengan kehidupan 10 menit
manusia, ada miskin ada kaya, ada susah ada
senang. Allah menciptakan sesuatu untuk saling
melengkapi, yang memiliki harta berlebih wajib
membantu saudaranya yang kekurangan sebagai
sarana untuk membersihkan hartanya. • Mengkaji nilai yang terdapat dalam
• Guru meminta siswa mengkaji nilai yang terdapat
penjelasan yang disampaikan guru.
dalam materi kesetimbangan pada pergeseran Nilai religi, nilai sosial, nilai praktis,
intelektual, nilai pendidikan.
kesetimbangan.
Nilai apa sajakah yang terdapat dalam materi yang
telah disampaikan hari ini ?

Kegiatan Penanaman Alokasi


Tahapan Kegiatan
Guru Siswa Nilai Waktu
PENUTUP • Guru meminta siswa menyimpulkan secara singkat • Menyimpulkan materi yang disampaikan 2 menit
materi yang telah disampaikan. guru. 3 menit
• Meminta siswa membentuk kelompok untuk • Membentuk kelompok untuk kegiatan
kegiatan praktikum pada pertemuan selanjutnya. praktikum.
• Menugaskan siswa untuk mencari dan membuat
resume proses haber bosch dan kontak.

Pertemuan ke-2:
Kegiatan Penanaman Alokasi
Tahapan Kegiatan
Guru Siswa Nilai Waktu
PENDAHULUAN • Guru mengabsen kehadiran siswa. • Siswa yang disebut namanya menjawab. 2 menit
3 menit
• Guru meminta siswa mengulas dengan singkat • Siswa mengulas dengan singkat materi
materi pertemuan sebelumnya. pertemuan sebelumnya. 2 menit
• Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya • Siswa duduk dalam kelompoknya.
masing-masing. 3 menit
• Membantu membagikan LKS.
• Membagikan LKS.
• Meminta siswa menyiapkan alat-alat dan bahan • Menyiapkan alat-alat dan bahan yang
yang digunakan untuk kegiatan praktikum. digunakan untuk praktikum.

Kegiatan Penanaman Alokasi


Tahapan Kegiatan
Guru Siswa Nilai Waktu
INTI Pengaruh Konsentrasi Intelektual 25 menit
• Guru meminta siswa untuk mulai melakukan • Memasukan 25 mL air suling ke dalam gelas Sosial
religi
praktikum sesuai LKS yang telah dibagikan. kimia 100 mL, kemudian menambahkan 2 tetes
• Guru mengarahkan siswa dalam melakukan larutan FeCl3 1 M dan larutan K3SCN 1 M.
praktikum pengaruh konsentrasi dan suhu Aduk larutan sampai warnanya tetap, kemudian
terhadap pergeseran kesetimbangan yang bagi larutan ini sama banyak dalam 5 tabung
dikaitkan dengan kehidupan manusia. pereaksi.
• Guru Berkeliling mengamati kinerja siswa • Tabung I dibiarkan sebagai pembanding.
dalam praktikum. Tabung 2 tambahkan 1 tetes KSCN 1 M,
Tabung 3 tambahkan 1 tetes FeCl3 1 M, Tabung
4 tambahkan 1 tetes NaOH Jenuh, Tabung 5 15 menit
tambahkan 5 mL air suling.
• Siswa membandingkan perubahan yang terjadi
• Guru meminta pada setiap kelompok untuk pada kelima tabung.
berdiskusi tentang percobaan yang dilakukan Pengaruh Suhu 15 menit
• Memasukan kedalam 3 tabung reaksi besar,
dan melengkapi LKS bernuansa nilai yang
telah disediakan. masing-masing 10 tetes HNO3 pekat dan satu
• Guru meminta siswa untuk mempresentasikan lempeng Cu. Segera tutup dengan sumbat karet.
hasil praktikum dan tugas resume tentang • Tabung 1 masukkan ke dalam es, Tabung 2
penerapan kesetimbangan kimia dalam industri. masukkan ke dalam air panas dan Tabung 3
sebagai pembanding.
• Duduk dalam kelompok untuk berdiskusi dan
melengkapi LKS dan mengisi lembar
pengamatan yang telah disediakan guru.
• Mempresentasikan hasil praktikum dan tugas
resume tentang penerapan kesetimbangan kimia
dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan Penanaman Alokasi


Tahapan Kegiatan
Guru Siswa Nilai Waktu
PENUTUP • Guru mengulas kembali secara singkat materi • Mencoba mengulas materi yang disampaikan Sosial 5 menit
Agama
yang telah disampaikan. guru. 5 menit
• Meminta siswa menyimpulkan hasil praktikum • Menyimpulkan hasil praktikum.
5 menit
terkait dengan nilai sosial dan agama.
• Guru melengkapi kesimpulan yang diberikan
siswa.
Pada kegiatan praktikum, pengaruh
konsentrasi dan suhu terhadap pergeseran
kesetimbangan yaitu apabila salah satu produk
ditambahkan konsentrasinya maka reaksi akan
bergeser kearah lawan. Hal ini dapat
dianalogikan dengan sikap kepedulian social
dan tolong menolong antar sesama yang sesuai
dengan Q.S : Al-‘Isra’ : 26 – 28 dan Q.S : Al –
Maidah : 5.
V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
Alat :
• Laptop, LCD, Papan tulis,dan Spidol
• Alat praktikum sederhana.
Batang pengaduk Lempeng tembaga
Tabung pereaksi Tabung reaksi
Gelas kimia Label
Pipet tetes Rak tabung reaksi
Silinder ukur/ Gelas Ukur Pipet tetes
Sumbat karet

Bahan :
HNO3 Larutan FeCl3
Es Larutan KSCN
Air panas Larutan NaOH
Aquades
Sumber Belajar :
Buku paket kimia dan sumber lain yang relevan.
Suyatno, dkk. 2007. Kimia untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Grasindo.
VI. Penilaian
• Jenis Tagihan : Kelompok dan individu.
• Bentuk Tagihan : Tes Kognitif bernuansa nilai
• Instrumen : Tes Objektif bernuansa nilai, Unjuk kerja (Performans)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMA N 2 Depok


Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/Semester : XI IPA2/2
Pertemuan ke :3
Alokasi Waktu : 4 jam

