You are on page 1of 17

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Anatomi dan Fisiologi Bahu


Anatomi bahu terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot, dan
biomekanik. Tulang pembentuk bahu sebagai berikut :
a. Tulang scapula
Tulang scapula berbentuk pipih yang terletak pada aspek dorsal
thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang belakang,
acromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat melekatnya beberapa
otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks. Empat otot
rotator cuff yang berorigo pada scapula. Otot-otot tersebut adalah
supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan subscapularis (K,
Stephen, 2015).
b. Tulang clavicula
Tulang clavicula berbentuk “S” yang terhubung dengan scapula pada
sisi lateral dan manibrium pada sisi medial. Menahan scapula untuk
mencegah tulang humerus bergeser berlebih.
c. Tulang humerus
Tulang humerus terdiri dari caput humeri yang membuat persendian
dengan rongga glenoidalis scapula. Terdapat tuberositas terdapat
sulcus intertubercularis. Pada os. Humerus juga terdapat tuberositas
deltoid sebagai tempat melekatnya insersio otot deltoid. Pada bagian
distal humerus terdapat epikondilus lateral dan medial.
Gambar 2.1 Tulang pembetuk Bahu
(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Sendi penyusun bahu sebagai berikut :

a. Sendi sternoclavicular merupakan sendi synovial yang


menghubungkan ujung medial clavicula dengan sternum dan tulang
rusuk pertama. Sendi ini memiliki fungsi dalam membantu pergerakan
gelang bahu.
b. Sendi cromioclavicular menghubungkan scapula dan clavicula.
Permukaan dari sendi clavicula merupakan cekung yang terletak di
acromion.
c. Sendi glenohumeral jenis sendi ball dan socket dimana kaput humeri
yang berbentuk seperti bola bersendi dengan cavitas glenoidalis yang
merupakan bagian dari os scapula. Sendi ini merupakan sendi paling
mobile, namun salah satu sendi yang kurang stabil.
d. Scapulathoracic articulation tidak bisa dikatakan murni salah satu
persendian. Scapula dan thorak tidak memiliki titik fiksasi
scapulathoraci articulation tidak bergerak namun fleksibel terhadap
gerakan tubuh.

Gambar 2.2 Sendi penyusun Bahu


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Ligamen penyusun bahu sebagai berikut :


a. Ligamen glenohumeral memperkuat bagian anterior dari kapsul.
Bukan merupakan fungsi ligament yang baik tapi merupakan lipatan-
lipatan kapsul (S. Lynn, 2013).

Gambar 2.3 Glenohumeral ligamen anterior view


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
b. Ligament Coracohumeral menempel dari sisi lateral procesus coracoid
dan mencakup tuberculum mayor. Memperkuat bagian atas kapsul
sendi.

Gambar 2.4 Coracohumeral Ligamen


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
c. Glenoid labrum adalah sebuah cincin yang tersusun dari jaringan
fibrosa yang padat. Kedalamannya rata-rata 2,5 mm, tapi labrum dapat
menambah kedalaman rongga articular. Walaupun labrum
meningkatkan kedalaman dan volume dari fossa glenoid, tetapi ini
tidak meningkatkan stabilitas dari sendi glenohumeral sabuk fibrosa
yang mengelilingi tepi fossa glenoid.

Gambar 2.5 Glenoid Labrum


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Otot pembentuk pada shoulder joint sebagai berikut :

a. Otot pectoralis Mayor


Origo : medial clavicula ketiga, sternum, costal cartilage ribs
keenam.
Insersio : sulcus intertubercularis lateral
Fungsi : fleksi shoulder sampai 60º, adduksi bahu dan rotasi internal
humerus (S. Lynn, 2013).
Gambar 2.6 Otot Pectoralis Major
(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
b. Otot deltoideus
Origo : Anterior : sepertiga antero lateral clavicula.
Medial : lateral acromion
Posterior : inferior spina scapula

Insersio : tuberositas humerus

Fungsi : Anterior : fleksi, abduksi, rotasi internal humerus

Medial : abduksi humerus

Posterior : ekstensi, abduksi, rotasi eksternal humerus


Gamabr 2.7 Otot Deltoideus

(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

c. Otot latissimus dorsi


Origo : prosesus spinosus dari T7-L5 via dorsolumbar fascia,
posterior sacrum, illium.
Insersio : medial inter tuberositas humerus
Fungsi : ekstensi, abduksi, internal rotasi humerus

