You are on page 1of 30

CASE REPORT

Hemiparesis sinistra ec Stroke Non Hemoragic

Oleh :
dr. Fini Amalia

Pembimbing :
dr. Fitriyani, Sp.S, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RS ADVENT BANDAR LAMPUNG

2018
I. STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 62 tahun
Alamat : Sukajaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 18 Januari 2018
No. RM : 525114

B. Riwayat Perjalanan Penyakit

Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis dari anak pasien


Keluhan Utama : Lemah anggota gerak kiri
Keluhan Tambahan : Kesemutan pada tangan dan kaki

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sejak 3 hari SMRS, pasien mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa lemah
dan tidak dapat digerakkan yang timbul mendadak setelah pasien bangun dari tidur
siang. Saat ini pasien merasa semakin lemah pada tangan dan kaki kirinya. Pasien
sudah tidak nafsu makan dalam 1 bulan terakhir. Mual (+) muntah (-) BAB jarang, dan
BAK berwarna kuning pekat. Wajah pelo (-), nyeri kepala (-), penurunan kesadaran (-),
pandangan kabur (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Satu bulan yang lalu pasien mengalami keluhan serupa, kemudian berobat ke
dokter dan setelah mengkonsumsi obat dari dokter keluhan pasien berkurang sehingga
pasien memutuskan untuk tidak berobat ke dokter spesialis. Tidak ada riwayat trauma
sebelumnya. Riwayat darah tinggi dan diabetes disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak terdapat keluarga dengan keluhan serupa.

2
Riwayat Sosio Ekonomi :
Berkecukupan

C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5 M6 = 15

Vital sign
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
SpO2 : 97%

BB : 85kg
TB : 150cm
IMT : 37,78
Status Gizi : Obesitas

Status Generalis
- Kepala
Rambut : Hitam dan beruban, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik
Telinga : Liang lapang, simetris, serumen minimal
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Stomatitis (-), sianosis (-)

- Leher
Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
JVP : tidak ada peningkatan
Trakhea : di tengah

3
- Toraks
(Cor)
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Redup, batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop
(-)
- Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris
Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama dan simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

- Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Teraba lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan
lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)

- Ekstremitas
Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik

Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis


GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal : Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat
tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul
tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial
(+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial
(+/+)
b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
 langsung :+/+
 tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
 Menutup mata : +/+
 Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
 Menyeringai` : kanan (baik), kiri (baik)
 Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
c. Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Aksesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat : -
d. Ujung lidah saat dijulurkan: -
e. Fasikulasi :-

6
c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
 Biceps : N/N
 Triceps : N/N
 Achiles : N/N
 Patella : N/ N
b. Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : -/-
 Chaddock : -/-
 Gordon : -/-
 Scaeffer : -/-
 Hoffman-Trommer : -/-
2. Kekuatan Otot
5555 3333
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
5555 3333
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

3. Tonus Otot
a. Hipotoni : - /-
b. Hipertoni : -/-

d. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

f. Fungsi Kortikal
1. Atensi : Dalam Batas Normal
2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal

7
3. Disorientasi : Dalam Batas Normal
4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. Bahasa : Dalam Batas Normal
6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
7. Agnosia : Dalam Batas Normal

g. Susunan Saraf Otonom


Inkontinensia :-
Hipersekresi keringat :-

D. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium (18 Januari 2018)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Hemoglobin 13,9 L=14-18 ; P=12-16 g/dl
Hematokrit 39 L=37-54 ; P=37-47 VOL%
Lekosit 8.3 5-11 103/L
Trombosit 199 150-450 103/L
Eritrosit 4.6 L=4,2-5,4 ; P=3,8-5,2 106/L
Diff: lymphochytes 22 22-40 %
Diff: monochytes 11 4-8 %
Diff: eosinophils 0 1-4 %
Diff: basophils 1 0-1 %
Diff: neutrop polys 65 36-66 %
RBS 80 <150 mg/dl

8
- Pemeriksaan CT Scan Kepala (18 Januari 2018)

Hasil CT Scan:
Tampak lesi hipodens di temporal kanan dan kiri (slice8-14)
Struktur mediana tak deviasi
Sistema ventrikel tak melebar
Sulci dan gyri normal
Tak tampak massa retrobulber
Tak tampak pemadatan intrasinus paranasal
Celula mastoidea kanan dan kiri baik