Standar Kompetensi
Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar
Menentukan hubungan kuantitatif antara pereaksi dengan hasil reaksi dari suatu
reaksi kesetimbangan.
Indikator
f Menafsirkan data percobaan mengenai konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada
keadaan setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan
f Menghitung harga Kc berdasarkan konsentrasi zat dalam kesetimbangan
f Menghitung harga Kp berdasarkan tekanan parsial gas pereaksi dan hasil reaksi pada
keadaan setimbang
f Menghitung harga Kc berdasarkan Kp atau sebaliknya.
I. Tujuan Pembelajaran
f .Siswa dapat menafsirkan data percobaan mengenai konsentrasi pereaksi dan
hasil reaksi pada keadaan setimbang untuk menentukan derajat disosiasi dan
tetapan kesetimbangan
f Siswa dapat menghitung harga Kc berdasarkan konsentrasi zat dalam
kesetimbangan
f Siswa dapat menghitung harga Kp berdasarkan tekanan parsial gas pereaksi dan
hasil reaksi pada keadaan setimbang
f Siswa dapat menghitung harga Kc berdasarkan Kp atau sebaliknya.
II. Materi Pembelajaran
Hubungan kuantitatif antara pereaksi dari reaksi kesetimbangan.
Materi Bernuansa Nilai
Kepedulian Sosial.
III. Metode Pembelajaran
Pendekatan Kontekstual
Tanya Jawab dan Diskusi
IV. Skenario Pembelajaran
Pertemuan ke-3
Kegiatan
Tahapan Kegiatan
Guru Siswa
PENDAHULUAN • Guru mengabsen kehadiran siswa. • Siswa yang disebut namany
• Apersepsi • Menjawab pertanyaan
Apa sajakah contoh penerapan kesetimbangan Ketika proses memasak air
kimia dalam kehidupan sehari-hari ?
• Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok • Siswa membentuk kelompo
yang masing-masing terdiri dari 7 orang.
Tahapan Kegiatan
Kegiatan Guru Siswa
INTI • Guru menjelaskan pengertian hukum • Siswa dalam kelompokny
kesetimbangan, tetapan kesetimbangan, Kc dan referensi tentang tetapan
Kp. dan Kp.
• Guru menjelaskan contoh perhitungan untuk • Siswa memperhatikan pe
mengetahui harga Kc dan Kp serta mengaitkan mencatat.
dengan nilai sosial dan agama.
Apabila pereaksi ditambahkan, ke arah manakah
kesetimbangan akan bergeser?
Bagaimana dengan konsentrasi produk? • Siswa mengerjakan soal l
• Guru meminta siswa mengerjakan soal latihan Kc dan Kp.
perhitungan Kc dan Kp • Siswa memperhatikan pe
• Guru menjelaskan tentang derajat disosiasi mencatat.
(penguraian) dalam kesetimbangan
PENUTUP • Guru meminta siswa mengulas kembali secara • Mencoba mengulas mater
singkat materi yang telah disampaikan. guru.
• Guru melengkapi kesimpulan dari materi yang
telah disampaikan siswa.
• Guru mengingatkan siswa untuk persiapan post
test.

VII. Alat/Bahan/Sumber Belajar


Alat :
• Laptop, LCD, Papan tulis,dan Spidol
Sumber Belajar :
Buku paket kimia dan sumber lain yang relevan.
Suyatno, dkk. 2007. Kimia untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Grasindo.
VIII. Penilaian
• Jenis Tagihan : Kelompok dan individu.
• Bentuk Tagihan : Tes Kognitif bernuansa nilai
• Instrumen : Tes Objektif bernuansa nilai, Unjuk kerja (Performans)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMA N 2 Depok


Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/Semester : XI IPA2/2
Pertemuan ke :4
Alokasi Waktu : 2 jam

Standar Kompetensi
Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar
Menjelaskan penerapan prinsip kesetimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator
Menjelaskan kondisi optimum untuk memproduksi bahan-bahan kimia di industri
yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan.
I. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menjelaskan kondisi optimum untuk memproduksi bahan-bahan
kimia di industri berdasarkan konsep reaksi kesetimbangan.
II. Materi Pembelajaran
Proses Haber Bosch dan Proses kontak.
Materi Bernuansa Nilai
Konsep reaksi kesetimbangan digunakan dalam proses Haber Bosch dan
kontak (nilai praktis)
Analogi pada Lembaga Pengadilan harus setimbang dalam mengambil
keputusan (nilai politik).
III. Metode Pembelajaran
Pendekatan Kontekstual
Tanya Jawab dan Diskusi
IV. Skenario Pembelajaran
Pertemuan ke-4:
Kegiatan
Tahapan Kegiatan
Guru
PENDAHULUAN f Mengabsen kehadiran siswa. • Siswa yang disebut naman
f Menyampaikan tujuan pembelajaran. • Mendengarkan penjelasan
f Menanyakan kepada siswa contoh produk-produk • Siswa mencoba menjawab
kimia yang dihasilkan dari pembuatan Amonia dan kimia yang dihasilkan d
Asam Sulfat berdaskan hasil resume pada pertemuan dan Asam sulfat seperti p
sebelumnya.
f Menugaskankan siswa untuk menganalisis soal • Menganalisis dan menjaw
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi guru.

pergeseran kesetimbangan, seperti suhu, konsentrasi, “untuk mendapatkan


banyaknya adalah
tekanan, volume dan katalis agar dicapai kondisi Tekanan diperbesar, vo
optimum. diturunkan, dan ditambah

“pembuatan SO3 berdasarkan reaksi kesetimbangan


berikut:
2 SO2 (g) + O2 (g) 2SO3 (g) ∆H = - 189 kJ
Dapat diperoleh sebanyak-banyaknya dengan cara… • Siswa duduk berd
praktikumnya.

f Meminta siswa untuk duduk dalam kelompok


berdasarkan kegiatan praktikum dulu.
Kegiatan
Tahapan Kegiatan
Guru
Inti f Meminta siswa dalam kelompoknya untuk • Siswa mendiskusikan h
mendiskusikan hasil temuan tentang penerapan penerapan reaksi kesetim
reaksi kesetimbangan dalam industry yaitu pada pada pembuatan ammonia
proses pembuatan ammonia dan asam sulfat.
f Guru meminta perwakilan dari tiap kelompok untuk • Perwakilan dari

mempresentasikan hasil diskusinya mempresentasikan hasil


kelompok lain diperboleh

f Guru menjelaskan penerapan reaksi kesetimbangan • Siswa memperhatikan


dalam industry menggunakan media flash dan disampaikan guru.
menghubungkannya dengan nilai-nilai yang telah
dipelajari, yaitu nilai religi, social, praktis, dan
intelektual terkait dengan factor-faktor yang
mempengaruhi kesetimbangan.

Kegiatan
Tahapan Kegiatan
Guru
Penutup • Guru meminta siswa mengulas kembali secara • Mencoba mengulas ma
singkat materi yang telah disampaikan. guru.
• Guru melengkapi kesimpulan dari materi yang telah • Memperhatikan kesimpu
disampaikan siswa. guru
f Guru meminta siswa untuk mengambil hikmah dari • Siswa menyampaikan hik
pembelajaran kimia yang mengintegrasikan nilai- dari pembelajaran kimia
nilai sains. nilai-nilai sains.

V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
Alat :
• Laptop, LCD, Papan tulis,dan Spidol
Sumber Belajar :
Buku paket kimia dan sumber lain yang relevan.
Suyatno, dkk. 2007. Kimia untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Grasindo.

VI. Penilaian
• Jenis Tagihan : Kelompok dan individu.
• Bentuk Tagihan : Tes Kognitif bernuansa nilai
• Instrumen : Tes Objektif bernuansa nilai, Pemahaman Konsep
berkomunikasi
Pemahaman konsep berkomunikasi :
No No Aspek yang dinilai
Nama Siswa
Urut Induk A B C D E F

Keterangan aspek yang dinilai :


A Kemampuan menyampaikan informasi
B Kemampuan memberikan pendapat/ide baru yang berhubungan dengan
penerapan konsep kesetimbangan
C Kemampuan mengajukan pertanyaan
D Kemampuan menghubungkan materi penerapan konsep kesetimbangan
kimia dengan nilai-nilai sains
E Kemampuan menggunakan bahasa yang baku
F Kelancaran berbicara
Cara Penilaian (Rubrik)
1) Tidak baik, jika salah baik cara menyampaikan informasi maupun
memberi ide dst
2) Baik , jika baik cara menyampaikan informasi maupun memberi
ide dst sudah benar tetapi kurang jelas.
3) Sangat baik, jika baik cara menyampaikan informasi maupun
memberi ide dst sudah benar dan sangat jelas
ANALISIS MATERI BERNUANSA NILAI (VALUE)