Gambar 2.8 Otot Latissimus Dorsi


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
d. Otot seratus anterior
Origo : upper costae 1-9
Insersio : anterior medial scapula
Fungsi : protaksi dan upward scapula

Gambar 2.9 Otot Seratus Anterior


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
e. Otot levator scapula
Origo : prosesus tranversus C1-C4
Insersio : medial atas spina scapula
Fungsi ; elevasi

Gambar 2.10 Otot Levator Scapula


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
f. Otot subscapularis
Origo : fossa subscapularis scapula
Insersio : tuberculus humeri
Fungsi : medial rotasi

Gambar 2.11 Otot Subscapularis


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Fisiologi pada Bahu

a. Tulang
Sendi-sendi dalam kompleks bahu dibentuk oleh 4 tulang yaitu
humerus, scapula, clavicula, dan sternum. Sendi glenohumeralis
dibentuk oleh caput humeri dari tulang humerus dan cavitas
glenoidalis scapula, sedangkan acromioclavicularis joint dibentuk
oleh processus acromion dari tulang scapula dan ujung lateral dari
clavicula. Antara ujung sternal (medial) clavicula dan sternum
membentuk sendi sternoclavicularis. Tulang scapula pada bagian
anterior yang tertutup oleh otot subscapularis juga bersendi dengan
costa walaupun bukan sendi yang sebenarnya. Kemudian acromion
bersama dengan processus coracoideus dan ligamen coracoacromialis
membentuk atap bahu. Ruangan yang berada diantara atap bahu
dengan caput humeri membentuk ruangan subcromialis atau dikenal
dengan sendi suprahumeralis yang juga bukan merupakan sendi yang
sebenarnya.

