You are on page 1of 5

Penerapan Etika Dalam Pelayanan KB

A. Konseling
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga
berencana. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam
memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya.
Jika klien belum mempunyai keputusan karena disebabkan ketidaktahuan klien
tentang kontrasepsi yang akan digunakan, menjadi kewajiban bidan untuk
memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien,
dengan memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh
klien, dengan memberikan beberapa alternative sehingga klien dapat memilih sesuai
dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya.
B. Tujuan Konseling
1. Calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya maupun
keluarganya.
2. Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan
berKB , cara menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan
kontrasepsi.
3. Calon peserta KB mengambil keputusan pilihan alat kontrasepsi.
C. Sikap bidan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi calon klien
baru.
1. Memperlakukan klien dengan baik.
2. Interaksi antara petugas dan klien Bidan harus mendengarkan,
mempelajari dan menanggapi keadaan klien serta mendorong agar klien
berani berbicara dan bertanya.
3. Member informasi yang baik kepada klien.
4. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan .Terlalu banyak
informasi yang diberikan akan menyebabkan kesulitan bagi klien untuk
mengingat hal yang penting.
5. Tersedianya metode yang diinginkan klien.
6. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat. Bidan memberi
contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya
dengan memperlihtkan bagaimana cara penggunaannya. Dapat dilakukan
dengan dengan memperlihatkan dan menjelaskan dengan flipchart, poster,
pamflet atau halaman bergambar.
D. Langkah-langkah Konseling.
1. Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya.
2. Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon.
3. Memberikan penjelasan disertai penunjukan alat-alat kontrasepsi.
4. Membantu klien untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya
sendiri.
E. Keterampilan Dalam Konesling
1. Mendengar dengan mempelajari dengan menerapkan :
a. Posisi kepala sama tinggi
b. Beri perhatian dengan kontak mata
c. Sediakan waktu
d. Saling bersentuhan
e. Sentuhlah dengan wajar
f. Beri pertanyaan terbuka
g. Berikan respon
h. Berikan empati
i. Refleks back
j. Tidak menghakimi
2. Membangun kepercayaan dan dukungan :
a. Menerima yang dipikirkan dan dirasakan klien
b. Memuji apa yang sudah dilakukan dengan benar
c. Memberikan bantuan praktis
d. Beri informasi yang benar
e. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti/sederhana
f. Memberikan satu atau dua saran.
1. Inform Consent
a. Pengertian
Setelah klien menentukan pilihan alat kontrasepsi yang dipilih, bidan
berperan dalam proses pembuatan informed concent. Yang dimaksud
Informed Concent adalah persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh
klien/pasien atau walinya kepada bidan untuk melakukan tindakan sesuai
kebutuhan. Infomed concent adalah suatu proses bukan suatu formolir atau
selembar kertas dan juga merupakan suatu dialog antara bidan dengan
pasien/walinya yang didasari keterbukaan akal dan pikiran yang sehat
dengan suatu birokratisasi yakni penandatanganan suatu formolir yang
merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak
pasien/walinya telah terjadi.
b. Tujuan Pelaksanaan Informed Consent
Dalam hubungan antara pelaksana (bidan) dengan pengguna jasa
tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan “informed consent”,
bertujuan :
1. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara
hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa
sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis
yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan
dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta
penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau
“over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan
medisnya.
2. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan
medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta
akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif,
misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin
dihindarkan walaupun bidan telah bertindak hati-hati dan teliti serta
sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi
dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali
jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau
karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan
dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.
c. Persetujuan pada informed consent dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk, yaitu :
1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis
yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam
PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK
PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan
medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan
adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien
memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan
medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi
informed consent)
2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis
yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang
diberikan oleh pihak pasien.
3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat,
misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan
darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Dalam proses tersebut, bidan mungkin mengahadapi masalah yang
berhubungan dengan agama sehingga bidan harus bersifat netral, jujur, tidak
memaksakan suatu metode kontrasepsi tertentu. Mengingat bahwa belum ada satu
metode kontrasepsi yang aman dan efektif, maka dengan melakukan informed choice
dan infomed concent selain merupakan perlindungan bagi bidan juga membantu
dampak rasa aman dan nyaman bagi pasien. Sebagai contoh, bila bidan membuat
persetujuan tertulis yang berhubungan dengan sterilisasi, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa sterilisasi bersifat permanen, adanya kemungkinan
perubahan keadaan atau lingkungan klien, kemungkinan penyelesaian klien dan
kemungkinan kegagalan dalam sterilisasi.
F. Wewenang Bidan Dalam Penyuluhan KB
Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan melalui proses pengambilan
keputusan dan tindakan dilakukan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Area kewenangan Bidan dalam
pelayanan keluarga berencana tercantum dalam Permenkes
1464/MENKES/PER/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan :
1) Pasal 9 tentang bidan dalam menjalankan praktik,
berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
KB.
2) Pasal 11 ayat 2 (f) tentang pemberian konseling dan
penyuluhan.
3) Pasal 12 tentang bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan KB sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 huruf C berwenang untuk :
a. Memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan reproduksi perempuan dan KB
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
4) Pasal 18 ayat 1 huruf b bidan berkewajiban untuk
memberikan inofrmasi tentang masalah kesehatan pasien dan
pelayanan yang dibutuhkan.
5) Pasal 18 ayat 1 huruf d tentang pelaksaan praktik atau
kerja bidan berkewajiban untuk meminta persetujuan tindakan
yang akan dilakukan.
1. Kasus
Suatu hari ada seorang ibu bersama suaminya ke bidan F , ibu datang ke bidan
bertujuan untuk suntik KB. Ibu awalnya memakai KB suntik 1 bulan tetapi ibu
meminta ke bidan F untuk mengganti KB suntik 3 bulan sekali, bidan pun
memberikan suntikan KB 3 bulan itu ke ibu tersebut. Dua bulan kemudian, ibu datang
bersama suaminya, dengan keluhan keluar darah lumayan banyak dari vaginanya. Ibu
terlihat pucat dan lemas, bidan F menjelaskan kepada bapak dan ibu tersebut bahwa
KB suntik 3 bulan sekali itu tidak cocok untuk ibu, dan ibu tersebut dibaringkan di
tempat tidur. Suami ibu tersebut meminta ke bidan diberikan obat agar darah yang
keluar sedikit berkurang, tapi bidan F tidak memberikan dengan alasan agar tidak
terjadi penyakit. Setelah beberapa menit darah yang keluar dari vagina ibu semakin
banyak, tekanan darah menurun menjadi 80/60 mmHg, nadi meningkat 110x/menit,
pernafasan 40x/menit, ekstremitas pucat, keadaan umum lemah, sampai syok
sehingga bidan merujuk ke dokter.
2. Pembahasan
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa bidan dalam memberikan pelayanan
KB tidak sesuai dengan kode etik bidan. Bidan tidak menjelaskan mengenai
komplikasi yang mungkin dialami yaitu apabila tidak cocok pasien yang bergani KB
suntik 1 bulan sekali ke suntik 3 bulan sekali akan mengalami perdarahan. Kesalahan
fatal yang dilakukan bidan menjadi faktor utama terjadinya malpraktik. Hal tersebut
umumnya dapat terjadi pada saat diagnosis, terapi, dan pemberian obat.
Pada kenyataanya mereka sudah mengetahui bahwa kasus malpraktik dapat
diajukan ke meja hijau sesuai dengan Undang-Undang No 36 tahun 2009 pasal 78
tentang Keluarga Berencana ayat 2, pemerintah bertanggung jawab dan menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan
keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat (Supardan
S, 2008).
Oleh karena itu setiap pelayanan yang dilakukan bidan harus sesuai etika dan
stantar operasional yang berlaku, menghindari terjadinya komplain dari klien dan
kerugian yang akan ditimbulkan pada klien ataupun bidan tersebut.
Kurangnya informasi atau pendidikan kesehatan yang diberikan bidan pada
calon akseptor KB mengakibatkan klien tidak mengetahui dampak dan akibat dari
kontrasepsi yang akan digunakan. Bidan juga tidak memberikan informed consent
atau persetujuan tindakan pada klien sebelum melakukan tindakan penyuntikan. Hal
tersebut tidak sesuai dengan Permenkes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

You might also like