Tingkatan : SMA/MA
Mapel : KIMIA
Kelas : XI/1
Standar Kompetensi : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan
kimia, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, serta penerapannya n
dalam kehidupan sehari-hari dan industri

Kompetensi Indikator Materi


dasar Praktis Intelektual Sosial
Menjelaskan f Menjelaskan Kesetimbangan •Proses • Pengetahuan
kesetimbangan kesetimbanga kimia merupakan pemanasan air dasar tentang
dan faktor-faktor n dinamis. kesetimbangan dalam wadah konsep
yang dinamis yang tertutup. kesetimbangan
mempengaruhi secara mikroskopis •Proses pelarutan kimia digunakan
pergeseran arah terjadi reaksi terus dari zat-zat padat untuk menjaga
kesetimbangan menerus, yang sukar larut keseimbangan
dengan sedangkan secara dalam air. cairan tubuh oleh
melakukan makroskopis •Proses penguapan ginjal yang disebut
percobaan jumlah zat-zat air dari homeostatis
dalam reaksi tetap permukaan bumi • Keseimbangan
mengikuti hukum dan proses darah dalam tubuh
kesetimbangan. turunnya hujan. manusia
mempunyai suatu
system yang
mengatur tingkat
keasaman (pH)
tetap ± 7,4.
f Meramalkan Pergeseran kimia •Pembuatan • Dengan Seorang ma
arah yang dipengaruhi Amonia dengan faktor-faktor yang dipengaruhi
pergeseran konsentrasi : proses Haber- mempengaruhi faktor int
kesetimbanga •Jika konsentrasi Bosch, yaitu pergeseran dan ekste
n dengan pereaksi dalam dengan kesetimbangan, Faktor ekst
menggunakan sistem memperbesar kita dapat diumpamak
azas Le kesetimbangan konsentrasi memaksimalkan manusia se
Chatelier. diperbesar maka pereaksi dan produk dalam makhluk s
kesetimbangan akan memperbesar suatu industri, baik Dalam hidu
bergeser ke arah tekanan hingga kualitas maupun manusia
hasil reaksi. 350 atm. kuantitasnya. membutuhk
Sebaliknya, jika bantuan o
konsentrasi pereaksi lain.
diperkecil maka
kesetimbangan akan
bergeser ke arah Faktor int
pereaksi. yaitu ma
•Jika tekanan system sebagai ma
kesetimbangan individu
diperbesar maka •Pembuatan Asam mempunyai
reaksi Sulfat dengan sikap istiqom
kesetimbangan akan proses kontak,
bergeser ke arah yaitu dengan
jumlah molekul melangsungkan
(jumlah koefisien) reaksi pada suhu
kecil dan sebaliknya. 400˚C.

Perilaku
•Jika volume system seseorang
kesetimbangan dipengaruhi
diperbesar maka lingkungan
reaksi •Pembuatan Asam sekitar.
kesetimbangan akan Nitrat dengan
bergeser ke arah proses oswald
yang jumlah pada suhu 850˚C
molekulnya (jumlah dan 5 atm.
koefisien) besar dan
sebaliknya.
•Jika suhu system
kesetimbangan
dinaikkan maka
reaksi
kesetimbangan akan
bergeser ke arah
reaksi endoterm
(menyerap panas).
Sebaliknya, jika
suhu system
diturunkan maka
reaksi Kepedulian
kesetimbangan akan sosial terh
bergeser ke arah sesama,
reaksi eksoterm, memiliki
sehingga suhu harus berlebih
diturunkan. akan mem
kepada
kekurangan

Kepedulian s
dengan
menolong d
kebaikan.

Analogi
pengadilan
sebagai te
mencari kead
Keputusan
seorang h
akan dipeng
oleh
kepeberpihak
Lembar Kerja Siswa (LKS)

LEMBAR KERJA SISWA


“Pengaruh Konsentrasi dan Suhu terhadap Pergeseran Arah Kesetimbangan”

A. Tujuan
Setelah melakukan kegiatan praktikum dan diskusi, siswa dapat mengetahui
pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap pergeseran arah kesetimbangan.

B. Dasar Teori
Reaksi kesetimbangan berlangsung tidak tuntas dan tingkat
ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan ) yaitu pengaruh
konsentrasi, pengaruh volume, pengaruh tekanan, pengaruh suhu, dan
pengaruh katalis. Pada reaksi kesetimbangan, ketidaktuntasannya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Hal tersebut juga dapat dianalogikan seperti
kehidupan seorang manusia, artinya seseorang juga dipengaruhi faktor
lingkungan. Hal ini tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan
bermasyarakat. Manusia bukanlah makhluk individu melainkan sebagai
makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain.
Berdasarkan asaz le Chatelier yang menyatakan bahwa Bila terhadap
suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan
mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut.
Dimana cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau
ke kanan. Berdasarkan azas le Chatelier jika konsentrasi salah satu komponen
diperbesar maka reaksi sistem adalah mengurangi komponen tersebut.
Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu komponen diperkecil, maka reaksi
sistem adalah menambah komponen itu.
FeCl3 ↔ Fe3+ + 3Cl- dicampurkan menjadi
Fe(SCN)3
KSCN ↔ K+ + SCN-
Sehingga reaksi kesetimbangan sebagai berikut :
Fe3+ + SCN- ↔ Fe(SCN)3
Demikian halnya dengan kehidupan manusia, ada miskin ada kaya, ada
susah ada senang. Pernah kita jumpai seorang yang memiliki harta berlimpah,
memiliki mobil lebih dari satu dan lain-lain. Di sisi lain ada seorang yang
hanya memiliki sepetak rumah terbuat dari kardus yang hanya merasakan
makan sehari satu kali. Maka dari itu Allah menciptakan sesuatu untuk saling
melengkapi, yang memiliki harta berlebih wajib membantu saudaranya yang
kekurangan sebagai sarana untuk membersihkan hartanya.
Sesuai dengan azas Le Chatelier, jika suhu sistem kesetimbangan
dinaikkan maka reaksi sistem menurunkan suhu, setimbang bergeser ke pihak
reaksi yang menyerap kalor (ke pihak reaksi endoterm). Sebaliknya, jika suhu
diturunkan, maka setimbang akan bergeser ke pihak reaksi yang melepaskan
kalor (eksoterm).

C. Alat dan Bahan


Kegiatan I: Pengaruh Konsentrasi
Alat dan Bahan Satuan/Ukuran Jumlah
Batang pengaduk - 1
Gelas kimia 100 mL 1
Silinder ukur/ Gelas Ukur 25 mL 1
Pipet tetes - 1
Label - secukupnya
Tabung reaksi biasa 7
Rak tabung reaksi - 1
Larutan FeCl3 1M 10 mL
Larutan KSCN 1M 10 mL
Larutan NaOH jenuh 5 mL
Aquades - 50 mL

Kegiatan II: Pengaruh Suhu


Alat dan Bahan Satuan/Ukuran Jumlah
Tabung reaksi biasa 3
Pipet tetes - 1
Sumbat karet - 3
Gelas kimia 600 mL 3
Label - secukupnya
HNO3 pekat 5 mL
Lempeng tembaga - 3
Es - secukupnya
Air panas - secukupnya

D. Cara Kerja
I. Pengaruh Konsentrasi
1. Masukan 25 mL air suling ke dalam gelas kimia 100 mL.
2. Tambahkan 2 tetes larutan FeCl3 1 M dan larutan KSCN 1 M
3. Aduk larutan sampai warnanya tetap, kemudian bagi larutan ini sama
banyak dalam 5 tabung pereaksi.
4. Tabung I dibiarkan sebagai pembanding
5. Tabung 2 tambahkan 1 tetes KSCN 1 M
6. Tabung 3 tambahkan 1 tetes FeCl3 1 M
7. Tabung 4 tambahkan 1 tetes NaOH Jenuh.
8. Tabung 5 tambahkan 5 mL air suling.
9. Bandingkan kelima tabung reaksi tersebut !