Gambar 2.12 Tulang Pada Bahu


(Sumber: S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
b. Otot
Otot merupakan stabilisator dan penggerak aktif sendi. Pada sendi
bahu diperkuat oleh otot-otot rotator cuff (otot supraspinatus,
infraspinatus, subscapularis dan teres minor), otot pectoralis mayor,
teres mayor dan tendon biceps caput longum. Bagian atas diperkuat
oleh otot supraspinatus dan biceps caput longum, ke bawah oleh otot
triceps caput longum, di depan diperkuat oleh otot subscapularis dan
perpanjangan fibrous di kedua otot pectoralis mayor dan teres mayor
dan dibelakang diperkuat oleh otot infraspinatus dan teres minor. Otot
supraspinatus bersama-sama dengan otot deltoid middle berfungsi
sebagai penggerak utama saat gerakan abduksi. Otot deltoid anterior,
pectoralis major yang dibantu oleh otot coracobrachialis berfungsi
pada saat gerakan fleksi. Sedangkan pada saat gerakan adduksi
dilakukan oleh otot latissimus dorsi dan dibantu oleh otot teres major.
Otot infraspinatus dan teres minor berfungsi pada saat gerak rotasi
eksternal. Otot subscapularis (prime mover) yang dibantu oleh otot
teres major, otot pectoralis major berfungsi pada saat gerak rotasi
internal.
Otot-otot Penggerak Shoulder :
1. Fleksi.
a. M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo pada processus coracodeus scapula, berjalan
pada permukaan depan humerus sampai apda pertengahan
humerus bagian ventromedial
b. M. Biceps
Terdiri dari caput longum dan caput brevis. Caput logum
berorigo pada supraglenoidalis scapula dan caput brevis pada
processus scapula, berjalan dari sulcus intertubercularis dan
berinsertio pada tubersitas radii.
c. M. Brachialis
Berorigo pada ½ distal dataran anterior os humeri dan
berinsertio pada tubersitas ulna.
d. M. Deltoid
Otot ini terbagi 3 :
1) Pars Anterior : Berorigo pada extremitas acromioclavicula
1/3 lateral
2) Pars Posterior : Berorigo pada scapula bagian bawah
3) Pars Medial : Berorigo pada acromion bagian lateral
2. Ekstensi
a. M. Teres Mayor
Berorigo pada permukaan belakang angulus inferior scapula.
Insertio melekat pada crista tuberculi minoris humeri.
b. M. Latisimus Dorsi
Berorigo pada processus transversus vertebra Th5 – Th11.
Insertio berjalan convergen ke lateral atas dengan 1 tendo yang
melekat pada crista tuberculi minor humeri.
c. M. Triceps
Caput longum berorigo pada Tubersitas infraglenoidalis
scapula. Caput medial berorigo 1/3 medial distal facies
posterior humeri. Caput lateral berorigo pada facies posterior
dan lateral 1/3 proksimal humeri
3. Abduksi
a. M. Deltoideus
b. M. Supraspinatus
Origo 2/3 medial dari fossa supraspinatus. Insertio melekat
pada tubersitas Mayor Humeri
c. M. Seratus Anterior
 Upper Part. Berorigo pada permukaan satu dan dua costa.
Insertio angulus medialis scapula
 Midle Part. Berorigo pada costa 2 dan costa 3. Insertio
pada Margo Vertebralis scapula
 Lower Part. Berorigo pada costa 4 dan costa 6. Insertio
angulus inverior pada bagian yang menghadap ke costa.
4. Adduksi
a. M. Pectoralis Mayor
b. M. Lasitimus Dorsi
c. M. Teres Mayor
5. Endorotasi
a. M. Infraspinatus
Berorigo pada 2/3 medial fossa infraspinatus. Insertio tubersitas
mayus humeri
b. M. Teres Minor
Berorigo pada permukaan dorsal scapula (2/3 atas margo
axillaris scapula). Insertio pada crista mayor humeri
6. Exorotasi
a. M. Supraspinatus
Berorigo pada 2/3 medial facies costalis scapula. Insertio pada
tuberculum minus humeri dan permukaan depan scapula
articulatio
b. M. Latissimus Dorsi
c. M. Pectoralis Mayor
d. M. Deltoideus
2.2. Biomekanik Bahu
Ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia, khususnya kekuatan
dari kerja otot dan gravitasi pada struktur skeletal atau tulang rangka.
Osteokinematika dan Arthrokinematika
Shoulder kompleks merupakan sendi yang paling kompleks pada
tubuh manusia karena memiliki 5 sendi yang saling terpisah. Shoulder
kompleks tersusum oleh 3 tulang utama yaitu clavicula, scapula, dan humerus
yang membentuk kombinasi three joint yang menghubungkan upper extremity
dengan thoraks.
Shoulder kompleks terdiri atas 3 sendi sinovial dan 2 sendi non-
sinovial. Ketiga sendi sinovial adalah sternoclavicular joint,
acromioclavicular joint, dan glenohumeral joint, sedangkan kedua sendi non-
sinovial adalah suprahumeral joint dan scapulothoracic joint. Suprahumeral
joint merupakan syndesmosis karena pertemuan kedua tulang hanya
dihubungkan oleh ligamen (jaringan fibrous) dan secara fungsional terlibat
pada gerakan elevasi, depresi, protaksi, retraksi, abduksi, dan fleksi shoulder.
Scapulothoracic joint merupakan sendi fungsional karena secara anatomis
tidak memiliki karakteristik arsitektur sendi, dimana sendi ini secara
fungsional terlibat pada gerakan elevasi, depresi, protaksi, retraksi, abduksi,
dan fleksi shoulder (Anshar, 2011).
Berikut merupakan sendi berdasarkan kasus yang kami angkat:
1. Glenohumeral Joint
Glenohumeral Joint dibentuk oleh caput humeri yang bersendi dengan
cavitas glenoidalis yang dangkal. Glenohumeral joint termasuk sendi ball
and socket joint dan merupakan sendi yang paling bebas pada tubuh
manusia.
Caput humeri yang berbentuk hampir setengah bola memiliki area
permukaan 3-4 kali lebih besar daripada fossa glenoidalis scapula yang
dangkal sehingga memungkinkan terjadinya mobilitas yang tinggi pada
shoulder. Bagian atas kapsul sendi diperkuat oleh lig. Coracohumeral dan
bagian anterior kapsul diperkuat oleh 3 serabut lig. Glenohumeral yang
lemah yaitu lig. Glenogumeral superior, middle, dan inferior. Ada 4
tendon otot yang memperkuat kapsul sendi yaitu supraspinatus,
