You are on page 1of 6

1.

Minat awal mempelajari perkembangan anak


Pengetahuan tentang anak sebenarnya sudah lama dikenal. Zaman
Romawi dan Yunani sudah ada para ahli yang memperhatikan pendidikan
anak. Jauh sebelum dilakukan studi ilmiah terhadap perkembangan anak,
perhatian dan penyelidikan yang mendalam tentang anak-anak sedikit sekali
dilakukan. Bahkan literatur khusus mengenai perkembangan jiwa anak-anak
belum ada.
Salah seorang filosof yang banyak mempengaruhi pandangan
masyarakat tentang kehidupan anak adalah Plato. Menurut Plato, perbedaan-
individual ditentukan oleh faktor keturunan. Artinya; sejak lahir anak telah
memiliki bakat-bakat atau benih-benih kemampuan yang dapat dikembangkan
melalui pengasuhan dan pendidikan. Selain dari itu, Plato juga yakin bahwa
tiap-tiap orang sudah ditetapkan sejak lahirnya status atau kedudukannya kelak
dalam masyarakat. Apakah seseorang itu akan menjadi filusf, serdadu atau
pekerja, sudah tertulis sejak lahirnya. Dalam hubungan ini Plato dapat
dikatakan berpaham determinisme atau nativisme. Dengan demikian, sekaligus
ia percaya bahwa tiap orang dilahirkan dengan kekhususan sendiri, manusia
dilahirkan tidak sama, sehingga ia dapat pula dikatakan sebagai tokoh pemula
dari paham “individual difference”, yaitu paham yang mengatakan bahwa
manusia itu berbeda dengam manusia lainnya. Kelak pada masa perkembangan
psikologi yang sudah lebih lanjut, paham “individual difference” (perbedaan
individual) ini, akan membawa para sarjana ke arah ditemukannya alat-alat
pemeriksaan psikologis.
Sementara itu, J.A Comenius, mengatakan bahwa anak tidak boleh
dianggap sebagai orang dewasa yang bertubuh kecil. Ia menganjurkan agar
pengajaran dapat menarik perhatian anak. Oleh karena itu pelajaran harus
diperagakan supaya anak-anak dapat mengamati, menyelidiki, dan
mengalaminya sendiri.
Menjelang abad ke-17, seorang filosof inggris kenamaan, Jhon
Locke sebagai tokoh yang memberikan titik terang dalam perkembangan
psikologi, karena teori-teorinya seakan-akan memberikan perspektif baru
pemikiran-pemikiran para sarjana yang berminat pada psikologi diwaktu itu.
John Locke, yang semula-mula bercita-cita ingin menjadi politikus dan pernah
dikirim ke india selaku pegawai dan pemerintah kolonial Inggris itu ternyata
lebih berhasil sebagai ahli filsafat. Teorinya yangs angat penting tentang gejala
kejiwaan adalah bahwa jiw itu pada saat mula-mula seseorang dilahirkan masih
bersih bagaikan sebuah “tabula rasa”.
Isi kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah ibarat
secarik kertas tersebut nantinya sangat ditentukan oleh bagaimana cara kertas
itu ditulisi. Dalam hal ini Jhon Locke mengemukakan istilah “tabula
rasa “ (blank slate) untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman
pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Anak adalah
pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang
berasal dari lingkungan. Oleh karena itu, peranan orang tua sangat penting
dalam mengisi secarik kertas kosong itu sejak dari bayi.
Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan,
dan pendidikan dalam arti perkembangan individu. Jadi lingkungan di mana
orang itu hidup adalah faktor terpenting yang membentuk kepribadian orang
itu. Akan menjadi apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung pada
pengalaman-pengalaman apakah yang akan mengisi tabula rasa tersebut.
Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
John Locke mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan
merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak, dan
setiap tingkah laku pada dasarnya dipelajari. Karena itu tiap tingkah laku dapat
diubah melalui pengalaman baru. Psinsip ini disebut sebagai prinsip modifikasi
tingkah laku (behavior modification).
Karena itu aliran atau teori ini dalam lapangan pendidikan
menimbulkan pandangan yang optimis yang memandang bahwa pendidikan
merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi individu.
Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan yang
berasal dari lingkungan. Oleh sebab itu, peranan orang tua sangat penting
dalam mengisi secarik kertas kosong itu sejak dari bayi.
Seorang tokoh empirisme lainnya yang kemudian mendirikan aliran
“Behaviorisme” yakni John B. Watson menjadi guru besar di Jhon Hopkins
University di Amerika Serikat, terkenal dengan semboyannya yang berikut ini
:
“ Berikan kepadaku sepuluh orang anak. Akan kujadikan kesepuluh orang anak
itu masing-masing menjadi pengemis, pedagang, sarjana dan sebagainya
sesuai dengan kehendakku”.
Jadi Watson, karena jiwa manusia itu lahir masih bersih, maka untuk
menjadikan manusia itu sesuai dengan ynag dikehendaki, kepada orang itu
tinggal diberikan lingkungan dan pengalaman-pengalaman yang diperlukan.
Seorang filsuf Barat, Emmanuel Kant, yang memberikan dukungan
terhadap aliran ini, pernah mengemukakan “Manusia dapat menjadi manusia
hanya karena pendidikan”.
Pandangan Locke kemudian ditentang oleh Rousseau, seorang filosof
perancis abad ke-18, ia berpandangan bahwa anak berbeda dengan orang
dewasa. Ia sama sekali menolak pandangan bahwa bayi adalah makhluk pasif,
yang sumbangannya ditentukan oleh pengalaman. Ia beranggapan bahwa sejak
lahir anak adalah makhluk aktif, dan suka
bereksplorasi. Rousseau berpendapat bahwa “Segala-galanya baik
sebagaimana keluar dari tangan Sang Pencipta, segala-galanya memburuk
ditangan manusia”.
Ungkapan Rousseau tersebut mengandung pengertian bahwa anak
ketika dilahirkan sudah membawa bakat, pembawaan segi-segi moral, yakni
hal-hal mengenai bak dan buruk, benar dan salah, yang dapat berkembang
secara alami dengan baik. Jika kemudian terdapat penyimpangan dan
keburukan-keburukan, hal itu karena pengaruh lingkungan dan pendidikan.
Pemikiran Rousseau, yang lebih mementingkan kemampuan
bawaan (innate knowledge) dikenal dengan aliran “nativisme”.
Sebaliknya pandangan Locke yang lebih mementingkan faktor lingkungan
(pengalaman & pendidikan) dikenal dengan aliran “empirisme” atau
“environmentalisme”.
Kedua pandangan yang berlawanan ini, kemudian menjadi objek
pembahasan dari banyak tokoh psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, tidak
heran kalau Locke dan Rousseau disebut sebagai peloporpertama dalam
psikologi anak. Locke dipandang sebagai bapak “teori environmental” dan
“teori belajar” sedangkan Rousseau dipandang sebagai “teori developmental”
dalam psikologi