Kesan CT Scan: Infark di temporal bilateral

9
E. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

Diagnosis Kerja: Hemiparesis sinistra ec Stroke Non Hemoragic

Diagnosis Banding: Hemiparesis sinistra ec Stroke Hemoragic

Hemiparesis sinistra ec SOL

F. Penatalaksanaan
Umum:
 Pantau tanda vital
 Bed rest

Medikamentosa:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Citicholin 2x500mg
 Inj. Ondansentron 2x1amp
 Inj. Ranitidine 2x1 amp
 Clopidogrel 1x75mg
 OMZ 1x1

G. Follow Up

Tgl. S O A P
18- kelemahan TD 130/90 mmHg SNH hari ke IVFD RL 20 tpm
Jan- ekstremitas N 96x/menit 4 Inj. Citicholin
2018 kiri, mual P 20 2x500mg
(+), muntah T 36,1 Inj. Ondansentron
(-) 2x1amp
IGD GCS E4V5M6 Inj. Ranitidine 2x1
Pupil bulat isokor Diet reguler
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)

10
Refleks fisiologis
(N/N)
Refleks patologis
(- / -)
Kekuatan Otot:
5 3
5 3

Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
19- kelemahan TD 110/80 mmHg SNH hari ke Infus RL 20tpm
Jan- ekstremitas N 82x/menit 5 Clopidogrel 1x75mg
2018 kiri P 20 Inj. Citicholin
berkurang, T 36,4 2x500mg
mual (+), OMZ 1x1
muntah (-) GCS E4V5M6 Diet reguler
Pupil bulat isokor
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
(N/N)
Refleks patologis
(- / -)
Kekuatan Otot:
5 3+
5 3+

Otonom :
BAK (+)

11
BAB (+)
20 Ekstremitas TD 120/90 mmHg SNH hari ke Infus RL 20tpm
Jan kiri masih N 84x/menit 6 Clopidogrel 1x75mg
2018 lemah, mual P 20 Inj. Citicholin
(-), muntah T 36,7 2x500mg
(-), batuk OMZ 1x1
GCS E4V5M6 Codein 3x10mg
Pupil bulat isokor Diet reguler
3mm/3mm
RCL +/+
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
(N/N)
Refleks patologis
(- / -)
Kekuatan Otot:
5 3+
5 3+

Otonom :
BAK (+)
BAB (+)
21 Kelemahan TD 120/90 mmHg SNH hari ke Infus RL 20tpm
Jan ekstremitas N 84x/menit 7 Clopidogrel 1x75mg
2018 kiri masih P 20 Inj. Citicholin
lemah, T 36,7 2x500mg
batuk (+), OMZ 1x1
mual (-), GCS E4V5M6 Codein 3x10mg
muntah (-) Pupil bulat isokor Diet reguler
3mm/3mm Boleh pulang
RCL +/+

12
RCTL +/+
Kaku kuduk (-)
Meningeal (-)
Refleks fisiologis
(N/N)
Refleks patologis
(- / -)
Kekuatan Otot:
5 3+
5 3+

Otonom :
BAK (+)
BAB (+)

H. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam

13
II. PEMBAHASAN

A. Diagnosis

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik. Proses penyumbatan pembuluh darah otak
mempunyai beberapa sifat klinik yang spesifik:
a. Timbul mendadak
b. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat.
c. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedang
stroke iskemik (non hemoragik) lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.

Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak kiri yang semakin memberat sejak
3 hari SMRS, pasien mengeluh hal tersebut timbul mendadak setelah pasien bangun dari
tidur siang. Pada pasien ini terdapat defisit neurologis, yakni adanya hemiparese sinistra.

Stroke berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik dan non


hemoragik. Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan gangguan fungsi
saraf. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam jaringan otak
sehingga terjadi hematoma.Stroke non hemoragik adalah penurunan aliran darah ke bagian
otak yang disebabkan karena vasokonstriksi akibat penyumbatan pada pembuluh darah
arteri sehingga suplai darah ke otak mengalami penurunan. Stroke hemoragik biasa
ditandai dengan keluhan sakit kepala hebat, muntah, penurunan kesadaran dan tekanan
darah yang tinggi. Sedangkan stroke non hemoragik tidak disertai keluhan sakit kepala
hebat, muntah, penurunan kesadaran dan tekanan darah tidak selalu tinggi.

Berdasarkan anamnesis, pasien didiagnosis menderita stroke non hemoragik, Stroke


non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh
sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.

14
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.

Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik
arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini
sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit
neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam
atau hari.

Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis
atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau
ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi
ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-
tanda disertai nyeri kepala berdenyut.

Selain itu, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan penegakkan
diagnosis berdasarkan sistem skoring algoritma gajah mada dan skor siriraj.