infraspinatus, teres minor, dan subscapularis. Keempat otot tersebut
dikenal dengan “rotator cuff muscle”, berperan sebagai stabilitas aktif
shoulder joint.
Selain rotator cuff muscle, stabilitas aktif sendi juga dibantu oleh
tendon caput longus biceps brachii. Rotator cuff muscle memberikan
kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus dan tendonnya membentuk
collagenous cuff di sekitar sendi shoulder sehingga membungkus
shoulder pada sisi posterior, superior, dan anterior. Ketegangan dari
rotator cuff muscle dapat menarik caput humerus ke arah fossa
glenoidalis sehingga memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilitas
sendi (Anshar, 2011).
a. Osteokinematika Glenohumeral Joint
Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis pusat caput
humeri. Otot penggerak utama adalah m.deltoid anterior dan m.
Supraspinatus rentang 0˚ - 90˚ , untuk rentang 90˚ -180˚ dibantu oleh
m. Pectoralis mayor, m. Corachobracialis dan m. Biceps brachii. (A,
Charles Rockwood:2009). Gerakan ekstensi yaitu gerakan pada
bidang sagital menjahui posisi anatomis. Otot penggerak utama
adalah m. Latissimus dorsi dan m. teres mayor. Sedangkan pada
gerakan hiper ekstensi, fungsi m. Teres mayor digantikan m. Deltoid
posterior. Gerakan abduksi yaitu gerakan menjahui midline tubuh.
Bergerak pada bidang frontal. Otot penggerak utama m. Pectoralis
mayor dan m. Latissimus dorsi. (A, Charles Rockwood:2009).
Gerakkan adduksi yaitu gerakkan lengan ke medial mendekati
midline tubuh. Otot penggerak utama m. Pectoralis mayor, m. Teres
mayor, m. Latissimus dorsi. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakan
rotasi internal dengan arah gerakan searah axis longitudinal yang
mendekati midline tubuh. Oto penggerak utama m. Subscapularis, m.
pectoralis mayor, m. teres mayor, m. latissimus dorsi, m. Deltoid
anterior. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakkan rotasi ekternal
adalah gerakan rotasi lengan searah axis longitudinal yang menjahui
midline tubuh. Otot penggerak utama m. Infraspinatus, m. Teres
minor, m. Deltoid posterior. (A, Charles Rockwood:2009).
Glenohumeral Joint atau shoulder joint adalah sendi proksimal pada
anggota gerak atas yang paling mobilitas dari sendi-sendi tubuh
manusia. Persendian ini mempunyai 3 DKG dan terjadi pada bidang
gerak dengan axis-axis sebagai berikut:
1) Axis transversalis, untuk mengontrol gerakan fleksi dan ekstensi
yang dilakukan pada gerakan sagital.
2) Axis antero-posterior, mengontrol gerakan abduksi yang adduksi
dilakukan pada bidang gerak frontal.
3) Axis vertikalis, berjalan melalui perpotongan bidang gerak fleksi
dan ekstensi yang dilakukan bidang gerak horizontal dengan
lengan dalam posisi abduksi 90o
4) Axis longitudinal humeri, untuk mengontrol gerakan endorotasi
dan exorotasi lengan (Anshar, 2011).
Gerakan-gerakan osteokinematikanya adalah:
1) Gerakan fleksi/ekstensi, terjadi pada bidang gerak sagital dengan
axis frontal:
a) Extensi: 45o - 50o
b) Fleksi: 180o
c) Otot yang bekerja pada gerakan fleksi adalah pectoralis major,
coracobrachialis, biceps brachii, dan deltoideus pars anterior.
d) Otot yang bekerja pada gerakan ekstensi adalah teres major,
triceps brachii, deltoideus pars posterior, dan latissimus dorsi.
2) Gerakan abduksi/adduksi
Abduksi adalah gerakan dari anggota gerak atas menjauhi trunkus,
yang terjadi pada bidang gerak frontal dengan axis antero-
posterior, dimana saat abduksi 180o, maka tangan akan vertical di
atas trunkus. Sedangkan adduksi adalah sebaliknya. Gerakan
abduksi/adduksi dimulai dengan posisi awal (Anshar, 2011):
a) Abduksi terjadi hingga 180o, sama dengan posisi fleksi 180o
b) Adduksi, dapat dilakukan dalam 2 posisi yaitu: kombinasi
adduksi + ekstensi, adduksi + fleksi
c) Otot yang bekerja pada gerakan abduksi adalah supraspinatus
dan deltoideus pars middle.
d) Otot yang bekerja pada gerakan adduksi adalah pectoralis
major, teres major, dan latissimus dorsi.
3) Gerakan Totalitas dari Gelang Bahu
Contoh gerakan-gerakannya adalah:
- Menyisir rambut
- Meletakkan tangan di belakang leher
b. Arthrokinematika Glenohumeral Joint
Pada sendi glenohumeral gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi-
adduksi terjadi karena rolling dan sliding caput humerus pada fossa
glenoid. Arah slide berlawana arah dengan shaft humerus. Pada
gerakkan fleksi shoulder caput humerus slide ke arah posterior dan
inferior, pada gerakan ekstensi slide ke arah anterior dan superior. (A,
Charles Rockwood:2009).
1) Sendi Glenohumeral
a) Permukaan konkaf dari fossa glenoidalis terletak pada bagian
atas margo lateral scapula, dimana permukaan tersebut
menghadap ke arah anterior, lateral dan atas yang akan
memberikan stabilitas pada persendian. Labrum glenoidalis
memliki pinggiran fibrokartilago untuk memperdalam fossa
agar kongruenitasnya bertambah.
b) Permukaan konveks dari caput humeri, dimana hanya sedikit
bagian dari caput humeri yang kontak dengan fossa cavitas
glenoidalis disepanjang waktu.
c) Saat terjadi gerakan fisiologis (angular) dari humeri maka
permukaan konveks akan menggelincir pada arah yang
berlawanan dengan humeri
d) Jika tulang humeri distabilisir dan scapula bergerak, maka fossa
cavitas glenoidalis akan menggelincir dalam arah yang sama
dengan gerakan scapula.
Tabel 2.1 Hubungan gerak angular dengan arthrokinematika
Gerakan Angular Humeri Arthrokinematika Caput Humeri
Fleksi Spin
Ekstensi Spin
Abduksi Inferior/bawah
Adduksi Superior/atas
Endorotasi Posterior/bawah
Eksorotasi Anterior/depan
Abduksi Horizontal Anterior/depan
Adduksi Horizontal Posterior/belakang

