Professional Documents
Culture Documents
A. Anatomi Fisiologi
Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibentuk dari darah oleh nefron.
Nefron terdiri atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle, dan
tubulus distalis. Banyak tubulus distalis keluar membentuk tubulus
kolengentes. Dari tubulus kolengentes, urine mengalir ke dalam pelvis ginjal.
Dari sana urine meninggalkan ginjal melalui ureter dan mengalir ke dalam
kandung kemih. Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron dan
semua berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama, yaitu:
1) Glomerulus dan kapsula bowman, tempat air dan larutan di filtrasi dari
darah
2) Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrate dan
memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan
untuk tetap dalam filtrate dan mengalirke pelvis renalis sebagai urine.
Glomerulus terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat suplai
nutrisi dari arteri oraferen, dan diperdarahi oleh arteri oraferen. Glomerulus
dikelilingi oleh kapsula bowman. Arteri oraferen mensuplai darah ke kapiler
peritubular. Yang dibagi menjadi 4 bagian.
1) Tubulus proksimus
2) Ansahenle
3) Tubulus distalis
4) Tubulus kolengntes.
Fisiologi
Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun,
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa sadari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan zat-zat dan
garam-garam lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari
protein ureum, kreatinin, dan amoniak.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG kurang lebih 60
mnt/ mnt, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan
0,6 – 0,8/ kg BB/ hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai
biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30 – 35 kkal/ kg BB/ hari,
dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi.
B. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Long, B.C. 2010)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidious) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolism, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Rasjidi, Imam dkk. 2008).
Gagal ginjal kronik berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney
Disease Outcome Quality Initiative (K/000/) Guidelines Update tahun 2002 dalam
panduan pelayanan medic model interdisiplin penatalaksanaan oleh Dr. Imam
Rasjidi, definisi penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa
disertai penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditandai dengan:
a. Kelainan patologi, dan
b. Adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium
darah atau urine, atau kelainan radiologi.
2. LFG < 60 ml/ menit/1,73 m2 selama >3 bulan, dapat disertai atau tanpa
disertai kerusakan ginjal.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
(GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi renal
dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-
lahan (menahun) yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan kesimbangan cairan dan
elektrolit.
C. Etiologi
Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau
meningkat dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau tidak
(Corwin, Elizabeth J. 2009).
Kondisi-kondisi yang meningkatkan resiko terjadinya CKD:
1. Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di
keluarga
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah
3. Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau
serangan akut lainnya pada ginjal
4. Hipoplasia atau displasia ginjal
5. Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
6. Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
7. Diabetes Melitus
8. Riwayat menderita hipertensi
9. Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid
D. Klasifikasi
Kriteria penyakit ginjal kronik: 1. Kerusakan ginjal yang teradi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG), 2. Laju Filtrasi Glomerulus kurang dari 60ml/ menit
1,73 m selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Rumus Kockcroft-
Gault :
LFG (ml/ mnt/ 1,73 m) = (140 – umur) x BB
72 x kreatinin mg/dl
*pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi Penyakit CKD atas Dasar Derajat Penyakit
G. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2011) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus
/ nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Asidosis metabolik
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada CKD bersifat konservatif. Penatalaksanaan ini lebih
bermanfaat bila penurunan fungsi ginjal masih ringan. Pengobatan konservatif ini
terdiri dari 3 strategi, yaitu :
1. Memperlambat laju penurunan fungsi ginjal
a. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan
< 140/90 mmHg.
b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus dengan demikian diharapkan progresifitas akan diperlambat.
c. Retriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatirodisme sekunder
d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan
penurunan fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan
diabetes. Dalam hal ini ACE inhibitor biasanya digunakan.
e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang
tidak terkendali dapat memepercepat progresifitas gagal ginjal.
Pengobatan meliputi diet dan olahraga. Pada peningkatan yang
berlebihan diberikan obat-obat penurun lemak darah.
2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
a. Pencegahan kekurangan cairan
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan
prerenal yang masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan
mengenai keseimbangnan cairan ( muntah, keringat, diare, asupan cairan
sehari-hari), penggunaanobat (diuretik, manitol, fenasetin), dan penyakit
lain (DM, kelaian gastrointestinal, ginjal polikistik)
b. Sepsis
Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi
saluran kemih. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan
urologi dan antibiotik yg telah terpilih untuk mengobati infeksi.
c. Hipertensi yang tidak terkendali
Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi
ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal. Akan
tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga aka menyebabkan
perfusi ginjal menurun. Obat yang dapat diberikan adalah furosemid, beta
blocker, vasodilator, calsium antagonis dan alfa blocker. Golongan tiazid
kurang bermanfaat. Spironolakton tidak dapat digunakan karena
meningkatkan kalium.
d. Obat-obat nefrotoksik
Obat-obat aminoglikosida, OAINS, kontras radiologi, dan obat-obat yang
dapat menyebabkan nefritis interstitialis harus dihindari.
e. Kehamilan
Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, hipertensim meningkatkan
terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan
intrauterine.
3. Pengelolaan uremia dan komplikasinya
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan CKD sering mengalami peningkatan jumlah cairan
ekstrasel karenan retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan
intravaskular menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke
interstitial menyebabkan edema. Hiponatremia sering juga dijumpai.
Penatalaksanaan yang tepat meliputi retriksi asupan cairan dan natrium,
dan pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada
keadaan berat < 500ml/hari. Natrium diberikan <2-4 gr/hari, tergantung
dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah
furosemid. Karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di
tubulus proksimal, pasien dengan CKD umumnya membutuhkan dosis
yang tinggi (300-500 mg), namun hati-hati terhadap efek sampinya.