II. Pengaruh Suhu


1. Masukan kedalam 3 tabung reaksi besar, masing-masing 10 tetes HNO3
pekat dan satu lempeng Cu. Segera tutup dengan sumbat karet. Reaksi apa
yang terjadi ?
2. Tabung 1 masukkan ke dalam es.
3. Tabung 2 masukkan ke dalam air panas.
4. Tabung 3 sebagai pembanding.

E. Hasil Pengamatan
I. Pengaruh Konsentrasi
No. Bahan yang ditambah Warna dibandingkan tabung
1. Larutan + KSCN
2. Larutan + FeCl3
3. Larutan + NaOH
4. Larutan + air suling
II. Pengaruh Suhu
No. Tabung Hasil Pengamatan
1. Tabung 1
2. Tabung 2
3. Tabung 3

F. Pertanyaan
Pengaruh Konsentrasi
1. Tuliskan persamaan reaksi pada percobaan pengaruh konsentrasi terhadap
pergeseran kesetimbangan yang telah kalian lakukan!

2. Zat apa yang akan bertambah jika konsentrasi NH3 ditambahkan pada
reaksi:
N2 (g) + 3H2 (g) 2NH3 (g)

3. Diketahui reaksi kesetimbangan:


Ag+ (aq) + Fe2+ (aq) Ag (s) + Fe3+ (aq)
Ke arah mana kesetimbangan akan bergeser jika pada suhu tetap
ditambahkan larutan AgNO3 ?

4. Nilai apa sajakah yang terdapat pada pengaruh konsentrasi terhadap


pergeseran kesetimbangan? Sebutkan dengan contoh !
Pengaruh Suhu
1. Zat apa yang akan bertambah jika suhu dinaikkan pada reaksi:
N2 (g) + 3H2 (g) 2NH3 (g) ∆H = − 94,08 Kj

2. Carilah nilai religi yang dapat kamu peroleh dari materi pergeseran
kestimbangan kimia?

3. Apabila suhu diturunkan pada reaksi berikut : 2N2O4 ↔ 2NO + O2 ∆H


= +a kJ/mol. Maka arah manakah kesetimbangan akan bergeser ?Sebutkan
alasannya!
Lampiran 2. Intrumen Pengumpul Data
a. KISI-KISI TES KOGNITIF KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA
No. Indikator Soal
1. Menjelaskan pengertian 1. Suatu reaksi bolak-balik mencapai keadaan setimbang apabila...
kesetimbangan dinamis a. reaksi telah berhenti
b. jumlah mol zat di sebelah kiri dan di sebelah kanan reaksi sama
c. salah satu pereaksi telah habis
d. laju reaksi pada kedua arah sama besar
e. massa zat hasil reaksi = massa zat pereaksi
2. Di bawah ini adalah ciri-ciri terjadinya reaksi kesetimbangan,
a. reaksinya reversibel
b. terjadi dalam ruang tertutup
c. laju reaksi ke kiri = laju reaksi ke kanan
d. reaksinya dapat dibalik
e. terjadi perubahan makroskopis
3. Di bawah ini adalah contoh-contoh peristiwa alam yang menggunak
kesetimbangan, kecuali....
a. siklus peredaran darah d. siklus karbon
b. siklus oksigen e. siklus nitrogen
c. siklus ozon
4. Reaksi dapat balik berikut : N2 (g) + H2 (g) ↔ 2NH3 (g). Mencap
pada saat....
a. reaksi telah berhenti
b. separo amonia telah terurai
c. laju penguraian NH3 = laju pembentukan hidrogen dan nitrogen
d. jumlah mol zat di ruas kiri = jumlah mol zat di ruas kanan
e. laju pembentukkan NH3 = dua kali laju pembentukkan N

2. Menjelaskan faktor-faktor 5. Berikut faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia adalah...


yang mempengaruhi a. Jenis larutan d. tekanan osmotik
pergeseran kesetimbangan. b. konsentrasi e. pH
c. luas permukaan
6. Yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran k
kecuali...
a. suhu d. jenis larutan
b. tekanan e. katalis
c. konsentrasi
3. Menjelaskan pengaruh 7. Suatu reaksi kesetimbangan PCl5 (g) PCl3 (g) + Cl2
perubahan konsentrasi diperbesar reaksi akan bergeser ke arah kiri, maka....
terhadap pergeseran a. [PCl5] akan bertambah banyak
kesetimbangan. b. [PCl3] akan bertambah banyak
c. [Cl2] akan bertambah banyak
d. [PCl3] tetap
e. [PCl5] akan berkurang
43. Bila dalam kesetimbangan dilakukan aksi, maka sistem akan menga
dengan mengurangi pengaruh aksi tersebut. Pernyataan tersebut dik
a. Fritz Haber d. Henri Louis Le Cha
b. Carl Bosch e. Lavosier
c. Wilhelm Bosch
8. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan :
2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g) . Ke arah manakah kesetimban
jika SO3 diperkecil....
a. kanan harga K bertambah d. kiri harga K bertamba
b. kanan harga K tetap e. kiri harga K tetap
c. kiri harga K berkurang
9. Pada reaksi hidrolisis ester yang reaksi kesetimbangannya sebagai b
CH3COOC2H5(l) + H2O (l) CH3COOH (g) + C2H
bawah ini yang sesuai dengan kaidah kesetimbangan adalah....
a. penambahan CH3COOC2 H5(l) menyebabkan reaksi bergeser ke
b. penambahan CH3COOH menyebabkan reaksi bergeser ke kiri
c. penambahan C2H5OH menyebabkan reaksi bergeser ke kanan
d. pengenceran tidak menyebabkan kesetimbangan bergeser
e. pengurangan CH3COOC2H5 menyebabkan reaksi bergeser ke kan
10. Dari pengamatan warna pada reaksi larutan FeCl3 dan larutan KSCN
persamaan reaksi berikut : Fe3+(aq) + SCN- (aq) Fe(SCN)
suhu tetap dan sistem ditambah air maka ....
a. kesetimbangan bergeser ke kanan, warna makin merah, dan harga
b. kesetimbangan bergeser ke kiri, warna makin merah, dan harga K
c. kesetimbangan bergeser ke kiri, warna luntur, dan harga K berku
d. kesetimbangan bergeser ke kiri, warna luntur, dan harga K tetap
e. kesetimbangan tidak bergeser
11. Diketahui suatu reaksi kesetimbangan :
Fe3+(aq) + SCN- (aq) Fe(SCN)3 (aq)
(kuning Jingga) (Tidak berwarna) (Merah Darah)
Untuk membuat larutan bertambah merah, aksi yang dapat dilakukan
a. menambah [Fe3+] d. menambah [Fe(SCN)3
b. mengurangi [Fe3+] e. mengurangi [SCN-]
c. pengenceran
12. Pada soal No. 25, Apabila [Fe3+] diperkecil. Maka warna larutan ber
a. tetap d. warna makin merah
b. warna pudar e. kuning jingga
c. tidak berwarna
13. Molekul zat B terbentuk dari 2 molekul zat A dan kedua bentuk bera
setimbang yaitu : 2 A B. Bila larutan yang mengandun
dalam keadaan setimbang diencerkan maka....
a. A bertambah banyak d. jumlah B tetap
b. B bertambah banyak e. Tetapan kesetimban
c. [A] dan [B] tetap

45. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan :


2 NO(g) + O2 (g) ↔ 2 NO2 (g). Apabila konsentrasi NO2
kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Maka konsentrasi pereaksi
banyak. Hal tersebut sesuai dengan nilai sosial yang terkandung dalam
sehari-hari yaitu....
a. tolong-menolong d. saling menghar
b. sopan santun e. tawadhu
c. ramah

4. Menjelaskan pengaruh 14. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan :


perubahan suhu terhadap H2 (g) + Cl2 (g) 2HCl (g) ∆H = -92,3 kJ/mol. Ke arah m
pergeseran kesetimbangan. akan bergeser jika suhu dinaikkan ...
a. Ke kiri, harga K bertambah
b. Ke kiri, harga K berkurang
c. Ke kiri, harga K tetap
d. Ke kanan, harga K bertambah
e. Ke kanan, harga K berkurang
15. Pada reaksi setimbang 2N2O4 (g) 2NO (g) + O2
Bila suhu diturunkan akan terjadi....
a. Kesetimbangan akan bergeser ke kiri
b. Kesetimbangan tetap
c. Kesetimbangan akan bergeser ke kanan
d. Jumlah gas N2 O4 semakin banyak
e. Laju reaksi ke kiri semakin besar
16. Apabila suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
a. Reaksi eksoterm d. Reaksi fisi
b. Reaksi endoterm e. Reaksi fusi
c. Tetap
17. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan :
2HCl (g) H2 (g) + Cl2(g) ∆H = +92,3 kJ/mol. Apabila suh
maka....
a. Akan bergeser ke kanan
b. Tetap
c. Jumlah HCl semakin banyak
d. Jumlah HCl berkurang
e. Jumlah HCl tetap
18. Untuk memperbanyak produk pada kesetimbangan :
H2 (g) + Br2(g) 2HBr (g) ∆H = - 72,46 kJ/mol. Dapat d
a. memperbesar tekanan d. Menaikkan suhu
b. memperbesar volum e. Menurunkan suhu
c. menambah katalisator
19. Pada keadaan setimbang : 2SO3 (g) 2 SO2 (g) + O2 (g)
Jika suhu diturunkan, maka konsentrasi ....
a. SO3 tetap d. SO2 tetap
b. SO3 bertambah e. O2 bertambah
c. SO2 (g) dan O2 tetap
4. Menjelaskan pengaruh 20. Diantara persamaan reaksi kesetimbangan di bawah ini, kesetimban
Volume dan tekanan ke kanan jika volum diperbesar adalah....
terhadap pergeseran a. 2 HI (g) H2 (g) + I2 (g)
kesetimbangan. b. N2 O4 (g) 2NO2 (g)
c. CaCO3 (g) CaO (s) + CO2 (g)
d. 2NO(g) + O2 (g) N2O4 (g)
e. S (s) + O2 (g) SO2(g)
21. Pada reaksi kesetimbangan berikut :
3 Fe (s ) + 4H2O (g) Fe3O4 (s) + 4H2 (g) ∆H = +. Kesetim
bergeser ke kanan apabila ....
a. pada suhu tetap ditambah serbuk besi
b. pada suhu tetap ditambah katalis
c. pada suhu tetap tekanan diperbesar dengan memperkecil volum
d. pada suhu tetap tekanan diperkecil dengan memperbesar volum
e. pada volume tetap suhu diturunkan
22. Reaksi pembuatan belerang trioksida adalah reaksi eksoterm. Reaks
sebagai berikut : 2 SO2 (g) + O2 2SO3 (g) ∆ = - . Untuk
hasil optimum belerang trioksida dapat dilakukan dengan dengan ca
1. memperbesar tekanan
2. menambah katalis
3. menurunkan suhu
4. memperbesar volume
Pernyataan yang benar adalah ....
a. 1, 2 , dan 3 d. 4 saja
b. 1 dan 3 e. 1, 2, 3 dan 4
c. 2 dan 4
23. Faktor yang tidak mempengaruhi sistem kesetimbangan pada reaksi
H2 (g) + Br2(g) 2HBr (g) ∆ = - 26 kj.mol-1 adalah....
a. konsentrasi dan suhu d. volume dan s
b. konsentrasi dan volume e. suhu dan teka
c. volume dan tekanan
24. Diantara persamaan reaksi kesetimbangan di bawah ini, kesetimban
ke kanan jika tekanan diperbesar adalah....
a. 2 HI (g) H2 (g) + I2 (g)
b. N2O4 (g) 2NO2 (g)
c. CaCO3 (g) CaO (s) + CO2 (g)
d. 2NO(g) + O2 (g) N2O4 (g)
e. S (s) + O2 (g) SO2(g)
5. Menjelaskan tetapan 25. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : 2SO2 (g) + O2(g)
kesetimbangan [ SO3 ]2
a. K =
[ SO2 ]2[O2 ]2

[ SO3 ]2
b. K =
[ SO2 ]2[O2 ]

[SO3 ]2
c. K =
[ SO2 ] [O2 ]

[ SO2 ]2 [O2 ]
d. K =
[ SO3 ]

[ SO2 ]2 [O2 ]
e. K =
[ SO3 ]2
26. Pada suhu tinggi, besi (III) hidrogen karbonat terurai menurut reaks
Fe(HCO3)2 (s) FeO (s) + H2O (g) + 2CO2 (g). Tetapan k
untuk reaksi di atas adalah .....

[CO2 ]2 [ H 2O}[ FeO]


a. K =
[ Fe( HCO3 ) 2 ]

[CO2 ] [ H 2O ][ FeO ]
b. K =
[ Fe( HCO3 )2 ]

c. K = [CO2 ]2 [ H 2O]
1
d. K =
[CO2 ]2 [ H 2O]
[ FeO ]
e. K =
[ Fe( HCO3 ) 2 ]

6. Menghitung harga Kc 27. Jika dalam ruang 4 liter terdapat reaksi kesetimbangan terdapat gas
berdasarkan konsentrasi NO2(g) + CO(g) NO (g) + CO2(g). Jika pada saat setimb
zat dalam NO2 dan gas CO masing-masing 0,2 mol. Sedangkan gas NO dan C
kesetimbangan. 0,4 mol. Harga tetapan kesetimbangan pada suhu tersebut adalah ....
a. O, 25 d. 2
b. 0,5 e. 4
c. 1
28. 0,1 mol HI dimasukkan ke dalam labu 1 liter, lalu dibiarkan ter
2HI (g) H2 (g) + I2 (g). Setelah tercapai kesetimbangan
0,02 mol. Maka harga tetapan kesetimbangan ....
a. 1,1 d. 0,063
b. 0,11 e. 0,5
c. 0,14
29. Ke dalam ruangan tertutup dimasukkan 1 mol gas A dan 1 mol gas
menurut persamaan 2A + 3B A2 B3 dan dicapai kesetim
terdapat 0,25 mol gas B. Kalau volum ruang 1 dm3 , maka tetapan k
reaksi tersebut adalah ....
a. 16 d. 72
b. 32 e. 80
c. 64
30. Jika pada reaksi kesetimbangan : HI (g) ½ H2 (g) + ½ I
pada suhu yang sama harga K untuk reaksi 2 HI ↔ H2 + I
a. 4 d. 48
b. 16 e. 64
c. 32
42. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : 2NO(g) + O2 (g)
adalah 4. pada suhu yang sama tetapan kesetimbangan untuk reaksi
NO2 (g) NO(g) + ½ O2 (g) adalah ....
a. 1/16 d. 2
b. 1/4 e. 4
c. 1/2

