You are on page 1of 7

Proceeding 1st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No.

2581 – 1770
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas


Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Aga Audi Permana1*, Eko Julianto2, Adi Wirawan Husodo3


1
Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111
2
Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111
3
Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111

Email: aga.audi262@gmail.com

Abstrak

Central Processing Plant (CPP) Blok G merupakan unit pengolahan gas alam yang prosesnya diawali dengan
pemisahan fase pada Gas Separation Unit (GSU). Kebakaran dan ledakan pada unit ini dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan. Penelitian ini mengidentifikasi bahaya dari kegagalan peralatan dan mengetahui
kemungkinan serta konsekuensi kegagalan untuk meminimalisir risiko kerugian. Fault Tree Analysis (FTA)
digunakan untuk mengetahui akar permasalahan yang bisa mengakibatkan suatu kegagalan terjadi. Aktivitas
inspeksi yang tepat dapat meminimalisir risiko terjadinya kebakaran akibat terlepasnya fluida metana yang
terkandung didalamnya. Nilai kemungkinan dan konsekuensi kegagalan dihitung dengan metode Risk Based
Inspection (RBI) berdasarkan American Petroleum Institute (API) 581. Hasil analisa pada 8 pressure vessel
didapatkan nilai risiko adalah pada rentang 1,36E-04ft/th pada D-0104 sampai dengan 1,61E-02ft/th pada V-0101.
Remaining life masing-masing pressure vessel dalam keadaan dapat diterima dengan umur pakai lebih dari 15
tahun. Berdasarkan nilai risiko tersebut maka waktu inspeksi yang tepat adalah 5 tahun berikutnya untuk 7 pressure
vessel pada tingkat risiko medium dan 10 tahun berikutnya untuk 1 pressure vessel (D-0104) pada tingkat risiko
rendah.

Kata Kunci : FTA (fault tree analysis), kebakaran, ledakan, pressure vessel, RBI, tingkat risiko

1. PENDAHULUAN

Central Processing Plant (CPP) Blok G, Jawa Tengah merupakan salah satu lingkup kerja dari PT P dapat
menyalurkan sales gas sebesar 50 MMSCFD. Distribusi gas kota diawali dari eksploitasi gas alam yang kemudian
dilakukan pengolahan sehingga menjadi gas yang siap digunakan oleh masyarakat maupun industri. Fluida yang
diproses pada plant ini mengandung banyak kontaminan pengotor yang harus dipisahkan dan diproses terlebih
dahulu. Proses awal yang dilakukan untuk mengolah gas tersebut adalah dengan menggunakan separator yang
berfungsi untuk memisahkan kandungan gas, minyak dan air terproduksi yang disebut dengan Gas Separation Unit
(GSU). Dalam penelitian ini peralatan yang akan dianalisis adalah 8 pressure vessel pada GSU seperti pada Tabel
1.

Tabel 1. Pressure Vessel GSU

No Tag Number Nama

1 (D-0101 ) HP Separator

297
Proceeding 1st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 – 1770
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

2 (D-0102 ) HP Test Separator

3 ( D-0103) HP Scrubber

4 ( D-0104) LP Separator

5 (V-0101) Water Wash Column

6 (F-0101 A) Filter Separator A

7 (F-0101 B) Filter Separator B

8 (F-0102 A) Filter Coalescer A

Temperatur dan tekanan operasi yang tinggi pada GSU dapat berisiko menyebabkan kebakaran dan ledakan
yang berbahaya serta mengancam keselamatan bagi operator dan masyarakat sekitar. Risiko tersebut dapat terjadi
akibat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah kondisi fisik dari separator berdasarkan usia pakai
dan penipisan karena korosi sedangkan faktor eksternal adalah akibat dari kesalahan manusia, bencana alam serta
kejadian tidak terduga sehingga perlu adanya identifikasi risiko kebakaran dan ledakan dengan menggunakan
Fault Tree Analysis (FTA) untuk mengetahui penyebab dasar kegagalan.

Pengendalian dan penanggulangan risiko kebakaran dan ledakan pada separator dapat menurunkan peluang
dan dampak kegagalan sehingga dapat menciptakan kondisi operasional yang aman dan handal serta memenuhi
persyaratan keselamatan yang sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku. Berdasarkan permasalahan
tersebut maka perlu adanya suatu sistem evaluasi mengenai perencanaan inspeksi pada separator dengan
mengetahui tingkat risikonya. Risk Based Inspection (RBI) merupakan salah satu alat pengambilan keputusan
untuk melakukan inspeksi. Alat pengambilan keputusan ini berdasarkan analisa risiko yaitu mengenai analisa
besarnya kemungkinan munculnya suatu kegagalan dan besarnya efek risiko yang muncul akibat kegagalan
tersebut. RBI diharapkan dapat memberikan analisa damage mechanism secara terpusat sehingga dapat diketahui
akibat lebih lanjut yang harus diwaspadai dan dicegah, serta memberikan gagasan inspeksi yang lebih efektif dan
efesien. RBI memungkinkan untuk merevisi jadwal dan interval inspeksi sehingga lebih efesien sesuai dengan
kebutuhan dan tentunya hal ini akan lebih menghemat biaya yang harus dikeluarkan untuk inspeksi. Bila ditinjau
dari segi biaya maka metode RBI ini dapat mengurangi biaya sebesar 46% untuk jadwal inspeksi selama 15 tahun
kedepan. (Zaidu, 2010)