Apabila tindakan ini tidak membantu harus dilakukan dialisis.
b. Asidosis metabolik
Penurunan kemampuan sekresi acid load pada CKD menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik, umumnya bila GFR < 25 ml/mnt. Diet
rendah protein 0.6 gr/hr dapat membantu mengurangi asidosis. Bila
bikarbonat turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan stubtitusi alkali.
c. Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia kordis yang fatal. Untuk
mengatasi ini, dapat diberikan :
Kalsium glukonas 10% 10 ml dalam 10 menit IV
Bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30 menit
Insulin dan glukosa 6U insulin dan glukosa 50g dalam waktu 1 jam
Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal
Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi, maka sudah merupakan indikasi
untuk dialisis
d. Diet rendah protein
Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik lainya. Selain itu telah
terbukti bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya
glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja glomerulus
dan fibrosis interstitial.kebutuhan kalori harus dipenuhi supaya tidak
terjadi pemecahan protein dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori
yang diberikan adalah sekitar 35 kal/kgBB, protein 0.6gr/ kgBB/ hari
dengan nilai biologis tinggi (40% as.amino esensial).
e. Anemia
Penyebab utama anemia pada CKD adalah terjadinya defisiensi
eritropoeitin. Penyebab lainya adalah perdarahan gastrointestinal, umur
eritrosit yang pendek, serta adanya fakotr yang menghambat eritropoiesis
(toksin uremia), malnutrisi dan defisiensi besi.
Transfusi darah hanya diberikan bila perlu dan apabila trasnfusi tersebut
dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata.Terapi terbaik apabila Hb
<8 g% adalah pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih
terbatas karena mahal.
f. Kalsium dan fosfor
Terdapat 3 mekanisme yang saling berhubngan yaitu hipokalsemia
dengan hipoparatiroid sekunder, retensi fosfor oleh ginjal, gangguan
pembentukan
1,25 dihidroksikalsiferol metabolit aktif vitamin D. Pada keadaan ini
dengan GFR < 30 mL/mnt diperlukan pemberian fosfor seperti kalsium
bikarbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan.
Pemberian vitamin D juga perlu diberikan untuk meningkatkan absorbsi
calcium di usus.
g. Hiperurisemia
Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10
mg/dl atau apabila terdapat riwayat gout.
J. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu. 5.
Pengkajian fisik
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas b/d Respiratory Status : Gas exchange Respiratory Monitoring
edema pulmonal, Respiratory Status : ventilation - Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
kongesti paru, Vital Sign Status - Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
hipertensi Kriteria Hasil : tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
pulmonal, Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor suara nafas, seperti dengkur
penurunan perifer selama 3x24 jam, diharapkan gangguan - Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
yang pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil: cheyne stokes, biot
mengakibatkan - Mendemonstrasikan peningkatan - Catat lokasi trakea
asidosis laktat dan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat - Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
penurunan curah - Memelihara kebersihan paru paru dan - Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
jantung bebas dari tanda tanda distress ventilasi dan suara tambahan
pernafasan - Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara ronkhi pada jalan napas utama
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan - Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada AcidBase Managemen
pursed lips) - Monitor IV line
Tanda tanda vital dalam rentang normal - Pertahankanjalan nafas paten
- Monitor AGD, tingkat elektrolit
- Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
- Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
- Monitor pola respirasi
- Lakukan terapi oksigen
- Monitor status neurologi
- Tingkatkan oral hygiene
2. Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan b/d Electrolit and acid base balance Fluid management
berkurangnya Fluid balance - Timbang popok/pembalut jika diperlukan
curah jantung, Kriteria Hasil: - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
retensi cairan dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Pasang urin kateter jika diperlukan
natrium oleh ginjal, selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan - Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
hipoperfusi ke cairan terpenuhi dengan kriteria hasil: osmolalitas urin )
jaringan perifer dan - Terbebas dari edema, efusi, anaskara - Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan
hipertensi pulmonal - Bunyi nafas bersih, tidak ada PCWP
dyspneu/ortopneu - Monitor vital sign
- Terbebas dari distensi vena jugularis, - Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP, edema,
reflek hepatojugular (+) distensi vena leher, asites)
- Memelihara tekanan vena sentral, - Kaji lokasi dan luas edema
tekanan kapiler paru, output jantung dan - Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
vital sign dalam batas normal - Monitor status nutrisi
- Terbebas dari kelelahan, kecemasan - Berikan diuretik sesuai interuksi
atau kebingungan - Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan
- Menjelaskan indikator kelebihan cairan serum Na < 130 mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
- Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll)
- Monitor berat badan
- Monitor serum dan elektrolit urine
- Monitor serum dan osmilalitas urine
- Monitor BP, HR, dan RR
- Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
- Monitor parameter hemodinamik infasif
- Catat secara akutar intake dan output
- Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala dari odema
3. Ketidakseimbanga NOC : NIC :
n nutrisi kurang Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
dari kebutuhan - Kaji adanya alergi makanan
tubuh berhubungan Kriteria Hasil : - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
dengan intake Setelah dilakukan tindakan keperawatan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
yang tidak adekuat selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil: - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Adanya peningkatan berat badan sesuai - Berikan substansi gula
dengan tujuan - Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi mencegah konstipasi
badan - Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan gizi)
nutrisi - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Tidak terjadi penurunan berat badan - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
yang berarti - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2010. Gagal ginjal: Panduan Lengkap untuk
Penderita dan keluarganya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2008 Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Jakarta: EGC
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2008. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Jakarta: EGC