31. Dalam ruang 2 liter dicampurkan masing-masing 1,4 mol gas CO


reaksi : CO2 (g) + 3H2 (g) CH4(g) + H2 O(g). Jika saat k
terdapat 0,4 mol gas CH4, harga tetapan kesetimbangan adalah ....
a. 0,2 d. 8
b. 0,8 e. 80
c. 1,25

7. Siswa dapat menghitung 32. Dari reaksi kesetimbangan : N2 (g) + 3H2 (g) 2NH
harga Kp berdasarkan mol gas N2 direaksikan dengan 0,4 mol gas H2. Saat setimbang terda

tekanan parsial gas mol (dalam ruang 1 liter tekanan total 1,2 atm). Maka besar nilai Kp
a. 0,2 d. 33,33
pereaksi dan hasil
b. 0,33 e. 333,33
pereaksi pada keadaan
c. 3,33
setimbang.
33. Pada persamaan kesetimbangan : CO (g) + H2O (g)
Sebanyak 6 mol/L H2O direaksikan dengan 14 mol/L CO. Saat setim
mol/L gas H2. Jika tekanan total ruangan 2 atm, maka harga Kp adal
a. 0,4 d. 1,6
b. 0,8 e. 2
c. 1,2
34. Suatu reaksi kesetimbangan : A + B C. Jika total ruanga
atm, PB = 0,4 atm. Maka harga Kp adalah ....
a. 2, 00 d. 5, 00
b. 2, 50 e. 6, 25
c. 4, 00
35. Dalam ruang 1 liter terdapat kesetimbangan 2HCl (g)
saat setimbang terdapat 0,2 mol HCl, 0,4 mol H2 dan 0,4 mol Cl
ruangan 1,5 atm. Maka harga Kp adalah ....
a. 1, 2 d. 6, 4
b. 2, 4 e. 8
c. 4, 00

8. Menghitung harga Kc 36. Pada suhu 298 K terbentuk reaksi kesetimbangan : N2O4 (g)
berdasarkan Kp atau ruang 1 liter, 0,3 mol N2O4 terurai menjadi NO2. Saat kesetimbanga

sebaliknya. terbentuk 0,2 mol. Jika R = 0,082, harga Kp adalah.....


a. 4, 89 d. 13, 04
b. 6, 52 e. 26, 08
c. 9,78
37. Reaksi kesetimbangan H2 (g) + I2 (g) 2HI (g) mempun
kesetimbangan (Kc) sebesar 69 pada suhu 340 0 C. Pada suhu yang s
reaksi itu adalah ....
a. 5, 66 d. 3468, 3
b. 69 e. 23460
c. 1923, 72
9. Siswa dapat menjelaskan 38. Proses pembuatan asam sulfat menggunakan prinsip kesetimbangan
kondisi optimum untuk industri disebut proses ....

memproduksi bahan- a. Haber d. Oswald


b. Bosch e. Disosiasi
bahan kimia di industri
c. Kontak
yang didasarkan pada
39. N2 (g) + 3H2 (g ) 2NH3 (g) ∆H = -94, 004 kJ. Pada pem
reaksi kesetimbangan
menurut proses Haber suhu dinaikkan, hal ini disebabkan ....
melalui diskusi.
a. Pada suhu rendah [N2] bertambah
b. Pada suhu rendah reaksinya lambat
c. Pada suhu rendah tidak perlu ditanbahkan katalis
d. Pada suhu tinggi tekanannya tidak perlu tinggi
e. Pada suhu tinggi banyak menghasilkan amonia
10. Menafsirkan data 40. Dalam ruang 5 liter terdapat gas-gas 0,03 mol SbCl5, 0,04 mol SbCl
percobaan mengenai dalam keadaan setimbang menurut reaksi : SbCl5(g) SbCl

konsentrasi pereaksi dan disosiasi SbCl5 adalah ...


a. 0,3 d. 0,6
hasil reaksi pada keadaan
b. 0,4 e. 0,8
setimbang untuk
c. 0,5
menentukan derajat
41. Sebanyak 2 mol NH3 terurai menurut reaksi : 2NH3(g) N
disosiasi dan tetapan
Kesetimbangan tercapai dalam ruang 1 liter setelah terbentuk 1,5 mo
kesetimbangan Derajat disosiasi NH3 adalah...
a. 1/4 d. 1/2
b. 1/3 e. 3/4
c. 2/5
44. Sebanyak 1 mol N2O4 dipanaskan dalam suatu ruangan sehingga 5
membentuk NO2. Jika tekanan total campuran adalah 6 atm. Maka h
N2O4(g) 2NO2(g) pada suhu itu adalah.....
a. 1/8 d. 8
b. 1/4 e. 16
c. 1

Kisi – kisi Angket (Aspek Afektif)

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN


PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

NO. Indikator Ranah Pernyataan


Afektif
1. Menyadari Penerimaan Pelajaran kimia merupakan ilmu yang penting karena
pentingnya ilmu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
kimia Bagi saya, pelajaran kimia merupakan pelajaran yang
tidak penting dan membosankan.
Respon Saya menyadari akan pentingnya belajar ilmu kimia
Saya menyadari ilmu kimia tidak bermanfaat
Saya selalu acuh tak acuh dengan tugas yang diberikan
guru
Saya mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik
Penilaian Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan
nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia bermanfaat
bagi kehidupan.
Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan
nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia tidak
bermanfaat bagi kehidupan.
2. Menyenangi Penerimaan Perasaan senang ketika waktu belajar kimia di kelas
kegiatan Saya merasa jenuh belajar kimia di dalam kelas
pembelajaran Respon Saya memperhatikan guru kimia dengan baik ketika
bernuansa nilai menerangkan materi pelajaran.
Ketika guru menerangkan saya selalu mengalihkan
perhatian dengan aktivitas lain.
Saya mudah menerima pembelajaran kimia karena
dikaitkan dengan kehidupan nyata.
Saya merasa kesulitan menerima pembelajaran kimia
karena bersifat abstrak

Penilaian Saya senang belajar kimia karena memberikan


pengalaman belajar positif.
Saya tidak senang belajar kimia karena tidak memberikan
pengalaman apa-apa.
Saya senang belajar kimia karena dapat menambah
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Saya tidak senang belajar kimia karena dapat menambah
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

3. Mensyukuri Penerimaan
nikmat dan karunia
Allah SWT Respon Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat
saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah
secara seimbang.
Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat
saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah
secara tidak seimbang.
Saya lebih bersyukur atas nikmat dan karunia Yang telah
Allah berikan.
Saya selalu merasa kurang terhadap apa yang saya miliki.
4. Menghindari Penerimaan
pergaulan yang
buruk Respon Saya terdorong untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Saya lebih suka menyendiri daripada bergabung dengan
teman
Saya merasa bahwa semua teman adalah sama.
Saya perlu menyeleksi teman-teman dalam bergaul.
Penilaian Menurut saya, bergaul dengan teman-teman yang baik
akan mendapatkan kebahagiaan.
Menurut saya, bergaul dengan siapa pun akan membawa
kebahagiaan.
5. Terdorong untuk Penerimaan Kita harus saling tolong-menolong antar sesama manusia.
peduli terhadap Kita harus saling menolong dengan melihat apa
sesama kedudukannya.
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang
lain.
Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat untuk
dirinya sendiri.
Respon Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap
orang lain.
Saya terdorong untuk hidup mengutamakan kepentingan
pribadi.
saya terdorong untuk saling membantu dan menolong
kepada orang yang membutuhkan.
Hati ini tersentuh saat melihat pengemis di jalan.
Saat melihat pengemis di jalan hati saya tidak tersentuh.
Penilaian Ketika menolong orang lain hati saya menjadi tenang.
Ketika menolong orang lain saya mengharapkan pamri