2. METODOLOGI

2.1 Fault Tree Analysis


Fault Tree Analysis (FTA) yang merupakan sebuah teknik analisis untuk mengidentifikasi sebuah kondisi yang
tidak diinginkan dari suatu sistem yang dapat menyebabkan bahaya. Sistem ini kemudian dianalisis dalam konteks
lingkungan dan operasi untuk menentukan penyebab dasar suatu kejadian. FTA digambarkan dalam model grafis
dari berbagai kombinasi dari kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.
Kesalahan tersebut dapat berupa kegagalan komponen perangkat keras, kesalahan manusia, atau peristiwa terkait
lainnya. FTA merupakan salah satu teknik identifikasi bahaya model kualitatif yang dapat dievaluasi secara
kuantitatif dan merupakan metode deduktif yang berfokus pada satu peristiwa yang tidak diinginkan dan
analisisnya dimulai dari kejadian yang tidak diinginkan atau yang biasa disebut dengan top event (Vesely dkk,
1981).

2.2 Risk Based Inspection


Risk Based Inspection (RBI) atau inspeksi berbasis risiko adalah proses penilaian risiko dan manajemen yang
difokuskan pada hilangnya ketahanan suatu peralatan bertekanan pada fasilitas pengolahan/produksi karena
mekanisme kerusakan. Risiko ini dapat dikelola dengan cara perencanaan inspeksi peralatan sesuai dengan risiko
kegagalannya. Fokus utama dari penilaian RBI adalah memberikan penilaian tingkat risiko pada setiap peralatan.
Tingkat risiko yang dimaksud adalah berupa risiko terhadap kesehatan, lingkungan, keamanan dan atau dari sisi

298
Proceeding 1st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 – 1770
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

ekonomi/bisnis. Metode ini akan mengkategorikan setiap peralatan yang dianalisis sesuai dengan tingkat risikonya.
Hal ini bertujan untuk mengetahui peralatan mana yang membutuhkan interval inspeksi secara rutin dan yang tidak
membutuhkan inspeksi serta metode inspeksi yang digunakan sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya untuk
inspeksi. Dengan demikian perlakuan inspeksi setiap peralatan akan berbeda dimana peralatan yang memiliki
tingkat risiko tinggi akan mendapatkan perlakuan khusus dan sebaliknya. Inspeksi yang lebih efektif dapat
mengurangi tingkat resiko dengan mengurangi frekuensi adanya kegagalan di masa yang akan datang, melalui
tindakan korektif dan preventif yang dilakukan (API 581, 2008).

Berdasarkan API 581, terdapat dua elemen yang dihitung dalam metode RBI yaitu kemungkinan kegagalan
(probability of failure) dan konsekuensi kegagalan (consequence of failure). Perhitungan kemungkinan kegagalan
dihitung dengan menggunakan persamaan 1.

(1)

Frekuensi kegagalan umum sebuah komponen diestimasikan menggunakan catatan dari semua pabrik dalam
sebuah perusahaan atau dari berbagai pabrik dalam sebuah industri, sumber literatur, dan data umum keandalan
komersial. Frekuensi kegagalan umum dimaksudkan untuk menjadi representatif frekuensi kegagalan dari
penurunan mutu kerja yang dialami selama dioperasikan pada lingkungan yang spesifik, dan ditunjukkan untuk
beberapa ukuran lubang pada tipe-tipe peralatan. Faktor kerusakan adalah faktor yang didasarkan dari mekanisme
kerusakan yang terjadi. Ada beberapa contoh mekanisme kerusakan yaitu thinning, stress corrosion cracking, high
temperatur hydrogen attack, dan mechanical fatigue. Faktor sistem manajemen diperoleh dari hasil sebuah
evaluasi fasilitas atau sistem manajemen unit operasi yang mempengaruhi risiko pabrik. Faktor diaplikasikan
secara sama untuk semua komponen dan hal ini tidak berpengaruh terhadap urutan tingkat risiko sebuah komponen
(Al Qathafi, 2015).

