You are on page 1of 23

Laporan Pendahuluan Cronik Kidney Disease (CKD)

A. Anatomi Fisiologi

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam


mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan
tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang
polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar
rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai
dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih
banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar
5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita
dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka
terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari
bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna)
medula.Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara
8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansahenle,
vasa rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagian luar (eksternal) korteks.
Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula.
Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid
yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid
dinamakan kolumnarenalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan
distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-
sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bias membentuk
urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari
ginjal (Luckman,2010).

Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibentuk dari darah oleh nefron.
Nefron terdiri atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle, dan
tubulus distalis. Banyak tubulus distalis keluar membentuk tubulus
kolengentes. Dari tubulus kolengentes, urine mengalir ke dalam pelvis ginjal.
Dari sana urine meninggalkan ginjal melalui ureter dan mengalir ke dalam
kandung kemih. Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron dan
semua berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama, yaitu:
1) Glomerulus dan kapsula bowman, tempat air dan larutan di filtrasi dari
darah
2) Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrate dan
memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan
untuk tetap dalam filtrate dan mengalirke pelvis renalis sebagai urine.
Glomerulus terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat suplai
nutrisi dari arteri oraferen, dan diperdarahi oleh arteri oraferen. Glomerulus
dikelilingi oleh kapsula bowman. Arteri oraferen mensuplai darah ke kapiler
peritubular. Yang dibagi menjadi 4 bagian.
1) Tubulus proksimus
2) Ansahenle
3) Tubulus distalis
4) Tubulus kolengntes.

Fisiologi
Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun,
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa sadari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan zat-zat dan
garam-garam lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari
protein ureum, kreatinin, dan amoniak.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG kurang lebih 60
mnt/ mnt, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan
0,6 – 0,8/ kg BB/ hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai
biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30 – 35 kkal/ kg BB/ hari,
dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi.

Tiga tahapan pembentukan urine:


1. Filtrasi glomerulus
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relative bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permiabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/ menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/ menit dialirkan melalui glomerulus
ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerulus Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman disebut
filtrate. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara
kapiler glomerulus dan kapsula bowman, tekanan hidrostatik filtrate dalam
kapsula bowman serta tekanan osmotic koloid darah. Filtrasi glomerulus
tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas, namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang di filtrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non-
elektrolit, elektrolit, dan air. Setelah filtrasi, langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah di filtrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul - molekul dari aliran
darah melalui tubulus ke dalam filtrate. Banyak substansi yang di sekresi
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya: penisilin). Substansi
yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen.

B. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Long, B.C. 2010)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidious) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolism, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Rasjidi, Imam dkk. 2008).
Gagal ginjal kronik berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney
Disease Outcome Quality Initiative (K/000/) Guidelines Update tahun 2002 dalam
panduan pelayanan medic model interdisiplin penatalaksanaan oleh Dr. Imam
Rasjidi, definisi penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa
disertai penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditandai dengan:
a. Kelainan patologi, dan
b. Adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium
darah atau urine, atau kelainan radiologi.
2. LFG < 60 ml/ menit/1,73 m2 selama >3 bulan, dapat disertai atau tanpa
disertai kerusakan ginjal.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
(GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi renal
dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-
lahan (menahun) yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan kesimbangan cairan dan
elektrolit.

C. Etiologi
Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau
meningkat dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau tidak
(Corwin, Elizabeth J. 2009).
Kondisi-kondisi yang meningkatkan resiko terjadinya CKD:
1. Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di
keluarga
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah
3. Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau
serangan akut lainnya pada ginjal
4. Hipoplasia atau displasia ginjal
5. Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
6. Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
7. Diabetes Melitus
8. Riwayat menderita hipertensi
9. Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid

D. Klasifikasi
Kriteria penyakit ginjal kronik: 1. Kerusakan ginjal yang teradi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG), 2. Laju Filtrasi Glomerulus kurang dari 60ml/ menit
1,73 m selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Rumus Kockcroft-
Gault :
LFG (ml/ mnt/ 1,73 m) = (140 – umur) x BB

72 x kreatinin mg/dl
*pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi Penyakit CKD atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG (ml/ mnt/


1,73 m)
1. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ± 90

2. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 89


3. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30 – 59
4. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29
5. Gagal ginjal <15 atau dialisis

Progresi CRF melewati empat tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal,


insufiensi ginjal, gagal ginjal, dan end-stage renal disease. Tahap perkembangan
gagal ginjal menurut Baradero yaitu:
1. Penurunan cadangan ginjal
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. Lajut filtrasi glomerulus 50-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. Pasien asimtomatik
2. Gagal ginjal (insufisiensi ginjal)
a. 75-80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia ringan dan azotemia ringan
e. Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
c. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
d. Berat jenis urine 1,010
e. Poliuria dan nokturia
4. End stage renal disease (ESRD)
a. Lebih dari 80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
e. Berat jenis urine tetap 1,010
f. Oliguria
Perbandingan nilai kreatinin, laju filtrasi glomerulus dan clearance rate
untuk menilai fungsi ginjal.