Karakter Saya peduli dengan kesulitan ekonomi yang dihadapi


teman.
Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar
menolong orang lain.
Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar
mementingkan diri sendiri.
Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya malas
berinfak.
c. Format Tes Kognitif
KESETIMBANGAN KIMIA
Petunjuk Pengisian
a. Sebelum mengerjakan soal bacalah basmallah
b. Pilihlah jawaban yang paling tepat
c. Berilah tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah disediakan.
d. Ingatlah Allah Maha Melihat jadi kerjakan sendiri ya…

PILIHAN GANDA
1. Di bawah ini adalah ciri-ciri terjadinya reaksi kesetimbangan, kecuali...
a. reaksinya irreversibel
b. terjadi dalam ruang tertutup
c. laju reaksi ke kiri = laju reaksi ke kanan
d. reaksinya dapat dibalik
e. tidak terjadi perubahan makroskopis
2. Di bawah ini adalah contoh-contoh peristiwa alam yang menggunakan prinsip
kesetimbangan, kecuali....
a. siklus peredaran darah d. siklus karbon
b. siklus oksigen e. siklus nitrogen
c. siklus ozon
3. Reaksi dapat balik berikut : N2 (g) + H2 (g) 2NH3 (g). Mencapai
kesetimbangan pada saat....
a. reaksi telah berhenti
b. separo amonia telah terurai
c. laju penguraian NH3 = laju pembentukan hidrogen dan nitrogen
d. jumlah mol zat di ruas kiri = jumlah mol zat di ruas kanan
e. laju pembentukkan NH3 = dua kali laju pembentukkan N2
4. Berikut faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia adalah...
a. Jenis larutan d. tekanan osmotik
b. konsentrasi e. pH
c. luas permukaan
5. Bila dalam kesetimbangan dilakukan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi
dengan mengurangi pengaruh aksi tersebut. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh....
a. Fritz Haber d. Henri Louis Le Chatelier
b. Carl Bosch e. Lavosier
c. Wilhelm Bosch

6. Diketahui suatu reaksi kesetimbangan :


Fe3+(aq) + SCN- (aq) Fe(SCN)3 (aq)
(kuning Jingga) (Tidak berwarna) (Merah Darah)
Untuk membuat larutan bertambah merah, aksi yang dapat dilakukan adalah.....
a. menambah [Fe3+] d. menambah [Fe(SCN)3]
b. mengurangi [Fe3+] e. mengurangi [SCN-]
c. pengenceran
7. Molekul zat B terbentuk dari 2 molekul zat A dan kedua bentuk berada dalam
keadaan setimbang yaitu : 2 A B. Bila larutan yang mengandung A dan
B berada dalam keadaan setimbang diencerkan maka....
a. A bertambah banyak d. jumlah B tetap
b. B bertambah banyak e. Tetapan kesetimbangan tetap
c. [A] dan [B] tetap
8. Dalam ruang tertutup terdapat reaksi kesetimbangan :
H2 (g) + Cl2(g) 2HCl (g) ∆H = -92,3 kJ/mol.
Ke arah mana kesetimbangan akan bergeser jika suhu dinaikkan ...
a. Ke kiri, harga K bertambah
b. Ke kiri, harga K berkurang
c. Ke kiri, harga K tetap
d. Ke kanan, harga K bertambah
e. Ke kanan, harga K berkurang
9. Reaksi pembuatan belerang trioksida adalah reaksi eksoterm. Reaksi kesetimbangan
sebagai berikut : 2 SO2 (g) + O2 (g) 2SO3 (g) ∆= ─
Untuk mendapatkan hasil optimum belerang trioksida dapat dilakukan dengan dengan
cara berikut :
1. memperbesar tekanan
2. menambah katalis
3. menurunkan suhu
4. memperbesar volume
Pernyataan yang benar adalah ....
a. 1, 2 , dan 3 d. 4 saja
b. 1 dan 3 e. 1, 2, 3 dan 4
c. 2 dan 4
10. Faktor yang tidak mempengaruhi sistem kesetimbangan pada reaksi :
H2 (g) + Br2(g) 2HBr (g) ∆ = ─ 26 kj.mol-1 adalah....
a. konsentrasi dan suhu d. volume dan suhu
b. konsentrasi dan volume e. suhu dan tekanan
c. volume dan tekanan
11. Pada suhu tinggi, besi (III) hidrogen karbonat terurai menurut reaksi :
Fe(HCO3)2 (s) FeO (s) + H2O (g) + 2CO2 (g).
Tetapan kesetimbangan untuk reaksi di atas adalah .....
[CO2 ]2 [ H 2 O}[ FeO ]
a. K =
[ Fe( HCO3 ) 2 ]

[CO2 ] [ H 2O][ FeO]


b. K =
[ Fe( HCO3 )2 ]

c. K = [CO2 ]2[ H 2O]


1
d. K =
[CO2 ]2 [ H 2O]
[ FeO]
e. K =
[ Fe( HCO3 )2 ]
12. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi : 2NO(g) + O2 (g) 2NO2 (g) adalah
4. pada suhu yang sama tetapan kesetimbangan untuk reaksi :
NO2 (g) NO(g) + ½ O2 (g) adalah ....
d. 1/16 d. 2
e. 1/4 e. 4
f. 1/2
13. Dalam ruang 2 liter dicampurkan masing-masing 1,4 mol gas CO2 dan gas H2
menurut reaksi :
CO2 (g) + 3H2 (g) CH4(g) + H2 O(g).
Jika saat kesetimbangan terdapat 0,4 mol gas CH4, harga tetapan kesetimbangan
adalah ....
a. 0,2 d. 8
b. 0,8 e. 80
c. 1,25
14. Dari reaksi kesetimbangan : N2 (g) + 3H2 (g) 2NH3 (g). Sebanyak 0,4
mol gas N2 direaksikan dengan 0,4 mol gas H2. Saat setimbang terdapat gas NH3 0,2
mol (dalam ruang 1 liter tekanan total 1,2 atm). Maka besar nilai Kp adalah ....
a. 3 d. 10/3
b. 3/10 e. 100/3
c. 3/100