Konsekuensi kegagalan berdasarkan kebocoran fluida berbahaya dari sebuah alat bertekanan yang dapat
menyebabkan kerusakan pada peralatan lainnya, melukai pegawai, kerugian produksi dan dampak lingkungan
yang tidak diinginkan. Tahapan untuk mendapatkan nilai konsekuensi adalah menentukan fluida representatif dan
sifatnya, menentukan lubang kebocoran, menghitung total kebocoran, menentukan laju kebocoran, menentukan
tipe kebocoran dan menentukan efek kebakaran pasca kebocoran dengan perhitungan akhir seperti pada persamaan
2.

(2)

Setelah mengetahui nilai yaitu kemungkinan kegagalan (probability of failure) dan konsekuensi kegagalan
(consequence of failure) maka selanjutnya menghitung nilai risiko seperti pada persamaan 3 untuk mengetahui
tingkatan risiko berdasarkan matriks risikonya.

(3)

2.3 Penjadwalan Inspeksi


Hasil utama dari metode RBI adalah matriks risiko yang menempatkan alat pada tingkat resiko agar mengetahui
jadwal inspeksi yang tepat berdasarkan hasil penilaian risikonya seperti pada Gambar 1.

299
Proceeding 1st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 – 1770
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Gambar 1. Matriks Risiko dan Siklus Inspeksi

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Fault Tree Analysis


Salah satu kombinasi penyebab kebakaran dan ledakan bejana tekan berdasarkan analisis FTA adalah pada no
C10 yaitu kebocoran yang diakibatkan oleh korosi seperti pada Gambar 2 dan Tabel 2. Oleh karena itu untuk
meminimalisir terjadinya kebocoran akibat korosi maka perlu adanya suatu sistem untuk mencegah dengan
memantau kondisi pada pressure vessel secara tepat dengan penentuan jadwal dan metode inspeksi berdasarkan
tingkat risikonya yaitu menggunakan metode Risk Based Inspection (RBI).

G1

C1 G2 G4

G4 G5 G6 G7 G8 G9

G10 C3 C4 C5 C6 G11 G12 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13


C2

G13 G14 C17 C18


C14 C15 C16

C19 C20 C21 C22

Gambar 2. FTA pada GSU

300
Proceeding 1st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 – 1770
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Tabel 2. Deskripsi Penyebab Kegagalan

No Basic Cause No Basic Cause

G1 Kebakaran dan Ledakan C5 Temperatur terlalu panas

G2 Terdapat sumber penyalaan C6 Tercapainya AIT

G3 Konsentrasi penyalaan tercapai C7 Kebocoran akibat kesalahan operasi

G4 Petir C8 Breathing valve rusak

G5 Konsleting kelistrikan C9 Valve rusak

G6 Sumber api spontan C10 Kebocoran akibat korosi

G7 Elektrostatis C11 Sambungan bocor

G8 Konsentrasi diluar bejana tercapai C12 Masa fluida didalam bejana memenuhi syarat penyalaan

G9 Konsentrasi didalam bejana tercapai C13 Udara didalam bejana memenuhi syarat penyalaan

G10 Arester gagal C14 Resistansi grounding tidak sesuai standar

G11 Pelepasan elektrostatis PV C15 Kerusakan komponen proteksi

G12 Pelepasan elektrostatis manusia C16 Kesalahan desain proteksi petir

G13 Akumulasi elektrostatis C17 Operator terlalu dekat dengan sistem operasi

G14 Grounding buruk C18 Operator menyentuh bagian yang menimbulkan listrik statis

C1 Explosive limit tercapai C19 Gesekan antar material

C2 Sambaran petir langsung C20 Over flow

C3 Pelindung/isolasi kelistrikan rusak C21 Grounding tidak terpasang

C4 Tidak ada pelindung/isolasi kelistrikan C22 Kabel ground rusak

3.2 Penilaian Risiko RBI


Kadungan fluida yang berada di dalam pressure vessel merupakan fluida campuran dengan konsentrasi terbesar
adalah pada methane dengan fase gas. Konsekuensi kegagalan yang dianalisis adalah konsekuensi akibat
kebakaran dari gas methana. Hasil akhir dari metode RBI adalah jadwal inspeksi berikutnya sesuai tingkatan
risikonya. Setelah menghitung kemungkinan kegagalan dan konsekuensi kegagalan maka kemudian nilai tersebut
dikonversikan kedalam kategori risiko dalam RBI. Untuk nilai area konsekuensi diambil nilai maksimum antara
area kerusakan komponen dan area personnel injury. Nilai risiko pada pressure vessel GSU adalah pada rentang
1,36E-04 sampai dengan 1,61E-02 dengan urutan risiko terendah sampai tertinggi adalah D-0104, F-0101B, F-
0101A, D-0103, F-0102A , D-0102, D-0101, V-0101.