GFR Kreatinin (ml/ menit/ 1,73 Clearance Rate (ml/


(mg/dL) m2) menit)
Normal >90 Pria <1,3 Pria 90-145
Wanita <1,0 Wanita 75-115
Gangguan ginjal 60-89 Pria 1,3-1,9 56-100
ringan Wanita 1-1,9
Gangguan ginjal 30-59 2-4 35-55
sedang
Gangguan ginjal 15-29 >4 <35
berat
E. Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal
yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis
gagal ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju
filtrasi, reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses
tersebut. Seiring dengan mankin banyaknya nefron yang mati, nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut
ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningktkan
reabsorbsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan rennin
dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat
menyebabkan hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan
meningkatkan filtrasi (karena tuntutan untuk mempercepat gagal ginjal, mungkin
dengan meningkatkan filtrasi (karena tuntutan untuk reabsorbsi) protein plasma
dan menimbulkan stress oksidatif.
Kegagalan ginjal membentuk eritroprotein dalam jumlah yamg adekuat
seringkali menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk
pada kualitas hidup. Selain itu, anemia kronis menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang
ditujukan untuk meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi.
Refleks ini mencakup aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan curah
jantung. Akhirnya, perubahan tersebut merangsang individu yang menderita
gagal ginjal mengalami gagal jantung kongesttif sehingga penyakit ginjal kronis
menjadi satu faktor resiko yang terkait dengan penyakit jantung.(3)
Selama gagal ginjal kronik beberapa nefron termsuk glomeruli dan tubula
masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi
lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipetrofi dan
menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorbsi tubula juga meningkat
walaupun laju filtrasi glomerulus berkurang. Kompensasi nefron yang masih
masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai tiga
perempat nefron rusak. Solut dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat
direabsorbsi dan mengakibatkan dieresis osmotic dengan poliura dan haus.
Akhirnya, nefron yang rusak bertambah dan terjadi oliguria akibat sisa
metabolisme tidak disekresikan.
Tanda dan gejala timbul akibat cairan dan elektrolit yang tidak seimbang,
perubahan fungsi regulator tubuh, dan retensi solut. Anemia terjadi karena
produksi eritrosit juga terganggu (sekresi eritropoietin ginjal berkurang). Pasien
mengeluh cepat lelah, pusing, dan letargi. Hiperurisemia sering ditemukan pada
pasien dengan ESDR. Fosfat serum juga meningkat, tetapi kalsium mungkin
normal atau di bawah normal. Hal ini disebabkan eksresi ginjal terhadap fosfat
menurun. Ada peningkatan produksi parathormon sehingga kalsium serum
mungkin normal.
Tekanan darah meningkat karena adanya hipervolemia; ginjal
mengeluarkan vasopresor (renin). Kulit pasien juga mengalami hiperpigmentasi
serta kulit tampak kekuningan atau kecoklatan. Uremic frosts adalah kristal
deposit yang tampak pada pori-pori kulit. Sisa metabolism yang tidak dapat
diekskresikan oleh ginjal diekskresikan melalui kapliler kulit yang halus sehingga
tampak uremic frosts: pasien dengan gagal ginjal yang berkembang dan menjadi
berat tanpa pengobatan yang efektif), dapat mengalami tremor otot, kesemutan
betis dan kaki, perikarditis dan pleuritis. Tanda ini dapat hilang apabila kegagalan
ginjal dapat ditangani dengan midifikasi diet, medikasi, dan atau dialysis.
Gejala azotemia juga berkembang, termasuk letargi, sakit kepala,
kelelahan fisik dan mental, berat badan menurun, cepat marah, dan depresi.
Gagal ginjal yang berat menunjukkan gejala anoreksia, mual dan muntah yang
berlangsung terus, pernapasan pendek, edema pitting, serta pruritus.
F. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2008) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan
gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

G. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2011) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus
/ nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Asidosis metabolik
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada CKD bersifat konservatif. Penatalaksanaan ini lebih
bermanfaat bila penurunan fungsi ginjal masih ringan. Pengobatan konservatif ini
terdiri dari 3 strategi, yaitu :
1. Memperlambat laju penurunan fungsi ginjal
a. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan
< 140/90 mmHg.
b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus dengan demikian diharapkan progresifitas akan diperlambat.
c. Retriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatirodisme sekunder
d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan
penurunan fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan
diabetes. Dalam hal ini ACE inhibitor biasanya digunakan.
e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang
tidak terkendali dapat memepercepat progresifitas gagal ginjal.
Pengobatan meliputi diet dan olahraga. Pada peningkatan yang
berlebihan diberikan obat-obat penurun lemak darah.
2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
a. Pencegahan kekurangan cairan
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan
prerenal yang masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan
mengenai keseimbangnan cairan ( muntah, keringat, diare, asupan cairan
sehari-hari), penggunaanobat (diuretik, manitol, fenasetin), dan penyakit
lain (DM, kelaian gastrointestinal, ginjal polikistik)
b. Sepsis
Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi
saluran kemih. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan
urologi dan antibiotik yg telah terpilih untuk mengobati infeksi.
c. Hipertensi yang tidak terkendali
Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi
ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal. Akan
tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga aka menyebabkan
perfusi ginjal menurun. Obat yang dapat diberikan adalah furosemid, beta
blocker, vasodilator, calsium antagonis dan alfa blocker. Golongan tiazid
kurang bermanfaat. Spironolakton tidak dapat digunakan karena
meningkatkan kalium.
d. Obat-obat nefrotoksik
Obat-obat aminoglikosida, OAINS, kontras radiologi, dan obat-obat yang
dapat menyebabkan nefritis interstitialis harus dihindari.
e. Kehamilan
Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, hipertensim meningkatkan
terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan
intrauterine.
3. Pengelolaan uremia dan komplikasinya
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan CKD sering mengalami peningkatan jumlah cairan
ekstrasel karenan retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan
intravaskular menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke
interstitial menyebabkan edema. Hiponatremia sering juga dijumpai.
Penatalaksanaan yang tepat meliputi retriksi asupan cairan dan natrium,
dan pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada
keadaan berat < 500ml/hari. Natrium diberikan <2-4 gr/hari, tergantung
dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah
furosemid. Karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di
tubulus proksimal, pasien dengan CKD umumnya membutuhkan dosis
yang tinggi (300-500 mg), namun hati-hati terhadap efek sampinya.
Apabila tindakan ini tidak membantu harus dilakukan dialisis.
b. Asidosis metabolik
Penurunan kemampuan sekresi acid load pada CKD menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik, umumnya bila GFR < 25 ml/mnt. Diet
rendah protein 0.6 gr/hr dapat membantu mengurangi asidosis. Bila
bikarbonat turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan stubtitusi alkali.
c. Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia kordis yang fatal. Untuk
mengatasi ini, dapat diberikan :
Kalsium glukonas 10% 10 ml dalam 10 menit IV
Bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30 menit
Insulin dan glukosa 6U insulin dan glukosa 50g dalam waktu 1 jam
Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal
Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi, maka sudah merupakan indikasi
untuk dialisis
d. Diet rendah protein
Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik lainya. Selain itu telah
terbukti bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya
glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja glomerulus
dan fibrosis interstitial.kebutuhan kalori harus dipenuhi supaya tidak
terjadi pemecahan protein dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori
yang diberikan adalah sekitar 35 kal/kgBB, protein 0.6gr/ kgBB/ hari
dengan nilai biologis tinggi (40% as.amino esensial).
e. Anemia
Penyebab utama anemia pada CKD adalah terjadinya defisiensi
eritropoeitin. Penyebab lainya adalah perdarahan gastrointestinal, umur
eritrosit yang pendek, serta adanya fakotr yang menghambat eritropoiesis
(toksin uremia), malnutrisi dan defisiensi besi.
Transfusi darah hanya diberikan bila perlu dan apabila trasnfusi tersebut
dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata.Terapi terbaik apabila Hb
<8 g% adalah pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih
terbatas karena mahal.
f. Kalsium dan fosfor
Terdapat 3 mekanisme yang saling berhubngan yaitu hipokalsemia
dengan hipoparatiroid sekunder, retensi fosfor oleh ginjal, gangguan
pembentukan
1,25 dihidroksikalsiferol metabolit aktif vitamin D. Pada keadaan ini
dengan GFR < 30 mL/mnt diperlukan pemberian fosfor seperti kalsium
bikarbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan.
Pemberian vitamin D juga perlu diberikan untuk meningkatkan absorbsi
calcium di usus.
g. Hiperurisemia
Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10
mg/dl atau apabila terdapat riwayat gout.
J. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu. 5.

Pengkajian fisik

a. Penampilan / keadaan umum.


Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering
dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan
pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara
tambahan pada jantung
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit/asites.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d edema pulmonal, kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung
2. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan
natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan
memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan
hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit, fatigue
5. Kerusakan integritas kulit b/d ganguan edpidermis/dermis
H. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas b/d Respiratory Status : Gas exchange Respiratory Monitoring
edema pulmonal, Respiratory Status : ventilation - Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
kongesti paru, Vital Sign Status - Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
hipertensi Kriteria Hasil : tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
pulmonal, Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor suara nafas, seperti dengkur
penurunan perifer selama 3x24 jam, diharapkan gangguan - Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
yang pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil: cheyne stokes, biot
mengakibatkan - Mendemonstrasikan peningkatan - Catat lokasi trakea
asidosis laktat dan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat - Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
penurunan curah - Memelihara kebersihan paru paru dan - Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
jantung bebas dari tanda tanda distress ventilasi dan suara tambahan
pernafasan - Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara ronkhi pada jalan napas utama
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan - Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada AcidBase Managemen
pursed lips) - Monitor IV line
Tanda tanda vital dalam rentang normal - Pertahankanjalan nafas paten
- Monitor AGD, tingkat elektrolit
- Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
- Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
- Monitor pola respirasi
- Lakukan terapi oksigen
- Monitor status neurologi
- Tingkatkan oral hygiene
2. Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan b/d Electrolit and acid base balance Fluid management
berkurangnya Fluid balance - Timbang popok/pembalut jika diperlukan
curah jantung, Kriteria Hasil: - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
retensi cairan dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Pasang urin kateter jika diperlukan
natrium oleh ginjal, selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan - Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
hipoperfusi ke cairan terpenuhi dengan kriteria hasil: osmolalitas urin )
jaringan perifer dan - Terbebas dari edema, efusi, anaskara - Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan
hipertensi pulmonal - Bunyi nafas bersih, tidak ada PCWP
dyspneu/ortopneu - Monitor vital sign
- Terbebas dari distensi vena jugularis, - Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP, edema,
reflek hepatojugular (+) distensi vena leher, asites)
- Memelihara tekanan vena sentral, - Kaji lokasi dan luas edema
tekanan kapiler paru, output jantung dan - Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
vital sign dalam batas normal - Monitor status nutrisi
- Terbebas dari kelelahan, kecemasan - Berikan diuretik sesuai interuksi
atau kebingungan - Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan
- Menjelaskan indikator kelebihan cairan serum Na < 130 mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
- Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll)
- Monitor berat badan
- Monitor serum dan elektrolit urine
- Monitor serum dan osmilalitas urine
- Monitor BP, HR, dan RR
- Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
- Monitor parameter hemodinamik infasif
- Catat secara akutar intake dan output
- Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala dari odema
3. Ketidakseimbanga NOC : NIC :
n nutrisi kurang Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
dari kebutuhan - Kaji adanya alergi makanan
tubuh berhubungan Kriteria Hasil : - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
dengan intake Setelah dilakukan tindakan keperawatan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
yang tidak adekuat selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil: - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Adanya peningkatan berat badan sesuai - Berikan substansi gula
dengan tujuan - Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi mencegah konstipasi
badan - Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan gizi)
nutrisi - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Tidak terjadi penurunan berat badan - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
yang berarti - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

4. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


b/d curah jantung Energy conservation Energy Management
yang rendah, Self Care : ADLs - Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
ketidakmampuan - Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
memenuhi Kriteria Hasil : keterbatasan
metabolisme otot Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
rangka, kongesti selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat - Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
pulmonal yang beraktivitas dengan kriteria hasil: - Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
menimbulkan - Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa berlebihan
hipoksinia, disertai peningkatan tekanan darah, nadi - Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
dyspneu dan status dan RR - Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
nutrisi yang buruk - Mampu melakukan aktivitas sehari hari
selama sakit (ADLs) secara mandiri Activity Therapy
Intoleransi aktivitas - Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
b/d fatigue dalammerencanakan progran terapi yang tepat
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social
- Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
- Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
- Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
- Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
- Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
- Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
5. Kerusakan NOC : NIC :
integritas kulit Tissue integrity: skin and mucous membranes Pressure Management
Definisi: Hemodyalis akses - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Perubahan/ - Hindari kerutan pada tempat tidur
gangguan Kriteria Hasil : - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
epidermis dan/ Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Mobilisasi pasien setiap dua jam sekali
atau dermis selama 3x24 jam, diharapkan kerusakan - Monitor kulit adanya kemerahan
integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil: - Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
- - Integritas kulit yang baik bisa - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dipertahankan (sensai, elastisitas, - Monitor status nutrisi pasien
temperature, hidrasi, pigmentasi) - Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Tidak ada luka/ lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera berulang
- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2010. Gagal ginjal: Panduan Lengkap untuk
Penderita dan keluarganya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Baradero, Mary. 2008. Klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2008 Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Jakarta: EGC

Long, B.C. 2010. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process


approach. Bandung: IAPK Padjajaran

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2008. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Jakarta: EGC

Rasjidi, Imam dkk. 2008. Panduan pelayanan medik: model interdisiplin


penatalaksanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: EGC.S

You might also like