15. Pada persamaan kesetimbangan : CO (g) + H2O (g) CO2 (g) + H2 (g).
Sebanyak 6 mol H2O direaksikan dengan 14 mol CO. Saat setimbang dihasilkan 4
mol gas H2. Jika tekanan total ruangan 2 atm, maka harga Kp adalah ....
a. 0,4 d. 1,6
b. 0,8 e. 2
c. 1,2
16. Suatu reaksi kesetimbangan : A + B C. Jika total ruangan 2 atm. PA = 0,8
atm, PB = 0,4 atm. Maka harga Kp adalah ....
a. 2, 00 d. 5, 00
b. 2, 50 e. 6, 25
c. 4, 00
17. Reaksi kesetimbangan : H2 (g) + I2 (g) 2HI (g) mempunyai harga
tetapan kesetimbangan (Kc) sebesar 69 pada suhu 340 0 C. Pada suhu yang sama,
harga Kp reaksi itu adalah ....
a. 5, 66 atm d. 3468, 3 atm
b. 23460 atm e. 1923, 72 atm
c. 69 atm
18. Proses pembuatan asam sulfat menggunakan prinsip kesetimbangan adalah ....
a. Haber d. Oswald
b. Bosch e. Disosiasi
c. Kontak
19. Sebanyak 2 mol NH3 terurai menurut reaksi : 2NH3 (g) N2 (g) + 3H2 (g).
Kesetimbangan tercapai dalam ruang 1 liter setelah terbentuk 1,5 mol gas hidrogen.
Derajat disosiasi NH3 adalah...
d. 1/4 d. 1/2
e. 1/3 e. 3/4
f. 2/5
20. Sebanyak 1 mol N2O4 dipanaskan dalam suatu ruangan sehingga 50% terurai
membentuk NO2. Jika tekanan total campuran adalah 6 atm. Maka harga Kp reaksi :
N2O4(g) 2NO2(g) pada suhu itu adalah.....
d. 1/8 d. 8
e. 1/4 e. 16
f. 1

”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”


OPTIMIS
e. Format Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA SISWA PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA
BERNUANSA NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA

No. Materi Wawancara Pertanyaan


1. Sikap dan Pendapat siswa tentang 1. Hal apa yang paling anda senangi dari
pelajaran kimia kimia?
2. Materi/pokok bahasan apa yang anda
senangi dalam pelajaran kimia?
2. Sikap dan pendapat siswa tentang 3. Cara pembelajaran seperti apa yang
pengintegrasian nilai-nilai sains diinginkan agar belajar kimia mudah dan
melalui pendekatan kontekstual menyenangkan?
pada pembelajaran kimia. 4. Bagaimana menurut pendapat anda
mengenai pembelajaran kimia yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
(kontekstual) pada konsep kesetimbangan
kimia?
5. Bagaimana menurut pendapat anda
mengenai pembelajaran kimia yang
diintegrasikan dengan nilai-nilai sains
(nilai agama, sosial, nilai intelaktual dan
nilai praktis) pada konsep kesetimbangan
kimia?
6. Apakah dengan adanya pengintegrasian
nilai-nilai sains melalui pendekatan
kontekstual , anda lebih tertarik dan
termotivasi mempelajari kimia khususnya
konsep kesetimbangan kimia?
7. Apa perbedaan yang kamu rasakan
terhadap pembelajaran yang
mengintegrasikan nilai-nilai sains dengan
pembelajaran sehari-hari di kelas
khususnya pembelajaran kimia?
8. Apakah pembelajaran kimia yang
mengintegrasikan nilai-nilai sains melalui
pendekatan kontekstual efektif?
9. Bagaimana pendapat anda mengenai LKS
yang mengintegrasikan nilai-nilai sains?
10. Apakah anda mengalami kesulitan pada
saat proses pembelajaran?jika ya kesulitan
apa yang anda hadapi?
3. Sikap dan pendapat siswa setelah 11. Bagaiamana kesan dan pesan anda setelah
mengalami proses pembelajaran mempelajari konsep kesetimbangan kimia
yang mengintegrasikan nilai-nilai sains?
d. Format Angket
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

ANGKET PENELITIAN SKRIPSI

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

Petunjuk Pengisian :

1. Sebelumnya bacalah Basmallah


2. Silakan anda membaca pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan sebaik-
baiknya, jika ada yang belum dimengerti silakan anda tanyakan langsung.
3. Bacalah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan teliti dan berilah cek
list (√) pada kolom jawaban yang sesuai dengan pendapat anda.
Alternatif jawaban yang disediakan sebagai berikut :

o Sangat Setuju (SS), jika sesudah membaca pernyataan tersebut hati


anda langsung mengatakan setuju.
o Setuju (S), jika terhadap pernyataan tersebut setelah dipertimbangkan
ternyata anda dapat menyetujuinya.
o Tidak Setuju (S), jika terhadap pernyataan tersebut setelah
dipertimbangkan anda tidak dapat menyetujuinya
o Sangat Tidak Setuju (STS) , jika setelah membaca pernyataan
tersebut hati anda langsung mengatakan tidak setuju.
Pernyataan
N Jawaban
o SS S TS STS
1. Pelajaran kimia merupakan ilmu yang penting karena berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari
2. Saya senang belajar kimia karena memberikan pengalaman belajar
positif.
3. Saya menyadari akan pentingnya belajar ilmu kimia
4. Saya menyadari ilmu kimia tidak bermanfaat
5. Saya memperhatikan guru kimia dengan baik ketika menerangkan
materi pelajaran.
6. Saya mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik.
7. Perasaan senang ketika waktu belajar kimia di kelas
8. Bagi saya, pelajaran kimia merupakan pelajaran yang tidak
penting dan membosankan.
9. Saya mudah menerima pembelajaran kimia karena dikaitkan
dengan kehidupan nyata.
10. Saya tidak senang belajar kimia karena tidak memberikan
pengalaman apa-apa.
11. Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar
bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara seimbang.
12. Saya terdorong untuk bersosialisasi dengan orang lain.
13. Saya lebih suka menyendiri daripada bergabung dengan teman.
14. Kita harus saling tolong-menolong antar sesama manusia.
15. Saya merasa bahwa semua teman adalah sama.
16. Menurut saya, bergaul dengan siapa pun akan membawa
kebahagiaan.
17. Saya selalu merasa kurang terhadap apa yang saya miliki.
18. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.
19. Saya merasa kesulitan menerima pembelajaran kimia karena
bersifat abstrak.
20. Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai
pada konsep kesetimbangan kimia bermanfaat bagi kehidupan.
21. Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap orang lain.
22. Saya peduli dengan kesulitan ekonomi yang dihadapi teman.
23. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar
mementingkan diri sendiri.
24. Saya merasa jenuh belajar kimia di dalam kelas
25. Menurut saya, bergaul dengan teman-teman yang baik akan
mendapatkan kebahagiaan.
26. Ketika guru menerangkan saya selalu mengalihkan perhatian
dengan aktivitas lain.
27. Kita harus saling menolong dengan melihat apa kedudukannya.
28. Saat melihat pengemis di jalan hati saya tidak tersentuh.
29. Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap orang lain.
30. Saya selalu acuh tak acuh dengan tugas yang diberikan guru .
31. Saya terdorong untuk hidup mengutamakan kepentingan pribadi.
32. Saya perlu menyeleksi teman-teman dalam bergaul.
33. Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar
bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara tidak seimbang.
34. Saya terdorong untuk saling membantu dan menolong kepada
orang yang membutuhkan.
35. Hati ini tersentuh saat melihat pengemis di jalan.
36. Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai
pada konsep kesetimbangan kimia tidak bermanfaat bagi
kehidupan.
37. Saya senang belajar kimia karena dapat menambah keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT.
38. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar menolong
orang lain.
39. Ketika menolong orang lain hati saya menjadi tenang.
40. Sebaik-baik manusia adalah orang yang hanya bermanfaat untuk
dirinya sendiri.
41. Saya lebih bersyukur atas nikmat dan karunia Yang telah Allah
berikan.
42. Ketika menolong orang lain saya mengharapkan pamrih.
43. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya malas berinfak.
.

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.


Sebaik-baik manusia adalah orang yang hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri.

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI


DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA

Skripsi

Dosen Pembimbing : Burhanuddin Milama M.Pd.


OLEH
Astri Rama Yulia
104016200430

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008

You might also like