15
Algoritma Gadjah Mada

Pada pasien:
Penurunan kesadaran (-) sakit kepala (-) refleks babinski (-) = stroke non
hemoragik

Skor Stroke Siriraj


Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat kesadaran : 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma
Muntah : 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala : 0 = tidak ada; 1 = ada

16
Ateroma : 0= tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina;
penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor 0 : Lihat hasil CT-Scan
Skor > 1 : Perdarahan supratentorial / hemoragik
Skor < 1 : Infark serebri / iskemik

Pada pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) – (3 x 0) – 12 = -3

Skor pada pasien adalah -3 yang artinya adalah adanya infark/iskemik pada cerebral
namun tetap perlu pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan untuk membantu menegakkan
diagnosisnya.

Pengaturan motorik anggota gerak dipersarafi oleh jaras kortikospinalis


(piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decusasio piramidalis di
medulla oblongata, sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi
kontraleteralnya. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan pada tangan dan tungkai kiri terasa
lemah dengan kekuatan otot tangan kanan dan tungkai kiri 3 / 3. Hal ini menunjukkan
bahwa kelemahan pada sisi kiri pasien disebabkan adanya gangguan pada hemisfer cerebri
dekstra.

B. Faktor Risiko

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat
di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan
faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31%
dan hiperkolesterol 8,97%. Pada pasien ini, yang menjadi faktor risiko penyebab stroke
non hemoragik yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia lanjut, sedangkan faktor resiko
yang dapat dimodifikasi adalah obesitas dengan IMT 37,78 dan serangan stroke
sebelumnya.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

17
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat
dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di
bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus
stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan
umur 45-65 tahun.

2.Jenis kelamin
Perbedaan fisiologis antara laki-laki dan perempuan yang bersifat hormonal
mempengaruhi ciri-ciri biologis seperti kesuburan. Meskipun secara fisik laki-laki lebih
kuat dibandingkan dengan perempuan, tapi perempuan sejak lahir memiliki daya tahan
lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, dari daya tahan rasa sakitnya ataupun dari
penyakit. Menurut study kasus yang sering dilakukan, bahwa laki-laki lebih berisiko
terkena stroke non hemoragik sedangkan perempuan cenderung terkena stroke
hemoragik.

3. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke
pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian
Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.

4. Ras atau etnik

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa
(khususnya Yogyakarta).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.

18
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali
ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang
dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.

3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi
jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan
dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.

4. (DM) Diabetes melitus


Meta-analisis terhadap 32 penelitian menunjukkan bahwa pasien tanpa riwayat
diabetes yang mengalami stroke iskemik ttap mengalami kenaikan kadar glukosa yang
moderat berhubugan dengan peningkatan rsiko tiga kali lipat untuk mortalitas jangka
pendek dan peningkatan resiko buruknya penyembuhan fungsional yang buruk
dibandingkan dengan kadar glukosa yang rendah. Ada beberapa kemungkinan
penjelasan terhadap hal diatas. Pertama, hiperglikemia mungkin secara langsung
bersifat toksik pada otak yang iskemik. Meski mekanisme tidak diketahui dengan jelas,
akumulasi laktat dan asidosis intraseluler dalam otak yang iskemik mungkin
memberikan kontribusi. Kedua, pasien hiperglikemia relative memiliki defisiensi
insulin. Hal ini menyebabkan berkurangnya uptake glukosa perifer (yang berarti
meningkatkan jumlah glukosa yang tersedia untuk berdifusi ke dalam otak) dan
meningkatnya asam lemak bebas sirkulasi. Ketiga, pasien dengan diagnosis diabetes
yang mengalami hiperglikemia stress cenderung memiliki abnormalitas gula darah atau
diabetes yang tidak terdiagnosis ketika tidak dalam keadaan stres. Pasien ini mungkin
mengalami kerusakan iskemik yang lebih besar pada waktu infark sebagai akibat dari
vaskulopati serebral yang mendasari dibandingkan dengan mereka yang tidak
mengalami hiperglikemia stres. Keempat, hiperglikemia mungkin mengganggu
bloodbrain barrier (sawar darah otak) dan memacu konversi infark hemorrhagik.

19
Kelima, hiperglikemia stress mungkin adalah marker luasnya kerusakan iskemik pada
pasien stroke.TIA

5. Hiperkolesterol

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis
penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid
terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini
menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya,
VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas
batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko
stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl dan
trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di
dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%,
dan LDL yang tinggi 69,8%.

6. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi
penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara
mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan
dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI
antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.

7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok
pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada
pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga
mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan

20
darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan
kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang, yaitu CT-Scan, didapatkan hasil adanya infark di


temporal kanan dan kiri namun lebih terlihat jelas di temporal kanan yang menunjang
diagnosis Stroke Non Hemoragik ini.

Pemeriksaan CT scan merupakan Gold standar dari penegakkan diagnosis stroke.


Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang
sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
 jenis patologi
 lokasi lesi
 ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler

D. Penatalaksanaan

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:

1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu
dipelihara fungsi optimal:
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak

21
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,
elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara


intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik
yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo
1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami
cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika
Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark
serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis
atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
22
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat
urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa
efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan
akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

23
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:
 Pengobatan hipertensi
 Mengobati diabetes mellitus
 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
 Berolahraga teratur

Pada kasus ini, pasien datang setelah 72 jam kejadian stroke dan merupakan kejadian
stroke yang kedua, sehingga yang diharapkan dari pemberian terapi adalah
mempertahankan dan mencegah perburukan kondisi. Terapi yang diberikan pada pasien ini
terdiri dari non medikamentosa, medikamentosa serta fisioterapi. Terapi non
medikamentosa berupa bedrest dan pantau tanda vital untuk menjaga kondisi pasien agar
tetap stabil Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan
defisit neurologis yang nyata. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95%.

Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah pengaturan balans carian
berupa RL XX gtt/m, mengembalikan reperfusi otak dengan penggnaan antiplatelet yang
pada pasien ini diberikan clopidogrel yang bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Dan pemberian citicolin sebagai neuroprotektif, diharapkan meningkatkan
ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.

24
Selain itu juga diberikan Inj. Ondansentron 2x1amp, Inj. Ranitidine 2x50mg,
omeprazole 1x20mg dan kodein 3x10mg. Ondansentron diberikan saat awal pasien datang
sebagai antagonis reseptor 5-HT3 yaitu untuk terapi simptomatik terhadap keluhan mual
yang dialami pasien. Begitupula kodein yang diharapkan dapat menekan gejala batuk
yang terjadi pada pasien. Pemberian Ranitidine pada awal masuk dan pemberian
omeprazole bertujuan untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Tidak ada perbedaan hasil
antara pemberian penghambat reseptor H2, sitoprotektor agen ataupun inhibitor pompa
proton. Antasida tidak perlu diberikan pada profilaksis stress ulcer. Untuk semua penderita
stroke, pemberian obat-obatan seperti NSAID dan kortikosteroid, serta makanan/minuman
yang bersifat iritatif terhadap lambung (alkohol,rokok,cuka) perlu dihindari. Sehingga
terapi yang diberikan pada pasien sudah tepat.

E. Komplikasi

Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non


neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi
tersebut yaitu :

1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara
agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah
pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai
hasil kultur.

2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat
dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki
risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil
dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.

3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa


5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di
hindari.

4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari
sejak onset stroke :

a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

25
b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena

5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam

6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan
latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo
achilesdi lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam
posisi dorsofleksi.

7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di


lakukanneurorestorasi dini.

8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin
0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.

9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan


pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini
mungkin bila pasien sudah sadar.

F. Pencegahan

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,


alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya.
Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.

Pencegahan sekunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia

26
dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan
dan kurang gerak.

G. Prognosis

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis
yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan
juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam
10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah sampai
dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan
institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami
cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total
dari serangan stroke dan kecacatan..

27
III. PENUTUP

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik.
Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa
stroke iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik
dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring
untuk mengerucutkan diagnosa.

Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi
iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak,
mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke, Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pedoman penatalaksanaan stroke. Dalam :


Guideline Stroke. Jakarta.

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke. Jakarta.

Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.

Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT. Dian
Rakyat P.

Misbach J, et al. 2007. Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI

Nabyl, R.A. 2012. Deteksi dini gejala dan pengobatan stroke. Aulia Publishing.
Yogyakarta

Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2007.

Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika.

World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP wise
Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.

29
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan Oleh : dr. Fini Amalia

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi Case Report: Hemiparesis sinistra ec


Stroke Non Hemoragic

Hari/Tanggal: Senin, 23 April 2018

Tempat: RS Advent Bandar Lampung

Disahkan Oleh: dr. Fitriyani, Sp.S, M.Kes

Bandar Lampung, 23 April 2018

Pembimbing,

dr. Fitriyani, Sp.S, M.Kes

30

You might also like