Tabel 3. Hasil Perhitungan RBI

Kemungkinan Waktu
Tag Konsekuensi Nilai Risiko Tingkat Inspeksi
Kegagalan
Number Area (ft2) (ft2/th) Risiko
(failure/yr) (Tahun)

D-0101 4,33E-06 2882,682 1,25,E-02 Medium 5

D-0102 3,96E-06 2880,361 1,14,E-02 Medium 5

301
Proceeding 1st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 – 1770
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Kemungkinan Waktu
Tag Konsekuensi Nilai Risiko Tingkat Inspeksi
Kegagalan
Number Area (ft2) (ft2/th) Risiko
(failure/yr) (Tahun)

D-0103 3,51E-06 2988,007 1,05,E-02 Medium 5

D-0104 5,47E-07 248,134 1,36,E-04 Rendah 10

V-0101 5,41E-06 2982,537 1,61,E-02 Medium 5

F-0101 A 2,35E-06 2967,664 6,97,E-03 Medium 5

F-0101 B 2,34E-06 2967,664 6,94,E-03 Medium 5

F-0102 A 3,83E-06 2958,300 1,13,E-02 Medium 5

Berdasarkan tingkat risiko pada Tabel 3, dari 8 pressure vessel yang dilakukan analisis terdapat 7 pressure
vessel yang berada pada kategori risiko medium dan 1 pressure vessel pada kategori risiko rendah yaitu pada tag
number D-0104 sehingga waktu inspeksi berikutnya untuk D-0104 adalah 10 tahun sedangkan 7 pressure lainnya
adalah 5tahun. Risiko rendah pada D-0104 ini salah satunya dikarenakan dimensi dari pressure vessel dan tekanan
operasinya lebih kecil dari pada pressure vessel lainnya sehingga masa yang berada didalamnya lebih sedikit.
Interval inspeksi ini hanya berlaku dalam satu kali inspeksi berikutnya sehingga harus dilakukan penilaian RBI
ulang setelah inspeksi berikutnya agar mengetahui tingkatan risiko berdasarkan laju korosi pada waktu itu. Metode
inspeksi yang digunakan adalah dengan metode inspeksi non destructive test (NDT) yaitu dengan uji visual untuk
mengetahui kondisi fisik dari suatu permukaan komponen melalui pengamatan secara visual serta uji ultrasonic
untuk mendeteksi cacat-cacat di permukaan dibawah permukaan (subsurface) material maupun pada sambungan
las. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan waktu inspeksi adalah tingkatan risikonya yang tergantung dari
laju korosi dan juga tekanan maupun temperatur operasi dari pressure vessel yang dianalisis.

302
Proceeding 1st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 – 1770
Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

4. KESIMPULAN
Hasil Fault Tree Analysis (FTA) dengan top event kebakaran dan ledakan pada GSU terdapat prioritas minimal
cutset yang dapat dikendalikan yaitu kerusakan material pada pressure vessel yang berupa keretakan atau lubang
akibat korosi serta rusaknya sambungan antar plat dan katup yang dapat berakibat pada pelepasan fluida dan
memenuhi syarat / konsentrasi penyalaan sehingga perlu adanya metode pemantauan atau inspeksi kondisi aktual
material secara tepat yaitu dengan menggunakan metode RBI. Berdasarkan analisa tingkat risiko dengan metode
RBI maka didapatkan 7 pressure vessel dengan tingkat risiko medium dan 1 pressure vessel dengan nilai risiko
rendah dengan nilai risiko tertinggi adalah 1,61E-02 ft/th pada V-0101 dan terendah adalah 1, 36E-04 ft/th pada
D-0104. Waktu inspeksi berikutnya dari masing-masing pressure vessel berdasar tingkat risikonya adalah 5 tahun
untuk 7 pressure vessel dan 10 tahun untuk 1 pressure vessel D-0104 dengan metode inspeksi Non Destructive
Test (NDT) yaitu secara visual dan uji ultrasonic.

5. DAFTAR NOTASI
: Kemungkinan kegagalan (kerusakan/tahun)

: Frekuensi keusakan umum (kerusakan/tahun)

: Faktor sistem manajemen

: Faktor kerusakan

: Konsekuensi kegagalan (ft2)

: Nilai risiko (ft2/tahun)

6. DAFTAR PUSTAKA
Al Qathafi, 2015. Tugas Akhir Studi Aplikasi Metode Risk Based Inspection (RBI) Semi-Kuantitatif API 581 pada
Production Separator. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember

API 581, 2008. API Recommended Practice Risk Based Inspection Technology 2 nd Edition. Washington: American
Petroleum Institute.

Vesely, dkk. 1981. Fault Tree Handbook. Washington. U.S. Nuclear Regulatory Commission.

Zaidun, Yasin, 2010. Tesis Analisa Perbandingan Metode Assessment Berbasis Resiko dengan Metode Assessment
Berbasis Waktu pada Stasiun Pengolahan Gas. Depok: Universitas Indonesia

303

You might also like