2.3. Definisi kekakuan pada Bahu


Bahu merupakan bagian tubuh yang memiliki banyak gerakan serta
dapat mengalami gangguan akibat trauma, usia maupun posisi yang salah.
Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada bahu adalah frozen shoulder atau
dikenal juga sebagai capsulitis adhesive merupakan salah satu manifestasi
nyeri yang sering terjadi pada daerah bahu. Frozen Shoulder atau bahu beku
hanya digunakan untuk penyakit yang sudah diketahui dengan baik yang
ditandai oleh rasa nyeri dan kekakuan yang progresif pada bahu (Mutaqin,
Wawan Ridwan dan Ninik Nur Hidayah. 2016). Frozen Shoulder, atau perekat
capsulitis, menggambarkan kondisi bahu umum yang dicirikan dengan
rentang gerak aktif dan pasif yang menyakitkan dan memiliki ROM yang
terbatas (Kelley et all. 2009).
Gangguan bahu bisa disebabkan oleh adanya peningkatan imobilitas.
Imobilisasi atau imobilitas merupakan ketidakmampuan transfer atau
berpindah posisi atau tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak
anatomik tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologi (Gilang, 2007
dalam Sulidah dan Susilowati, 2017).
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah pada lansia.
Menurut Zelika (2010) akibat yang ditimbulkan antara lain infeksi saluran
kemih, sembelit, infeksi paru, gangguan aliran darah, dekubitus, atropi otot,
dan kekakuan sendi. Masalah-masalah tersebut dapat berakibat serius bagi
lansia, bahkan dapat berakhir dengan kematian. Imobilisasi juga sering
mengakibatkan timbulnya komplikasi berupa osteoporosis, dekubitus,
gangguan keseimbangan nitrogen, konstipasi, kelemahan, dan perubahan
psikologik (Sulidah dan Susilowati, 2017).

DAFTAR PUSTAKA
A, Charles Rockwood. The Shoulder Fourth Edition. China: Saunders; 2009

Ansar dan Sudaryanto. 2011. Biomekanik Osteokinematika dan Arthokinematika.


Kementrian Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Makassar
Kelley et all. 2009. "Frozen Shoulder: Evidence and a Proposed Model Guiding
Rehabilitation Leggin". Tersedia di
https://www.jospt.org/doi/pdf/10.2519/jospt.2009.2916?code=jospt-site.
Diakses pada tanggal 19 Februari 2019.
Mutaqin, Wawan Ridwan dan Ninik Nur Hidayah. 2016. Pengaruh Senam Bahu
Terhadap Intensitas Nyeri Dan Kemampuan Kemandirian Aktivitas
Fungsional Pada Pasien Frozen Shoulder. Diakses pada tanggal 19 Februari
2019.
S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy. Phladelphia : F.A Davis Company ; 2011
Sulidah dan Susilowati. 2017. "Pengaruh Tindakan Pencegahan Terhadap Kejadian
Dekubitus Pada Lansia Imobilisasi". Tersedia di jurnalnasional.ump.ac.id.
Diakses pada tanggal 19 Februari 2019.

You might also like