2. Dasar-dasar pembentukan psikologi perkembangan secara ilmiah

Munculnya penelitian-penelitian yang terarah terhadap kehidupan dan


perkembangan psikis anak baru baru dimulai pada abad ke-18. Dalam periode
ini, sumber penting untuk mempelajari anak adalah catatan-catatan harian
mengenai perkembangan dan tingkah laku.
Perhatian dan penyelidikan yang sungguh-sungguh terhadap
perkembangan anak melalui observasi langsung baru dimulai pada abad ke-19.
Tokoh-tokohnya yang cukup berpengaruh adalah, Charles Darwin dan
Wilhemt Wundt.
Darwin terkenal dengan “teori evolusi”. Ia mempublikasikan karyanya
yang berjudul “origin of the Species” dan “Descent of Man”. Karya Darwin ini
merangsang untuk dilakukannya ovservasi langsung terhadap perkembangan
anak. Darwin melakukan penelitian, kepada anak-anaknya hasil observasinya
dicatat, kemudian di simpulkan. Catatan harian tentang anak ini, telah
merangsang usaha untuk melakukan studi-studi yang lebih sistematik dan
ilmiah.
Pada abad ke-19 adalah tumbuhnya psikologi sebagai disiplin ilmu
yang berdiri sendiri, yang ditandai dengan didirikannya laboraturium psikologi
pertama oleh Wundt, di Lepzig.

3. Munculnya studi psikologi perkembangan modern.

Studi sistematis tentang perkembangan anak mengalami perkembangan


yang cukup signifikan pada awal abad ke-20. Lebih-lebih setelah adanya
“Laboraturium di Lepzig”. Watson memperkenalkan teori behaviorisme yakni
yang menggunakan prinsip-prinsip “Classical Conditioning” untuk
menjelaskan perkembangan suatu tingkah laku. Menurut Watson, prinsip-
prinsip Conditioning dan prinsip-prinsip belajar dapat diterangkan pada semua
perkembangan psikologis.
Karya watson ini, merangsang timbulnya teori-teori perkembangan
yang lain, seperti “teori psikoanalisa” yang diperkenalkan oleh Sigmund
Freud.
Munculnya penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Jean Peaget,
yang selalu aktif melakukan serangkaian penelitian mengenai perkembangan
kognisi pada anak-anak, dari bayi sampai remaja. Piaget menolak, teori yang
mengatakan bahwa “bahwa perkembangan individu seluruhnya di tentukan
oleh oleh struktur genetik yang bersifat bawaan (innate) dan perkembangan
individu seluruhnya ditentukan oleh pengaruh lingkungan”. Menurut Peaget,
perkembangan terjadi sebagai hasil interaksi yang konstan antara individu dan
lingkungan.
Karya B.F Skinner, dengan teorinya “operant conditioning” yakni
mengubah suatu aspek tingkah laku yang diinginkan, melalui rangsangan-
rangsangan yang diatur secara tertentu. Melalui dasar paradigma “operant
conditioning” misalnya seorang anak dapat dilatih untuk membaca, meniru
sesuatu model tingkah laku yang ingin diajarkan pada anak.
Pengaruh Skinner ini menimbulkan keinginan dan minat banyak ahli untuk
memikirkan cara-cara yang bisa diikuti untuk mengubah suatu tingkah laku
yang sedang diperlihatkan.
Kemudian seiring dengan banyaknya penelitian, makal lahirlah “teori
belajar sosial” yakni sebuah teori perluasan dari behaviorisme yang
menekankan perilaku, lingkungan dan kognisi sebagai faktor kunci dalam
perkembangan, yang tokohnya Bandura. Bandura sangat giat melakukan
penelitian-penelitian di laboraturium terhadap tingkah laku tertentu, misalnya
agresivitas.
Dengan banyaknya tokoh-tokoh dan hasil karyanya yang terus
bermunculan, maka psikologi semakin dikenal, karena membuka kesempatan
lebih luas terhadap bidang penelitian, untuk mengadakan penelitian dan
percobaan, sehingga penelitian yang menggunakan judul “psikologi anak”
kemudian mulai menggantinya dengan “psikologi perkembangan”

You might also like